Anda di halaman 1dari 11

TUGAS KELOMPOK PLKH 5

(CONTRACT DRAFTING & LEGAL DRAFTING)


DOSEN PENGAMPU : R. RAHADITYA SH., M.H.

Nama Anggota :

Catherina Amanda Putri / 205180130

Melani Harly / 205180139

Raini Nurhaedah / 205180140

Maya Adilla / 205180153


1. TRADISI HUKUM EROPA KONTINENTAL DAN ANGLO
SAXON

 Secara tradisional, terdapat dua kelompok tradisi hukum yang utama di dunia, yaitu tradisi hukum
kontinental (Civil Law Tradition), dan tradisi hukum anglo-saksis (Common Law Tradition). Perbedaan
keduanya antara lain didasarkan pada peranan hukum perundang-undangan dan yurisprudensi (putusan
badan peradilan). Negara-negara yang tergolong ke dalam hukum kontinental menempatkan hukum
(peraturan) perundang-undangan sebagai sendi utama sistem hukumnya. Sedangkan negara-negara yang
menganut tradisi hukum anglo-saksis menjadikan yurisprudensi sebagai sendi utama sistem hukumnya.
Indonesia sebagai negara yang menganut Sistem Hukum Eropa Kontinental (civil law system), eksistensi
peraturan perundang-undangan sangatlah penting, karena bila dikaitkan dengan asas legalitas yang berarti
setiap tindakan pemerintah harus memiliki dasar pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.
 Hukum Eropa Kontinental

Sistem hukum ini berkembang di negara- negara Eropa daratan dan sering disebut sebagai “Civil Law” yang
semula berasal dari kodifikasi hukum yang berlaku di kekaisaran romawi pada masa pemerintahan Kaisar
justinianus abad VI sebelum masehi. Hukum Civil Law adalah hukum memperoleh kekuatan mengikat,
karena diwujudkan dalam peraturan-peraturan yang berbentuk undang-undang dan tersusun secara
sistematik di dalam kodifikasi.
 Anglo Saxon

Nama lain dari sistem hukum Anglo-Saxon adalah “Anglo Amerika” atau Common Law”.
Merupakan sistem hukum yang berasal dari Inggris yang kemudian menyebar ke Amerika
Serikat dan negara- negara bekas jajahannya. Kata “Anglo Saxon” berasal dari nama bangsa
yaitu bangsa Angel-Sakson yang pernah menyerang sekaligus menjajah Inggris yang kemudian
ditaklukan oleh Hertog Normandia, William. William mempertahankan hukum kebiasaan
masyarakat pribumi dengan memasukkannya juga unsur-unsur hukum yang berasal dari sistem
hukum Eropa Kontinental.
Sistem hukum anglo saxon merupakan suatu sistem hukum yang didasarkan pada yurispudensi,
yaitu keputusan-keputusan hakim terdahulu yang kemudian menjadi dasar putusan hakim-hakim
selanjutnya. Sistem Hukum Anglo Saxon cenderung lebih mengutamakan hukum kebiasaan,
hukum yang berjalan dinamis sejalan dengan dinamika masyarakat.
2. ASAS-ASAS DAN SYARAT SAHNYA PERJANJIAN
MENURUT TRADISI ANGLO SAXON.

 a) Hukum Kontrak bersifat Hukum Mengatur


Sebagaimana diketahui bahwa hukum dapat dibagi kedalam dua bagian yaitu:
1. Hukum Memaksa (dwingend recht, mandatory law);
2. Hukum Mengatur (aanvullen recht, optional law).
Maka hukum tentang kontrak pada prinsipnya tergolong kedalam hukum mengatur. Artinya adalah bahwa
hukum tersebut baru berlaku sepanjang para pihak tidak mengaturnya lain. Jika para pihak dalam kontrak
mengaturnya secara lain dari yang diatur dalam hukum kontrak, maka yang berlaku adalah apa yang diatur
sendiri oleh para pihak tersebut. Kecuali Undang-Undang menentukan lain.
 b) Asas Kebebasan Berkontrak
Salah satu asas dalam hukum kontrak adalah asas kebebasan berkontrak (freedom of contract).
Asas kebebasan berkontrak ini merupakan refleksi dari sistem terbuka (open sistem) dari hukum kontrak
tersebut.
 c) Asas Pacta Sunt Servanda
Asas Pacta Sunt Servanda (janji itu mengikat) ini mengajarkan bahwa suatu kontrak yang dibuat
secara sah mempunyai ikatan hukum yang penuh. KUH Perdata kita juga menganut prinsip ini
dengan melukiskan bahwa suatu kontrak berlaku seperti Undang-Undang bagi para pihak (pasal
1338 KUH Perdata).
 d) Asas konsensual dari suatu kontrak
Hukum kontrak juga menganut asas konsensual. Maksud dari asas konsensual ini adalah bahwa
suatu kontrak sudah sah dan mengikat ketika tercapai kata sepakat, tentunya selama syarat-syarat
sahnya kontrak lainnya sudah dipenuhi. Jadi dengan adanya kata sepakat, kontrak tersebut pada
prinsipnya sudah mengikat dan sudah mempunyai akibat hukum sehingga mulai saat itu juga
sudah timbul hak dan kewajiban diantara para pihak. Dengan demikian, pada prinsipnya syarat
tertulis tidak diwajibkan untuk suatu kontrak. Kontrak lisan pun sebenarnya sah-sah saja menurut
hukum.
 e) Asas obligator dari suatu kontrak
Menurut hukum kontrak kita, suatu kontrak bersifat obligator. Maksudnya adalah setelah sahnya suatu
kontrak, maka kontrak tersebut sudah mengikat tetapi baru sebatas menimbulkan hak dan kewajiban
diantara para pihak. Tetapi pada taraf tersebut hak milik belum berpindah ke pihak lain. Untuk dapat
memindahkan hak milik, diperlukan kontrak lain yang disebut dengan kontrak kebendaan (zakelijke
overeenkomst). Perjanjian kebendaan inilah yang sering disebut dengan “penyerahan” (levering).
Mengenai sifat kontrak yang berkaitan dengan saat mengikatnya suatu kontrak dan saat peralihan hak
milik ini berbeda-beda dari masing-masing sistem hukum yang ada, yang terpadu ke dalam 3 (tiga)
teori sebagai berikut :
 Kontrak bersifat obligator
 Kontrak bersifat rill
 Kontrak bersifat final
SYARAT-SYARAT SAHNYA PERJANJIAN MENURUT ANGLO SAXON (COMMON LAW) :

a. Adanya offer (penawaran) dan acceptance (penerimaan)


Setiap kontrak selalu dimulai dengan penawaran dan penerimaan. Penawaran adalah suatu janji untuk melakukan
atau tidak melakukan sesuatu secara khusus pada masa yang akan datang kepada setiap orang atau para khalayak.
Penerimaan adalah kesepakatan dari pihak yang menerima dan penawar tawaran harus di sampaikan penerimaan
tawara kepana penawar tawaran. Permintaan ini harus bersifat absolut dan tanpa syarat atas tawaran itu.
b. Metting of minds (persesuaian keendak)
Persesuaian kehendak yaitu adanya persesuaian pernyataan kehendak antara para piak dan objek
kontrak.persesuaian kehendak haruk dilakukan secara jujur, tetapi apabila kontrak itu dilakukan dengan adanya
penipuan, kesalahan, paksaan dan penyalahgunaan keadaan maka kontrak tersebut menjadi tidak sah.
c. Considerasi (prestasi)
Agar kontrak dapat dikatakan sah dan mempunyai kekuatan mengikat. kontrak tersebut harus didukung dengan
konsiderasi (concideration). Menurut sejarahnya, doktrin konsiderasi sudah berumur ratusan tahun. Hal ini tidak
dianggap sebagai unsur penting untuk membuat kontrak.
Pada zaman dahulu, seluruh hak yang dilaksanakan dibagi menjadi sejumlah kategori yang
terbatas. Untuk pelanggaran masing-masing kategori pengadilan menyediakan formulir yang
dikenal sebagai Surat Perintah (writ). Writ perjanjian baru dapat dilaksanakan setelah dibuat
secara tertulis dan dibuat diatas segel oleh para pihak yang mengadakan kontrak. Kontrak yang
dibuat dengan writ dinamakan perjanjian (kovenan) dan bersifat mengikat para pihak. Dengan
demikian, sejalan dengan pertumhuhan perdagangan dan perniagaan, desakan untuk
pelaksanaan kontrak vang sah tidak perlu dibuat diatas segel sehingga pengadilan memeriksa
writ yang ada untuk melihat apakah dapat digunakan atau tidak.
d. Competent paries and legal subject matter (kemampuan hukum para pihak dan pokok
persoalan yang sah).
Competent paries and legal subject matter merupakan kemapuan dan kecakapan dari subjek
hukum untuk melakukan kontrak.
3. KONTRAK DALAM TRADISI ANGLO SAXON

 Peranan pranata kontrak menjadi sangat penting untuk mengakomodasi maraknya perdagangan yang
terjadi secara global. Dinamika tersebut tentu akan menimbulkan kesulitan dalam kontrak perdagangan
internasional. Kondisi yang tak dapat disangkal adalah ketika pihak-pihak yang akan mengikatkan diri
berasal dari Negara berbeda dan memiliki system hukum yang berbeda. Setiap system hukum
emmilikinpersamaan dan perbedaan baik secara fungsi maupun penamaan yang perlu ditelaah lebih
mendalam.
 Kontrak yang berasal dari kata contract dalam bahasa Inggris memiliki pengertian sebagai suatu
perjanjian tertulis di antara dua pihak atau lebih yang menciptakan hak dan kewajiban untuk melakukan
atau tidak melakukan sesuatu hal khusus.
 ciri utama kontrak ialah suatu tulisan yang memuat perjanjian dari para pihak, lengkap dengan ketentuan-
ketentuan dan syarat-syarat, serta berfungsi sebagai alat bukti tentang adanya hak dan kewajiban. Oleh
karena ciri kontak tersebut maka kontrak dibedakan secara tegas dari pernyataan sepihak.
 kontrak terjadi jika perjanjian dirumuskan secara tertulis yang menghasilkan bukti tentang adanya hak
dan kewajiban yang timbal balik yang timbal balik.
 Lawrence M. Friedman mengartikan hukum kontrak sebagai perangkat hukum yang hanya mengatur aspek tertentu dari
pasar dan mengatur jenis perjanjian tertentu aspek pasar sangat identik dengan aktivitas bisnis yang hidup dan berkembang
dalam sebuah pasar. Pasar tersebut akan menimbulkan berbagai macam kontrak yang dilakukan oleh para pelaku usaha.
 Ida bagus Wyasa Putra memiliki pandangan bahwa perjanjian dalam kontrak merupakan istilah serapan yang dari bahasa
inggris, Contract, yaitu istilah yang menunjuk pada kesepakatan, tertulis (written agreement) ataupun tidak tertulis (oral
agreement), yang dibuat oleh dua orang atau lebih untuk mengatur ikatan dan materi ikatan komersial diantara mereka.
 Menurut Common law dalam "quasi Contract", hukum menyediakan mekanisme untuk menggadaikan adanya suatu
kontrak yang sebenarnya tidak pernah dibuat untuk memulihkan suatu keadaan yang merugikan suatu pihak secara tidak
adil. Melihat definisi dari quasi contract, maka sangat identik dengan Quantum meruit dalam pasal 1359 BW namun tidak
sama dengan zaakwarneming. Pandangan berdasarkan sumber perikatan menghasilkan persamaan dan perbedaan yang
telah dipaparkan terhadap perikatan dalam Civil law dan common Law.
 Prinsip kebebasan berkontrak dalam common Law adalah penurunan kepercayaan terhadap asas kebebasan berkontrak
disebabkan secara khusus oleh:
 a. Penggunaan perjanjian standar yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan Besar;
 b. Menurunkan kebebasan memilih sebagai dasar perikatan.
4. PERSYARAKAT KONTRAK DALAM ANGLO SAXON
 Dalam negara Anglo Saxon seperti Amerika Serikat, unsur dasar dapat dijelaskan: The basic elements of a contract are mutual assent, consideration,
capacity, and legality. Jadi unsur-unsur kontrak adalah: persetujuan para pihak, konsiderasi, kapasitas, dan legalitas. Khusus mengenai konsiderasi,
yang dimaksud dengannya adalah setiap manfaat (kontra prestasi) yang diperoleh dari pihak yang melakukan prestasi, atau janji untuk memberikan
manfaat atau janji untuk melakukan prestasi oleh pihak lawan kontrak, atau kerugian yang dialami oleh pihak lawan kontrak karena adanya suatu
kontrak meskipun kerugian tersebut belum tentu bermanfaat bagi pihak pembuat kontrak, ataupun dalam hal tertentu, formalitas suatu kontrak (seperti
kewajiban menempel segel) dapat juga dianggap semacam konsiderasi dari suatu kontrak . Dalam sistem hukum Anglo Saxon, sepanjang telah terjadi
penawaran (offer), penerimaan tawaran (acceptance) dan prestasi balik (consideration), maka kontrak tersebut dianggap sudah ada, tanpa terlalu
mempedulikan bagaimana bentuk, isi, dan proses kontrak tersebut. Pada dasarnya, berlaku hukum Parol Evidence yang mengajarkan jika sudah
terdapat klausula dalam kontrak, para pihak hanya terikat kata-kata dalam klausula tersebut, dengan mengesampingkan setiap maksud awal atau
pembicaraan bahkan kesepakatan lisan yang telah dibuat sebelum kontrak ditandatangani.
 Dalam sistem common law seperti yang berlaku di Amerika Serikat, dikanl juga cara penafsiran perjanjian oleh pengadilan untuk mengisi kekosongan
hukum dalam perjanjian yang dibuat oleh para pihak. Uniform Commercial Code menyebutkan tiga cara untuk melakukan interpretasi hukum:
 a. Course of Performance adalah bagaimana para pihak bertindak melaksanakan perjanjian. Tindakan para pihak dalam melaksanakan kontrak berlaku
sebagai bukti tentang maksud para pihak.
 b. Course of Dealing adalah bagaimana para pihak melaksanakan kontrak yang sebelumnya. Hal ini akan menjadi acuan untuk menyelesaikan
sengketa atas kontrak yang sekarang sedang berlaku…
 c. Usage of Trade adalah praktik bisnis yang sudah terjadi berulang-ulang menurut pola yang sama.

Anda mungkin juga menyukai