Anda di halaman 1dari 39

TEORI

PERDAGANGAN
INTERNASIONAL
TITO ADITYA PERDANA, S.E., M.E.
Program Studi Manajemen
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Dian Nuswantoro
TEORI PRAKLASIK MERKANTILISME (1)
• Ide pokok Merkantilisme:
Suatu negara/ raja akan kaya/ makmur dan kuat bila ekspor
lebih besar daripada impor (X > M)
Surplus yang diperoleh dari selisih
(X – M) positif pemasukan logam mulia (LM)
 Semakin besar ekspor netto, semakin banyak LM yang
dimiliki atau diperoleh dari luar negeri
 Pada waktu LM digunakan sebagai alat pembayaran
TEORI PRAKLASIK MERKANTILISME (2)
LM yang banyak digunakan oleh raja untuk membiayai armada
perang guna memperluas perdagangan luar negeri dan
penyebaran agama

Penggunaan kekuatan armada perang untuk memperluas


perdagangan luar negeri diikuti dengan kolonialisasi di Amerika
latin, Afrika dan Asia terutama abad XVI s.d XVIII
Kebijakan Merkantilisme
• Merkantilisme menjalankan kebijakan perdagangan
sebagai berikut:
1.Mendorong ekspor sebesar-besarnya, kecuali LM
2.Melarang/ membatasi impor dengan ketat kecuali LM
Kebijakan Neo Merkantilisme
• Kebijakan proteksi untuk melindungi dan mendorong ekonomi
industri nasional dengan kebijakan tariff dan kebijakan Nontariff
Barrier
• Contoh tariff barrier : countervailing duty, bea anti dumping dan
surcharge
• Contoh Nontariff Barrier: larangan, sistem kuota, ketentuan
teknis, harga patokan, peraturan kesehatan/ karantina
Tariff Barier
• Countervailing Duties (CVD’s)
 Aksi penerapan pungutan tambahan terhadap produk impor dari
suatu negara. Contoh : Cukai, pajak
• Dumping
“Sebuah negara menjual ke negara importir dengan harga lebih murah dari
barang sejenisnya di negara tersebut”
• Surcharge
 Sejumlah biaya tambahan yang di bebankan kepada customer dan di
bayarkan langsung kepada pihak merchant.
Kritik David Hume : Mekanisme otomatis (Price
Specie Flow Mechanism)
Negara/ raja akan kaya/ makmur bila X > M, sehingga LM
yang dimiliki semakin banyak
 LM digunakan untuk alat pembayaran/ uang, sehingga bila
LM banyak, maka Ms (jumlah uang beredar) banyak
 Bila MS naik, sedangkan produksi tetap INFLASI
 P dalam negeri , PX QX
 Inflasi PM , QM
 X < M, LM turun Negara/ raja menjadi miskin
Kritik Adam Smith Terhadap Merkantilisme
• Ukuran kemakmuran suatu negara, bukan ditentukan banyaknya LM yang
dimiliki

• Kemakmuran suatu negara ditentukan oleh besarnya GDP dan sumbangan


perdagangan luar negeri terhadap pembentukan GDP negara tersebut

• Untuk meningkatkan GDP dan perdagangan luar negeri, maka pemerintah


harus mengurangi campur tangan = Free Trade

• Free Trade = Persaingan = Spesialisasi (keunggulan absolut) akan


memacu produktivitas dan efisiensi. Hasilnya GDP dan Perdagangan LN
meningkat
Teori Klasik (Absolut Advantage; Adam Smith) 1
Setiap negara akan memperoleh manfaat perdagangan internasional
karena melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang jika
negara tersebut memiliki keunggulan mutlak, serta mengimpor barang
jika negara tersebut memiliki ketidakunggulan mutlak
Data hipotesis Teori Keunggulan Absolut

Produk per DTDN


satuan TK/Hari Teh Sutra (Dasar Tukar
Dalam Negeri)
Indonesia 12 Kg 3m 4 Kg = 1 m
1 Kg = 0.25 m
Cina 4 Kg 8m 0.5 Kg = 1 m
1 Kg = 2 m
Teori Klasik (Absolut Advantage; Adam Smith) 2
• Analisis : Kesimpulan 1:
Di Indonesia - Harga 1 kg teh di indonesia lebih
- 1 kg teh dinilai sama dengan ¼ sutra murah (hanya ¼ sutra)
dibandingkan di Cina lebih mahal
- 1 m sutra dinilai sama dengan 4 kg (2 m sutra)
teh
Di Cina
- 1 kg teh dinilai sama dengan 2 m sutra - Harga 1 m sutra di Cina lebih
murah (hanya ½ kg teh)
- 1 m sutra dinilai sama dengan ½ kg teh dibandingkan dengan di Indonesia
yang lebih mahal (4 kg teh)
Teori Klasik (Absolut Advantage; Adam Smith) 2
• Kesimpulan 2 : • GAIN FROM TRADE
- Indonesia memiliki keunggulan - Indonesia mendapat keuntungan :
absolut dalam produksi teh 2m – ¼ m = 1 ¾ m sutra

- Cina memiliki keunggulan - Cina Mendapat keuntungan : 4 kg –


absolut dalam produksi sutra ½ kg = 3 ½ kg teh

Dengan mengekspor 1 kg teh ke China, Indonesia akan memperoleh 2 m sutera,


sedangkan di dalam negeri 1 kg teh ditukarkan dengan sutera hanya mendapatkan ¼ m

Dengan mengekspor 1 m sutera ke Indonesia, China akan memperoleh 4 kg teh,


sedangkan di dalam negeri 1 m sutera ditukarkan dengan sutera hanya mendapatkan ½
kg teh
Teori Klasik (Absolut Advantage; Adam Smith) 3
Data hipotesis untuk Gain From Trade Berdasarkan Teori Absolut
Advantage dari Adam Smith

Teh Sutra
Produk per satuan
TK/Hari
TS DS TS DS

Indonesia 12 Kg 24 Kg 3m 0m
Cina 4 Kg 0 Kg 8m 16 m
Produk dua negara 16 Kg 24 Kg 11 m 16 m
Kelemahan Teori Adam Smith

Perdagangan internasional akan terjadi dan


menguntungkan kedua negara bila masing-masing negara
memiliki keunggulan absolut yang berbeda.

Bila hanya satu negara yang memiliki keunggulan absolut,


maka tidak akan terjadi perdagangan internasional yang
menguntungkan
Teori Klasik (Comparative Advantage; David Ricardo) 1

1. Cost Comparative Advantage (Labor Efficiency)


2. Production Comparative Advantage (Labor Productivity)
Teori Klasik (Comparative Advantage; David Ricardo) 2
1. Cost Comparative Advantage (Labor Efficiency)

Nilai atau harga suatu produk ditentukan oleh jumlah


waktu atau jam kerja yang diperlukan untuk
memproduksinya.

Suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan


internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan
mengekspor barang di mana negara tersebut dapat
berproduksi relatif efisien.
Teori Klasik (Comparative Advantage; David Ricardo) 3
Data hipotesis Cost Comparative
Produksi
Negara
1kg Gula 1 m kain
Indonesia 3 hari kerja 4 hari kerja
Cina 6 hari kerja 5 hari kerja
Indonesia/Cina 3/6 HK (0.5) 4/5 HK (0.8)
Cina/Indonesia 6/3 HK (2) 5/4 HK (1.25)

  TK Indonesia lebih efisien dalam memproduksi 1 M kain yaitu selama atau 0.8 hari kerja
dibandingkan jika memproduksi 1 gula yang memerlukan waktu selama atau 0.5 hari kerja.
Kondisi mendorong Indonesia melakukan spesialisasi produksi dan ekspor gula.

  TK Cina lebih efisien dalam memproduksi 1 m kain yang memerlukan waktu selama atau 1.25
M kain dibandingkan jika memproduksi 1 hari kg gula yaitu selama atau 2 hari kerja. Kondisi
mendorong Cina melakukan spesialisasi produksi dan ekspor kain
Teori Klasik (Comparative Advantage; David Ricardo) 4
Gains From trade
Gains From Trade
Gula kain DTDN
Negara (Dasar Tukar
Dalam Negeri)

1 kg = ¾ m
Indonesia 1/3 kg 1/4 m 1 m = 4/3 kg
1 kg = 6/5 m
Cina 1/6 kg 1/5 m 1 m = 5/6 kg
  Indonesia mengekspor 1 kg gula ke china akan memperoleh m kain.
sedangkan menurut DTDN hanya m.
Keuntungan ekspor Indonesia = - m = m

 
China mengekspor 1 m kain ke Indonesia akan memperoleh m
kain. sedangkan menurut DTDN hanya m.
Keuntungan ekspor China = - = kg
Teori Klasik (Production Advantage; David Ricardo) 1
1. Production Advantage (Labor Productivity)

Suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan


internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan
mengekspor barang di mana negara tersebut dapat
berproduksi relatif produktif.
Teori Klasik (Production Advantage; David Ricardo) 2
Produksi Setiap
Negara Tenaga Kerja per hari DTDN Tenaga kerja China lebih produktif dalam memproduksi kain (4/5
kerja m) dibandingkan dengan Indonesia dari pada memproduksi gula
(3/6 kg)
Indonesia 1/3 kg gula ¼ m sutra 4/3 kg = 1 m sehingga China melakukan spesialisasi dan ekspornya adalah
(0.3) (0.25) 1 kg = ¾ m kain. Jadi China akan mendapatkan keuntungan dari ekspor kain
1/6 kg gula 1/5 m 5/6 kg = 1 m ke Indonesia = 1 m kain mendapatkan 4/3 kg gula. sedangkan
Cina didalam negeri China hanya dinilai sebesar 5/6 kg gula. China
(0.1) sutra (0.2) 1 kg = 6/5 m
mendapatkan untung 4/3 kg - 5/6 kg atau 3/6 atau 1/2 kg gula

Perhitungan Production Comparative Advantage Tenaga kerja Indonesia lebih produktif dibandingkan dengan
tenaga kerja China dalam produksi gula (6/3 kg) dari pada kain
Perbandingan Gula Kain (5/4 kg)
Produksi
Hal ini mendorong Indonesia untuk berspesialisasi untuk
memproduksi dan mengekspor gula. dari ekspor gula ke China
Indonesia/Cina 6/3 (2) 5/4 (0.25) sebanyak 1 kg akan memperoleh 6/5 m kain, sedangkan di dalam
negeri hanya dinilai 3/4 m kain.
Cina/Indonesia 3/6 (0.5) 4/5 (0.8) Jadi Indonesia mendapatkan kentungan 6/5 m - 3/4 m = 9/20
m
Kelemahan Teori Comparative Advantage
1. Tidak dapat menjelaskan mengapa terjadi perbedaan harga untuk
barang/ produk sejenis walaupun fungsi faktor produksi
(produktivitas dan efisiensi) sama di kedua negara
2. Teori ini mengatakan perdagangan internasional dapat dapat terjadi
karena adanya perbedaan efisiensi dan produktivitas  perbedaan
harga antara 2 negara
3. Jika pada poin pertama terjadi kesamaan antara 2 negara  tentu
tidak ada perdagangan internasional
4. Muncul teori moder dari HO yang menjelaskan butir 1 terjadi, tetap
terdapat perdagangan internasional . Hal ini terjadi karena adanya
perbedaan jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki oleh
masing-masing negara, sehingga terjadi perbedaan harga barang yang
dihasilkan
Teori H-O (The proportional factors theory) 1
Profile: Eli Filip Heckscher (24 November 1879 – 23 December 1952)
Swedish political economist and economic Historian
Banchelor of Arts, University in Uppsala (1917); Profesor Ekonomi Politik dan
Statistic di Stockholm School for Economics (1909-1929); Profesor emeritus
(1945)

Nobel Ekonomi (1977)

Profile: Bertil Ohlin (Minggu, 23 April 1899 – 3 Agustus 1979)


Swedish political economist and economic Historian (murid Heckscher)
Banchelor of Arts, Lund University (1917); Master of Arts, Harvard University
(1923); doctoral Stockholm University (1924); professor di University of
Copenhagen (1925)
Nobel Ekonomi (1977)
Teori H-O (The proportional factors theory) 2
Penyebab terjadinya perdagangan internasional yaitu perbedaaan
produktivitas (jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki
atau endowment factors oleh masing-masing negara, yang pada
akhirnya akan mempengaruhi perbedaan harga barang yang
dihasilkan)

Teori Modern Perdagangan H - O = ‘The Proportional Factor Theory

Negara-negara yang memiliki faktor produksi yang relatif banyak dan murah
dalam memproduksi suatu barang akan melakukan spesialisasi dan
mengekspor barang tersebut, vice versa
Teori H-O (The proportional factors theory) 3
Konsep Isocost – Isoquant
Kurva Isocost Kurva Isoquant
kurva yang melukiskan total biaya produksi yang kurva yang menggambarkan kombinasi input yang
harus dikeluarkan atas penggunaan faktor digunakan untuk menghasilkan output yang sama di
produksi sepanjang kurva

Teori Ekonomi = persinggungan kurva isocost dan isoquant


TK merupakan titik optimal
TK
75 30
Iso cost
Iso
c os = 8
t = 00
90
0

K
25 K 80
Teori H-O (The proportional factors theory) 4
Matriks Gain Trade berdasar Teori H-O
• Perdagangan internasional terjadi antara dua negara (dalam hal ini Indonesia dan
Korea Selatan). Setiap negara memproduksi dua komoditi yang sama (misalnya
300 sepatu dan 80 televisi). Setiap negara menggunakan dua jenis faktor produksi
yaitu labor dan kapital, dengan jumlah proporsi yang berbeda
Teori H-O (The proportional factors theory) 5
Produksi Sepatu
Di Indonesia - isoquant 300 sepatu melalui labor
intensif, akan menyinggung isocost $800 pada titik A 
Sehingga proses produksi 300 unit sepatu akan lebih
murah, karena jumlah faktor produksi (labor) yang
dimiliki oleh Indonesia relatif lebih melimpah dan murah
sehingga unit biaya hanya $2,66
Di Korea - isoquant 300 sepatu melalui labor intensif
akan menyinggung isocost $3000 pada titik B 
Sehingga proses produksi 300 unit sepatu yang akan
lebih mahal, karena jumlah faktor produksi (labor)
yang dimiliki oleh Korea Selatan relatif lebih sedikit
dan mahal sehingga unit biaya menjadi $10
Teori H-O (The proportional factors theory) 6
Produksi Televisi
Di Indonesia - isoquant 90 unit TV melalui
capital intensif, menyinggung isocost $900
pada titik C  Sehingga proses produksi 90
unit TV akan lebih mahal, karena jumlah
faktor produksi (kapital) yang dimiliki oleh
Indonesia relatif lebih langka dan mahal
sehingga unit biaya menjadi $10
Di Korea - isoquant 90 televisi melalui labor
intensif akan menyinggung isocost $800
pada titik D proses produksi 90 unit
televisi akan lebih murah, karena jumlah
faktor produksi (kapital) yang dimiliki oleh
Korea Selatan relatif lebih sedikit dan
murah sehingga unit biaya menjadi $8,88
Teori H-O (The proportional factors theory) 8
Kritik Teori H-O
Berdasar teori H-O perbedaan harga barang sejenis dapat terjadi karena adanya
perbedaan proporsi atau jumlah faktor produksi yang dimiliki masing-masing negara
dalam memproduksi barang tersebut. Sehingga apabila jumlah atau proporsi faktor
produksi yang dimiliki masing-masing negara relatif sama maka harga barang sejenis
akan sama pula sehingga perdagangan internasional sulit terjadi

Fakta yang ada dalam dunia nyata menunjukkan walaupun jumlah atau proporsi faktor
produksi yang dimiliki masing-masing negara relatif sama sehingga harga barang
sejenis relatif sama, ternyata perdagangan internasional tetap dapat terjadi

Aplikasi teori H-O terbatas, atau tidak dapat diterapkan secara umum. Oleh karena itu
teori hanya dapat menjelaskan terjadinya perdagangan antara negara yang kaya
tenaga kerja dengan negara yang kaya kapital, dimana hanya merupakan sekitar 40%
dari volume perdagangan dunia.
Alternatif Theory
IPLC Theory Competitive Hyper Competitive
(International product Life Advantage of Nation
cycle Theory)

(Raymond Vernon) (Michael Porter) (Richard d’aveni)


IPLC Theory (1)
Suatu konsep penting yang memberikan pemahaman tentang dinamika kompetitif
suatu produk

Suatu grafik yang menggambarkan riwayat produk sejak diperkenalkan ke pasar


sampai dengan ditarik dari pasar
Tahapan:
• Introduction (pioneering)
• Rapid growth (market acceptance)
• Slow growth (turbulance)
• Maturity (saturation)
• Decline (obsolescence).

• Tidak setiap produk melalui semua


tahapan
• Panjang suatu tahap PLC untuk tiap
produk sangat bervariasi
• PLC dapat diperpanjang dengan inovasi
dan repositioning
IPLC Theory (2)
Introduction (pioneering)

Merupakan tahap awal, yang merupakan tahap perkenalan dilakukan oleh perusahaan
pioneer
“seek to build product awareness and develop a market for the product”
Pada umumnya barang yang dijualbelikan merupakan barang baru, ongkos produksi
per unitnya relative tinggi, sehingga memerlukan promosi yang agresif, dengan
distibusi produk yang terabatas, sehingga tingkat laba yang diperoleh rendah
Ciri:
• penjualan yang masih rendah
• volume pasar berkembang lambat (karena tingginya market resistance)
• persaingan yang masih relatif kecil
• tingkat kegagalan relatif tinggi
• masih banyak dilakukan modifikasi produk dalam pengujian dan
pengembangannya (karena pemahaman yang keliru dengan pasar)
• biaya produksi dan pemasaran sangat tinggi
IPLC Theory (3)
Tahap Pertumbuhan – (Growth)

Dalam tahapan ini, tingkat penjualan dan laba yang diperoleh perusahaan mulai
meningkat secara signifikan
“seek to build brand preference and increase market share”

Dalam tahap ini, pesaing sudah mulai memasuki pasar sehingga terdapat persaingan
menjadi lebih ketat

Ciri:
• masyarakat sudah mengetahui produk bersangkutan
• permintaan sudah sangat meningkat
• usaha promosi yang dilakukan oleh suatu perusahaan tersebut
tidak seagresif
• Persaingan usaha lebih ketat
IPLC Theory (4)
Tahap Kedewasaan – (Maturity)

Dalam tahapan ini, merupakan tercapainya titik tertinggi dalam penjualan perusahaan

“Defend market share while maximizing profit”


Dalam tahap ini, merupakan tahap terlama dalam siklus hidup produk
Ciri:
• Strategi pemasaran kreatif
• Penjualan dalam tahap ini sangat sensitive terhadap kondisi
perekonomian
• Pasar semakin tersegmentasi  berpengaruh terhadap
promosi yang berbeda

Growth Maturity - Stable Maturity - Decaying Maturity


IPLC Theory (5)
Tahap Penurunan – (Decline)

Dalam tahapan ini, merupakan penjualan perusahaan mulai mengalami penurunan

“adding new features; reduce costs; discontinue”


Ex: produk elektronik yang sedang mengalami penurunan adalah CPU atau personal komputer
yang saat ini sudah hampir terlibas oleh laptop

Ciri:
• perubahan selera pasar
• pasar merasa jenuh terhadap produk yang ada
• produk substitusi diterima konsumen (baik dan dalam negeri
maupun dan luar negeri)
• perubahan teknologi
Competitive Advantage of Nation (Michael Porter) 1
Michael Porter (1990) mendefinisikan empat atribut (determinan) yang menentukan
keunggulan kompetitif suatu bangsa
Mengemukakan tentang tidak adanya korelasi langsung antara
dua faktor produksi (sumber daya alam yang melimpah dan
sumber daya manusia yang murah) yang dimiliki suatu negara,
yang dimanfaatkan menjadi keunggulan daya saing dalam
perdagangan internasional.

Banyak negara di dunia yang jumlah tenaga kerjanya


sangat besar yang proporsional dengan luas negerinya,
tetapi terbelakang dalam daya saing perdagangan
internasional daripada negara lain, justru berkorelasi erat
dengan rendahnya motivasi bekerja keras dan berprestasi.
Meksiko, Bangladesh, Pakistan, dan Indonesia merupakan negara yang jumlah tenaga kerjanya besar
dan tingkat upahnya murah, tetapi tidak dapat dijadikan keunggulan kompetitif tersendiri apabila
dibandingkan dengan Jepang, Jerman, Swedia dan Swiss atau Singapura
Competitive Advantage of Nation (Michael Porter) 2
kondisi faktor (Factor conditions), yaitu mengacu pada input yang digunakan sebagai
faktor produksi – “faktor produksi adalah “diciptakan” bukan diperoleh dari warisan” 
Kelangkaan factor produksi seringkali membantu negara menjadi lebih kompetitif melalui
inovasi, dibandingkan dengan melimpahnya factor produksi yang cenderung disia-siakan
kondisi permintaan (Demand conditions), mengacu pada tersedianya pasar domestik yang
siap berperan menjadi elemen penting dalam menghasilkan daya saing  Pasar seperti ini
ditandai permintaan barang-dan jasa berkualitas dan kedekatan hubungan penjual dan
pembeli

Industri terkait dan pendukung (Related and Supporting Industries), mengacu pada
tersedianya serangkaian dan adanya keterkaitan kuat antara industri pendukung dan
perusahaan, hubungan dan dukungan ini bersifat positif yang berujung pada peningkatan
daya saing perusahaan (aglomerasi industry)

Strategi perusahaan, struktur, dan persaingan (Firm strategy, Structure and Rivalry),
mengacu pada strategi dan struktur yang ada pada sebagian besar perusahaan dan intensitas
persaingan pada industri tertentu  akan mendorong inovasi dan meningkat daya saing
perusahaan
Competitive Advantage of Nation (Michael Porter) 3
Competitive Advantage of Nation (Michael Porter) 4

Selain keempat faktor tersebut, keunggulan kompetitif nasional juga masih


dipengaruhi oleh faktor kebetulan atau kesempatan untuk melakukan sesuatu (chance
events), seperti penemuan produk baru, melonjaknya harga, perubahan nilai tukar,
konflik keamanan antar negara dan lain-lain, dan tindakan-tindakan atau kebijakan
pemerintah (government)

⬩ Ketersediaan sumberdaya dan keahlian yang dibutuhkan untuk keunggulan


kompetitif dalam industri tertentu
⬩ Informasi yang membentuk persepsi-peluang dan memberi arah pengalokasian
sumberdaya dan keahlian
⬩ sasaran-sasaran para manajer, pemilik, dan SDM yang dilibatkan dalam
kompetisi
⬩ tekanan-tekanan yang diperlukan oleh perusahaan untuk melakukan investasi dan
inovasi tertentu
Hyper Competitive (Richard d’aveni) 1

Proses liberalisasi perdagangan dunia, baik secara regional maupun internasional


yang berlangsung hingga saat ini, telah menyebabkan persaingan global yang
semakin ketat

⬩ Setiap negara harus memikirkan strategi yang tepat untuk menghadapinya: Sustainable
Competitive Advantage (SCA).

Sustainable Competitive Advantage (SCA)


Daya saing berkelanjutan yang digunakan sebagai keunggulan yang diperoleh karena invention
dan innovation secara terus-menerus, sehingga tetap unggul dari pesaing

SCA ini relatif lebih tepat dan paling menguntungkan untuk dilakukan dalam sektor agro
industri karena sumbernya dapat diperbarui.
Hyper Competitive (Richard d’aveni) 2

Ancaman dari Korea, Taiwan, Persaingan yang ketat sesame negara berkembang
Singapura terhadap elektronik Jepang, Untuk produk industry ringan (tekstil, sepatu,
AS, Eropa industry agro)

Perencanaan dan operasi

Strategi berdasarkan factor


Research and development
eksternal dan internal

Sustainable Competitive
invention dan innovation
Advantage (SCA)

Sustainable profit

Anda mungkin juga menyukai