Anda di halaman 1dari 89

PEMBAGIAN JUAL BELI

• 1. JUAL BELI MUSAWWAMAH &


JUAL BELI AMANAH
No 1,3, 4
Pembeli tahu
harga asal
Jual Beli

Bai’ Musawamah Jual Beli Amanah

Tauliyah Mustarsal Murabahah Wadh’iyah


Jual beli biasa,
Pembeli tidak tahu
berapa harga Beli 100 Beli ?
beli si penjual Beli 100 Beli 100
Jual 100 Jual 110 Jual 110 Jual 95
2. Jual Beli ‘Arabun
Jual Beli ‘Arabun ‫عربن‬
(Uang Muka/Persekot) ‫عربان‬

Bisa dibaca 4 macam

• Fathah ‘ain dan ra, = ‘arabun (ini paling fasih)


• Dhammah ain dan sukun ra = ‘urbun
• Dhammah ‘ain, sukun ra, fathah ba = ‘urban
• Fathah ‘ain, ra dan ba = ‘araban
Bai’ Arabun ialah :
• Seseorang membeli sesuatu dengan
membayar harga panjar/persekot/’arabun
kepada penjual. Jika calon pembeli
mengurungkannya, maka persekot hangus
dan menjadi hibah kepada penjual Jika jual
beli diteruskan, maka harga persekot
merupakan bagian dari harga beli.
• Ahmad bin Hanbal, “Jual beli ini
dibolehkan”. Dalilnya adalah hadits yang
dikeluarkan oleh Abdul Razzzaq dari Zaid
bin Aslam bahwa Rasulullah saw ditanya
tentang ‘arabun di dalam jual beli, maka
beliau menghalalkannya”
Hadits lainnya :

• Bahwa Zaid bin Aslam membelikan Umar ra


rumah tahanan dari Sofyan bin Ummayyah dengan
persekot 400 dirham, sedangkan harga rumah
tahanan itu 4000 dirham. Jika nanti Umar ridha,
maka jual beli diteruskan,(dan harga
disempurnakan). Apabila tidak ridha maka bagi
Sofyan 400 dirham tersebut
• Hadits ini dha’if menurut Imam Ahmad
• Menurut Jumhur selain Hanabilah, jual beli
ini dilarang dan hukumnya tidak sah, karena
bisa merugikan para pihak dan sifatnya
spekulatif serta mengandung uncertainty
(gharar) ; jual beli bisa jadi, bisa tidak.
• Dalilnya hadits Nabi Saw :
‫• نهى رسول هللا صلعم بيع العربان (أالمام مالك عن عمر‬
)‫بن شعيب‬
• “Rasul saw melarang jual beli ‘arabun” .
(HR.Imam Malik dari ‘Amar bin Syu’aib, Subulus Salam,
Juz III, hlm.17)
Keterangan kualitas hadits
• Hadits larangan tersebut statusnya
munqathi’, di dalamnya ada seorang
perawi tidak bernama. Di dalam satu
riwayat memang ada disebutkan namanya
tetapi statusnya dha’if, karena rawinya
banyak dinilai negatif oleh banyak orang
(Wahbah Az-Zuhaily dan Subulus Salam)
• Ini jual beli yang di dalamnya ada khiyar bagi
pembeli. Ia bisa meneruskan atau menggagalkan
jual beli. Sebagian ulama hanafiyah mewajibkan
batasan waktu menunggu bagi penjual.
• Jika jual beli gagal, maka persekot menjadi hak
calon penjual sebagai kompensasi dari masa
menunggu, karena ia telah kehilangan kesempatan
untuk menjual barang itu kepada orang lain, jika
ada orang yang mau membeli.
• Bagaimana menurut Anda ???
Pendapat “Kita”

• Jual beli ‘Arabun dibolehkan asalkan masanya


dibatasi dengan jelas.
• Besar persekot sesuai dengan adat kebiasaan (‘urf).
Prinsipnya tidak ada yang terzalimi dan didasarkan
‘an taradhin
• Hadits yang melarang ‘arabun ternyata dha’if
• Ada praktek ‘arabun di masa Rasul Saw yang
dilegitamasi langsung oleh Nabi Muhammad Saw
• Dalil ‘Uruf (Jika praktek arabun telah menjadi
kebiasaan, dan dibutuhkan masyarakat, maka ia
dibenarkan, sesuai dengan kaedah :
‫الثابت بالعرف كالثابت بالشرع‬
Sesuatu yang berlaku berdasarkan adat kebiasaan
sama dengan
Sesuatu yang berlaku berdasarkan syara’ (syari’ah)

Selama tidak bertentangan


dengan prinsip syari’ah
3. Bai ‘Gharar = Taghrir
• Segala bentuk jual-beli yang sifatnya tidak
jelas (uncertainty dan spekulatif) sehingga
dapat merugikan pihak yang bertransaksi,
seperti menjual anak kambing yang masih
berada pada perut induknya, jual beli buah
yang belum matang yang masih di pohon,
menjual kucing dalam karung, dsb.
Gharar

• Bai’ ma’dum (barangnya tidak ada)


• Bai’ Ma’juzi at-Taslim (Jual beli barang
yang barangnya sulit diserahkan)
• Bai’ majhul (barang dan harga tidak
diketahui)
4. Bai’ Ma’dum

Jual beli
barang yang
tidak/belum
ada

• Menjual anak onta yang masih dlm kandungan


• Menjual buah yang masih di pohon (belum matang)
• Menjual susu hewan yang masih di teteknya (Bisa
kelihatan besar, ternyata isinya lemak, susunya carir),
Di sini ada spekulasi, tidak jelas
• Pada dasarnya bai ma’dum tidak dibenarkan
• Sesuai dengan hafits Nabi Saw.
)‫• ال تبع ما ليس عندك (رواه الخمسة عن حكيم بن حزام‬
• “Janganlah kamu menjual sesuatu yang
tidak ada padamu” (H.R.Khamsah dari
Hakim bin Hizam)
• Namun, jika barang yang tidak ada itu, bisa
diukur dengan pasti dan penyerahannya bisa
dipastikan sesuai ‘urf, maka ia dibolehkan
• Karena itu Imam Malik membolehkan
menjual susu hewan yang masih di
payudara induknya, asalkan jelas kadarnya
dan menurut ‘urf sulit meleset kualitasnya.
• Ibnu Qayyim juga membolehkan bai’
ma’dum apabila barang menurut kebiasaan
bisa diwujudkan. Jual beli yang dilarang
adalah gharar di mana penjual memang
tidak bisa (sulit) mengadakannya.
• Jual beli ma’dum yang dilarang adalah jual
beli yang menurut kebiasaan mengandung
unsur spekulatif dan uncertanty.
5. Bai Ma’juz at-Taslim
• Jual beli motor yang hilang dan masih dalam
pencarian
• Jual beli HP yang masih dipinjam orang (teman)
yang kabur
• Jual-beli tanah properti yang belum jelas statusnya
(pembebasannya)
• Menjual burung piaraan (seperti merpati) yang
mungkin kembali ke sarangnya, tetapi
• Padat saat jual beli tidak ada di tempat.
• Hanafiyah tidak membolehkan seseorang menjual
sesuatu yang belum sampai ke tangannya, karena
rasulullah saw melarang sesuatu yang berada
dalam kekuasaannnya (belum qabath)
• Maka Islam melarang future trading pada
transaksi valas (forward transaction, swap dan
options) sebab valas tersebut belum diterimanya
saat itu, karena memang belum tiba waktunya.
6. Bai’ Majhul
• Yaitu jual beli barang yang tidak diketahui
kualitas, jenis, merek atau kuantitasnya
• Seperti jual beli murabahah HP Nokia yang tidak
dijelaskan tipenya.
• Jual beli radio yang tidak dijelaskan merknya
• Jual beli ini dilarang karena mengandung gharar
(tidak jelas, tidak pasti yang mana produk yang
mau dibeli)
• Jual beli majhul yang dilarang adalah jual beli
yang dapat menimbulkan pertentangan
(munaza’ah) antara pembeli dan penjual. Hukum
jual belinya fasid
• Apabila tingkat majhulnya kecil sehingga tidak
menyebabkan pertentangan, maka jual beli sah
(tidak fasid), karena ketidaktahuan ini tidak
menghalangi penyerahan dan penerimaan barang,
sehingga tercapailah maksud jual beli.
• Di masa Jahiliyah cukup banyak praktek bisnis
yang mengandung gharar
• Di zaman modern sekarang ini praktek gharar
masih tetap berlangsung dalam bentuk dan nama
yang berbeda, baik di dunia pasar modal, bisnis
valuta asing dan dunia hiburan
Contoh Jual Beli Gharar
di masa pra dan awal Islam
1) Mulamasah
2) Hashah
3) Hablul Habalah
4) Munabazah
5) Muzabanah
6) Muhaqalah
7) Mukhadharah (buah yang masih hijau)
8) Malaqih (menjual sperma)
9) Madhamin (menual janin hewan yang masih di
perut induknya)
Contoh gharar

‫• ان النبي صلعم نهى عن بيع العنب حتى يسود و عن‬


)47 ‫الحب حتى يشد (الكهالنى سبل السالم ص‬
• Sesungguhnya Rasul Saw melarang penjualan anggur
sebelum hitam (matang) dan melarang menjual biji-bijian
sebelum mengeras
• Jual beli ini dilarang karena mengandung gharar, ketidak
pastian kualitas barang di masa depan.
1) Bai’ Mulamasah
• Jual beli secara sentuh menyentuh. Misalkan
seseorang menyentuh sebuah produk dengan
tangannya di waktu malam atau siang hari, maka
orang yang menyentuh berarti telah membeli kain
tersebut
• Jual beli ini dilarang jarena mengandung gharar.
Tidak jelas barang mana yang disentuh
2) Bai’ Hashah = ‫ب•••يع• ا••لحصاة‬
‫ نهى رسول هللا عن بيع‬: ‫• عن أبي هريرة قال‬
)‫الحصاة وعن بيع الغرار (رواه مسلم‬
• Dari Abi Hurairah, bahwa Rasulullah saw melarang
jual beli hashah dan jual beli gharar
• Jual beli hashah (kerikil) ialah jual beli dimana
pembeli menggunakan krikil dalam jual beli.
Kerikil tersebut dilemparkan kepada berbagai
macam barang penjual. Barang yang mengenai
suatu barang akan dibeli dan kerika itu terjadilah
jual beli.
• Jual beli hashah ini juga termasuk gharar,
karena sifatnya spekulatif.
• Praktek ini di zaman sekarang banyak
terdapat di pusat hiburan.
3) Hablul Habalah = ‫حبلا••لحبلة‬

• Seseorang menjual seekor anak onta yang


masih berada dalam perut induknya.
• Jual beli semacam ini dilarang, karena
mengandung gharar (ketidakpastian)
4) Bai’ Munabazah

• Jual beli secara lempar-melempar, sehingga objek


barang tidak jelas dan tidak pasti, apakah barang
A, B, C atau lainnya
• Seperti seorang berkata, “Lemparkan padaku apa
yang ada padamu, nanti kulemparkan pula
padamu apa yang ada padaku”. Setelah terjadi
saling melempar barang, maka terjadilah jual-beli
• Jual beli ini juga dilarang krn mengandung gharar
5) Bai Muzabanah (Barter buah-buahan)

• Buah-buahan ketika masih di atas pohon yang


masih basah (belum bisa dimakan) dijual sebagai
alat pembayar untuk memperoleh kurma dan
anggur kering (bisa dimakan). Penyerahannya di
masa depan (future)
• Jual beli ini dilarang karena buah yang di atas
pohon belum bisa dipastikan kualitas dan
kuantitasnya. Jadi hanya berdasarkan
perkiraan/taksiran. Karena itu Rasul saw melarang
• Karena dikhawatirkan salah satu pihak ada yang
dirugikan. Jual beli ini juga mengandung gharar
• ‫عن البن عمر رضي هللا عنه أن رسول هللا صلعم‬
)‫نهى عن بيع حبل الحبلة (رواه البخاري و مسلم‬
• Dari Ibnu Umar ra, Rasulullah saw
telah melarang penjualan sesuatu
(anak onta) yang masih dalam
kandungan induknya (H.R.Bukhari
Muslim)
Jual-Beli yang dilarang

‫ نهى رسول هللا ص م عن‬: ‫• عن أنس رض قال‬


‫المحاقلة والمحاضرة والمالمسة والمنابذة‬
)‫والمزابنة (رواه البخاري‬

Rasulullah melarang jual beli Muhaqalah, Mukhadharah,


Mulamasah, Munabazah, Muzabanah. (H.R.Bukhari)
6. Jual beli Muhaqalah

• Yaitu : Menjual tanam-tanaman yang masih


di ladang atau di sawah.
• Hal ini dilarang karena mengandung gharar
7) Bai’ Mukhadharah
• “Menjual buah-buahan yang belum pantas
untuk dipanen, seperti menjual buah durian
yang masih mentah, rambutan yang masih
hijau,
• Jual-beli ini dilarang, karena mengandung
gharar.
8) Madhamin dan Malaqih
• Madhamin ialah menjual sperma hewan,
di mana si Penjual membawa hewan
pejantan kepada hewan betina untuk
dikawinkan. Anak hewan dari hasil
perkawinan itu menjadi milik pembeli.
• Malaqih, Menjual janin hewan yang masih
dalam kandungan
9) Bai’ Kali bi Kali

Bai al-Dain bi al

=
Bai Kali bi Kali
Dain

Bai Nasiah bi
al-Nasiah
‫‪Bai’ Kali bi Kali‬‬

‫=‬
‫بيع الكالى بالكالى‬ ‫بيع الدين بالدين‬

‫بيع النسيئة‬
‫بالنسيئة‬
10) Jual beli hutang ada 2 macam
Bai al-dain dan Bai al-salam
• Jual beli dengan cara berhutang dibolehkan
(QS.2:282)
• Ba’ al-Dain : Jual beli di mana Pembeli menerima
barang secara spot, tetapi uang tangguh (nasiah).
• Bai al-Salam, Jual beli di mana pembeli serahkan
uang duluan secara spot, tetapi barang belakangan
(nasiah).
• Gabungan bai al dain dan bai salam disebut Kali
bi Kal or bai al-dain bi al-dain or bai’ an-nasiah
bi al-nasiah
Dalil Larangan Kali bi Kali
‫• و زكر الشوكان الحديث الذي رواه ابن عمر ـن النبي صلعم نهى عن‬
‫بيع الكالى با اكالي‬
• Imam Asy-Syawkani menyebutkan sebuah hadits
yangdiriwayatkan oleh Ibnu Umar, bahwa Nabi saw
melarang bai kali bi kali.
• Menurut Hikayat Imam Ahmad, semua ulama ijma’ tentang
keharaman ba’i kali bi Kali
• (Sumber : Buku Al-Aswaq al-Awraq Al-Maliyah karangan Samnir Abdul hamid
Ridhwan,IIIT, 1996, hlm.343
Dalam Kitab Subulus Salam :
‫• الحديث يدل على تحريم ذالك واذا وقع يكون باطال‬
• Hadits itu menunjukkan keharaman bai kali- bi kali. Apabila ia
terjadi, maka hukumnya batal

. ‫ قد ورد النهي عن بيع الكالي بالكالي‬: ‫• ابن القيم في اعالم الموقعين‬


‫ فهاذا ال يجوز باالتفاق‬.‫وكالهما مؤخر‬
• Ibnu Qayyi, dalam kitab I’lam al-Muwaqqi’in
mengatakan, Sesungguhnya ada larangan tentang bai
kali bi kali. Keduanya (penjual dan Pembeli)
menangguhkan barang dan harga. Ini tidak boleh
menurut kesepakatan ulama
• Ibnu Rusydi dalam Bidayah al-Mujtahid,
“Ijma’ Ulama atas tidak bolehnya bai Dain
bi al-Dain”. Nasiah dari dua pihak tidak
boleh.
• Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni, “Jual beli
hutang dengan hutang (bai al-dain di al-dain
tidak shah. Ketentuan ini telah menjadi
Ijma’ Ulama
11) Talaqqi Rukban (Tallaqqi
Jalab)
• Praktek ini adalah sebuah perbuatan seseorang
dimana dia mencegat orang-orang yang
membawa barang dari desa dan membeli barang
itu sebelum tiba di pasar. Rasulullah SAW
melarang praktek semacam ini dengan tujuan
untuk mencegah terjadinya kenaikan harga.
Rasulullah memerintahkan suplay barang-
barang hendaknya dibawa langsung ke pasar
hingga para penyuplai barang dan para
konsumen bisa mengambil manfaat dari adanya
harga yang sesuai dan alami.
‫• ال تلقوا الركبان وال يبيع حاضر لباد قال قات البن‬
‫ ال يبيع حاضر لباد ؟ قال ال يمكن له‬: ‫عباس ما قوله‬
)‫سمسارا (رواه مسلم‬
  •

“Janganlah kalian menemui para kafilah di jalan (untuk membeli barang-


barang mereka dengan niat membiarkan mereka tidak tahu harga yang
berlaku di pasar), seorang penduduk kota tidak diperbolehkan menemui
penjual di desa. Dikatakan kepada Ibnu Abbas : “apa yang dimaksud
dengan larangan itu?” Ia menjawab:”Tidak menjadi makelar mereka”.
(HR. Muslim)[1]  
[1] Imam Muslim, Shahih Muslim, Bab Buyu’, Riyadh, Darus Salam,
1998. No hadits 1521
• Praktek perdagangan seperti ini sangat
potensial menekan penjual di desa dan juga
pembeli di kota, sehingga harga semakin
tinggi dan melambung. Praktek ini dilarang
oleh Rasulullah SAW.
• Praktek ini juga mirip dengan tallaqi al-
rukban, dari sisi informasi harga
12) Bai’ Hadhir Libad = •‫ب•••يع‬
‫ح•اضر ل••باد‬
• Jual beli yang dilakukan oleh seorang agen
(penghubung, samsarah, calo, broker) terhadap
produk pertanian desa yang dijual kepada
pedagang kota
• Dia mendapat komisi dari penjual (petani) dan
pembeli (baik pedagang maupun konsumen) di
kota.
• Akibatnya harga menjadi tidak wajar dan jauh
lebih mahal
Calo/Broker

Petani Samsarah Pedagang Kota/


(Perantara) Atau Konsumen
Praktek Hadhir Libad
• Yaitu di mana seseorang menjadi penghubung atau
makelar antara orang Gurun Saraha/kampung dan
pedagang atau konsumen yang hidup di kota.
Makelar itu kemudian menjual barang-barang yang
dibawa oleh orang-orang desa itu pada orang kota
dan mengambil kuntungan yang besar karena
ketidaktahuan mereka akan harga pasar.
• Atau mekaler itu mengambil komisi yang demikian
besar.
• Dampaknya bisa melambungkan harga dari yang
sewajarnya
• Demikian pula sebaliknya, Islam juga
melarang peran samsarah/calo penjulan
produk kota kepada orang desa
• Ibnu Abbas meriwayatkan, Rasulullah saw
bersabda, “Tidak boleh orang kota berperan
sebagai samsarah/perantara dalam
penjaualan suatu barang kepada orang luar
kota”. Thawus bertanya kepada Ibnu Abbas
apa maksud hadits tersebut. Ibnu Abbas
menjawab bahwa maksud hadits itu ialah,
tak seorang pun boleh menjadi perantara
(samsarah) dengan menerima komisi
• Saat ini negara-negara maju menggunakan
Undang-Undang Pemasaran pertanian
(Agricultural marketing Acts) untuk
menghentikan kejahatan-kejahatan calon
dengan melarang perbuatan perantara yang
merugikan para petani,
• Larangan ini telah dilakukan Rasulullah
Saw lebih 14 abad yang lalu
• Tujuan Rasulullah Saw melarang transaksi
tersebut adalah untuk menghapuskan para
perantara (broker), yang menerima komisi
dari petani dan atau pembeli, sehingga
memungkinkan para petani dan pembeli
memperoleh keuntungan-keuntungan bersih
dan harga yang layak.
Ihtikar
• ihtikar, yaitu melakukan penimbunan
barang dengan tujuan spekulasi,
sehingga ia mendapatkan keuntungan
besar di atas keuntungan normal atau
dia menjual hanya sedikit barang untuk
mendapatkan harga yang lebih tinggi,
sehingga mendapatkan keuntungan di
atas keuntungan normal.
‫ س•معت‬: ‫• ع•ن معم•ر اب•ن عب•د هللا• ال•ن فضل•ة قال‬
‫ ال يحتك••ر إال خاطئ‬: ‫رس••ول هللا•• ص••لعم يقول‬
)‫(رواه الترمذى‬
  •

Dari Ma’mar bin Abdullah bin Fadhlah, katanya, Aku mendengar


Rasulullah Saw bersabda, ”Tidak melakukan ihtikar kecuali
orang yang bersalah (berdosa)”. (H.R.Tarmizi)
ba’i ba’dh ’ala ba’dh
• Praktek bisnis ini maksudnya adalah dengan
melakukan lonjakan atau penurunan harga oleh
seseorang di mana kedua belah pihak yang terlibat
tawar menawar masih melakukan dealing, atau
baru akan menyelesaikan penetapan harga.
• Rasulullah SAW dalam sebuah haditsnya
melarang praktek semacam ini karena hanya akan
menimbulkan kenaikan harga yang tak diinginkan.
Rasulullah SAW bersabda:
‫ال يبيع بعض•كم على بيع بعض (رواه‬
‫الترمذى‬
• “Janganlah sebagian dari kamu menjual
atau penjualan sebagian yang lain”(HR.
Tirmidzi)[1]

[1] At-Tirmizy, Al-Jami Shahih Sunan At-
Tirmizy, No Hadits 1310, Juz III, Dar al-
Fikri Beirut, hlm 37
Bai Najasy
• Najsy adalah sebuah praktek dagang
dimana seseorang pura-pura menawar
barang yang didagangkan degan
maksud hanya untuk menaikkan harga,
agar orang lain bersedia membeli
dengan harga itu
• Ibnu ‘Umar r.a. berkata: “Rasulullah
SAW melarang keras praktek jual beli
najsy”.
• Di dalam hadits yang diriwayatkan
oleh Tirmidzi, Rasulullah SAW
bersabda :
• “Janganlah kamu sekalian melakukan
penawaran barang tanpa maksud untuk
membeli”. (HR.Tirmidzi)
Maks (Pengambilan Bea
cukai/pungli )
• Pembebanan bea cukai sangatlah memberatkan
dan hanya akan menimbulkan melambungnya
secara tidak adil, maka Islam tidak setuju
dengan cara ini. Rasulullah Saw dalam hal ini
bersabda, “Tidak akan masuk syurga orang yang
mengambil beacukai”,[1] karena pembebanan
beacukai sangat memberatkan dan hanya akan
menimbulkan melambungnya harga secara tidak
adil, maka Islam tidak setuju dengan cara
[1] Hadits ini dikutip oleh S.M.Yusuf, op.cit., hlm 47
dan Mustaq Ahmad, op.cit, hlm 148
• Khalifah ‘Umar bin ‘Abdul Aziz, telah
menghapuskan bea cukai. Dia
menafsirkan bahwa maks serupa
dengan bakhs (pengurangan hak milik
seseorang), yang secara keras ditentang
oleh Alquran. (QS.Hudd : 85).
Jual beli Mulja’
• Yaitu orang yang terpaksa melakukan jual-
beli agar hartanya habis dengan segera
dengan tujuan agar terhindar dari kejahatan
orang zalim.
• Jual beli ini tidak sah menurut Hanafiyah
dan pembeli wajib mengembalikan barang
yang dibelinya.
• Hanafiyah tidak membolehkan seseorang
menjual sesuatu yang belum sampai ke
tangannya, karena rasulullah Saw melarang
penjaualan sesuatu yang belum ada dan
belum berada dalam kekuasaannya.
• Berdasarkan ini maka DSN MUI
mengharamkan forward transaction, swap
dan option.
Bai Juzaf = Taksir
• Menjual setumpuk makanan tanpa mengetahui
takarannya secara pasti
• Menjual setumpuk buah tanpa mengetahui beratnya
• Menjual setumpuk ikan tanpa mengetahuai berapa kg
• Menjual setumpuk pakaian tanpa mengetahui
jumlahnya

Bai Juzaf adalah jual beli barang yang biasa ditakar,


ditimbang dan dihitung, tetapi dilakukan secara taksir/
perkiraan
Dalil
• Ibnu Umar menceritakan, “Kami biasa
membeli makanan dari kafilah dagang
dengan cara juzaf, lalu Rasul melarang kami
membelinya sebelum kami
memindahkannya dari tempatnya.
• Dalam riwayat lain, Ibnu Umar berkata,
Aku pernah melihat para sahat di zaman
Rasul saw membeli makanan secara juzaf,
Mereka diberi hukuman pukulan bila
menjualnya langsung di lokasi pembelian,
kecuali mereka telah memindahkannya.
• Karena itu, ulama Malikiyah mensyaratkan
jual beli juzaf bahwa tanah tempat
meletakkan barang itu harus rata, sehingga
tidak terjadi unsur kecurangan.
• Karena itu redaksi hadits mensyaratkan juga
agar barang itu dipindahkan dulu dari
tempatnya, karena khawatir ada penipuan
dalam penempatannya.
Bai Juzaf (Taksir)
• Jual beli semacam ini sebenarnya masih
mengandung unsur spekulasi, tetapi tingkat
spekulasinya rendah. Sehingga para ulama
membolehkanya, terutama Malikiyah.
• Jual beli ini dibolehkan apabila telah
menjadi urf dan dibutuhkan masyarakat,
sepanjang tidak ada penipuan di dalamnya
• Kebolehan ini juga atas dasar istihsan..
Macam-macam Khiyar

KHIYAR

KHIYAR KHIYAR KHIYAR KHIYAR KHIYAR


MAJLIS AT-TA’YIN SYARATH AIBI RU’YAH
Khiyar Majlis
• Khiyar Majlis ialah Hak opsi pembeli untuk
meneruskan atau membatalkan akad jual beli
sepanjang keduanya belum berpisah dari majlis
• Artinya suatu akad belum bersifat lazim sebelum
berakhirnya majlis akad
)‫• البيعان بالخيار مالم يتفرقا (رواه البخارى و مسلم‬
• Pembeli dan penjual memiliki hak khiyar selama
keduanya belum berpisah
Kasus

• Bagaimana hukum fiqh Islam menyikapi jual beli


barang di Supermarket di mana pembeli masih di
majlis akad, dan pembayaran di kasir baru
berlangsung (telah terjadi). Tiba-tiba pembeli
ingin membatalkan akad tau menukar barang?
• Apakah berlaku khiyar majlis ?
• Bagaimana dengan hadits Nabi yang menyatakan
adanya khiyar majlis ?
Khiyar Ta’yin
• Hak opsi yang dimiliki oleh pembeli untuk
menentukan sejumlah benda sejenis dan
sama harganya
Syarat Khiyar Ta’yin

• Keabsahan khiyar ini menurut Hanafiyah


harus memenuhi 3 syarat :
• 1. Maksimal berlaku pada tiga pilihan
obyek
• 2. Barang yang dibeli setara dan seharga
• 3. Tenggang waktu khiyar ini tidak lebih
dari 3 hari
Khiyar Syarat
• Hak opsi pembeli untuk melangsungkan akad atau
membatalkannya selama batas waktu tertentu yang
dipersyaratkan ketika akad berlangsung
• Misalnya pembeli berkata, “Saya beli barang ini
dengan catatan saya berkhiyar (pilih-pilih)
selama 1 hari”. Maka selama 24 jam pembeli bisa
membatalkan akad jual beli
• Khiyar ini dibolehkan untuk menghilangkan unsur
kerugian (penipuan) yang mungkin terjadi.
Pembagian Khiyar Syarat
• Khiyar Masyru’, yaitu khiyar yang dibatasi
waktunya secara jelas, misalnya 3 hari atau 1
minggu.
)‫ ال خالبة ولى الخيار ثالثة (مسلم‬: ‫• اذا بايعت فقل‬
• Apabila kamu berjual-beli, maka katakan, tidak
ada penipuan.Dan bagiku khiyar selama 3 hari
(H.R.Muslim)
• Khiyar fasid, yaitu khiyar yang tidak dibatasi
waktunya. Ini menurut Ulama Hanafiyah,
Syafiiyah dan Hanabilah tidak shah. Contoh
• Saya beli barang ini dengan syarat saya khiyar
selamanya
• Di zaman sekarang ada perusahaan yang
membolehkan khiyar selama-lamanya,
maka ini dibolehkan karena ‘urf dan servive
dari perusahaan
• Misalnya garansi membeli flash disk merk
tertentu
Batasan Khiyar Masyru’
• Ulama Hanafiyah, Syafi’iyah dan Ja’far
membatasi khiyar syarat hanya 3 hari,
sesuai dengan hadits Nabi Saw : “Seorang
laki-laki membeli seekor ionta kepada
seseoang, Dia mensyaratkan khiyar selama
4 hari. Rasulullah membatalkan jual beli
tersebut dabn bersabda,”Khiyar adalah 3
hari”.(H.R.Abdul Razzaq)
• Menurut Hanabilah, khiyar diperbolehkan
sesuai kesekapatan orang yang berakad,
baik sebentar atau lama. Hal ini sesuai
dengan Ibnu Ibnu yang membolehkan
khiyar selama 1 bulan.
Khiyar ‘aib
• Hal opsi yang dimiliki oleh salah seorang
yang berjual beli untuk membatalkan atau
melangsungkan akad apabila pada obyek
akad terdapat cacat di mana pihak lain tidak
memberitahukan cacat itu pada saat akad
• Definisi ini relevan pada jual beli masa
lampau yang sering jual beli barter.
• Definisi yang lebih relevan untuk untuk
masa kini ialah
• Khiyar ‘aib : “Hak opsi yang dimiliki oleh
pembeli untuk membatalkan atau
melangsungkan akad apabila pada
barang/jasa terdapat cacat yang tidak
diberitahu pada saat akad”
Dalil Khiyar Aib
‫• المسلم أخو المسلم ال يحل لمسلم باع من أخيه بيعا فيه‬
)‫عيب اال بينه له (ابن ماجه عن عقبة بن عامر‬
• Seorang muslim adalah saudara bagi
muslim lainnya. Maka tidak halal seorang
muslim menjual kepada saudaranya sesuatu
yang ada cacatnya, kecuali ia harus
menjelaskan cacat tersebut.
• Hadits ini sebenarnya berisi seruan moral agar
seorang pedagang berlaku jujur dalam berbisnis,
jangan menyembunyikan cacat barang.
• Seperti menyembunyikan kerusakan HP second
yang dijual atau HP kita rusak, lalu dijual kepada
orang lain dengan menyembunyikan cacatnya.
• Menyembunyikan kerusakan mobil pribadi kita
yang mau dijual
• Jelaskan secara jujur apabila memang ada
kerusakan, agar orang tidak tertipu / rugi
• Jadi, hadits ini tidak mengharuskan adanya khiyar
aib, apalagi di zaman sekarang, ‘urf bisnis modern
di mall-mall & supermarket tidak mengadakan
adanya khiyar aib pada banyak produk
• Perusahaan ritel saat ini dapat membuat
ketentuan bahwa barang-barang yang telah
dibeli tidak bisa dikembalikan. Dengan
demikian, tidak ada khiyar aib
• Persoalan khiyar disesuaikan dengan ‘urf
masing-masing wilayah selama
dilaksanakan saling redha, tidak
mengandung tipuan dan kezaliman.
Khiyar Ru’yah

• Hak opsi pembeli untuk membatalkan atau


melangsungkan akad ketika ia melihat
barang ; dengan catatan ia belum
melihatnya ketika berlangsung akad
• Dengan demikian, akad jual-beli terjadi
ketika barang tsb belum dilihat pembeli
• Konsep khiyar ini dikemukakan oleh Fuqaha
‫أأ‬Hanafiyah, Malikiyah, Hanabilah dan
Zhahiriyah dalam kasus jual beli benda yang
ghaib atau belum pernah diperiksa pembeli
• Dasar hukumnya Sabda Nabi Saw :
‫من اشترى شيئا لم يراه فهو بالخيار اذا رأه‬
)‫(االدار القطنى عن أبي هريرة‬
“Barang siapa membeli sesuatu yang belum
pernah dilihatnya, maka baginya hak khiyar
ketika melihatnya”(Darul Quthniy)
• Imam Syafi’i
membantah
keberadaan khiyar
ru’yah ini, karena
menurutnya jual
beli terhadap
barang yang ghaib
sejak semula
sudah tidak shah.
Khiyar Naqd (Pembayaran)
• Dua orang yang berjual beli secara hutang,
baik hutang uanag atau hutang barang. Jika
pihak pembeli tidak melunasi pembayaran
atau penjual tidak menyerahkan barang
dalam batas waktu tertentu, maka pihak
yang dirugukan mempunyai hak untuk
membatalkan atau melangsungkan akad
Catatan Akhir ttg Khiyar
• Khiyar adalah persoalan budaya bisnis (‘urf).
Dalam hal ini berlaku kaedah

• Karena itu, pembagian khiyar kepada enam


macam tersebut, tidak seharusnya bisa ada dan
diterapkan di Indonesia.
• Masalah khiyar bisa terus berkembang di dalam
praktek bisnis masyarakat, seperti garansi.
• Dalam bisnis elektronik seringkali ada khiyar aib,
yaitu garansi selama waktu tertentu, (misalnya 6
bulan, 1 tahun, dsb, bahkan ada yang seumur
hidup.
• Khiyar yang berlangsung pada saat ini ada yang
berbentuk kebolehan menukarkan barang, bukan
membatalkan jual beli
• Garansi dapat disebut khiyar aib dan khiyar syarat
sekaligus
• Khiyar aib berlaku apabila penjual atau
perusahaan tidak membuat ketentuan bahwa
barang yang telah dibeli tidak bisa
dikembalikan. Jika ada ketentuan itu, maka
tidak ada khiyar aib, khiyar syarat dan
khiyar majlis.

Anda mungkin juga menyukai