W
Oleh
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
3
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
HUKUM WARIS BW BERLAKU UNTUK 3 GOLONGAN
WARGA NEGARA
4
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
TERJADINYA PEWARISAN
5
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
SYARAT – SYARAT AHLI WARIS
1. Mempunyai hak atas harta peninggalan si pewaris, yang timbul karena :
a. Hubungan darah (pasal 832 BW)
b. Karena wasiat (pasal 874 BW)
2. Harus sudah ada dan masih ada ketika si pewaris meninggal dunia (pasal 836
BW), dengan tetap memperhatikan ketentuan dari pasal 2 BW, yang
menyatakan bahwa anak yang masih dalam kandungan di anggap telah lahir
jika kepentingan si anak itu menghendaki, jika dilahirkan mati maka di
anggap tidak pernah ada.
3. Ahli waris yang tidak dinyatakan tidak patut menerima warisan atau orang
yang menolak harta warisan.
7
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
PENGGOLONGAN AHLI WARIS DAN
BAGIANNYA
8
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
GOLONGAN I
PASAL 852 B.W MENENTUKAN, BAHWA :
Anak-anak atau sekalian keturunan mereka, biar dilahirkan dari lain-lain
Perkawinan sekalipun, mewarisi dari kedua orang tua , kakek, nenek atau semua
keluarga sedarah mereka selanjutnya dalam garis lurus ke atas, dengan tiada
perbedaan antara laki-laki atau perempuan dan tiada perbedaan berdasarkan
kelahiran lebih dahulu.
Mereka mewaris kepala demi kepala, jika dengan si meninggal mereka bertalian
keluarga dalam derajat ke satu dan masing-masing mempunyai hak karena diri
sendiri; mereka mewaris pancang demi pancang, jika sekalian mereka atau
sekedar sebagian mereka bertindak sebagai pengganti.
9
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
HARTA CAMPUR
10
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
DALAM HAL HARTA CAMPUR
11
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
DALAM HAL PERSATUAN UNTUNG-RUGI
Jika salah satu (suami/istri) meninggal dunia, maka cara pembagiannya adalah sebagai
berikut.
1. Harta pribadi kembali ke asal.
2. Hutang pribadi dilunasi dengan harta pribadi.
3. Hutang persatuan dilunasi dengan harta persatuan dan jika terjadi kerugian maka
ditanggung berdua.
4. Harta pribadi si mati di tambah dengan sisa harta persatuan menjadi harta warisan,
dan selanjutnya dibagi untuk para ahli waris.
12
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
DALAM HAL HARTA PERSATUAN HASIL DAN PENDAPATAN
Dalam hal ini maka prosesnya seperti pada proses pembagian B, hanya saja jika
terjadi kerugian ditanggung oleh Suami.
DALAM HAL HARTA TERPISAH SAMA SEKALI
Disini karena tidak ada harta persatuan maka harta pribadi kembali ke masing-
masing, dan selanjutnya harta pribadi si mati dikurangi dengan utang-utangnnya
menjadi harta warisan.
13
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
GOLONGAN II
Golongan II ini terdiri dari orang tua (ayah dan/atau ibu si meninggal dunia dan
saudara-saudara si meninggal dunia).
Ketentuannya adalah sebagai berikut :
Dalam hal orang tua (ayah/ibu) si meninggal masih hidup
Ayah dan ibu si meninggal masih hidup, kalau ada satu saudara masing-masing
menerima 1/3 bagian.
R meninggal dunia, maka pembagian harta
warisannya adalah sebagai berikut.
A dan B masing-masing 1/3, jadi berdua
(A dan B) = 2/3. C menerima 1 – 2/3 = 1/3.
14
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
GOLONGAN III
Seandainya ahli waris dari golongan I dan golongan II tidak ada, maka yang menjadi
ahli waris adalah yang berasal dari golongan III, yang mana ahli waris golongan III ini
terdiri dari keluarga sedarah adalah garis lurus ke atas (kakek, nenek dan seterusnya ke
atas).
Cara pembagian dari/untuk golongan III ini ialah mula-mula harta warisan kita bagi
dua (kloving), masing-masing untuk garis keluarga sedarah lurus ke atas dari garis ayah ½
dan sisanya untuk garis keluarga sedarah lurus ke atas dari garis ibu. Dalam tiap-tiap
belahan, keluarga yang derajadnya sama mendapat bagian yang sama, dan keluarga yang
derajadnya terdekat menutup yang jauh.
½ bagian untuk garis ibu ½ bagian
untuk garis ayah, untuk garis ibu diterima oleh
B yaitu ½ bagian dan untuk garis ayah
diterima oleh C dan D, masing-masing ¼
bagian.
Dari skema di bawah ini, maka yang untuk garis ayah di terima oleh C saja, yaitu ½ bagian
dan yang untuk garis ibu diterima oleh X, Y dan Z, dan masing-masing menerima 1/3 X ½ =
1/6 bagian.
15
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
GOLONGAN IV
Ahli waris dari golongan IV, terdiri dari keluarga dalam garis ke samping sampai
derajad ke 6, yaitu :
16
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
Dalam hal ini, harta warisan dibagi dua (kloving), setengah bagian untuk
keluarga sedarah dari garis ayah yaitu K, L dan M sehingga bagian dari K= L = M =
½ x 1/3 yaitu 1/6.
Dan sisanya dibagi untuk keluarga sedarah dalam garis ibu, yaitu G dan H, dan
mereka masing-masing menerima ½ x ½ = ¼ bagian.
Perlu untuk diingat bahwa ahli waris golongan III dan golongan IV dapat
secara bersama-sama mewaris, asal mereka berlainan garis.
17
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
PEWARISAN ANAK LUAR KAWIN
18
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
CARA PEMBAGIAN JIKA ADA ANAK LUAR
KAWIN
Untuk menyelesaikan pembagian harta warisan, jika terdapat anak luar kawin,
maka mula-mula bagian dari anak luar kawin diberikan terlebih dahulu,
kemudian sisanya baru dibagi kepada ahli waris yang lainnya menurut ketentuan
undang-undang.
Untuk anak zinah (overspelige kinderen) dan anak sumbang, menurut pasal
867 BW tidak berhak atas harta waris kecuali hanyalah berhak atas nafkah
(allimentatie).
19
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
Yang Berhak Mewaris Harta Anak
Luar Kawin
Jika seorang anak luar kawin meninggal dunia, dan ia merupakan anak luar
kawin yang diakui, maka yang berhak mewaris hartanya adalah:
Keturunannya, istri / suami (866 BW),
Bapak dan/atau ibu yang mengakuinya serta saudara-saudaranya beserta
keturunannya (870 BW).
Oleh pasal 871 BW diatur tentang pewarisan terhadap barang=barang yang
ditinggalkan oleh orang tuanya dulu. Dan jika barang tadi masih ujud semula,
sedangkan anak luar kawin tadi tidak meninggalkan istri/suami maka barang
tadi kembali kepada keturunan dari ayah/ibu yang mengakui.
20
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
MEWARIS KARENA PENGGANTIAN TEMPAT
21
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
MEWARIS BERDASARKAN UU (AB INTESTATO)
Pasal 852 BW
22
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
GOL III Kakek +Nenek ( ke atas)
Pasal 850 s.d 853 BW
Pada gol.III terjadi kloving → ½ harta untuk keluarga ibu dan ½ untuk
keluarga ayah, keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas → pasal
850 dan 853 KUHPerdata
GOL IV Keluarga sedarah lainnya dalam garis menyamping sampai derajat ke-6
(pasal 858) → paman+bibi
23
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
MEWARIS BERDASARKAN UU
24
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
MACAM MACAM PENGGANTIAN TEMPAT
25
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
SYARAT-SYARAT UNTUK PENGGANTIAN
TEMPAT
1. Penggantian tempat ini hanya berlangsung jika ahli waris yang sah telah meninggal
dunia. Pasal 847 BW menyatakan bahwa, “tidak seorangpun diperbolehkan bertindak
untuk orang yang masih hidup sebagai penggantinya”.
2. Orang yang bertindak sebagai pengganti haruslah keturunan yang sah dari orang yang
digantikan tempatnya. Dengan demikian untuk anak luar kawin, janda, duda tidak dapat
menggantikan tempat.
3. Seorang pengganti haruslah memenuhi syarat sebagaimana ahli waris lainnya, yaitu :
a. Harus sudah ada dan masih ada ketika pewaris meninggal dunia.
b. Tidak menolak warisan.
c. Bukan orang yang dinyatakan tidak patut menerima warisan.
26
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
MACAM PENGGANTIAN
TEMPAT
27
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
2. Penggantian tempat menurut pasal 844 BW
penggantian tempat menurut pasal 844 BW ini adalah dalam garis menyimpang
penggantian diperbolehkan atas keuntungan sekalian anak dan keturunan saudara laki-laki
dan perempuan yang telah meninggal terlebih dahulu, baik mereka mewaris bersama-sama
dengan paman atau bibi mereka walaupun warisan itu setelah meninggalnya semua saudara
si meninggal lebih dahulu, harus dibagi antara sekalian keturunan mereka yang mana satu
dengan yang lainnya bertalian keluarga dalam golongan yang tidak sama.
3. Penggantian tempat menurut pasal 845 BW
Menurut pasal ini, penggantian tempat dalam garis meyimpang diperbolehkan juga
bagi keponakan apabila di samping mereka yang mempunyai pertalian darah terdekat
masih ada keturunan dari saudara daripada orang yang mempunyai pertalian darah terdekat
tadi.
28
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
MEWARIS KARENA TESTAMENTAIR
1. Arti Testament → pasal 875 KUHPerdata → suatu akta yang memuat tentang apa yang
dikehendaki terhadap harta setelah ia meninggal dunia dan dapat dicabut kembali
Pernyataan sepihak.
2. Unsur-unsur testament
a. Akta
b. Pernyataan kehendak
c. Apa yang akan terjadi setelah ia meninggal terhadap harta
d. Dapat dicabut kembali
3. Syarat membuat testament
a. Dewasa → 18 tahun (cakap bertindak)
b. Akal sehat
c. Tidak dapat pengampuan
d. Tidak ada unsur paksaan, kekhilafan, kekeliruan
e. Isi harus jelas
29
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
4. Isi testament
a. Erfstelling → pasal 954 KUHPerdata
Testamentair erfgenaam
b. Legaat (berhubungan dengan harta) → pasal 957 KUHPerdata
Legetaris
c. Codicil (tidak berhubungan dengan harta)
5. Pencabutan testament
a. Secara tegas, jika dibuat surat wasiat baru yang isinya mengenai
pencabutan surat wasiat
b. Secara diam-diam, dibuat testament baru yang memuat pesan-pesan yang
bertentangan dengan testament lama.
30
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
TIMBULNYA WARIS TESTAMENTAIR
hukum waris testament timbul atas dasar prinsip bahwa setiap orang berhak
atau bebas untuk berbuat apa saja terhadap harta bendanya. Demikian juga orang
tersebut bebas untuk mewasiatkan hartanya kepada siapa saja yang diingini
walaupun demikian masih juga ada batas-batas yang diizinkan oleh undang-
undang.
31
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
DASAR HUKUM WARIS TESTAMENTAIR
Dasar hukum dari waris testamentair adalah pasal 874 BW yang menyatakan
bahwa, “Segala harta peninggalan seseorang yang meninggal dunia adalah kepunyaan
sekalian ahli waris menurut ketentuan undang-undang, sekedar terhadap itu dengan
surat wasiat tidak telah diambil suatu ketetapan yang sah”.
Dari ketentuan di atas dapatlah kita tarik suatu kesimpulan bahwa :
1. Dengan surat wasiat si pewaris dapat mengangkat seorang atau beberapa
orang ahli waris, dan pewaris dapat memberikan sesuatu kepada seseorang
atau kepada beberapa orang.
2. Terdapat suatu kemungkinan bahwa harta warisan tersebut yang merupakan
peninggalan seseorang dibagi berdasar undang-undang (sebagian) dan
selebihnya berdasar surat wasiat.
3. Ahli waris yang berdasarkan terstamen lebih diutamakan daripada ahli waris
menurut undang-undang.
32
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
PENGERTIAN WASIAT
Pengertian wasiat dapat diketahui dari pasal 875 BW, yang menyatakan bahwa,
“Surat wasiat ialah sesuatu yang memuat pernyataan seseorang tentang apa yang
dikehendaki atau terjadi setelah ia meninggal dunia dan yang olehnya dapat dicabut
kembali”.
Dari pengertian ini maka dapat kita tarik kesimpulan bahwa ciri-ciri surat wasiat
adalah :
1. Merupakan perbuatan sepihak yang dapat dicabut kembali.
2. Merupakan kehendak terakhir dan mempunyai kekuatan hukum setelah pewaris
meninggal dunia.
Dengan melihat ciri pokok dari testamen/surat wasiat tersebut maka terdapat suatu
larangan untuk membuat wasiat yang dilakukan oleh dua orang atau lebih secara
bersama-sama untuk menguntungkan satu dengan yang lainnya maupun untuk
kepentingan pihak ketiga dalam suatu akta (930 BW).
33
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
JENIS-JENIS SURAT
WASIAT
34
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
Dua bentuk Jaminan Fidusia, yaitu :
35
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
Fidusia cum creditore contracia
36
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
Fidusia cum amico contracta
37
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
SURAT WASIAT OLOGRAFIS
Surat wasiat olografis, oleh Burgerlijk Wetboek di atur dalam pasal 931 dan
seterusnya.
Dalam ketentuannya, surat wasiat ini seluruhnya harus ditulis dan ditanda
tangani oleh si pewaris dan kemudian disimpan oleh Notaris, pada waktu
menyimpan haruslah dihadiri oleh dua orang saksi.
Sewaktu menyerahkan kepada Notaris tersebut, mungkin terjadi bahwa
surat wasiat tersebut sudah dimasukkan dalam sampul dan disegel. Jika denikian
maka pada sampul, si peninggal warisan dan saksi mencatat bahwa itu
merupakan surat wasiatnya dan harus ditanda tanganinya.
Oleh Notaris dibuatkan sebuah akta tersendiri dan ditandatangani oleh si
peninggal warisan, saksi dan juga Notaris. Namun apabila surat wasiat tersebut
diserahan kepada Notaris tidak dalam keadaan disegel/tidak ditutup yang berarti
terbuka, maka akta penerimaan (akta van bewaargeving) tadi oleh Notaris ditulis
pada surat wasiat itu sendiri di bawah tulisan si peninggal warisan. Kemudian
akta tersebut ditanda tangani oleh Notaris saksi-saksi dan si peninggal warisan.
38
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
Sewaktu menyerahkan surat wasiat tersebut kepada Notaris mungkin pula si
peninggal warisan tidak dapat mendatanginya sendiri, jika terjadi demikian
maka oleh Notaris harus mencatat sebabnya hal ini menurut ketentuan pasal
932 ayat 2 BW.
Kekuatan dari testamen olografis menurut pasal 933 BW adalah sama
dengan testamen/surat wasiat tak rahasia dan pembuatannya dianggap pada
tanggal sesuai dengan akta penerimaan Notaris, dengan demikian tanggal 1 yang
ditulis oleh si peninggal warisan tidak dianggap tidak ada.
Oleh ayat 2 dari pasal 933 BW, dinyatakan bahwa terbuktinya hal bahwa
terstamen/surat wasiat tersebut sampai dibuktikan sebalik nya.
39
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
Sesuai dengan maksudnya, bahwa surat wasiat adalah merupakan kemauan
terakhir dari seseorang, maka dalam hal ini testamen/surat wasiat olografis dapat
diminta kembali, jika terjadi bahwa surat wasiat tersebut diminta kembali maka
oleh notaris dibuat suatu akta autentik yang menyatakan permintaannya kembali.
Dengan dimintanya kembali surat wasiat olografis, maka dianggap bahwa surat
wasiat tersebut ditarik kembali (herroepen).
Testamen/surat wasiat olografis yang diserahkan kepada Notaris dalam
keadaan disampul yang disegel, maka Notaris tidak berhak untuk membukanya,
jika si peninggal warisan itu meninggal duniamaka oleh Notaris diserahkan
kepada Weeskamer (Balai Harta Peninggalan) untuk dibuka dan diperlakukan
sebagaimana surat wasiat, sehingga diperlukan suatu proses verbal, setelah dibuka
maka surat wasiat tersebut diserahkan kembali kepada Notaris.
40
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
WASIAT TAK RAHASIA (Openbaar Testament)
Mengenai surat wasiat tak rahasia ini, diatur dalam pasal-pasal 938 dan
seterusnya. Menurut pasal 938 menentukan bahwa surat wasiat ini harus dibuat
dihadapan Notaris dan dihadiri oleh dua orang saksi. Setelah itu maka si
peninggal warisan menyatakan kehendaknya kepada Notaris, kemudian Notaris
menulisnya dengan kata-kata yang terang, setelah hal ini sesuai dengan kehendak
si peninggal warisan, maka oleh notaris dibuatkan akta yang harus ditanda
tangani oleh Notaris, si peninggal warisan, maka oleh Notaris, si peninggal
warisan dan saksi-saksi.
41
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
SURAT WASIAT RAHASIA
(GEHEIM)
42
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
Penyimpanan SURAT WASIAT RAHASIA ini haruslah bersama- sama
dengan orisinil-orisinil akta lainnya, hal ini sesuai dengan ketentuan pasal 940
BW.
Pasal 941 BW, menunjukkan pada suatu kemungkinan apabila si peninggal
warisan tersebut adalah bisu, jika demikian maka tetaplah harus ia yang menulis,
dan di atas akta superscriptie haruslah ia menulis bahwa surat wasiat yang ada di
dalamnya adalah surat wasiatnya dan kemudian Notaris membuat keterangan
pada akta superscriptie bahwa keterangan tertulis dari si pembuat surat wasiat
tersebut adalah ditulis dihadapan Notaris dan para saksi.
43
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
Syarat-syarat Saksi Dalam Pembuatan
Surat Wasiat
45
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
Pembuatan Surat Wasiat Dalam
Keadaan Luar Biasa
47
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
ERFSTELLING DAN LEGAAT
48
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
Demikian juga menurut pasal 955 dan pasal 958 BW dapat disimpulkan
mengenai perbedaan antara ERFSTELLING DAN LEGAAT, dimana orang
yang mendapat erfstelling berkedudukan sebagai ahli waris ab-intestato,
dalam artian ini maka orang yang menerima erfstelling tidak saja menerima
barangnya saja akan tetapi juga menanggung beban antara lain membayar
utang si peninggal warisan.
Berbeda dengan legaat yang berkedudukan sebagai seorang crediteur dari
si peninggal warisan, sehingga ia tidak bertanggung jawab atas utang-utang si
meninggal dunia, bahkan ia dapat menuntut dari ahli warisnya agar barang-
barang tertentu diserahkan kepadanya.
49
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
KEWAJIBAN (LAST)
50
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
UJUD LEGAAT
Dari ketentuan yang ada dalam pasal 968 BW, dapat kita lihat bahwa Ujud
Barang Legaat dapat berupa barang tertentu, dan juga dapat pula berupa sekumpulan
barang tertentu ataupun sejumlah barang tertentu.
Penyerahan barang legaat, haruslah diserahkan pula segala kelengkapan barang
tersebut, jadi misalnya yang diberukan tersebut sebuah pabrik, maka yang diserahkan
sebagai barang legaat adalah bangunan beserta mesin dan kelengkapan pabrik tersebut
(963 BW).
Kepada si legataris, jika yang diserahkan adalah jenis barang tertentu maka
tidaklah perlu yang diserahkan itu merupakan barang yang terbaik, akan tetapi tidak
boleh yang diserahkan itu merupakan barang yang terjelek, hal ini adalah sesuai
dengan ketentuan dari pasal 969 BW.
51
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
Untuk yang diserahkan adlah berupa hasil dari barang tertentu, tidak disebutkan
kata-kata ‘memetik hasil’ atau ‘memakai’ (vrucht gebruik atau gebruik), maka hal ini
berarti bahwa barang tersebut masih ada ditangan ahli waris, dan ahli waris ini
berkewajiban untuk menyerahkan/memberi hasil kepada legataris saja.
Namun akan lain apabila disebutkan hak memetik hasil (recht van vrucht gebriuk)
atau hak memakan (recht V. Gebruik), maka di sini harus diartikan bahwa barangnnya
harus diserahkan kepada legataris.
52
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
FIDEI COMMIS
53
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
FIDEI COMMIS DE RESIDUO
Fidei Commis De Residuo, yang diatur dalam pasal 989 sampai dengan 991 BW,
adalah merupakan kekecualian dari larangan adanya fidei commis. Tentang fidei commis
de residuo ini adalah berarti bahwa seorang ahli waris diberi hak untuk memakai, menjual
ataupun bahkan menghabiskan barang warisan tersebut dengan beban sisanya diserahkan
kepada pihak lain.
Dari ketentuan pasal 990 BW, Fidei Commis De Residuo ini masih diperlukan
kewajiban untuk mengadakan perincian barang-barang (boedelschriving).
54
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
PENARIKAN KEMBALI SURAT WASIAT
55
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
PENARIKAN KEMBALI SECARA DIAM-DIAM
57
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
PENAMBAHAN (Aanwas)
Jikalau terjadi, suatu harta warisan yang diberikan kepada ahli waris tidak
dapat dilaksanakan terhadap salah seorang dari mereka, maka bagiannya yang tidak
dapat diberikan tadi dibagi dan ditambahkan kepada yang lain.
Misalnya, harta warisan diberikan secara bersama-sama diberikan kepada V, W
dan X, kemudian untuk si W tak dapat dilaksanakan, maka bagian W dibagi dan
ditambahkan kepada V dan X, namun pemberian bersama ini tidak ada/dianggap
tidak ada jika telah ditetapkan berapa bagiannya, misalnya ¾, ½ atau ¼ dan
sebagainya.
Tentang Aanwas ini diatur dalam pasal 1002 BW, “dalam hal bilamana dengan
surat wasiat diangkat beberapa ahli waris atau dihibahkan kepada beberapa orang
bersama-sama dan terhadap seseorang atau lebih di antara mereka itu tidak dapat
dilaksanakan, maka hal ini dapat mengakibatkan bertambahnya warisan atau hibah
bagi mereka masing-masing”.
58
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
Jadi dapat kita simpulkan bahwa aanwas ini tidak akan terjadi kecuali adanya
perwarisan bersama-sama (gezamelijk). Tentang gezamelijk ini aturannya dapat kita
jumpai pada pasal 1002 ayat 2, “tiap pengangkatan waris atau hibah dengan surat
wasiat satu-satunya dan bagi mereka (beberapa orang) tidak disebutkan bagiannya
mereka masing-masing yang tertentu harus dianggap ditetapkan bagi mereka
bersama-sama”.
Seandainya salah satu dari mereka itu menolak warisan atau dinyatakan tidak
patut atau tidak cakap, maka hal ini berarti akan menambah bagian dari kawan
wasiatnya tadi.
Misalnya :
“saya berikan kepada Andi dan Yunus sebuah rumah, yang terletak di Jl. Kol.
Isdiman 12 Yogyakarta”. Namun ternyata Andi menolak warisan, maka berarti
bagian Yunus bertambah, terjadilah aanwas.
59
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
OVERSPELL
Di antara orang yang melakukan perzinahan (overspel) yang mana hal itu
sudah dibuktikan dengan keputusan Hakim menurut pasal 909 BW tidak
diperbolehkan saling memberi hibah wasiat.
60
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
Ahli waris yang menerima sikap pertama atau sikap kedua maka penerimaan harta
warisannya berlaku surat sampai waktu ke waktu meninggalnya si peninggal warisan.
Sikap manapun yang diambil oleh ahli waris akan mempunyai pengaruh terhadap
harta warisnya maupun terhadap dirinya, oleh karena itu oleh BW diberikan waktu dan
hak untuk berpikir terlebih dahulu sebelum mengambil sikap (beraad).
Mengenai hak untuk berpikir (recht van beraad) ini diatur oleh 1023 sampai
dengan pasal 1029 BW. Untuk berpikir ini maka ahli waris haruslah menyampaikan
keterangan kepada Panitera Pengadilan Negeri agar dimasukkan dalam daftar dan
tenggang waktu untuk berpikir ini menurut pasal 1024 BW ditetapkan selama 4 bulan
dihitung sejak menyampaikan keterangannya kepada Panitera Pengadilan Negeri.
Selama masa berpikir ini maka ahli waris diwajibkan untuk memelihara harta
warisan (als een goed huisvader) dan jika terdapat barang-barang yang tidak dapat
disimpan lama ataupun terdapat barang-barang yang dianggap tidak berguna maka ahli
waris dapat melaporkan kepada Ketua Pengadilan Negeri, agar diambil tindakan
penyelamatan.
61
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
MENERIMA TANPA SYARAT
Ahli waris dapat mengambil sikap pertama, yaitu Menerima Tanpa Syarat.
Menurut pasal 1048 BW, menerima tanpa syarat ini dapat dilakukan dengan dua macam
cara, yaitu :
Menerima secara tegas, yaitu dengan membuat akta autentik ataupun akta bawah tangan.
Menerima diam-diam, yaitu dengan cara sikap mencerminkan sikap menerima tanpa
syarat.
Tindakan ahli waris yang berhubungan dengan penguburan mayat dan tindakan
yang bertujuan untuk melindungi, menyimpan atau mengawasi ataupun menyimpan
sementara barang-barang tertentu bagian dari harta warisan menurut pasal 1049 BW
adalah bukan merupakan sikap menerima warisan secara tanpa syarat.
62
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
MENERIMA DENGAN SYARAT
Dengan adanya sikap menerima dengan syarat ini ialah bahwa harta pribadinya
tidak bercampur dengan harta warisan, dengan demikian utang-utang si peninggal
warisan tidak akan dilunasi secara pribadi oleh ahli waris tersebut.
Jika terjadi beberapa orang ahli waris menerima dengan syarat dan seorang
menerima tanpa syarat maka akan menjadikan keadaan dimana semua ahli waris
dianggap menerima dengan syarat, hal ini sesuai dengan ketentuan pasal 1050 BW.
Syarat, yang dimaksud dengan syarat ini ialah bahwa harus ada perincian
barang-barang yang merupakan harta warisan. Cara untuk memerinci ini tidak
ditentukan oleh BW, ahli waris dapat melakukan dengan akta bawah tangan atau
juga dengan akta Notaris.
63
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
Pasal 1031 BW menyatakan bahwa seseorang kehilangan hak untuk
menerima tanpa syarat apabila :
Iktikad (te kwader trouw) ia tidak menyebutkan beberapa barang warisan
dalam inventaris.
Apabila ia menggelapkan dalam arti luas sebagaimana dimaksud dalam
KUHP barang warisan.
Jika seseorang kehilangan haknya untuk menyatakan sikap menerima
dengan syarat, maka ia dianggap menerima tanpa syarat.
Akibat dari sikap menerima dengan syarat ini ialah bahwa : hartanya
tidak bercampur dengan harta warisan hingga hal yang menyangkut dengan
utang-utang si peninggal warisan hanya dibayar sampai nilai harta warisan.
64
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
KEPAILITAN HARTA WARISAN
65
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
MENOLAK HARTA WARISAN
Sebagaimana telah kita ketahui, bahwa seseorang itu berhak untuk memberikan
hartanya kepada siapa saja. Bebas. Walaupun orang yang diberi tersebut tidak
memiliki hubungan pertalian saudara, namun kebebasan tersebut adalah terbatas oleh
ketentuan undang-undang. Pembatasan tersebut adalah merpakan upaya undang-
undang. Pembatasan tersebut adalah merupakan upaya undang-undang untuk
melindungi orang-orang yang termasuk keluarga sedarah dari si peninggal warisan.
Bagi mereka ini undang-undang telah memberikan bagian tertentu yang tidak
boleh dikurangi dengan cara apapun oleh si pewaris/peninggal harta warisan. Bagian
ini sering disebut dengan bagian mutlak atau legitieme portie dan orang-orang yang
mempunyai hak legitieme portie ini sering disebut legitimaris.
67
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
Adapun Syarat-syarat yang harus dipenuhi agar seseorang tersebut
memperoleh kedudukan sebagai legitimaris adalah :
1. Orang tersebut adalah keluarga sedarah dalam garis lurus.
2. Orang tersebut adalah merupakan ahli waris menurut ketentuan undang-
undang pada saat si peninggal warisan/ pewaris meninggal dunia.
Legitieme Portie ini harus dihitung apabila :
3. Salah satu atau beberapa ahli waris menuntut haknya.
4. Atau, salah satu/beberapa orang ahli waris/legitimaris masih ada di bawah
umur (minder jarig).
68
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
Legitieme Portie Masing-masing Legitimaris
1. Legitieme Portie untuk anak keturunan yang sah adalah sebagai berikut :
a. Satu orang anak LP-nya adalah ½ dari bagian menurut undang-undang.
b. Dua orang anak LP-nya adalah 2/3 dari bagian menurut undang-
undang
c. Tiga orang anak LP-nya adalah ¾ dari bagian menurut undang-undang.
2. Bagian mutlak/LP untuk keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas adalah
½ dari bagian menurut undang-undang.
3. Bagian mutlak/LP untuk anak luar kawin adalah ½ dari bagian menurut
undang-undang.
69
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
Jadi dengan adanya ketentuan tentang bagian mutlak atau Legitieme Portie
ini dapat kita simpulkan bahwa, seseorang boleh saja mewasiatkan atau
menghibahkan hartanya kepada orang lain namun tidak boleh mengurangi
bagian mutlak dari ahli waris, jika terjadi pelanggaran terhadap hal ini
maka dilakukan pemotongan atau sering dengan istilah “Incorting”, dengan
urut-urutan sebagai berikut :
1. Yang harus dikurangi terlebih dahulu adalah wasiat.
2. Jika wasiat belum mencukupi maka diambilkan dari hibah.
3. Pengurangan terhadap beberapa wasiat harus dilakukan dengan
perbandingan (undha-usuk, jawa).
70
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
CARA MENGHITUNG LEGITIEME
PORTIE
71
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
LEGITIEME PORTIE DAN PENGGANTIAN TEMPAT
72
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
DALAM HAL LEGITIMARIS MENOLAK
ATAU TIDAK PATUT MENERIMA
73
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
INCORTING
74
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
INBRENG(PEMASUKAN)
76
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
YANG WAJIB MELAKUKAN INBRENG
78
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
Pembagian harta peninggalan tersebut menurut ketentuan dari pasal 1071
ayat 2 BW, harus dilakukan dengan cara seperti yang ditentukan oleh pasal
1072 BW :
1. Harus dihadiri oleh Weeskamer (Balai Harta Peninggalan)
2. Dilakukan di depan Notaris, Notaris ini dipilih sendiri oleh para ahli waris.
3. Harus ada perincian barang dari harta peninggalan (boedel schrijving).
4. Jika terdapat barang-barang yang harus ditaksir harganya, maka untuk
saham maupun efek dilakukan atas dasar catatan resmi, sedang untuk yang
lainnya harus ditaksir oleh 3 orang juru taksir yang disumpah oleh pejabat
Pamong Praja.
79
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
PELAKSANA TESTAMENT
80
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
Tentang siapa-siapa yang tidak dapat menjadi Pelaksana Testament,
oleh pasal 1006 BW ditentukan sebagai berikut :
1. Wanita yang bersuami kecuali dengan bantuan suaminya.
2. Orang yang belum dewasa.
3. Orang yang ada di bawah pengampunan.
4. Orang-orang yang menurut hukum dianggap tidak cakap bertindak.
Perlu diingat bahwa pasal di atas tidak menyebutkan bahwa mereka itu
tidak dapat ditunjuk, pasal di atas hanya menyatakan bahwa orang-orang
tersebut tidak dapat menjadi pelaksana, jadi orang tersebut dapat saja
ditunjuk selaku pelaksana testament.
81
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
LINGKUP KERJA TESTAMENT
Dari istilah yang dipakai, yaitu pelaksana testament, maka dapatkah kita
simpulkan bahwa tugas dan kerjanya adalah melaksanakan testament. Hal ini
dapat kita simpulkan dari ketentuan pasal 1011 BW yang menyatakan bahwa
pelaksana testament harus berusaha agar testament dilaksanakan, dan jika
terjadi perselisihan, maka ia berkuasa untuk mempertahankan sahnya
perseleisihan dimuka Hakim.
Kekuasaan si pelaksana testament ini, jika tidak diikuti oleh kekuasaan
terhadap barang-barang dari harta peninggalan, maka ia hanya berkuasa untuk
memperingatkan para ahli waris untuk memenuhi kewajibannya serta
memperingatkan para legataris akan hak-haknya.
82
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
NGURUS HARTA PENINGGALAN
83
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
PEMBAYARAN UTANG PENINGGAL
HARTA PENINGGAL
84
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
PEMISAHAN KEKAYAAN
86
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
PEMBATALAN
Ketentuan dari pasal 1071 BW ayat 2 ditentukan bahwa pembagian harta
peninggalan tersebut dapat batal jika tidak memenuhi ketentual pasal 1072
BW, sedangkan menurut pasal 1112 BW, pembagian tersebut dapat dibatalkan
jika :
Dilakukan dengan paksaan.
Adanya penipuan.
Apabila salah seorang atau lebih ahli waris ada yang dirugikan hingga
mencapai ¼ bagian yang diakibatkan oleh salah taksir.
Note
Pembagian harta peninggalan tersebut dimungkinkan pula dilakukan oleh
si pewaris dalam suatu testamen atau dalam akta Notaris.
87
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
HARTA PENINGGALAN TAK
TERURUS
Seseorang yang meninggal dunia, sedang ia meninggalkan harta akan tetapi tidak
ada ahli warisnya ataupun semua ahli warisnya menolak atau dinyatakan tidak patut,
maka menurut pasal 1126 BW, Balai Harta Peninggalan (Weeskamer)-lah yang
berkewajiban untuk mengurusnya.
Tentang ada atau tidaknya harta peninggalan yang tak terurus ini adalah menurut
keputusan Hakim atas permintaan jaksa Penuntut Umum atau atas permintaan orang
yang berkepentingan.
88
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N
Ketentuan dari pasal 1128 BW adalah bila Balai Harta Peninggalan
mulai mengurus, maka BHP akam melakukan penyegelan barang warisan dan
kemudian menginventariseer dan selanjutnya harus mengurusnya sebaik-
baiknya.
BHP berkewajiban, pula untuk melakukan pemanggilan terhadap para
ahli waris. Dan jika terjadi gugatan terhadap harta peninggalan yang
diurusnya maka BHP berkewajiban untuk menghadap Hakim.
Jika tidak ada ahli waris maka BHP harus membuat pertangung-jawaban
kepada Negara, dimana selanjutnya Negaralah yang berhak atas harta
peninggalan tak terurus tersebut.
88
Dr. HENNY TANUWIDJAJA, S.H, Sp.N