Anda di halaman 1dari 19

JUAL BELI KHUSUS

• 1. Bay’ (Jual Beli) Taqsith


• 2. Bay’ Muzayadah
• 3. Bay’ al-’Urbun
• 4, Bay’ Mu’athah
• 5. Bay’ Fudhuli
Bai Taqsith = Jual beli kredit

=
Al-Bai Bitsamanil Ajil = Al-bai ila Ajal
Definisi
• Bai Taqsith adalah jual beli secara cicilan
dalam jangka waktu tertentu
• Dalam bai taqsith harga kontan berbeda
dengan harga secara cicilan.
• Bai Taqsith mendatangkan manfaat bagi
pembeli & penjual dan sangat dibutuhkan
masyarakat
• Konsumen bisa mendapatkan barang yang
dibutuhkannya, meskipun ia tidak memiliki
uang yang cukup untuk memilikinya secara
kontan (bayaran penuh)
Pendapat Ulama

• Bai taqsith boleh menurut Jumhur ulama,


yaitu Imam mazhab yang empat, jamaah
ulama salaf (Abdullah bin Abbas, said bin
Musayyab, Thawus bin kaisan, Al-Auza’iy,
‘Atha’ , Qatadah, Az-Zuhry, Ats-Tsaury,
An-Nakha’iy, Hakam bin ‘Utaibah,
Hammad bin Abi Sulaiman,) dll
Pendapat Ulama
• Zainal Abidin bin Ali bin Al-Husein dan Jashshas
dari Hanafiyah mengharamkan bai taqsith, karena
menambah harga sebagai konsekuensi dari
penambahan masa adalah riba nasiah. Ini pendapat
Dalil mereka Hadits Nabi, “Siapa yang menjual
dua jual-beli dalam satu jual beli, maka haknya
adalah harga yang terendah, atau (jika harga yang
lebih tinggi), maka menjadi riba” (Abu Daud dari
Abu Hurairah)
• Hadits tersebut dha’if, maka tidak bisa dijadikan
hujjah.
• Perbedaan harga cicilan dari harga kontan, bukan
termasuk riba.Ia adalah keuntungan dalam jual
beli barang sebagai kompensasi tertahannya hak
penjual dalam jangka waktu tertentu.
• Aplikasi bai taqsith mendatangkan kemudahan
(taysir) bagi masyarakat untuk memenuhi
kebutuhannya, karena banyak orang tidak mampu
menyerahkan harga secara menyeluruh (dengan
spot). Teatapi dengan cicilan, ia bisa
memanfaatkan dan memiliki barang yang
dibutuhkan
Ba’i Muzayadah (Lelang)

‫عن أنس ر ض قال باع النبي ص م حلسا و قدحا قال من‬


‫جل أخذتهما بدرهم فقال‬a‫يشتري هذ الحلس و القدح فقال ر‬
‫همين فباعهما منه (رواه‬a‫النبي من يزيد فأعطا ه رجل در‬
)‫الترمذي‬

Dari Anas ra, ia berkata, Rasulullah Saw menjual sebuah pelana


Dan sebuah mangkok air dengan berkata, “Siapa yang mau membeli
Pelana dan mangkok ini’?. Seseorang menyahut, “Aku bersedia
membelinya seharga satu dirham, Lalu Nabi berkata lagi. Siapa yang
berani menambahi?, Maka seorang laki-laki lain bersedia membeli
dua dirham, maka Nabi mnjual kedua bejana itu kepadanya
(H.R.Tarmizi)
Jual Beli ‘Arabun ‫عربن‬
(Uang Muka/Persekot) ‫عربان‬

Bisa dibaca 4 macam

• Fathah ‘ain dan ra, = ‘arabun (ini paling fasih)


• Dhammah ain dan sukun ra = ‘urbun
• Dhammah ‘ain, sukun ra, fathah ba = ‘urban
• Fathah ‘ain, ra dan ba = ‘araban
Bai’ Arabun ialah :
• Seseorang membeli sesuatu dengan
membayar harga panjar/persekot/’arabun
kepada penjual. Jika calon pembeli
mengurungkannya, maka persekot hangus
dan menjadi hibah kepada penjual Jika jual
beli diteruskan, maka harga persekot
merupakan bagian dari harga beli.
• Ahmad bin Hanbal, “Jual beli ini
dibolehkan”. Dalilnya adalah hadits yang
dikeluarkan oleh Abdul Razzzaq dari Zaid
bin Aslam bahwa Rasulullah saw ditanya
tentang ‘arabun di dalam jual beli, maka
beliau menghalalkannya”
Hadits lainnya :

• Bahwa Zaid bin Aslam membelikan Umar ra


rumah tahanan dari Sofyan bin Ummayyah dengan
persekot 400 dirham, sedangkan harga rumah
tahanan itu 4000 dirham. Jika nanti Umar ridha,
maka jual beli diteruskan,(dan harga
disempurnakan). Apabila tidak ridha maka bagi
Sofyan 400 dirham tersebut
• Hadits ini dha’if menurut Imam Ahmad
• Menurut Jumhur selain Hanabilah, jual beli
ini dilarang dan hukumnya tidak sah, karena
bisa merugikan para pihak dan sifatnya
spekulatif serta mengandung uncertainty
(gharar) ; jual beli bisa jadi, bisa tidak.
• Dalilnya hadits Nabi Saw :
‫• نهى رسول هللا صلعم بيع العربان (أالمام مالك عن عمر‬
)‫بن شعيب‬
• “Rasul saw melarang jual beli ‘arabun” .
(HR.Imam Malik dari ‘Amar bin Syu’aib, Subulus Salam,
Juz III, hlm.17)
Keterangan kualitas hadits
• Hadits larangan tersebut statusnya
munqathi’, di dalamnya ada seorang
perawi tidak bernama. Di dalam satu
riwayat memang ada disebutkan namanya
tetapi statusnya dha’if, karena rawinya
banyak dinilai negatif oleh banyak orang
(Wahbah Az-Zuhaily dan Subulus Salam)
• Ini jual beli yang di dalamnya ada khiyar bagi
pembeli. Ia bisa meneruskan atau menggagalkan
jual beli. Sebagian ulama hanafiyah mewajibkan
batasan waktu menunggu bagi penjual.
• Jika jual beli gagal, maka persekot menjadi hak
calon penjual sebagai kompensasi dari masa
menunggu, karena ia telah kehilangan kesempatan
untuk menjual barang itu kepada orang lain, jika
ada orang yang mau membeli.
• Bagaimana menurut Anda ???
Pendapat “Kita”

• Jual beli ‘Arabun dibolehkan asalkan masanya


dibatasi dengan jelas.
• Besar persekot sesuai dengan adat kebiasaan (‘urf).
Prinsipnya tidak ada yang terzalimi dan didasarkan
‘an taradhin
• Hadits yang melarang ‘arabun ternyata dha’if
• Ada praktek ‘arabun di masa Rasul Saw yang
dilegitamasi langsung oleh Nabi Muhammad Saw
• Dalil ‘Uruf (Jika praktek arabun telah menjadi
kebiasaan, dan dibutuhkan masyarakat, maka ia
dibenarkan, sesuai dengan kaedah :
‫الثابت بالعرف كالثابت بالشرع‬
Sesuatu yang berlaku berdasarkan adat kebiasaan
sama dengan
Sesuatu yang berlaku berdasarkan syara’ (syari’ah)

Selama tidak bertentangan


dengan prinsip syari’ah
Jual Beli Mu’athah
• Yakni jual beli tanpa ada ucapan ijab dan
qabul secara lisan
Bay Fudhuli
• Seseoang menjual sesuatu tanpa ada izin
dari empunya barang

Anda mungkin juga menyukai