“Antropologi dan Hukum (penyunting:TO.Ihromi) Antropologi hukum Salah satu cabang spesialisasi antropologi sosial (budaya) adalah antropologi hukum. Salah satu hal yang menarik untuk difahami: norma-norma yang selalu terumus dalam setiap bentuk kehidupan bersama dari manusia sebagai pedoman yang dianjurkan kpd warganya supaya dipatuhi Salah satu pokok yang memperoleh sorotan dalam antropologi hukum adalah bagaimana mendefinisikan hukum supaya gejala-gejala yang beraneka ragam tersebut secara fungsional dapat dimengerti dan dijelaskan maknanya dalam kehidupan manusia. Apakah hukum itu? Apakah hukum itu homogen atau sama dimanapun? Apanya yang sama? Apanya yang berbeda? Mengapa Berbeda? Bagaimana sikap kita terhadap perbedaan itu? Apa yang membedakan hukum dalam pengertian normatif dan hukum dalam pengertian budaya? Pengertian Hukum secara normatif Seperangkat Peraturan tertulis yang disusun dan disahkan oleh institusi resmi negara, yang bertujuan untuk mengatur kehidupan bersama manusia, yang bilamana dilanggar akan ada sanksi yang diterapkan untuk itu oleh institusi yang diberi kewenangan. Pengertian Hukum secara Budaya Seperangkat aturan (tertulis dan tidak tertulis), nilai bersama yang dimiliki secara bersama oleh kelompok manusia tentang apa yang sebaiknya dan apa yang tidak sebaiknya dilakukan oleh anggota kelompok tersebut. Sanksi yang diterapkan dalam pelanggaran hukum lebih ditujukan pada tercapainya keseimbangan sosial di dalam kehidupan kelompok tersebut. Hubungan hukum dan kebudayaan Dalam antropologi, hukum ditinjau sebagai unsur kebudayaan yang mempunyai kaitan dengan unsur-unsur yang lain (contoh, hukum pembagian warisan di masyarakat Batak Toba terkait dengan sistem kekerabatannnya) Sebagian dari norma hukum itu kalau dilanggar akan memperoleh ganjaran atau sanksi yang konkrit, dikenakan oleh para petugas hukum atau wakil2 masyarakat yang diberi wewenang untuk itu (perkawinan semarga merupakan tabu dan dilarang pada suatu waktu yang lalu di masyarakat Batak Toba, hukumannya bisa dalam bentuk denda, dikucilkan atau diusir dari komunitas mereka.) Hukum berkembang dalam masyarakat berdasarkan kebutuhan masyarakat atau kelompok (contoh: sistem pembayaran dalam masyarakat berkembang dari barter, uang sebagai alat tukar, chek atau surat-surat berharga, credit card dll) Sebaliknya Hukum yang sudah tidak bermanfaat dalam kehidupan masyarakat akan ditinggalkan oleh masyarakat tersebut dan berganti dengan hukum yang baru (di India, pada tahu 1904, usia minimal wanita untuk menikah adalah 12 tahun, tahun 1929, meningkat menjadi 14 tahun, pada tahun 1955 menjadi 15 tahun. Perubahan ini terkait dengan meningkatnya pendidikan wanita dan pandangan tentang kesehatan) Hukum sebagai Pedoman Berlaku dan Pengendalian Sosial (social control) Hukum menggunakan suatu kekuasaan untuk memaksakan orang-orang menghormati norma sosial dan dengan demikian membantu supaya kebudayaan dapat lestari. Pengendalian sosial digunakan melalui berbagai cara atau instrumen, dari cara yang paling halus sampai kepada cara yang paling keras. Penyelesaian Sengketa dengan pengendalian sosial diharapkan para warga masyarakat berlaku konform dengan norma sehingga suatu keadaan damai dapat terwujud. Namun dalam kenyataannya di semua masyarakat ada saja individu yang tidak mengindahkan norma. Hubungan yang tadinya serasi mengalami ganguan. Di daerah perkotaan seorang istri yang disangka bercanda berlebihan dengan pria lain, kemungkinan besar masih bisa dimaafkan oleh suaminya, asalkan istri tsb berjanji untuk tidak mengulangi perbuatannya. Bila hal itu terjadi di daerah pedesaan Madura, kemungkinan besar perbuatan itu tidak dapat dibiarkan berlalu. Suami yang merasa haknya dilanggar akan menantang pria yang bersalah. Karena dalam masy Madura ada tradisi bahwa laki-laki yang mengganggu seorang istri berarti telah menodai kehormatan suaminya. Dalam masyarakat manapun sebenarnya banyak sengketa diselesaikan sendiri oleh orang yang bersangkutan dengan bantuan orang-orang yang ada di sekitarnya. Mereka itu biasanya pemimpin informal, dan diakui masyarakat sekitarnya sebagai tetua adat dan juru bicara adat. Daftar Literature Antropologi Hukum. T.O.Ihromi (Penyunting), Penerbit: Yayasan Obor Indonesia, cet.1993; Antropologi Hukum: Sebuah Bunga Rampai. T.O.Ihromi (Penyunting), Penerbit: Yayasan Obor Indonesia, cet.1993.