Dituduh ateis Seperti halnya para filosof abad Pencerahan yang lain, Hume tidak pernah mengajar di universitas, mungkin karena ia dianggap ateis sehingga ia tidak pernah diangkat jadi professor. Hume meninggal tahun 1776. Ia banyak berkeliling Eropa, terutama di Perancis, tempat ia bisa bertemu dengan para ensiklopedis dan Rousseau. Bukunya yang terkenal ialah Treatise of Human Nature (1739/40), Enquiry concerning Human Understanding (1748), dan Enquiry concerning the Principles of Moral (1751).
3 Etika Barat 8/13/21
Skeptisisme Hume mulai kajiannya tentang pengertian manusia dengan serangan terhadap metafisika, yang dianggapnya sebagai kesombongan manusia yang ingin memahami hal-hal yang tidak terjangkau oleh rasio atau hanya berdasar takhayul, sehingga usaha itu akan sia-sia belaka. Sama dengan Locke, Hume menyangkal anggapan rasionalisme bahwa ada prinsip-prinsip yang hanya bisa dibangun berdasarkan akal budi murni, lepas dari pengamatan inderawi. Semua isi kesadaran manusia hanya bersumber dari pengalaman inderawi.
4 Etika Barat 8/13/21
Dua macam pengertian Hume tegaskan hanya ada dua macam pengertain yang diperoleh manusia: Pengalaman indrawi, baik yang berasal dari luar maupun dari dalam batin manusia yang disebut impressions, dan muatan hasil asosiasi atau penggabungan dari impressions itu, yang disebut ide atau gagasan. Yang kedua ialah termasuk prinsip-prinsip geometri, seperti hukum Pythagoras, juga pikiran tentang Tuhan. Karena gagasan-gagasan ini hanya berdasarkan asosiasi antara berbagai impressions tadi maka gagasan-gagasan itu tidak memiliki eksistensi sendiri. Bahwa jumlah sudut dalam segitiga adalah 180 derajat, tidak berarti bahwa segitiga itu mempunyai wujud nyata.
5 Etika Barat 8/13/21
Psikologisme Pemikiran manusia juga tidak dapat mengetahui apa pun tentang Tuhan. Gagasan seperti itu, menurut Hume, hanya mencerminkan proses psikis manusia dalam menghubungkan dan mengkombinasikan data-data empiris. Oleh karena itu konsepsi Hume sering disebut psikologisme. Dengan demikian Hume menolak semua bentuk kebenaran mutlak yang pasti. Semua kebenaran bersifat faktual, berdasarkan adanya kesan indrawi atau data pengalaman yang terjadi secara kebetulan.
6 Etika Barat 8/13/21
Tidak ada kepastian Secara objektif tidak ada kepastian bahwa pengalaman yang sering berulang akan terus terjadi lagi. Apa yang disebut sebagai hukum alam bukanlah kepastian objektif, melainkan berdasarkan kepercayaan semata-mata. Kepercayaan itu sendiri muncul dari perasaan setelah melihat berbagai kebiasaan. Oleh karena itu sebenarnya tidak ada kepastian, tetapi hanya barangkali, kemungkinan. Di sinilah Hume disebut sebagai penganut skeptisisme, karena ia tidak mau menerima adanya kepastian 7 dalam pengetahuan kita. Etika Barat 8/13/21 Etika Sesuai dengan sikapnya yang empiristik, Hume menolak segala sistim etika yang tidak berdasarkan fakta dan pengamatan empiris. Yang dapat kita ketahui hanyalah apa yang menjadi pengalaman kita, pengalaman indrawi dan pengalaman perasaan dalam diri kita. Hume tidak menerima adanya nilai-nilai mutlak atau yang berlaku objektif, lepas dari perasaan atau yang mendahului sikap kita. Sesuatu itu bernilai karena kita merasa tertarik padanya, dan bukan sebaliknya kita merasa tertarik pada sesuatu yang bernilai pada dirinya sendiri.
8 Etika Barat 8/13/21
Cont’d… Oleh karena itu etika harus dicari dalam diri kita sendiri. Ini menunjukkan bahwa psikologisme Hume menjadi penilaian baik-buruk bukan masalah objektif, melainkan masalah perasaan semata. Pendekatan empiristik Hume itu membawa implikasi langsung bahwa tidak ada dasar untuk bicara masalah keharusan moral. Yang dapat kita alami selalu bersifat faktual, berupa suatu data, dan bukan suatu keharusan. Kita dapat melihat sesuatu, kemudian merasa setuju, senang, atau bahkan benci atau malu. Tetapi semua ini adalah fakta, data, dan bukan keharusan.
9 Etika Barat 8/13/21
Tidak punya dasar rasional Bahwa sesuatu yang sangat kita setujui harus kita setujui atau harus kita usahakan, atau bahwa sesuatu yang kita benci harus kita tolak atau wajib kita hindari, merupakan tambahan yang tidak termuat dalam pengalaman empiris. Jadi tidak masuk akal bicara tentang sebuah kewajiban objektif atau mempertanyakan norma moral objektif, kriteria objektif mengenai tindakan mana yang wajib dan mana yang tidak. Semuanya tidak memiliki dasar rasional apa pun karena tidak termasuk dalam pengalaman empiris, sehingga tidak dapat diketahui kebenarannya secara pasti. Hume menolak etika normatif.
10 Etika Barat 8/13/21
Penilaian moral Hume tidak menyangkal bahwa manusia sering berikan penilaian moral bahwa ia merasa berkewajiban: ada yang kita nilai positif, kita setujui, kita puji; dan ada yang kita nilai negatif, kita cela dan kita tolak. Hume bedakan empat kelompok sifat yang positif: Yang berguna bagi masyarakat: kebaikan hati dan keadilan; Yang berguna bagi diri sendiri: kehendak yang kuat, hemat, dst. Yang menyenangkan bagi diri sendiri: watak gembira, kebesaran jiwa, watak luhur, keberanian, dan Yang menyenangkan bagi orang lain: sikap tahu diri, tata krama, sikap humor, dst.
11 Etika Barat 8/13/21
Tidak berdasarkan rasio Namun menurut Hume semua penilaian itu tidak berdasarkan rasio atau pertimbangan objektif, tetapi semata-mata berdasarkan perasaan. Etika adalah hal perasaan moral. Hume adalah tokoh moral sentiment theories. Unsur bersama sifat-sifat di atas ialah nikmat dan kegunaan. Sesuatu dinilai baik jika berikan rasa nikmat dan kegunaan. Jadi penilaian moral mengungkapkan perasaan setuju atau tidak setuju. Dalam hal kegunaan, Hume berpendapat bahwa rasio dapat mainkan peran, yaitu guna mengetahui mana yang berguna untuk peroleh rasa nikmat.
12 Etika Barat 8/13/21
Cont’d… Namun ketentuan apa yang dianggap berguna kemudian kita puji dan apa yang dianggap tidak berguna kemudian kita tolak itu bukan urusan rasio. Menurut Hume, rasio tidak dapat mengendalikan tindakan dan tidak dapat menggerakkan apa-apa. Yang dapat menggerakkan tindakan ialah perasaan. Perasaan kita tertarik pada nikmat atau kesenangan, sehingga kita terdorong untuk mengusahakan apa yang diharapkan mendatangkan nikmat dan menghindari perasaan sakit. Kita juga terdorong untuk usahakan apa yang dianggap berguna.
13 Etika Barat 8/13/21
Bersikap baik hati Manusia tidak hanya terdorong untuk usahakan apa yang berguna bagi diri sendiri supaya bisa merasakan nikmat, tapi juga berusaha membuat orang lain bisa merasakan nikmat dan melindunginya dari rasa sakit. Jadi kita juga terdorong untuk bersikap baik hati: kita merasakan kebaikan hati (benevolence). Di sini kita melihat ciri hedonisme Hume yang khas, yaitu tidak egois, sehingga ia berbeda dengan hedonisme klasik. Kita gembira jika bisa membuat orang lain bahagia, dan kita ikut bersedih ketika orang lain tertimpa kemalangan. 14 Etika Barat 8/13/21 Pertanyaan Bagaimana Hume menerangkan kenyataan yang memang sesuai dengan pengalaman kita namun bertolak belakang dengan anggapan bahwa nikmat adalah nilai dasar? Hume menjawab: kemampuan untuk ikut merasakan bersama orang lain berdasarkan simpati merupakan bakat alami. Secara alami kita adalah makhluk sosial, sehingga kita punyai perasaan-perasaan sosial: Kita merasa senang ketika melihat orang lain ikut bergembira bersama kita. Jadi secara alami manusia memiliki kebaikan hati. Kegunaan kita minati karena merasa simpati dengan kebahagiaan umat manusia dan menolak penderitaan.
15 Etika Barat 8/13/21
Rasa keadilan Dengan cara yang hampir sama Hume jelaskan rasa keadilan pada diri manusia. Keadilan adalah “sifat buatan” (artificial quality), dalam arti bahwa keadilan bukan sifat alami, melainkan baru berkembang belakangan pada saat manusia berhadapan dengan sebuah masalah sosial. Keadilan dimaksudkan sebagai perlindungan terhadap hak-hak kita. Demi kesejahteraan bersama, hak-hak itu perlu dijamin dengan mutlak, tidak boleh dilanggar, misalnya dengan pertimbangan bahwa pelanggaran itu lebih menguntungkan.
16 Etika Barat 8/13/21
Tanpa pamrih Jika pelanggaran atas rasa keadilan itu dibenarkan, masyarakat akan mengalami kekacauan. Manusia menyepakati tuntutan keadilan. Kesepakatan itu kemudian diinternalisasikan melalui pembiasaan sehingga akhirnya secara spontan orang akan menyetujui keadilan. Bahwa manusia berpihak pada keadilan, meskipun bertentangan dengan kepentingan pribadinya, selain berdasar pembiasaan juga berdasarkan kemampuan alami manusia, sesuai dengan perasaan simpati spontan, yang muncul secara alamiah, tanpa pamrih.
17 Etika Barat 8/13/21
Belajar melalui pembiasaan Mengorbankan kepentingan pribadi tanpa pamrih demi terwujudnya keadilan merupakan bakat alami, sebagai implikasi dari dua ciri yang kita miliki, yaitu simpati spontan yang kita rasakan bagi orang lain dan kebiasaan untuk mengikuti aturan-aturan. Manusia belajar melalui pembiasaan. Karena itu ia bisa mengalihkan perasaan spontan yang mau mengejar kesenangan semata menjadi persetujuan untuk hormati aturan-aturan bersama, untuk betul- betul merasa terlibat dalam keadilan, bahkan merasa berkewajiban. 18 Etika Barat 8/13/21 Berdasar kemampuan alami Perasaan berkewajiban itu tumbuh berdasarkan: Kemampuan alami untuk bersimpati dan berikan dukungan tanpa pamrih di satu pihak, dan Pembiasaan menjalani kehidupan dengan mematuhi aturan untuk pertahankan keadilan di lain pihak, sehingga kita merasa wajib mengusahakan keadilan. Kesadaran itu pun hanya sebuah perasaan subjektif, hasil bakat alami dan pembiasaan. 19 Etika Barat 8/13/21 Manusia punyai kebebasan? Apakah manusia mempunyai kebebasan? Menurut Hume, kebebasan bukanlah kemampuan kehendak untuk menentukan diri sendiri menurut pengertian filsafat klasik. Hume bahkan tidak mengakui adanya kehendak. Kebebasan tiada lain dari tiadanya keniscayaan. Jadi kebebasan itu sama dengan spontanitas. Orang itu bebas apabila tindakannya ditentukan oleh keinginan-keinginannya sendiri dan tidak terkendala oleh faktor-faktor dari luar. 20 Etika Barat 8/13/21 Dampak dan tanggapan Pemikiran Hume dengan cepat menyebar ke seluruh Eropa dan berdampak sangat luas hingga hari ini. Immanuel Kant begitu terkesan dengan kritik Hume terhadap metafisika sehingga ia mau membuang seluruh pemikiran metafisika tradisional. Kant juga sangat terpengaruh oleh etika Hume, meskipun diutarakan secara negatif. Berhadapan dengan moral sentiment theory Hume, Kant menyadari apa yang mau ditolaknya, yaitu segala identifikasi kesadaran moral dengan perasaan, kesenderungan, dan instink alami manusia.
21 Etika Barat 8/13/21
Etika kewajiban Hume memaksa Kant untuk mengembangkan sebuah etika kewajiban yang murni formal. Kant menyadari bahwa mengakui unsur perasaan dalam hakikat moralitas membuat mustahil memikirkan kewajiban dalam arti yang sebenarnya. Dampak pemikiran Hume tidak hanya muncul dalam penolakan Kant. Hume merumuskan pemikiran filsafatnya secara tajam yang akan menjadi dasar bagi aliran-aliran filsafat modern sesudahnya, seperti Utilitarianisme.
22 Etika Barat 8/13/21
The greatest happiness Dari rumusan Hume tentang “kewajiban” manusia terhadap orang lain secara utilitaristik, sebagai kecenderungan untuk mengusahakan the greatest happiness for the greatest number, moralitas menjadi perhitungan saldo antara perasaan enak dan tak enak. Dari Hume, hedonisme juga mendapat dorongan kuat: Hume ingin menunjukkan bahwa satu-satunya nilai positif adalah perasaan nikmat, Nilai lain, seperti nilai kegunaan dapat dikembalikan pada nikmat. Alur berpikir hedonistik ini sangat kuat pengaruhnya sepanjang abad ke-19 dan 20, seperti tampak pada diri Freud.
23 Etika Barat 8/13/21
Dampak pada empirisme Dampak terbesar dari pemikiran Hume tampak pada empirisme, yang menjadi ciri khas ilmu-ilmu modern, termasuk filsafat. Hume merumuskan dengan tajam salah satu prinsip utama yaitu bahwa dari fakta-fakta tak dapat disimpulkan menjadi sebuah norma; bahwa dari yang ada (is) tidak dapat dideduksikan menjadi apa yang harus ada (ought). Dari pengamatan terhadap manusia, terhadap apa yang menjadi perhatian dan ketertarikannya, tidak dapat disimpulkan tentang apa yang wajib dia lakukan atau yang harus dijauhi.
24 Etika Barat 8/13/21
Kembali pada pengalaman empiris Inilah yang menjadi prinsip dasar empirisme. Hume meyakini bahwa satu-satunya pengetahuan yang sah adalah yang dapat dikaitkan dengan pengalaman empiris. Bahwa pengalaman hanya bisa menyajikan fakta, menurut Hume, memang tidak ada sesuatu seperti keharusan atau kewajiban objektif. Karena itulah maka Hume membuang etika normatif. Moralitas itu semata-mata masalah perasaan yang dapat dianalisa dan dijelaskan, tetapi tidak dapat dinilai, tidak ada hubungannya dengan benar atau salah. Masalah perasaan adalah masalah ada atau tidak ada.
25 Etika Barat 8/13/21
Emotivisme Pendapat tersebut dikenal dengan emotivisme, suatu aliran yang sangat berpengaruh saat ini dan dianut oleh sebagian besar etika analitis generasi pertama. Emotivisme berpendapat bahwa tak ada etika normatif, bahwa penilaian moral adalah masalah perasaan subjektif belaka, dan oleh karena itu tak dapat dikatakan benar atau salah. Wittgenstein menolak emotivisme dan katakan bahwa berdasarkan pertimbangan Hume tsb. etika menjadi tidak mungkin, sehingga kita tak dapat bicara tentang kewajiban moral. 26 Etika Barat 8/13/21 Apakah Hume benar? Pertanyaan I Tetapi apakah pendapat Hume itu benar? Apakah moralitas hanya sekedar masalah struktur motivatif pada diri manusia? Pandangan Hume masih dipertanyakan. Menurut Hume kita menyetujui sesuatu ketika sesuatu itu berguna atau berikan rasa nikmat yang kemudian timbulkan rasa simpati. Namun sejauh mana daya penjelas Hume itu? Hume hanya bisa jelaskan tentang motivasi manusia untuk menyukai sesuau lalu mengambil tindakan yang diharapkan bisa menghasilkan apa yang disukainya itu. 27 Etika Barat 8/13/21 Cont’d… Jadi Hume bicara tentang motivasi dan tentang psikologi. Ia mempertanyakan apa yang menjadi motivasi manusia dalam bertindak. Namun dengan menjawab pertanyaan psikologis itu Hume sedikit pun tidak menjawab pertanyaan apakah kita setujui itu memang pantas kita setujui.Inilah masalah etika normatif yang sebenarnya. Etika normatif mempertanyakan tentang apa yang seharusnya kita setujui atau kita tolak, bukan apa yang de facto kita senangi. Pertanyya itu sama sekali tidak disentuh oleh Hume. 28 Etika Barat 8/13/21 Pertanyaan kedua Apakah nilai-nilai moral bernilai karena kita menyetujuinya, atau kita setuju karena nilai-nilai itu memang bernilai? Di sini dipertanyakan psikologisme Hume. Dia mengira dapat menjawab pertanyaan mengenai apa yang bernilai bagi manusia dari analisis terhadap perasaan kita. Memeriksa perasaan manusia selalu hanya akan menghasilkan apa yang dirasakan oleh manusia baik secara positif maupun negatif, sebagai nilai dan sebagai keburukan. Namun pemeriksaan itu tidak menghasilkan apa yang secara objektif merupakan nilai dan keburukan.
29 Etika Barat 8/13/21
Pertanyaan ketiga Pertanyaan ketiga lebih sederhana: Apakah betul bahwa nikmat adalah satu-satunya nilai yang nyata bagi manusia? Hume terlalu tajam pengamatannya untuk menjadi hedonis dengan cara yang sederhana itu. Ia sadar bahwa kegunaan juga menimbulkan motivasi moral yang kuat, dan bahwa kegunaan tidak dapat dikembalikan pada perasaan nikmat itu sendiri. Oleh karena itu Hume menerima adanya kecenderungan alami pada manusia untuk mengidentifikasikan diri dengan rekannya, yaitu dengan kembangkan perasaan simpati.
30 Etika Barat 8/13/21
Tidak bermakna lagi? Simpati adalah rasa nikmat yang muncul berdasarkan kenikmatan yang dirasakan oleh orang lain. Namun dengan demikian arti kata nikmat sudah tidak pasti lagi. Kalau segala sesuatu yang kita nilai disebut nikmat, maka uangkapan “akhirnya kita hanya mencari nikmat saja” (hedonimse), tidak bermakna lagi.Lalu orang yang berkorban untuk keselamatan orang lain, bahkan yang mencari pengetahuan pun hanya demi mencari nikmat. Hume hanya menghindar dari hedonisme eksplisit. Ia tidak katakan bahwa nilai satu-satunya ialah nikmat, karena hal itu bertentangan dengan prinsip empiristik.
31 Etika Barat 8/13/21
Jalan keluar Jalan keluar bagi Hume ialah mengembalikan moralitas pada masalah perasaan. Namun apakah betul bahwa moralitas itu hanya masalah perasaan? Bukankah kita bisa berbeda pendapat tentang penilaian moral? Bukankah masalah moral harus dipecahkan secara objektif, berlaku bagi siapa saja dalam situasi yang sama? Analisis Jean Piaget dan Lawrence Kohlberg tunjukkan bahwa kesadaran moral pertama-tama justru bukan masalah perasaan tapi masalah kemampuan kognitif yang secara hakiki merupakan masalah benar atau salah.
Paradigma Filsafat Barat Semua Orang Mengakui Memiliki Pengetahuan Dan Persoalannya Dari Mana Pengetahuan Itu Diperoleh Atau Lewat Apa Pengetahuan Didapat