Anda di halaman 1dari 35

POLIEMBRIONI

PADA JERUK
Happy Kartika/K4319040/B
Jeruk merupakan salah satu komoditas hortikultura penting yang permintaannya cukup besar dari
tahun ke tahun dan paling menguntungkan untuk diusahakan. Terdapat banyak usaha
perbudidayaan tanaman jeruk untuk mendapatkan kualitas yang baik. Tanaman jeruk mengalami
poliembrioni yaitu suatu embrio yang mempunyai kecenderungan adanya lebih dari satu embrio
didalam satu biji (berasal dari satu ovula).

Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) seperti IBA, Kinetin, dan Atonik merupakan faktor yang dapat mempengaruhi
Abstrak
pertumbuhan jeruk terutama dalam pertumbuhan poliembrioni biji jeruk. Terdapat lima jurnal penelitian yang diringkas
dan memiliki tujuan penelitian untuk mengetahui pertumbuhan bibit dari benih poliembrioni dengan berbagai perlakuan
yang masing-masing peneliti berikan. Rancangan penelitian yang dilakukan adalah dengan Rancangan Acak Lengkap
(RAL). Dari ke-lima jurnal penelitian menunjukkan bahwa Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) yang diberikan pada biji jeruk
memiliki pengaruh yang nyata serta tidak memiliki pengaruh yang nyata terhadap variabel yang diamati.
PENDAHULUAN
Tanaman jeruk adalah tanaman buah tahunan yang berasal dari Asia. Jeruk merupakan salah satu
komoditas hortikultura yang berfungsi sebagai sumber gizi. Indonesia merupakan negara tropis di
mana berbagai jenis jeruk banyak dijumpai dan dibudidayakan mulai dari dataran rendah hingga
dataran tinggi. Ketersediaan varietas unggul, baik mutu maupun produktivitas yang sesuai dengan
kebutuhan konsumen menjadi mutlak yang harus dipenuhi (Tobing et al., 2013)

Biji jeruk memiliki sifat poliembrioni yaitu pembentukan embrio zigotik dan sejumlah
embrioadventif dalam satu biji. Sifat poliembrioni akan muncul apabila tanaman ditumbuhkan pada
media buatan yang diberi perlakuan dengan penambahan nutrisi dan zat pengatur tumbuh (Corina et
al., 2014)
PENDAHULUAN
Benih poliembrio berarti di dalam satu benih terdapat beberapa embrio yang dapat tumbuh yang
terdiri dari satu embrio yang berasal dari proses seksual dan beberapa embrio lainnya berasal dari
proses aseksual. Poliembrio terdiri dari embrio zigotik yang bersifat tidak identik dengan induknya
dan disinyalir dapat menurunkan produksi, serta embrio nuselar yang mempunyai sifat yang
identik dengan induknya. Embrio nuselar merupakan embrio yang terus berkembang di jaringan
nuselus atau jaringan yang ada di luar kantong embrio atau embriosak (Pristy et al., 2017).
Tinjauan
Poliembrioni merupakan pembentukan lebih dari satu embrio yang
terjadi pada biji yang dikecambahkan. Terjadinya poliembrioni akibat
zigot yang terpecah, perkembangan satu atau lebih sinergit, dan
terdapat satu atau lebih kantung embrio per inti sel, dan variasi benuk

Pustaka adventif dari embrio (Rahmadini, D.D., Aziza, N.L., & Saputra, 2020).
Beberapa peneliti melakukan percobaan terkait poliembrioni pada
jeruk dengan berbagai perlakuan

Perlakuan tanah gambut yang dicampur oleh beberapa jenis amelioran. Amelioran
adalah bahan yang dapat meningkatkan kesuburan tanah melalui perbaikan kondisi
fisika dan kimia. Kriteria amelioran yang baik bagi lahan gambut adalah memiliki
kejenuhan basa yang tinggi, derajat pH meningkat, kandungan unsur hara lengkap,
mampu mengusir senyawa beracun. Contoh amelioran yang telah terbukti baik bagi
lahan gambut yaitu abu janjang kelapa sawit, abu sekam padi, dan abu sabut kelapa
(Rahmadini, dkk., 2020)
Tinjauan
Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR) merupakan mikroba tanah
non patogenik yang terdapat pada daerah perakaran tanaman yang mampu
meningkatkan pertumbuhan tanaman dan memacu pertumbuhan tanaman.
Peranan PGPR dalam meningkatkan pertumbuhan dan produksi khususnya

Pustaka perkecambahan tanaman adalah dengan adanya kemampuan PGPR dalam


mensintesis hormon tumbuh serta dapat memberikan perlindungan
terhadap patogen yang menyerang tanaman (Wahyuni et al., 2020).

Untuk menstimulasi pertumbuhan tunas adalah dengan mengkombinasi ZPT Auksin


(IBA) dan Sitokinin (Kinetin). Sitokinin yang di transfor dari akar ke batang mampu
mengaktifkan pertumbuhan tunas-tunas samping. Efek sitokinin dipengaruhi oleh
keberadaan auksin. Interaksi antagonis antara keduanya merupakan salah satu cara
tanaman dalam mengatur derajat pertumbuhan tunas dan akar. ZPT bekerja secara
efektif dalam memberikan pengaruh fisiologis apabila diberikan pada konsentasi
tepat (Novianti, R., & Muswita, 2013).
Tinjauan
Pustaka Atonik merupakan salah satu ZPT sintetis yang memiliki gugus aromatik,
bersifat netral dengan bentuk fisik larutan atau butiran berwarna coklat dan
berbau khas, komposisi bahan aktif Atonik yaitu: Na-ortho-nitrofenol, Na-
para-nitrofenol dan Na-5 nitroquiacolat. Aktifitas atonik adalah
meningkatkan aliran protoplasmik sel sehingga sangat mudah diserap ke
dalam jaringan tanaman melalui peningkatan aktifitas perkecambahan,
perakaran dan pertumbuhan tanaman (Budi, 2017).
METODOLO
GI
PENELITIA
N
Tanah gambut dengan beberapa jenis amelioran
1 (Rahmadini, D.D., Aziza, N.L., & Saputra, 2020)

• Rancangan Acak Lengkap (RAL)


• Perlakuan berbagai jenis amelioran : abu janjang kelapa sawit (p1), abu sekam padi (p2), dan abu sabut kelapa (p3) yang dicampurkan pada
media tanah gambut.
• Menambahkan tanah gambut 235 g dan dimasukkan ke dalam polybag lalu dilakukan penambahan amelioran sebanyak 16 g polybag-1.
• Memilih benih jeruk siam banjar dan direndam di dalam aquades selama 2 jam lalu menanam di media yang telah disiapkan
• Pemeliharaan dan pengamatan pada 2-6 minggu setelah semai (mss)
• Variabel yang diamati persentase perkecambahan (%), persentase poliembrio (%), tinggi tanaman dan jumlah daun pertunas
• Data yang homogen akan dianalisis dengan uji (ANOVA) dengan taraf nyata 5 % dan apabila perlakuan yang diaplikasikan memberikan
pengaruh yang nyata atau sangat nyata terhadap parameter pengamatan, maka dilanjutkan dengan uji Least Significant Difference (LSD) taraf
nyata 5 %.
Pemberian Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR)
2 (Wahyuni et al., 2020)

• Rancangan Acak Lengkap (RAL).


• 5 perlakuan konsentrasi PGPR yang berbeda yaitu P0: Konsentrasi dengan air (kontrol), P1: Konsentrasi PGPR 15 ml.l -1, P2: PGPR 30 ml.l-1,
P3: PGPR 45 ml.l-1, P4: PGPR 60 ml.l-1.
• Bahan untuk membuat PGPR yaitu 100g akar bambu, 100g akar rumput gajah, 100g akar putri malu dan 100g akar kacang-kacangan. Bahan
untuk perkembangbiakan bakteri PGPR 200g gula pasir, 100g trasi, ½ kg dedak halus dan 5 liter air
• Benih jeruk siam banjar dicuci dengan air dan abu lalu direndam PGPR selama 24 jam.
• Variabel yang diamati yaitu persentase perkecambahan, persentase perkecambahan poliembrioni, kecepatan perkecambahan, panjang
perkecambahan, jumlah perkecambahan, dan panjang akar.
• Data yang homogen dianalisis dengan uji F taraf nyata 5% dan 1%. Hasil analisis ragam yang menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh
terhadap variabel pengamatan akan dilanjut uji beda nyata terkecil (BNT) tingkat kesalahan 5% untuk mengetahui perbedaan masing-masing
perlakuan
Uji Viabilitas Benih Poliembrioni Jeruk
3 (Jasmi, 2018)

• Rancangan Acak Lengkap dengan 3 ulangan.


• Data dianalisis menggunakan uji BNT.
• Faktor yang diuji adalah pemisahan embrio yang terdiri dari 3 aras yaitu: Embrio 1, Embrio 2, dan Embrio 3.
• Cuci bersih benih jeruk dan mempersiapkan bak perkecambahan dialasi dengan kapas lalu dibasahi dengan air. Benih disusun diatas kapas
yang telah disiapkan, imbibisikan benih.
• Benih yang membengkak ini memudahkan untuk melihat jumlah embrionya dan benih yang embrio utuh dan embrio terpisah.
• Lalu pilih benih yang mempunyai embrio 1, 2 dan 3 dengan embrio dipisahkan dari embrio utuh. Siapkan bak perkecambahan dengan media
pasir lembab, benih disusun diatas pasir dan ditutup dengan lapisan pasir 2 cm. Benih dikecambahkan selama 1 bulan untuk melihat
pertumbuhan bibitnya.
• Variabel yang diamati adalah persentase benih poliembrioni yang berkecambah dari masing-masing perlakuan, tinggi bibit, luas daun, jumlah
daun, berat segar bibit dan berat kering bibit
Pemberian Zat Pengatur Tumbuh Indole Butyric Acid (IBA) dan Kinetin
4 (Novianti, R., & Muswita, 2013)

• Rancangan Acak Lengkap dengan 6 perlakuan yaitu K0= tanpa pemberian zat pengatur tumbuh, K1 = 50 ppm IBA + 50 ppm Kinetin, K2 =
100 ppm IBA + 100 ppm Kinetin, K3= 150 ppm IBA + 100 ppm Kinetin, K4=100 ppm IBA + 150 ppm Kinetin, K5 = 100 ppm IBA + 200
ppm Kinetin yang diulang sebanyak 4 kali.
• Alat: alat tulis, polybag, dan ayakan. Bahan: biji Jeruk Keprok var. tulau Tengah, alkohol, IBA, Kinetin, tanah, kompos, pasir dan aquades.
• Siapkan tanah, pasir dan kompos dengan perbandingan 2:1:1. Semua bahan diayak dan dicampur sampai homogen, kemudian dimasukkan
kedalam polybag. IBA dan Kinetin masing-masing sebanyak 0,1 gram dilarutkan dalam 500 ml aquades sehingga diperoleh larutan stok.
Untuk membuat larutan dengan konsentrasi selanjutnya, larutan stok diencerkan.
• Variabel yang diamati adalah panjang akar, waktu muncul tunas, dan panjang tunas.
• Data yang diperoleh dianalisis melalui sidik ragam (ANOVA) dan bila terdapat perbedaan yang nyata maka perlakuan dilanjutkan dengan uji
lanjut DNMRT (Duncan New Multiple Range Test) pada taraf 5%.
Pemberian Zat Pengatur Tumbuh Atonik
5 (Budi, 2017)

• Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 6 perlakuan yaitu K0W1 : Benih jeruk direndam air selama 1 jam, K0W2 : Benih jeruk direndam air
selama 2 jam, K1W1 : Benih jeruk direndam atonik dengan konsentrasi 1,25 cc/liter selama 1 jam, K1W2 : Benih jeruk direndam atonik
dengan konsentrasi 1,25 cc/liter selama 2jam, K2W1 : Benih jeruk direndam atonik dengan konsentrasi 2,5 cc/liter selama 1 jam, dan K2W2 :
Benih jeruk direndam atonik dengan konsentrasi 2,5 cc/liter selama 2 jam.
• Variabel yang diamati antara lain waktu kemunculan kecambah, persentase kematian bibit, tinggi bibit, jumlah daun bibit, dan luas daun bibit.
• Analisis statistik dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan, dianalisis dengan analisis ragam sesuai dengan rancangan yang digunakan
dan dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 5% dengan menggunakan Microsoft Excell
HASIL DAN
PEMBAHAS
AN
1 Tanah gambut dengan beberapa jenis amelioran

a. Persentase perkecambahan (%)


• Perlakuan abu janjang kelapa sawit pada tanah
gambut (p1) dan abu sekam padi (p2)
mengalami peningkatan setiap minggunya,
sedangkan amelioran abu sabut kelapa pada
tanah gambut (p3) tidak mampu memicu
perkecambahan benih jeruk siam banjar di
tanah gambut tersebut.
• Hal ini menunjukkan bahwa tanah gambut
yang diaplikasikan amelioran abu janjang
kelapa sawit (p1) dan tanah gambut yang
diaplikasikan amelioran abu sekam padi (p2)
mampu menyediakan faktor-faktor yang
diperlukan ketika proses perkecambahan
berlangsung seperti faktor air dan oksigen,
1 Tanah gambut dengan beberapa jenis amelioran

b. Persentase poliembrio (%) • Persentase poliembrio perlakuan abu janjang


kelapa sawit pada tanah gambut (p1) tidak berbeda
dengan persentase poliembrio perlakuan abu sekam
padi pada tanah gambut (p2), namun persentase
poliembrio kedua perlakuan ini lebih tinggi
dibandingkan dengan persentase poliembrio
perlakuan abu sabut kelapa pada tanah gambut (p3)
yang bahkan tidak mampu menginisiasi poliembrio
benih jeruk siam banjar yang dikarenakan tidak
adanya benih yang mampu berkecambah pada
perlakuan tersebut.
• Persentase poliembrio perlakuan p1 mencapai
63,83 % dan persentase poliembrio perlakuan p2
yaitu hanya sebesar 47,72 %. Oleh karena itulah,
media tanam gambut dengan menggunakan abu
janjang kelapa sawit (p1) lebih mampu
menghasilkan banyak bibit
1 Tanah gambut dengan beberapa jenis amelioran

c. Tinggi tanaman

• Tinggi tanaman pada perlakuan abu janjang


kelapa sawit pada tanah gambut (p1) tidak
berbeda nyata dengan tinggi tanaman
perlakuan abu sekam padi pada tanah gambut
(p2),
• Namun tinggi tanaman kedua perlakuan lebih
tinggi dibandingkan dengan tinggi tanaman
perlakuan abu sabut kelapa pada tanah gambut
(p3) yang tidak menunjukkan adanya
kemampuan untuk menginisiasi tunas.
1 Tanah gambut dengan beberapa jenis amelioran

d. Jumlah daun pertunas

• Jumlah daun pertunas yang dihasilkan pada


penelitian ini mengalami peningkatan dari
2 mss sampai 6 mss pada tanah gambut
yang ditambahkan amelioran abu janjang
kelapa sawit (p1) dan abu sekam padi (p2).
Kedua perlakuan tersebutlebih tinggi
dibandingkan dengan jumlah daun pertunas
perlakuan abu sabut kelapa pada tanah
gambut (p3).
2 Pemberian Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR)

a. Persentase perkecambahan
Hasil penelitian didapatkan bahwa presentase perkecambahan pada 7hst,
14hst dan 21hst perlakuan yang diberikan tidak berpengaruh terhadap
presentase perkecambahan biji jeruk siam banjar dikarenakan peran
PGPR yang belum optimal. c.
Variabel penelitian Kecepatan
perkecambahan, Panjang kecambah,
Jumlah perkecambahan, Panjang
b. Persentase perkecambahan poliembrioni perkecambahan dan panjang akar menurut
penelitian ini didapatkan hasil bahwa
perlakuan yang diaplikasih untuk setiap
Hasil penelitian didapatkan bahwa perlakuan yang diaplikasikan variabel tidak berpengaruh nyata.
berpengaruh terhadap persentase perkecambahan poliembrioni pada
umur 7hst dan 14 hst namun tidak untuk umur 21hst. Hal ini terjadi
kemungkinan besar karena ketidakoptimalan kerja PGPR, bakteri yang
dihasilkan pada tanah hanya untuk pertumbuhan saja tidak dapat
menghasilkan fitohormon untuk memacu perkecambahan tanaman
3 Uji Viabilitas Benih Poliembrioni Jeruk

a. Tinggi bibit

• Biji poliembrioni berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman umur 7 hst, akan tetapi berpengaruh
nyata pada umur 14, 21, dan 28 hst.
• Pada umur 14, 21 dan 28 hst tanaman tertinggi dijumpai pada biji jeruk yang memiliki 1 embrio
dibandingkan dengan yang memiliki 2 dan 3 embrio.
3 Uji Viabilitas Benih Poliembrioni Jeruk

b. Jumlah daun

• Biji poliembrioni bibit jeruk berpengaruh nyata terhadap jumlah daun tanaman umur 7, 14, 21, dan 28 hst.
• Hal ini disebabkan karena karakter dari biji jeruk itu sendiri dimana biji jeruk yang memiliki 1 embrio hanya
mempunyai 2 daun, sedangkan biji yang memiliki 2 embrio mempunyai kecambah dengan 4 helai daun dan juga
ditunjukkan pada biji yang memiliki 3 embrio mempunyai 6 helai daun pada kecambah biji jeruk tersebut.
3 Uji Viabilitas Benih Poliembrioni Jeruk

c. Berat segar bibit dan berat kering bibit

• Biji poliembrioni bibit jeruk berpengaruh nyata terhadap berat segar dan berat kering bibit jeruk.
• Tabel 3 menunjukkan bahwa berat segar dan berat kering terbaik dijumpai pada biji jeruk yang memiliki 3
embrio.
• Hal ini karena biji jeruk 3 embrio mempunyai lebih banyak organ tanaman (jumlah daun) sehingga berat
segar dan berat kering juga lebih berat dibandingkan yang embrio 1 dan 2.
4 Pemberian Zat Pengatur Tumbuh Indole Butyric Acid (IBA) dan Kinetin

a. Panjang akar

• Perlakuan K3 (150 ppm IBA + 100 ppm Kinetin)


adalah perlakuan yang memberikan hasil yang
terbaik panjang akar dengan rata – rata panjang akar
27 mm
• Perlakuan K4 dan K5 panjang akarnya sebesar 13
mm dan 12 mm
4 Pemberian Zat Pengatur Tumbuh Indole Butyric Acid (IBA) dan Kinetin

b. Waktu muncul tunas

• Hanya ada 4 tunas yang muncul. 1 tunas pada perlakuan K3 (150 ppm IBA + 100 ppm Kinetin), 1 tunas pada perlakuan K4
(100 ppm IBA + 150 ppm Kinetin) dan 2 tunas pada perlakuan K5 (100 ppm IBA + 200 ppm Kinetin)
• Pada perlakuan K3 (150 ppm IBA + 100 ppm Kinetin) adalah selama 112 hari, pada perlakuan K4 (100 ppm IBA + 150 ppm
Kinetin) adalah selama 98 hari dan pada perlakuan K5 (100 ppm IBA + 200 ppm Kinetin) adalah selama 84 hari. Sedangkan
pada K0 (tanpa IBA dan Kinetin), K1 (50 ppm IBA + 50 ppm Kinetin) dan K2 (100 ppm IBA + 100 ppm Kinetin) belum
menghasilkan tunas.
• Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa perlakuan K5 (100 ppm IBA + 200 ppm Kinetin) adalah perlakuan yang
paling cepat menghasilkan tunas.
• Karena pada perlakuan K5, konsentrasi kinetin eksogen lebih tinggi dari pada auksin eksogen. Hal ini menyebabkan
ketidakseimbangan antara kandungan IBA dan Kinetin pada tanaman yang pada akhirnya berpengaruh pada waktu
munculnya tunas.
4 Pemberian Zat Pengatur Tumbuh Indole Butyric Acid (IBA) dan Kinetin

c. Panjang tunas

• Hanya ada 3 biji yang menghasilkan tunas.


• Perlakuan K3 (150 ppm IBA + 100 ppm Kinetin) adalah 1,25 mm, pada perlakuan K4 (100 ppm IBA + 150 ppm
Kinetin) adalah 0.25 mm dan pada perlakuan K5 (100 ppm IBA + 200 ppm Kinetin) adalah 2,33 mm.
• Perlakuan K5 ini ada 2 tunas yang tumbuh, tunas pertama panjang 10 mm dan tunas kedua panjang 87 mm. B
• erdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa perlakuan yang paling baik untuk parameter panjang tunas adalah
pada perlakuan K5 (100 ppm IBA + 200 ppm Kinetin).
5 Pemberian Zat Pengatur Tumbuh Atonik

a. Waktu kemunculan kecambah


• Perlakuan K2W1 memberikan dampak positif dalam
memecah dormansi benih pada hari ke 12, 100%
benih telah berkecambah dan diikuti perlakuan
K1W1 dan perlakuan K1W2 serta K2W2.
• Fakta ini menunjukkan bahwa: penggunaan ZPT
Atonik dapat mematahkan dormansi benih lebih cepat
apabila dibandingkan tanpa penggunaan Atonik
(kontrol) pada benih jeruk.
5 Pemberian Zat Pengatur Tumbuh Atonik

b. Tinggi bibit

• Pada hasil pengamatan ditemukan interaksi antara perlakuan konsentrasi dan


lama perendaman pada pengamatan 3 dan 4 MST, dan dalam pengamatan
berikutnya tidak ditemukan interaksi antar perlakuan, tetapi menurut analisa
faktor tunggal perlakuan konsentrasi Atonik memberikan pengaruh yang
signifikan.
• Tinggi bibit jeruk rata-rata tertinggi didapatkan pada perlakuan K2W1 yaitu
5,43 cm, sedangkan tinggi tanaman terendah pada perlakuan K0W2 yaitu 1,78
cm
5 Pemberian Zat Pengatur Tumbuh Atonik

c. Jumlah daun bibit

• Berdasarkan hasil analisa menunjukkan bahwa: terjadi interaksi antara


perlakuan konsentrasi dan lama perendaman terjadi dalam pengamatan 3
MST dan 4 MST.
• Interaksi tak ditemukan pada pengamatan jumlah daun 5 sampai dengan 10
MST, sehingga dilanjutkan dengan analisa faktor tunggal perlakuan, dan
diperoleh informasi konsentrasi dan lama perendaman berpengaruh nyata
dalam perlakuan jumlah daun.
• Perlakuan K2W1 menghasilkan jumlah daun terbanyak dengan rata-rata
yaitu: 3.08, sedangkan jumlah daun paling sedikit diperoleh dalam perlakuan
K0W2 dengan jumlah daun rata-rata 1.25.
5 Pemberian Zat Pengatur Tumbuh Atonik

d. Luas daun bibit

• Hasil analisa luas daun bibit jeruk menunjukkan bahwa:


• (a) Interaksi antara perlakuan konsentrasi dan lama perendaman terjadi
dalam pengamatan 3 dan 4 MST, dan
• (b) Pengamatan 5 MST sampai dengan 10 MST pada konsentrasi 2.5 cc/
liter atonik menunjukkan hasil terbaik dan lama perendaman 1 jam benih
memberikan respon positif bagi perkembangan luas daun.
• Luasan daun paling besar dalam perlakuan K2W1 sebesar 29.71 cm2 dan
paling sempit dalam perlakuan K0W2 sebesar 5.42 cm2
KESIMPULAN
1
Tanah gambut yang diaplikasikan amelioran
abu janjang kelapa sawit ataupun amelioran
2 Pengaplikasian konsentrasi PGPR berpengaruh
dalam memacu perkecambahan biji poliembrioni
abu sekam padi mampu mendukung pada biji jeruk siam banjar pada umur 7 hst dan 14
perkecambahan dan pertumbuhan bibit dari hst, namun perlakuan tidak berpengaruh terhadap
benih jeruk siam banjar yang bersifat perkecambahan biji poliembrioni pada umur 21
poliembrio, sedangkan tanah gambut yang hst, presentase perkecambahan umur 7, 14, dan 21
diaplikasikan amelioran abu sabut kelapa hst, kecepatan perkecambahan, panjang
tidak memiliki kemampuan tersebut perkecambahan, jumlah perkecambahan, dan
panjang akar perkecambahan
KESIMPULAN
3 Uji viabilitas benih poliembrioni jeruk untuk
variabel yang diamati tinggi bibit, biji jeruk
4
Pemberian ZPT IBA dan Kinetin terhadap biji
yang memiliki 1 embrio lebih tinggi
poliembrioni jeruk untuk variabel panjang
daripada yang lainnya. Untuk variabel yang
akar perlakuan K3 (150 ppm IBA + 100 ppm
diamati jumlah daun, biji poliembrioni bibit Kinetin) adalah yang terbaik. Variabel
jeruk berpengaruh nyata pada umur 7, 14, munculnya tunas hasil yang terbaik adalah K5
21, dan 28 hari. Untuk variabel berat segar (100 ppm IBA + 200 ppm Kinetin). Variabel
bibit dan berat kering bibit hasil yang panjang tunas hasil yang terbaik adalah K5.
terbaik adalah biji jeruk yang memiliki 3
embrio.
KESIMPULAN
5
6
Pemberian Zat Pengatur Tumbuh Atonik
6,5L, perlakuan K2W1 (Benih jeruk Permasalahan yang dihadapi dalam
direndam atonik dengan konsentrasi 2,5 pengembangan benih poliembrio ini adalah
cc/liter selama 1 jam) adalah hasil terbaik tumbuhnya semaian yang lebih rendah
untuk variabel waktu kemunculan dibandingkan dengan jumlah embrio yang ada
kecambah, tinggi bibit, jumlah daun bibit di dalam benih, hal ini diduga karena adanya
dan luas daun bibit. kompetisi antar embrio
DAFTAR PUSTAKA
Budi, M. . (2017). PENGARUH KONSENTRASI DAN WAKTU PERENDAMAN ATONIK 6,5L
DALAM MEMECAH DORMANSI BENIH DAN PERTUMBUHAN AWAL BIBIT JERUK
KULTIVAR SUNKIST. Primordia, 13(1).
Corina, I. P., Murkalina, & Linda, R. (2014). Respon Pertumbuhan Kultur Biji Jeruk Siam Seed
(Citrus nobilis var . Microcarpa) dengan Penambahan Ekstrak Tauge dan Benzilaminopurine
(BAP). Jurnal Protobiont, 3(2), 120–124.
Jasmi. (2018). UJI VIABILITAS TERHADAP BENIH POLYEMBRIONI. Jurnal Agrotek Lestari,
5(2), 11–15.
Novianti, R., & Muswita, M. (2013). Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh terhadap Pertumbuhan Jeruk
Keprok (Citrus Nobilis Lour) Var. Pulau Tengah. Sainmatika: Jurnal Sains Dan Matematika
Universitas Jambi, 6(1), 48–60.
Pristy, Y., Ayu, K., Supriyanto, A., & Santoso, M. (2017). Studi Poliembrioni Pada Benih Batang
Bawah Jeruk Japansche Citroen ( Jc ) Study of Polyembryony in Japansche Citroen ( Jc )
Rootstock Seed. Jurnal Produksi Tanaman, 5(9), 1497–1504
DAFTAR PUSTAKA
Rahmadini, D.D., Aziza, N.L., & Saputra, R. . (2020). PERKECAMBAHAN DAN
PERTUMBUHAN BIBIT DARI BENIH POLIEMBRIO JERUK SIAM BANJAR PADA
MEDIA TANAH GAMBUT YANG DIAPLIKASIKAN BEBERAPA AMELIORAN. Agrin,
24(2), 125–136.
Salisbury., F. . dan C. W. R. (1995). Fisiologi Tumbuhan Jilid 3 Edisi Ke-4. ITB.
Tobing, D., Bayu, E., & Siregar, L. (2013). Identifikasi Karakter Morfologi Dalam Penyusunan
Deskripsi Jeruk Siam (Citrus Nobilis) Di Beberapa Daerah Kabupaten Karo. Jurnal
Agroekoteknologi Universitas Sumatera Utara, 2(1), 96567.
https://doi.org/10.32734/jaet.v2i1.5722
Wahyuni, S., Aziza, N. L., & Marsuni, Y. (2020). Uji Konsentrasi Plant Growth Promoting
Rhizobacteria (PGPR) dalam Memacu Perkecambahan Biji Poliembriologi pada Biji Jeruk
Siam Banjar. Jurnal Tugas Akhir Mahasiswa, 3(1), 34–44
Thank You!

Anda mungkin juga menyukai