Anda di halaman 1dari 89

PEWARISAN MENURUT B.

W
Oleh
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N

Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N


PENGERTIAN HUKUM WARIS

Hukum waris adalah hukum yang mengatur peralihan harta


kekayaan yang di tinggalkan seseorang yang meninggal dunia serta
akibat-akibatnya bagi ahli waris.
SYARAT PEWARISAN :
1. Ada pewaris yang meninggal dunia / diduga telah meninggal
dunia;
2. Ada harta warisan;
3. Ada ahli waris.

2 Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N


MENURUT B.W PENDUDUK INDONESIA TERBAGI
MENJADI 3 GOLONGAN

1. Warga negara Indonesia Asli (Bumiputera)


2. Warga negara Indonesia Timur Asing, yang terdiri dari :
a. Timur Asing keturunan Tionghoa.
b. Timur Asing bukan keturunan Tionghoa (Arab, India, dan lain-
lain)
3. Warga negara Indonesia keturunan Eropah.

3
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
HUKUM WARIS BW BERLAKU UNTUK 3 GOLONGAN
WARGA NEGARA

1. Bagi orang-orang Indonesia asli (Bumiputera) pada pokoknya berlaku


hukum adatnya yang berlaku di berbagai daerah yang disebabkan oleh
berbagai faktor, bagi warga negara Indonesia asli yang beragama Islam
terdapat pengaruh nyata dari hukum islam.
2. Bagi golongan Timur Asing.
a. Timur Asing keturunan Tionghoa, berdasarkan Stb. 1917 – 129, berlaku
hukum waris BW (buku II titel 12 sampai dengan 18, pasal 830 sampai
dengan 1130).
b. Timur asing lainnya (India, Arab, dll) berlaku hukum waris adat mereka
masing-masing yang tumbuh dan berkembang di Indonesia, kecuali
untuk wasiat umum berdasar Stb. 1924 – 556 tunduk pada BW.
3. Bagi golongan Eropah yang tunduk pada hukum waris BW.

4
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
TERJADINYA PEWARISAN

Kapan terjadinya pewarisan (warisan terbuka) :


Pasal 830 B.W menyatakan bahwa pewarisan hanya terjadi karena
kematian. Jadi jelaslah bahwa kematian seseorang tersebut merupakan
syarat utama dari terjadinya pewarisan.
Dengan meninggalnya seseorang tersebut maka seluruh harta
kekayaannya beralih kepada ahli waris.

5
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
SYARAT – SYARAT AHLI WARIS
1. Mempunyai hak atas harta peninggalan si pewaris, yang timbul karena :
a. Hubungan darah (pasal 832 BW)
b. Karena wasiat (pasal 874 BW)
2. Harus sudah ada dan masih ada ketika si pewaris meninggal dunia (pasal 836
BW), dengan tetap memperhatikan ketentuan dari pasal 2 BW, yang
menyatakan bahwa anak yang masih dalam kandungan di anggap telah lahir
jika kepentingan si anak itu menghendaki, jika dilahirkan mati maka di
anggap tidak pernah ada.
3. Ahli waris yang tidak dinyatakan tidak patut menerima warisan atau orang
yang menolak harta warisan.

6 Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N


Pasal 838 B.W menentukan : Orang yang dianggap tidak pantas untuk menjadi ahli
waris, dan dengan demikian tidak berhak mewaris, adalah :
1. Dia yang telah dijatuhi hukuman karena membunuh atau mencoba membunuh
orang yang meninggal itu;(KUHP 53, 338, 340.)
2. Dia yang dengan putusan hakim pernah dipersalahkan karena dengan fitnah telah
mengajukan tuduhan terhadap pewaris, bahwa pewaris pernah melakukan suatu
kejahatan yang diancam dengan hukuman penjara lima tahun atau hukuman yang
lebih berat lagi; (KUHPerd. 1372 dst.; Sv. 7 dst., IR. 44; KUHP 311, 317.)
3. Dia yang telah menghalangi orang yang meninggal itu dengan kekerasan atau
perbuatan nyata untuk membuat atau menarik kembali wasiatnya; (KUHPerd.
875, 992 dst.)
4. Dia yang telah menggelapkan, memusnahkan atau memalsukan wasiat orang
yang meninggal itu. (KUHPerd. 833, 839, 912.)

7
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
PENGGOLONGAN AHLI WARIS DAN
BAGIANNYA

Dalam hukum waris menurut Bergerlijk Wetboek, dibedakan menjadi


4 (empat) golongan ahli waris, yaitu :
1. Golongan I : Golongan ini terdiri dari anak dan keturunannya ke
bawah tanpa batas beserta janda/duda
2. Golongan II : Golongan II terdiri dari ayah dan/atau ibu si pewaris
beserta saudara dan keturunannya sampai derajad ke 6.
3. Golongan III : Golongan III terdiri dari keluarga sedarah menurut garis
lurus ke atas.
4. Golongan IV: Golongan IV terdiri dari keluarga sedarah dalam garis ke
samping yang lebih jauh sampai derajad ke 6.

8
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
GOLONGAN I
PASAL 852 B.W MENENTUKAN, BAHWA :
Anak-anak atau sekalian keturunan mereka, biar dilahirkan dari lain-lain
Perkawinan sekalipun, mewarisi dari kedua orang tua , kakek, nenek atau semua
keluarga sedarah mereka selanjutnya dalam garis lurus ke atas, dengan tiada
perbedaan antara laki-laki atau perempuan dan tiada perbedaan berdasarkan
kelahiran lebih dahulu.
Mereka mewaris kepala demi kepala, jika dengan si meninggal mereka bertalian
keluarga dalam derajat ke satu dan masing-masing mempunyai hak karena diri
sendiri; mereka mewaris pancang demi pancang, jika sekalian mereka atau
sekedar sebagian mereka bertindak sebagai pengganti.

9
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
HARTA CAMPUR

Seorang laki-laki bernama A, kawin dengan seorang wanita bernama B, dari


perkawinan ini terdapat/menghasilkan dua orang anak yaitu C dan D. Dalam
perkawinan A membawa harta sejumlah Rp. 100.000.000,00 , B memiliki harta
sejumlah 20.000.000,00 rupiah. Karena sakit, A meninggal dunia. Jumlah seluruh harta
menjadi Rp. 120.000.000,00 akan tetapi A memiliki hutang pada E sebesar Rp.
15.000.000,00 dan B memiliki hutang kepada F sebesar Rp. 2.000.000,00 Ongkos
perawatan sebesar Rp. 3.000.000,00 dan ongkos pemakaman dan peti jenazah sebesar
Rp. 5.000.000,00 bagaimana penyelesaiannya?

10
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
DALAM HAL HARTA CAMPUR

Dalam hal harta campur, maka pembagiannya adalah sebagai


berikut.
Seluruh harta campur (boedel) dicatat / di interventariseer, baik
yang berasal dari suami maupun dari istri, baik yang diperoleh selama
perkawinan ataupun selama belum perkawinan.
Dilunasi apa-apa yang menjadi beban boedel.
Sisanya dibagi dua, ½ (separoh) untuk suami/istri yang masih hidup,
sedangkan ½ (separohnya) lagi menjadi harta warisan.
Harta warisan ini dikurangi dengan ongkos-ongkos yang menjadi
beban warisan, barulah sisannya dibagikan kepada ahli waris.

11
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
DALAM HAL PERSATUAN UNTUNG-RUGI

Jika salah satu (suami/istri) meninggal dunia, maka cara pembagiannya adalah sebagai
berikut.
1. Harta pribadi kembali ke asal.
2. Hutang pribadi dilunasi dengan harta pribadi.
3. Hutang persatuan dilunasi dengan harta persatuan dan jika terjadi kerugian maka
ditanggung berdua.
4. Harta pribadi si mati di tambah dengan sisa harta persatuan menjadi harta warisan,
dan selanjutnya dibagi untuk para ahli waris.

12
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
DALAM HAL HARTA PERSATUAN HASIL DAN PENDAPATAN
Dalam hal ini maka prosesnya seperti pada proses pembagian B, hanya saja jika
terjadi kerugian ditanggung oleh Suami.
DALAM HAL HARTA TERPISAH SAMA SEKALI
Disini karena tidak ada harta persatuan maka harta pribadi kembali ke masing-
masing, dan selanjutnya harta pribadi si mati dikurangi dengan utang-utangnnya
menjadi harta warisan.

13
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
GOLONGAN II

Golongan II ini terdiri dari orang tua (ayah dan/atau ibu si meninggal dunia dan
saudara-saudara si meninggal dunia).
Ketentuannya adalah sebagai berikut :
Dalam hal orang tua (ayah/ibu) si meninggal masih hidup
Ayah dan ibu si meninggal masih hidup, kalau ada satu saudara masing-masing
menerima 1/3 bagian.
R meninggal dunia, maka pembagian harta
warisannya adalah sebagai berikut.
A dan B masing-masing 1/3, jadi berdua
(A dan B) = 2/3. C menerima 1 – 2/3 = 1/3.

14
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
GOLONGAN III

Seandainya ahli waris dari golongan I dan golongan II tidak ada, maka yang menjadi
ahli waris adalah yang berasal dari golongan III, yang mana ahli waris golongan III ini
terdiri dari keluarga sedarah adalah garis lurus ke atas (kakek, nenek dan seterusnya ke
atas).
Cara pembagian dari/untuk golongan III ini ialah mula-mula harta warisan kita bagi
dua (kloving), masing-masing untuk garis keluarga sedarah lurus ke atas dari garis ayah ½
dan sisanya untuk garis keluarga sedarah lurus ke atas dari garis ibu. Dalam tiap-tiap
belahan, keluarga yang derajadnya sama mendapat bagian yang sama, dan keluarga yang
derajadnya terdekat menutup yang jauh.
½ bagian untuk garis ibu ½ bagian
untuk garis ayah, untuk garis ibu diterima oleh
B yaitu ½ bagian dan untuk garis ayah
diterima oleh C dan D, masing-masing ¼
bagian.
 
Dari skema di bawah ini, maka yang untuk garis ayah di terima oleh C saja, yaitu ½ bagian
dan yang untuk garis ibu diterima oleh X, Y dan Z, dan masing-masing menerima 1/3 X ½ =
1/6 bagian.

15
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
GOLONGAN IV
Ahli waris dari golongan IV, terdiri dari keluarga dalam garis ke samping sampai
derajad ke 6, yaitu :

• Paman dan bibi, baik dari


pihak ayah maupun ibu.

• Keturunan paman dan bibi,


sampai derajad ke 6 dihitung
dari si meninggal dunia.

16
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
Dalam hal ini, harta warisan dibagi dua (kloving), setengah bagian untuk
keluarga sedarah dari garis ayah yaitu K, L dan M sehingga bagian dari K= L = M =
½ x 1/3 yaitu 1/6.
Dan sisanya dibagi untuk keluarga sedarah dalam garis ibu, yaitu G dan H, dan
mereka masing-masing menerima ½ x ½ = ¼ bagian.
Perlu untuk diingat bahwa ahli waris golongan III dan golongan IV dapat
secara bersama-sama mewaris, asal mereka berlainan garis.

17
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
PEWARISAN ANAK LUAR KAWIN

BW (Burgerlijk Wetboek) memberikan kedudukan tersebut bagi anak luar kawin.


Dalam hal ini pengertian anak luar kawin ada 3 (tiga) macam, yaitu :
1. Anak yang dilahirkan akibat dari hubungan antara laki-laki dengan perempuan
yang kedua-duanya diluar ikatan perkawinan, yang dsebut dengan anak alami
(natuurlijk kind), anak ini dapat diakui.
2. Anak yang lahir akibat hubungan antara seorang laki-laki dengan seorang wanita,
yang salah satu atau kedua-duanya terikat dalam perkawinan dengan orang lain.
Anak ini disebut anak zina (overspelige kinderen) dan anak ini tidak dapat
diakui.
3. Anak yang lahir akibat hubungan antara seorang laki-laki dengan seorang
perempuan dimana satu sama lainnya menurut ketentuan undang-undang
dilarang kawin. Anak ini disebut dengan anak sumbang (in bloedschande
gateelde kinderen). Anak ini tidak dapat diakui, kecuali jika kedua orang tua
mereka mendapat dispensasi untuk kawin dari presiden.

18
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
CARA PEMBAGIAN JIKA ADA ANAK LUAR
KAWIN

Untuk menyelesaikan pembagian harta warisan, jika terdapat anak luar kawin,
maka mula-mula bagian dari anak luar kawin diberikan terlebih dahulu,
kemudian sisanya baru dibagi kepada ahli waris yang lainnya menurut ketentuan
undang-undang.
Untuk anak zinah (overspelige kinderen) dan anak sumbang, menurut pasal
867 BW tidak berhak atas harta waris kecuali hanyalah berhak atas nafkah
(allimentatie).

19
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
Yang Berhak Mewaris Harta Anak
Luar Kawin

Jika seorang anak luar kawin meninggal dunia, dan ia merupakan anak luar
kawin yang diakui, maka yang berhak mewaris hartanya adalah:
Keturunannya, istri / suami (866 BW),
Bapak dan/atau ibu yang mengakuinya serta saudara-saudaranya beserta
keturunannya (870 BW).
Oleh pasal 871 BW diatur tentang pewarisan terhadap barang=barang yang
ditinggalkan oleh orang tuanya dulu. Dan jika barang tadi masih ujud semula,
sedangkan anak luar kawin tadi tidak meninggalkan istri/suami maka barang
tadi kembali kepada keturunan dari ayah/ibu yang mengakui.

20
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
MEWARIS KARENA PENGGANTIAN TEMPAT

Yang dimaksud dengan penggantian tempat adalah : hak seseorang untuk


bertindak sebagai pengganti di dalam derajad dan dalam segala hak dari orang
yang digantikannya.
Penggantian hak ini oleh pasal 841 BW dinyatakan : “Penggantian adalah
suatu hak yang diberikan pada seseorang yntuk menggantukan orang lain untuk
bertindak sebagai penggantinya”. Penggantian tempat ini dalam bahasa Belanda
disebut dengan “Bij plaatsverfulling”.

21
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
MEWARIS BERDASARKAN UU (AB INTESTATO)

GOL I Suami / Istri berserta keturunannya

Pasal 852 BW

GOL II Orang tua dan saudara kandung

Pasal 854 s.d 857 BW

22
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
GOL III Kakek +Nenek ( ke atas)
Pasal 850 s.d 853 BW

Pada gol.III terjadi kloving → ½ harta untuk keluarga ibu dan ½ untuk
keluarga ayah, keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas → pasal
850 dan 853 KUHPerdata
GOL IV Keluarga sedarah lainnya dalam garis menyamping sampai derajat ke-6
(pasal 858) → paman+bibi

23
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
MEWARIS BERDASARKAN UU

a) Atas dasar kedudukan sendiri


Penggolongan ahli waria berdasarkan garis keutamaan
• Golongan I Ps. 852-852a KUHPerdata
• Golongan II Ps. 855 KUHPerdata kloving
• Golongan III Ps. 850 yo 858 KUHPerdata
• Golongan IV Ps. 858 s.d 861 KUHPerdata
b) Berdasarkan penggantian
Syarat penggantian → orang yang digantikan telah meninggal
terlebih dahulu dari pewaris

24
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
MACAM MACAM PENGGANTIAN TEMPAT

 Dalam garis lencang kebawah tanpa batas → pasal 842 KUHPdt;


 Dalam garis menyamping; saudara digantikan anak-anaknya pasal 844
KUHPerdata;
 Penggantian dalam garis samping dalam hal ini yang tampil adalah
anggota keluarga yang lebih jauh tingkat hubungannya daripada
saudara, misalnya paman, bibi, atau keponakan;

25
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
SYARAT-SYARAT UNTUK PENGGANTIAN
TEMPAT

1. Penggantian tempat ini hanya berlangsung jika ahli waris yang sah telah meninggal
dunia. Pasal 847 BW menyatakan bahwa, “tidak seorangpun diperbolehkan bertindak
untuk orang yang masih hidup sebagai penggantinya”.
2. Orang yang bertindak sebagai pengganti haruslah keturunan yang sah dari orang yang
digantikan tempatnya. Dengan demikian untuk anak luar kawin, janda, duda tidak dapat
menggantikan tempat.
3. Seorang pengganti haruslah memenuhi syarat sebagaimana ahli waris lainnya, yaitu :
a. Harus sudah ada dan masih ada ketika pewaris meninggal dunia.
b. Tidak menolak warisan.
c. Bukan orang yang dinyatakan tidak patut menerima warisan.

26
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
MACAM PENGGANTIAN
TEMPAT

1. Penggantian tempat menurut pasal 842 BW.


Penggantian tempat menurut pasal ini ialah penggantian tempat dalam garis lurus
ke bawah yang sah, berlangsung lurus tiada akhirnya. Dalam segala hal, penggantian
tempat seperti di atas selamanya diperbolehkan, baik dalam hal bilamana beberapa
orang anak si meninggal mewaris bersama-sama dengan keturunan seorang anak yang
telah meninggal terlebih dahulu maupun sekalian keturunan mereka mewaris bersama-
sama, dimana satu sama lainnya bertalian dalam keluarga yang berbeda derajadnya.

27
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
2. Penggantian tempat menurut pasal 844 BW
penggantian tempat menurut pasal 844 BW ini adalah dalam garis menyimpang
penggantian diperbolehkan atas keuntungan sekalian anak dan keturunan saudara laki-laki
dan perempuan yang telah meninggal terlebih dahulu, baik mereka mewaris bersama-sama
dengan paman atau bibi mereka walaupun warisan itu setelah meninggalnya semua saudara
si meninggal lebih dahulu, harus dibagi antara sekalian keturunan mereka yang mana satu
dengan yang lainnya bertalian keluarga dalam golongan yang tidak sama.
3. Penggantian tempat menurut pasal 845 BW
Menurut pasal ini, penggantian tempat dalam garis meyimpang diperbolehkan juga
bagi keponakan apabila di samping mereka yang mempunyai pertalian darah terdekat
masih ada keturunan dari saudara daripada orang yang mempunyai pertalian darah terdekat
tadi.

28
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
MEWARIS KARENA TESTAMENTAIR

1. Arti Testament → pasal 875 KUHPerdata → suatu akta yang memuat tentang apa yang
dikehendaki terhadap harta setelah ia meninggal dunia dan dapat dicabut kembali
Pernyataan sepihak.
2. Unsur-unsur testament
a. Akta
b. Pernyataan kehendak
c. Apa yang akan terjadi setelah ia meninggal terhadap harta
d. Dapat dicabut kembali
3. Syarat membuat testament
a. Dewasa → 18 tahun (cakap bertindak)
b. Akal sehat
c. Tidak dapat pengampuan
d. Tidak ada unsur paksaan, kekhilafan, kekeliruan
e. Isi harus jelas

29
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
4. Isi testament
a. Erfstelling → pasal 954 KUHPerdata
Testamentair erfgenaam
b. Legaat (berhubungan dengan harta) → pasal 957 KUHPerdata
Legetaris
c. Codicil (tidak berhubungan dengan harta)
5. Pencabutan testament
a. Secara tegas, jika dibuat surat wasiat baru yang isinya mengenai
pencabutan surat wasiat
b. Secara diam-diam, dibuat testament baru yang memuat pesan-pesan yang
bertentangan dengan testament lama.

30
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
TIMBULNYA WARIS TESTAMENTAIR

hukum waris testament timbul atas dasar prinsip bahwa setiap orang berhak
atau bebas untuk berbuat apa saja terhadap harta bendanya. Demikian juga orang
tersebut bebas untuk mewasiatkan hartanya kepada siapa saja yang diingini
walaupun demikian masih juga ada batas-batas yang diizinkan oleh undang-
undang.

31
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
DASAR HUKUM WARIS TESTAMENTAIR
Dasar hukum dari waris testamentair adalah pasal 874 BW yang menyatakan
bahwa, “Segala harta peninggalan seseorang yang meninggal dunia adalah kepunyaan
sekalian ahli waris menurut ketentuan undang-undang, sekedar terhadap itu dengan
surat wasiat tidak telah diambil suatu ketetapan yang sah”.
Dari ketentuan di atas dapatlah kita tarik suatu kesimpulan bahwa :
1. Dengan surat wasiat si pewaris dapat mengangkat seorang atau beberapa
orang ahli waris, dan pewaris dapat memberikan sesuatu kepada seseorang
atau kepada beberapa orang.
2. Terdapat suatu kemungkinan bahwa harta warisan tersebut yang merupakan
peninggalan seseorang dibagi berdasar undang-undang (sebagian) dan
selebihnya berdasar surat wasiat.
3. Ahli waris yang berdasarkan terstamen lebih diutamakan daripada ahli waris
menurut undang-undang.
32
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
PENGERTIAN WASIAT

Pengertian wasiat dapat diketahui dari pasal 875 BW, yang menyatakan bahwa,
“Surat wasiat ialah sesuatu yang memuat pernyataan seseorang tentang apa yang
dikehendaki atau terjadi setelah ia meninggal dunia dan yang olehnya dapat dicabut
kembali”.
Dari pengertian ini maka dapat kita tarik kesimpulan bahwa ciri-ciri surat wasiat
adalah :
1. Merupakan perbuatan sepihak yang dapat dicabut kembali.
2. Merupakan kehendak terakhir dan mempunyai kekuatan hukum setelah pewaris
meninggal dunia.
 
Dengan melihat ciri pokok dari testamen/surat wasiat tersebut maka terdapat suatu
larangan untuk membuat wasiat yang dilakukan oleh dua orang atau lebih secara
bersama-sama untuk menguntungkan satu dengan yang lainnya maupun untuk
kepentingan pihak ketiga dalam suatu akta (930 BW).

33
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
JENIS-JENIS SURAT
WASIAT

Burgerlijk Wetboek mengenal tiga macam/jenis cara


pembuatan surat wasiat, yaitu :
1. Surat wasiat yang ditulis sendiri (olografis)
2. Surat wasiat tak rahasia (openbaar)
3. Surat wasiat rahasia (geheim)
Ketiga jenis surat wasiat tersebut di atas memerlukan
campur tangan notaris dalam pembuatannya.

34
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
Dua bentuk Jaminan Fidusia, yaitu :

• Fidusia cum creditore, atau Fidusia cum


creditore contracia.
• Fidusia cum amico contracia.

35
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
Fidusia cum creditore contracia

Yang berarti janji kepercayaan yang dibuat dengan kreditor,


dikatakan bahwa debitor akan mengalihkan kepemilikan
atas suatu benda kepada kreditor sebagai jaminan atas
utangnya, dengan kesepakatan bahwa kreditor akan
mengalihkan kembali kepemilikan tersebut kepada debitor,
apabila utangnya dibayar lunas.

36
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
Fidusia cum amico contracta

Atau pranata titipan, yang artinya sama dengan pranata


“kepercayaan” sebagaimana dikenal dalam sistem hukum
common law. Pranata titipan ini dilakukan dengan cara,
menitipkan kepemilikan benda kepada seseorang yang
dipercaya karena suatu perjalanan keluar kota, dengan
janji bahwa orang tersebut akan mengembalikan
kepemilikan barang tersebut, jika pemiliknya sudah
kembali dari perjalanan.

37
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
SURAT WASIAT OLOGRAFIS

Surat wasiat olografis, oleh Burgerlijk Wetboek di atur dalam pasal 931 dan
seterusnya.
Dalam ketentuannya, surat wasiat ini seluruhnya harus ditulis dan ditanda
tangani oleh si pewaris dan kemudian disimpan oleh Notaris, pada waktu
menyimpan haruslah dihadiri oleh dua orang saksi.
Sewaktu menyerahkan kepada Notaris tersebut, mungkin terjadi bahwa
surat wasiat tersebut sudah dimasukkan dalam sampul dan disegel. Jika denikian
maka pada sampul, si peninggal warisan dan saksi mencatat bahwa itu
merupakan surat wasiatnya dan harus ditanda tanganinya.
Oleh Notaris dibuatkan sebuah akta tersendiri dan ditandatangani oleh si
peninggal warisan, saksi dan juga Notaris. Namun apabila surat wasiat tersebut
diserahan kepada Notaris tidak dalam keadaan disegel/tidak ditutup yang berarti
terbuka, maka akta penerimaan (akta van bewaargeving) tadi oleh Notaris ditulis
pada surat wasiat itu sendiri di bawah tulisan si peninggal warisan. Kemudian
akta tersebut ditanda tangani oleh Notaris saksi-saksi dan si peninggal warisan.

38
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
Sewaktu menyerahkan surat wasiat tersebut kepada Notaris mungkin pula si
peninggal warisan tidak dapat mendatanginya sendiri, jika terjadi demikian
maka oleh Notaris harus mencatat sebabnya hal ini menurut ketentuan pasal
932 ayat 2 BW.
Kekuatan dari testamen olografis menurut pasal 933 BW adalah sama
dengan testamen/surat wasiat tak rahasia dan pembuatannya dianggap pada
tanggal sesuai dengan akta penerimaan Notaris, dengan demikian tanggal 1 yang
ditulis oleh si peninggal warisan tidak dianggap tidak ada.
Oleh ayat 2 dari pasal 933 BW, dinyatakan bahwa terbuktinya hal bahwa
terstamen/surat wasiat tersebut sampai dibuktikan sebalik nya.

39
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
Sesuai dengan maksudnya, bahwa surat wasiat adalah merupakan kemauan
terakhir dari seseorang, maka dalam hal ini testamen/surat wasiat olografis dapat
diminta kembali, jika terjadi bahwa surat wasiat tersebut diminta kembali maka
oleh notaris dibuat suatu akta autentik yang menyatakan permintaannya kembali.
Dengan dimintanya kembali surat wasiat olografis, maka dianggap bahwa surat
wasiat tersebut ditarik kembali (herroepen).
Testamen/surat wasiat olografis yang diserahkan kepada Notaris dalam
keadaan disampul yang disegel, maka Notaris tidak berhak untuk membukanya,
jika si peninggal warisan itu meninggal duniamaka oleh Notaris diserahkan
kepada Weeskamer (Balai Harta Peninggalan) untuk dibuka dan diperlakukan
sebagaimana surat wasiat, sehingga diperlukan suatu proses verbal, setelah dibuka
maka surat wasiat tersebut diserahkan kembali kepada Notaris.

40
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
WASIAT TAK RAHASIA (Openbaar Testament)

Mengenai surat wasiat tak rahasia ini, diatur dalam pasal-pasal 938 dan
seterusnya. Menurut pasal 938 menentukan bahwa surat wasiat ini harus dibuat
dihadapan Notaris dan dihadiri oleh dua orang saksi. Setelah itu maka si
peninggal warisan menyatakan kehendaknya kepada Notaris, kemudian Notaris
menulisnya dengan kata-kata yang terang, setelah hal ini sesuai dengan kehendak
si peninggal warisan, maka oleh notaris dibuatkan akta yang harus ditanda
tangani oleh Notaris, si peninggal warisan, maka oleh Notaris, si peninggal
warisan dan saksi-saksi.

41
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
SURAT WASIAT RAHASIA
(GEHEIM)

Syarat-syarat pembuatan SURAT WASIAT RAHASIA ini diatur dalam pasal


940 dan 941 BW. Pembuatan surat wasiat rahasia haruslah dibaut sendiri dan
ditanda tanganinya dan dimasukkan dalam sampul yang disegel untuk selanjutnya
diserahkan kepada Notaris dengan dihadiri oleh empat orang saksi.
Di muka Notaris, si peninggal warisan kemudian menerangkan di hadapan
Notaris bahwa yang ada di dalam sampul tersebut adalah surat wasiatnya dan yang
menulisnya adalah dia sendiri atau dituliskan oleh orang lain.
Oleh Notaris kemudian dibuatkan akta superscriptie yang dapat dituliskan pada
sampul surat wasiat atau pada kertas tersendiri dan ditanda tangani oleh peninggal
warisan, Notaris dan saksi-saksi.

42
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
Penyimpanan SURAT WASIAT RAHASIA ini haruslah bersama- sama
dengan orisinil-orisinil akta lainnya, hal ini sesuai dengan ketentuan pasal 940
BW.
Pasal 941 BW, menunjukkan pada suatu kemungkinan apabila si peninggal
warisan tersebut adalah bisu, jika demikian maka tetaplah harus ia yang menulis,
dan di atas akta superscriptie haruslah ia menulis bahwa surat wasiat yang ada di
dalamnya adalah surat wasiatnya dan kemudian Notaris membuat keterangan
pada akta superscriptie bahwa keterangan tertulis dari si pembuat surat wasiat
tersebut adalah ditulis dihadapan Notaris dan para saksi.

43
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
Syarat-syarat Saksi Dalam Pembuatan
Surat Wasiat

Mengenai syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk dapatnya seseorang menjadi


saksi dalam pembuatan surat wasiat adalah dimuat dalam pasal 4 BW, yang antara lain
disebutkan :
 Sudah berumur 21 tahun atau sudah kawin.
 Penduduk Indonesia.
 Mengerti bahasa yang dipergunakan oleh si peninggal warisan dan yang
dipergunakan untuk/dalam surat wasiat.
Kemudian oleh pasal 944 ayat 2 BW, dinyatakan bahwa syarat-syarat, bagi para
saksi dalam pembuatan surat wasiat tak rahasia, saksi tidak diperbolehkan :
 Para ahli waris, sanak famili atau orang yang dihibahi barang-barang atau sanak-
sanaknya sampai derajad 4.
 Anak-anak, cucu-cucu, menantu ataupun cucu menantu Notaris.
 Pelayan-pelayan Notaris.
44
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
SURAT WASIAT YANG DI BUAT DI
LUAR NEGERI

Ketentuan dari pasal 945 BW menyatakan bahwa seorang warga negara


Indonesia yang tunduk pada hukum perdata barat (Burgerlijk Wetboek) dapat
membuat SURAT WASIAT DI LUAR NEGERI, namun dengan suatu akta
autentik dan dengan mengikuti acara-acara yang lazim dipergunakan di negara
tersebut, dan konsul Indonesia dapat melakukan tindakan-tindakan yang lazim
dilakukan oleh Notaris Indonesia.

45
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
Pembuatan Surat Wasiat Dalam
Keadaan Luar Biasa

Mengenai pembuatan SURAT WASIAT DALAM KEADAAN LUAR BIASA


ini diatur oleh pasal-pasal 946, 947 dan 948 BW.
Pasal 946 BW memberikan kemungkinan pada prajurit atau seseorang yang ada
dalam dinas ketentaraan, dalam keadaan perang dapat membuat surat wasiatnya
dihadapan seorang perwira perang yang berpangkat serendah-rendahnya letnan, atau
jika tidak ada perwira maka dapat dilakukan dihadapan seorang yang pangkatnya
paling tinggi dengan dihadiri oleh dua orang saksi.
Pasal 947 BW memberikan ketentuan untuk membuat surat wasiat di dalam kapal
laut yang sedang berlayar. Di sini surat wasiat dibuat dihadapan Kapten dan dihadiri
oleh dua orang saksi.
46
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
Jika seseorang ada di daerah terpencil yang terputus hubungan dengan luar
karena pemberontakan wabah penyakit ataupun karena bencana alam, maka
surat wasiat dapat dibuat dihadapan seorang pegawai Pamong Praja dan dihadiri
sekurang-kurangnya satu orang saksi.
Jika pembuat surat wasiat tersebut itu seorang buta huruf maka hal ini
harus diterangkan dalam surat wasiat.
Pasal 950 BW memberikan keterangan bahwa surat wasiat yang dibuat
dalam keadaan luar biasa tersebut akan menjadi tidak mempunyai kekuatan lagi
(krachteloos) jika setelah berakhirnya masa luar biasa tersebut dengan tenggang
waktu 6 bulan.

47
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
ERFSTELLING DAN LEGAAT

Antara ERFSTELLING DAN LEGAAT terdapat suatu perbedaan, dimana


erfstelling adalah merupakan penentuan dalam surat wasiat, dimana seseorang tertentu
ditunjuk untuk menerima seluruh harta warisan atau sebagian tertentu, misalnya ½ , ¼, ¾
dan sebagainya, hal ini dapat kita lihat dari pasal 954 BW, sedangkan legaat adalah
dimana seorang peninggal warisan menunjuk seseorang tertentu, misalnya rumah tertentu,
seluruh barang bergerak milik peninggal warisan, atau hak memetik/memungut hasil atas
sebagian atau seluruh harta peninggalan dan sebagainya, yang mana hal ini dapat kita
lihat dalam pasal 956 BW.

48
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
Demikian juga menurut pasal 955 dan pasal 958 BW dapat disimpulkan
mengenai perbedaan antara ERFSTELLING DAN LEGAAT, dimana orang
yang mendapat erfstelling berkedudukan sebagai ahli waris ab-intestato,
dalam artian ini maka orang yang menerima erfstelling tidak saja menerima
barangnya saja akan tetapi juga menanggung beban antara lain membayar
utang si peninggal warisan.
Berbeda dengan legaat yang berkedudukan sebagai seorang crediteur dari
si peninggal warisan, sehingga ia tidak bertanggung jawab atas utang-utang si
meninggal dunia, bahkan ia dapat menuntut dari ahli warisnya agar barang-
barang tertentu diserahkan kepadanya.

49
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
KEWAJIBAN (LAST)

Dalam suatu legaat dapat pula dibebankan suatu kewajiban kepada


penerimaan legaat (legataris), dalam pasal 961 BW, membarikan
kewajiban bagi legataris untuk membayar pajak, sedangkan menurut
pasal berikutnya, yaitu pasal 962 BW, menyatakan bahwa apabila
beberapa legataris dibebani kewajiban oleh si peninggal warisan, maka
para legataris itu wajib untuk memenuhinya seimbang dengan yang
diterimanya.

50
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
UJUD LEGAAT

Dari ketentuan yang ada dalam pasal 968 BW, dapat kita lihat bahwa Ujud
Barang Legaat dapat berupa barang tertentu, dan juga dapat pula berupa sekumpulan
barang tertentu ataupun sejumlah barang tertentu.
Penyerahan barang legaat, haruslah diserahkan pula segala kelengkapan barang
tersebut, jadi misalnya yang diberukan tersebut sebuah pabrik, maka yang diserahkan
sebagai barang legaat adalah bangunan beserta mesin dan kelengkapan pabrik tersebut
(963 BW).
Kepada si legataris, jika yang diserahkan adalah jenis barang tertentu maka
tidaklah perlu yang diserahkan itu merupakan barang yang terbaik, akan tetapi tidak
boleh yang diserahkan itu merupakan barang yang terjelek, hal ini adalah sesuai
dengan ketentuan dari pasal 969 BW.

51
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
Untuk yang diserahkan adlah berupa hasil dari barang tertentu, tidak disebutkan
kata-kata ‘memetik hasil’ atau ‘memakai’ (vrucht gebruik atau gebruik), maka hal ini
berarti bahwa barang tersebut masih ada ditangan ahli waris, dan ahli waris ini
berkewajiban untuk menyerahkan/memberi hasil kepada legataris saja.
Namun akan lain apabila disebutkan hak memetik hasil (recht van vrucht gebriuk)
atau hak memakan (recht V. Gebruik), maka di sini harus diartikan bahwa barangnnya
harus diserahkan kepada legataris.

52
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
FIDEI COMMIS

Larangan terhadap adanya “Fideicommissaire Substitutien” atau “Erfstelling Over


de Hand” dimuat dalam pasal 879 ayat 1 BW, sedangkan pada ayat 2 dapat kita ketahui
tentang maksud dari ayat di atas, yakni, bahwa setiap penetapan si meninggal/si peninggal
warisan, bahwa si ahli waris di berikan kewajiban untuk menyimpan harta warisan atau
barang tertentu dari harta warisan yang selanjutnya harus diserahkan kepada pihak ketiga.

53
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
FIDEI COMMIS DE RESIDUO

Fidei Commis De Residuo, yang diatur dalam pasal 989 sampai dengan 991 BW,
adalah merupakan kekecualian dari larangan adanya fidei commis. Tentang fidei commis
de residuo ini adalah berarti bahwa seorang ahli waris diberi hak untuk memakai, menjual
ataupun bahkan menghabiskan barang warisan tersebut dengan beban sisanya diserahkan
kepada pihak lain.
Dari ketentuan pasal 990 BW, Fidei Commis De Residuo ini masih diperlukan
kewajiban untuk mengadakan perincian barang-barang (boedelschriving).

54
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
PENARIKAN KEMBALI SURAT WASIAT

Surat wasiat, dimana didalamnya mengandung suatu pengertian yang prinsip


yaitu merupakan keinginan terakhir dari si peninggal warisan, oleh karena itu
memang diberi kemungkinan untuk diubah ataupun ditarik kembali. Penarikan
kembali ini dapat dilakukan secara diam-diam (stizwijgend) ataupun secara terang-
terangan (uitdrukkelijk).

55
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
PENARIKAN KEMBALI SECARA DIAM-DIAM

Dari yang kita tangkap, ketentuan-ketentuan pada BW tentang penarikan kembali


surat wasiat secara diam-diam ini ada tiga macam contoh, yaitu :
1. Jika seseorang peninggal warisan membuat surat wasiat lebih dari satu yang isinya
berbeda satu dengan yang lainnya saling bertentangan. Dalam hal ini, pasal 994
BW, menyatakan bahwa jika ada dua surat wasiat yang berurutan berbeda dengan
yang lainnya, maka dianggap penarikan kembali dari ayat-ayatnya dikemukakan
bahwa penarikan kembali secara diam-diam ini dianggap tidak pernah ada jika surat
wasiat yang kedua tidak memenuhi ketentuan acara-acara yang ditentukan oleh
BW.
2. Ketentuan dari pasal 996 BW, meyatakan bahwa jika terjadi suat barang yang
dihibahkan, namun oleh si peninggal warisan, sebelum meninggal dunia barang
tersebut kemudian dijual atau ditukarkan, maka hal inipun dianggap telah ada
penarikan kembali.
3. Jika terjadi suatu surat wasiat olografis yang diminta kembali oleh si pembuat surat
wasiat tersebut dari Notaris, maka hal inipun dianggap telah terjadi penarikan
kembali surat wasiat tersebut (934 BW).
56
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
PENARIKAN KEMBALI SECARA TEGAS
Tentang penarikan kembali surat wasiat secara tegas oleh BW diatur
dalam pasal 992 dan 993.
Menurut pasal 992 BW, penarikan kembali secara tegas ini dapat
dilakukan dengan:
1. Dalam suatu surat wasiat baru yang dibuat menurut pasal-pasal BW,
atau
2. Dalam suatu akta Notaris khusus (bijzondere notariele akta).
Tentang apa yang dimaksud dengan ‘khusus’ pada ketentuan ini adalah
suatu akta yang memang secara khusus memuat tentang penarikan suatu
surat wasiat.

57
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
PENAMBAHAN (Aanwas)

Jikalau terjadi, suatu harta warisan yang diberikan kepada ahli waris tidak
dapat dilaksanakan terhadap salah seorang dari mereka, maka bagiannya yang tidak
dapat diberikan tadi dibagi dan ditambahkan kepada yang lain.
Misalnya, harta warisan diberikan secara bersama-sama diberikan kepada V, W
dan X, kemudian untuk si W tak dapat dilaksanakan, maka bagian W dibagi dan
ditambahkan kepada V dan X, namun pemberian bersama ini tidak ada/dianggap
tidak ada jika telah ditetapkan berapa bagiannya, misalnya ¾, ½ atau ¼ dan
sebagainya.
Tentang Aanwas ini diatur dalam pasal 1002 BW, “dalam hal bilamana dengan
surat wasiat diangkat beberapa ahli waris atau dihibahkan kepada beberapa orang
bersama-sama dan terhadap seseorang atau lebih di antara mereka itu tidak dapat
dilaksanakan, maka hal ini dapat mengakibatkan bertambahnya warisan atau hibah
bagi mereka masing-masing”.

58
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
Jadi dapat kita simpulkan bahwa aanwas ini tidak akan terjadi kecuali adanya
perwarisan bersama-sama (gezamelijk). Tentang gezamelijk ini aturannya dapat kita
jumpai pada pasal 1002 ayat 2, “tiap pengangkatan waris atau hibah dengan surat
wasiat satu-satunya dan bagi mereka (beberapa orang) tidak disebutkan bagiannya
mereka masing-masing yang tertentu harus dianggap ditetapkan bagi mereka
bersama-sama”.
Seandainya salah satu dari mereka itu menolak warisan atau dinyatakan tidak
patut atau tidak cakap, maka hal ini berarti akan menambah bagian dari kawan
wasiatnya tadi.
Misalnya :
“saya berikan kepada Andi dan Yunus sebuah rumah, yang terletak di Jl. Kol.
Isdiman 12 Yogyakarta”. Namun ternyata Andi menolak warisan, maka berarti
bagian Yunus bertambah, terjadilah aanwas.
59
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
OVERSPELL
Di antara orang yang melakukan perzinahan (overspel) yang mana hal itu
sudah dibuktikan dengan keputusan Hakim menurut pasal 909 BW tidak
diperbolehkan saling memberi hibah wasiat.

SIKAP AHLI WARIS


Harta warisan yang menurut BW adalah semuanya yang di dalamnya termasuk pula
utang-utang yang harus dibayar oleh si peninggal warisan, sehingga dapatlah dimaklumi
jika BW memberikan tiga macam sikap yang harus dipilih salah satunya oleh ahli waris.
1. Menerima seluruh harta warisan, yang dalam pengertian ini berarti juga meliputi
utang-utang si peninggal warisan.
2. Menerima dengan syarat bahwa harus diperinci barang-barangnya dengan pengertian
bahwa utang-utangnya dapat di bayar sekedar harta warisan mencukupi.
3. Menolak harta warisan dengan pengertian bahwa ia tidak tahu menahu tentang
pengurusan harta warisan tersebut.

60
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
Ahli waris yang menerima sikap pertama atau sikap kedua maka penerimaan harta
warisannya berlaku surat sampai waktu ke waktu meninggalnya si peninggal warisan.
Sikap manapun yang diambil oleh ahli waris akan mempunyai pengaruh terhadap
harta warisnya maupun terhadap dirinya, oleh karena itu oleh BW diberikan waktu dan
hak untuk berpikir terlebih dahulu sebelum mengambil sikap (beraad).
Mengenai hak untuk berpikir (recht van beraad) ini diatur oleh 1023 sampai
dengan pasal 1029 BW. Untuk berpikir ini maka ahli waris haruslah menyampaikan
keterangan kepada Panitera Pengadilan Negeri agar dimasukkan dalam daftar dan
tenggang waktu untuk berpikir ini menurut pasal 1024 BW ditetapkan selama 4 bulan
dihitung sejak menyampaikan keterangannya kepada Panitera Pengadilan Negeri.
Selama masa berpikir ini maka ahli waris diwajibkan untuk memelihara harta
warisan (als een goed huisvader) dan jika terdapat barang-barang yang tidak dapat
disimpan lama ataupun terdapat barang-barang yang dianggap tidak berguna maka ahli
waris dapat melaporkan kepada Ketua Pengadilan Negeri, agar diambil tindakan
penyelamatan.

61
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
MENERIMA TANPA SYARAT
Ahli waris dapat mengambil sikap pertama, yaitu Menerima Tanpa Syarat.
Menurut pasal 1048 BW, menerima tanpa syarat ini dapat dilakukan dengan dua macam
cara, yaitu :
Menerima secara tegas, yaitu dengan membuat akta autentik ataupun akta bawah tangan.
Menerima diam-diam, yaitu dengan cara sikap mencerminkan sikap menerima tanpa
syarat.
Tindakan ahli waris yang berhubungan dengan penguburan mayat dan tindakan
yang bertujuan untuk melindungi, menyimpan atau mengawasi ataupun menyimpan
sementara barang-barang tertentu bagian dari harta warisan menurut pasal 1049 BW
adalah bukan merupakan sikap menerima warisan secara tanpa syarat.

62
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
MENERIMA DENGAN SYARAT

Dengan adanya sikap menerima dengan syarat ini ialah bahwa harta pribadinya
tidak bercampur dengan harta warisan, dengan demikian utang-utang si peninggal
warisan tidak akan dilunasi secara pribadi oleh ahli waris tersebut.
Jika terjadi beberapa orang ahli waris menerima dengan syarat dan seorang
menerima tanpa syarat maka akan menjadikan keadaan dimana semua ahli waris
dianggap menerima dengan syarat, hal ini sesuai dengan ketentuan pasal 1050 BW.
Syarat, yang dimaksud dengan syarat ini ialah bahwa harus ada perincian
barang-barang yang merupakan harta warisan. Cara untuk memerinci ini tidak
ditentukan oleh BW, ahli waris dapat melakukan dengan akta bawah tangan atau
juga dengan akta Notaris.

63
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
Pasal 1031 BW menyatakan bahwa seseorang kehilangan hak untuk
menerima tanpa syarat apabila :
Iktikad (te kwader trouw) ia tidak menyebutkan beberapa barang warisan
dalam inventaris.
Apabila ia menggelapkan dalam arti luas sebagaimana dimaksud dalam
KUHP barang warisan.
Jika seseorang kehilangan haknya untuk menyatakan sikap menerima
dengan syarat, maka ia dianggap menerima tanpa syarat.
Akibat dari sikap menerima dengan syarat ini ialah bahwa : hartanya
tidak bercampur dengan harta warisan hingga hal yang menyangkut dengan
utang-utang si peninggal warisan hanya dibayar sampai nilai harta warisan.

64
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
KEPAILITAN HARTA WARISAN

Ketentuan pasal 197 Faillisementverordening memberikan kemungkinan bagi para


crediteur untuk meminta pailitnya harta warisan menurut pasal 200 jika sudah lampau 3
bulan sejak harta warisan diterima ahli waris dan 6 bulan setelah meninggalnya si
peninggal warisan, dengan alasan bahwa secara singkat crediteur dapat membuktikan
bahwa si peninggal warisan sudah beberapa saat berhenti membayar utang-utangnya atau
bahwa barang-barang warisan tidaklah cukup untuk membayar utang-utangnya.

65
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
MENOLAK HARTA WARISAN

Sikap MENOLAK HARTA WARISAN ini menurut pasal 1057 BW ditentukan


ada dua macam cara, yaitu dengan cara tegas, yaitu dengan cara membuat keterangan
menbolak pada Panitera Pengadilan Negeri di wilayah hukum mana harta warisan
tersebut berada.
Akibat penolakan tersebut, menurut pasal 1059 BW adalah berlaku surut dihitung
sejak saat meninggalnya peninggal warisan sehingga si penilak warisan tersebut
dianggap tidak pernah ada.
Dengan penolakan ahli waris tersebut untuk menerima warisan, maka terdapat
kemungkinan bahwa hal ini akan merugikan crediteur yang mempunyai piutang
kepada si meninggal, jika demikian maka oleh pasal 1061 BW, diberi kemungkinan
kepada crediteur tersebut untuk meminta kepada hakim agar ia diberi kuasa untuk
mengganti menerima harta warisan atas nama.
66
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
LEGITIEME PORTIE

Sebagaimana telah kita ketahui, bahwa seseorang itu berhak untuk memberikan
hartanya kepada siapa saja. Bebas. Walaupun orang yang diberi tersebut tidak
memiliki hubungan pertalian saudara, namun kebebasan tersebut adalah terbatas oleh
ketentuan undang-undang. Pembatasan tersebut adalah merpakan upaya undang-
undang. Pembatasan tersebut adalah merupakan upaya undang-undang untuk
melindungi orang-orang yang termasuk keluarga sedarah dari si peninggal warisan.
Bagi mereka ini undang-undang telah memberikan bagian tertentu yang tidak
boleh dikurangi dengan cara apapun oleh si pewaris/peninggal harta warisan. Bagian
ini sering disebut dengan bagian mutlak atau legitieme portie dan orang-orang yang
mempunyai hak legitieme portie ini sering disebut legitimaris.

67
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
Adapun Syarat-syarat yang harus dipenuhi agar seseorang tersebut
memperoleh kedudukan sebagai legitimaris adalah :
1. Orang tersebut adalah keluarga sedarah dalam garis lurus.
2. Orang tersebut adalah merupakan ahli waris menurut ketentuan undang-
undang pada saat si peninggal warisan/ pewaris meninggal dunia.
Legitieme Portie ini harus dihitung apabila :
3. Salah satu atau beberapa ahli waris menuntut haknya.
4. Atau, salah satu/beberapa orang ahli waris/legitimaris masih ada di bawah
umur (minder jarig).

68
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
Legitieme Portie Masing-masing Legitimaris

1. Legitieme Portie untuk anak keturunan yang sah adalah sebagai berikut :
a. Satu orang anak LP-nya adalah ½ dari bagian menurut undang-undang.
b. Dua orang anak LP-nya adalah 2/3 dari bagian menurut undang-
undang
c. Tiga orang anak LP-nya adalah ¾ dari bagian menurut undang-undang.
2. Bagian mutlak/LP untuk keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas adalah
½ dari bagian menurut undang-undang.
3. Bagian mutlak/LP untuk anak luar kawin adalah ½ dari bagian menurut
undang-undang.

69
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
Jadi dengan adanya ketentuan tentang bagian mutlak atau Legitieme Portie
ini dapat kita simpulkan bahwa, seseorang boleh saja mewasiatkan atau
menghibahkan hartanya kepada orang lain namun tidak boleh mengurangi
bagian mutlak dari ahli waris, jika terjadi pelanggaran terhadap hal ini
maka dilakukan pemotongan atau sering dengan istilah “Incorting”, dengan
urut-urutan sebagai berikut :
1. Yang harus dikurangi terlebih dahulu adalah wasiat.
2. Jika wasiat belum mencukupi maka diambilkan dari hibah.
3. Pengurangan terhadap beberapa wasiat harus dilakukan dengan
perbandingan (undha-usuk, jawa).

70
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
CARA MENGHITUNG LEGITIEME
PORTIE

1. Harta peninggalan sewaktu peninggal warisan meninggal dunia, dihitung


dan diinventarisir untuk mengetahui berapa nilai harganya.
2. Nilai harga dari barang-barang yang mungkin ketika si peninggal warisan
masih hidup diberikan ditambahkan dengan di atas.
3. Jumlah di atas dikurangi dengan utang-utang yang pernah dibuat oleh si
peninggal warisan.
4. Sisa dari pengurangan tersebut menjadi dasar penghitungan legitieme portie.

71
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
LEGITIEME PORTIE DAN PENGGANTIAN TEMPAT

Hak mutlak Legitieme Portie seseorang dapat digantikan oleh ahli


warisnya/keturunannya. Hal ini adalah sesuai dengan pasal 914 BW pada ayat
terakhir yang menyatakan bahwa, jika ada anak yang telah meninggal terlebih
dahulu, kedudukan anak yang telah meninggal lebih dahulu dapat digantikan
oleh keturunannya

72
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
DALAM HAL LEGITIMARIS MENOLAK
ATAU TIDAK PATUT MENERIMA

Besarnya Legitieme Portie adalah dikaitkan dengan besarnya warisan


menurut Undang-undang, sedangkan adanya Penolakan Harta Warisan
sangat mempengaruhi besarnya harta warisan, demikian juga adanya
seseorang yang Dianggap Tidak Patut Menerima juga mempengaruhi
besarnya harta warisan. Dengan demikian timbul pertanyaan, apakah dengan
adanya penolakan atau ketidak patutan ahli waris untuk menerima
mempengaruhi besar kecilnya legitieme portie?. Jawabnya adalah : tidak, ada
ataupun tidak penolakan harta warisan ataupun adanya yang dianggap tidak
patut tetap tidak mempengaruhi besarnya LP.

73
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
INCORTING

Seperti telah diutarakan dimuka bahwa jika terjadi pelanggaran


terhadap legitieme portie sehingga hak mutlak tidak dapat dicapai
besarnya maka diadakan pemotongan atau incorting terhadap wasiat, dan
jika masih belum mencukupi diambilkan dari hibah.

74
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
INBRENG(PEMASUKAN)

Inbreng, adalah pemasukan kembali ke dalam harta peninggalan, hibah-


hibah/pemberian-pemberian si peniggal warisan ketika masih hidup, tentang apa yang
dimasukkan kembali (di-inbreng) di tentukan oleh pasal 1086 dan pasal 1096 BW,
adalah sebagai berikut :
1. Semua hibah (schengkingen) oleh si pewaris (peninggal warisan ketika masih
hidup).
2. Segala sesuatu yang telah diberikan kepada ahli waris.
3. Segala hal yang telah diberikan kepada ahli waris untuk memberikan kedudukan
dalam masyarakat atau satu jabatan atau pekerjaan kepada ahli waris.
4. Segala sesuatu yang dimasukkan untuk membayar utang-utang si ahli waris.
5. Segala sesuatu yang merupakan pesangon perkawinan.
75
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
Namun disamping itu ada beberapa hal yang merupakan pemberian pewaris
akan tetapi tidak perlu untuk dimasukkan kembali, yang oleh pasal 1097 BW
ditentukan antara lain :
1. Biaya nafkah dan biaya pendidikan ahli waris.
2. Biaya belajar guna perdagangan, kerajinan tangan, kebudayaan dan perusahaan.
3. Biaya perkawinan dan pakaian yang perlu untuk hidup setelah perkawinan.
4. Biaya untuk membayar upah kepada orang yang menggantikan ahli waris untuk
wajib militer.

76
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
YANG WAJIB MELAKUKAN INBRENG

Untuk yang diwajibkan melakukan Inbreng ini ialah harus memenuhi


dua syarat, yaitu :
1. Ahli waris dalam garis lurus ke bawah;
2. Ahli waris yang pernah menerima hibah pada saat si pewaris masih hidup.
Jadi pada prinsipnya orang yang melakukan inbreng adalah ahli waris
dalam garis lurus ke bawah yang pernah menerima hibah diwajibkan
melakukan inbreng, kecuali dengan tegas dibebaskan untuk tidak melakukan
inbreng, baik itu pembebasan yang dicantumkan dalam akta hibah, akta
autentik lainnya atau dalam surat wasiat. Sehingga dalam pengertian ini pula
keluarga sedarah yang tidak dalam garis lurus ke bawah, walaupun pernah
menerima hibah tidak diwajibkan melakukan inbreng, kecuali secara tegas
diwajibkan oleh pewaris dalam suatu akta autentik atau dalam surat wasiat.
77
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN

Burgerlijk Wetboek di Pasal 1066 dengan tegas menyatakan bahwa :


1. Tidak seorang ahli warispun yang dapat dipaksa untuk membiarkan harta
peninggalan tidak terbagi-bagi.
2. Pembagian harta peninggalan dapat dilakukan sewaktu-waktu, namun
diberikan suatu kemungkinan untuk menangguhkan pembagiannya,
penangguhan ini dapat dilakukan selama lima tahun dan dengan
persetujuan para ahli waris dapat diperpanjang 5 tahun lagi.
Pembagian harta peninggalan ini dapat dituntut pelaksanaannya oleh
waris, orang yang membeli suatu barang atas sebagian dari harta peninggalan,
crediteur para ahli-ahli waris. Namun legataris dan crediteur peninggal harta
peninggalan/pewaris tidak dapat menuntut. Bagi seorang legataris hanya dapat
menuntut penyerahan barang yang diberikan secara legaat dan crediteur
peninggal warisan hanya dapat menagih pembayaran utangnya dan dapat pula
menyita barang warisan untuk dijual secara lelang.

78
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
Pembagian harta peninggalan tersebut menurut ketentuan dari pasal 1071
ayat 2 BW, harus dilakukan dengan cara seperti yang ditentukan oleh pasal
1072 BW :
1. Harus dihadiri oleh Weeskamer (Balai Harta Peninggalan)
2. Dilakukan di depan Notaris, Notaris ini dipilih sendiri oleh para ahli waris.
3. Harus ada perincian barang dari harta peninggalan (boedel schrijving).
4. Jika terdapat barang-barang yang harus ditaksir harganya, maka untuk
saham maupun efek dilakukan atas dasar catatan resmi, sedang untuk yang
lainnya harus ditaksir oleh 3 orang juru taksir yang disumpah oleh pejabat
Pamong Praja.

79
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
PELAKSANA TESTAMENT

Pelaksana testament (executeur testamentair) yang dapat ada dapat pula


ditiadakan. Untuk adanya pelaksana testamen dapat dilakukan dengan
menunjuk. Oleh pasal 1005 BW ditentukan bahwa pelaksana testamen ini
dapat ditunjuk dalam testamen, dalam akta bawah tangan yang ditulis, diberi
tanggal dan ditanda tangani oleh peninggal warisan (codicil) atau dapat pula
dalam akta Notaris ‘istimewa’. Istimewa disini menunjuk pada sifat akta
tersebut yang isinya tentang ha;-hal yang harus dilakukan setelah si
peninggal harta warisan tersebut meninggal dunia.

80
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
Tentang siapa-siapa yang tidak dapat menjadi Pelaksana Testament,
oleh pasal 1006 BW ditentukan sebagai berikut :
1. Wanita yang bersuami kecuali dengan bantuan suaminya.
2. Orang yang belum dewasa.
3. Orang yang ada di bawah pengampunan.
4. Orang-orang yang menurut hukum dianggap tidak cakap bertindak.
Perlu diingat bahwa pasal di atas tidak menyebutkan bahwa mereka itu
tidak dapat ditunjuk, pasal di atas hanya menyatakan bahwa orang-orang
tersebut tidak dapat menjadi pelaksana, jadi orang tersebut dapat saja
ditunjuk selaku pelaksana testament.

81
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
LINGKUP KERJA TESTAMENT

Dari istilah yang dipakai, yaitu pelaksana testament, maka dapatkah kita
simpulkan bahwa tugas dan kerjanya adalah melaksanakan testament. Hal ini
dapat kita simpulkan dari ketentuan pasal 1011 BW yang menyatakan bahwa
pelaksana testament harus berusaha agar testament dilaksanakan, dan jika
terjadi perselisihan, maka ia berkuasa untuk mempertahankan sahnya
perseleisihan dimuka Hakim.
Kekuasaan si pelaksana testament ini, jika tidak diikuti oleh kekuasaan
terhadap barang-barang dari harta peninggalan, maka ia hanya berkuasa untuk
memperingatkan para ahli waris untuk memenuhi kewajibannya serta
memperingatkan para legataris akan hak-haknya.

82
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
NGURUS HARTA PENINGGALAN

Pengurus Harta Peninggalan (Bendvoeder), oleh BW diatur dalam pasal 1019


sampai dengan pasal 1022 BW.
Dimulai dari pasal 1019 BW yang menetapkan bahwa pewaris berhak untuk
menunjuk seorang pengurus harta peninggalan untuk selama waktu tertentu atau
selama hidupnya ahli waris. Si peninggal warisan ini dapat menunjuk pengurus
harta warisan hanya hak memetik hasil (vrucht gebruik) yang diberikan kepada ahli
waris yang di bawah umur atau yang ada di bawah pengampunan.
Selanjutnya jika pengurus harta peninggalan ini karena suatu hal kemudian
berhalangan untuk melakukan tugasnya dan oleh si pewaris tidak ditentukan
penggantinya maka Hakim harus menunjuk penggantinya setelah mendengarkan
pendapat dari Jaksa (1020 BW).
Cara penunjukkan pengurus harta peninggalan ini oleh pasal 1019 BW
ditentukan dalam testamen atau di dalam akta Notaris khusus dan tidak boleh
dalam akta bawah tangan.

83
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
PEMBAYARAN UTANG PENINGGAL
HARTA PENINGGAL

Tentang pembayaran utang-utang si peninggal harta peninggalan/pewaris ini, diatur


oleh pasal 1100 sampai dengan pasal 1111 BW, yang pada pasal 1100 nya menyatakan
bahwa :
Kewajiban membayar utang hanya dibebankan kepada ahli waris yang menerima harta
peninggalan tanpa syarat (aanvaarden).
Besar kecilnya beban membayar utang ini disesuaikan dengan yang mereka terima.
Seorang ahli waris yang diberi bagian berupa barang tak bergerak, sedangkan benda
tak bergerak tersebut terdapat beban hipotek, maka ia wajib membayar beban hipotek
tersebut, namun jika yang dibayarkan tersebut melebihi bagiannya maka ia berhak untuk
meminta kekurangnnya pada ahli waris yang lainnya.

84
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
PEMISAHAN KEKAYAAN

Pemisahan kekayaan (boedel-afscheiding), diatur dalam pasal-pasal 1107 sampai


dengan pasal 1111 BW, dimana dalam pasal 1107 BW dinyatakan bahwa crediteur
pewaris berhak untuk memnuntut kepada ahli waris agar harta warisan dipisahkan
dengan harta kekayaan pribadinya. Dalam kedudukan ini karena legaris juga sebagai
crediteur, maka ia juga berhak untuk menuntut demikian. Dengan demikian maka
pertama-tama yang dipergunakan untuk melunasi adalah harta warisan.
Jika harta warisan tidak mencukupi maka diambilkan dari harta kekayaan
pribadinya. Jika terjadi tuntutan untuk memisahkan harta tersebut, maka dalam waktu
enam bulan terhitung sejak meninggalnya pewaris maka mereka dapat menyuruh
dilakukan pencatatan di Kantor Pendaftaran Tanah (Kadaster). Jika hal ini terjadi
maka tanah tersebut oleh ahli waris tidak boleh dibebani dengan hipotek apalagi dijual,
ataupun tindakan lainnya yang merugikan crediteur dan/atau legataris.
Hak untuk menuntut pemisahan ini akan menjadi hapus setelah tiga tahun (LLLO
BW). Pasal 1111 BW memberikan ketentuan bahwa crediteur dari ahli waris tidak dapat
menuntut pemisahan tersebut.
85
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
CARA PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN

Setelah selesainya perhitungan-perhitungan, maka selanjutnya dilakukan pembagian


harta peninggalan. Sisa dari perhitungan tersebut dibagi-bagi kepada para ahli waris sesuai
dengan bagiannya masing-masing dengan persetujuan semua ahli waris.
Dari ketentuan pasal 1079 ayat 2 ditentukan cara pembagiannya adalah :
1. Masing-masing ahli waris menerima barang-barang tertentu yang nilainya sesuai dengan
perhitungan untuk bagiannya ( ½, ¼, ¾, dsb).
2. Masing-masing ahli waris menerima barang-barang dari harta peninggalan ada yang
memiliki kelebihan nilai dan ada yang kurang dengan ketentuan yang kelebihan harus
memberikan secara tunai kepada yang kurang, hingga bagiannya menjad sesuai dengan
perhitungan.
  Setelah selesai pembagian tersebut, maka berarti para ahli waris telah dianggap pemilik
barang-barang tersebut terhitung surut sejak meninggalnya pewaris.

86
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
PEMBATALAN
Ketentuan dari pasal 1071 BW ayat 2 ditentukan bahwa pembagian harta
peninggalan tersebut dapat batal jika tidak memenuhi ketentual pasal 1072
BW, sedangkan menurut pasal 1112 BW, pembagian tersebut dapat dibatalkan
jika :
Dilakukan dengan paksaan.
Adanya penipuan.
Apabila salah seorang atau lebih ahli waris ada yang dirugikan hingga
mencapai ¼ bagian yang diakibatkan oleh salah taksir.
 Note
Pembagian harta peninggalan tersebut dimungkinkan pula dilakukan oleh
si pewaris dalam suatu testamen atau dalam akta Notaris.

87
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
HARTA PENINGGALAN TAK
TERURUS

Seseorang yang meninggal dunia, sedang ia meninggalkan harta akan tetapi tidak
ada ahli warisnya ataupun semua ahli warisnya menolak atau dinyatakan tidak patut,
maka menurut pasal 1126 BW, Balai Harta Peninggalan (Weeskamer)-lah yang
berkewajiban untuk mengurusnya.
Tentang ada atau tidaknya harta peninggalan yang tak terurus ini adalah menurut
keputusan Hakim atas permintaan jaksa Penuntut Umum atau atas permintaan orang
yang berkepentingan.

88
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
Ketentuan dari pasal 1128 BW adalah bila Balai Harta Peninggalan
mulai mengurus, maka BHP akam melakukan penyegelan barang warisan dan
kemudian menginventariseer dan selanjutnya harus mengurusnya sebaik-
baiknya.
BHP berkewajiban, pula untuk melakukan pemanggilan terhadap para
ahli waris. Dan jika terjadi gugatan terhadap harta peninggalan yang
diurusnya maka BHP berkewajiban untuk menghadap Hakim.
Jika tidak ada ahli waris maka BHP harus membuat pertangung-jawaban
kepada Negara, dimana selanjutnya Negaralah yang berhak atas harta
peninggalan tak terurus tersebut.

88
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N

Anda mungkin juga menyukai