Anda di halaman 1dari 33

Manajemen apotek

Manajemen dapat disamakan dengan pengelolahan


yang mencakup kemampuan/keterampilan untuk
memperoleh hasil dalam rangka mencapai tujuan
dengan melibatkan orang lain. Seorang manajer atau
pengelola harus memiliki kemampuan
perencanaan(planning), pengorganisasian (organizing
), kepemimpinan (actuating),
pengawasan(controlling).
1 Perencanaan (planning)

Sebelum menjalankan suatu usaha sebaiknya dibuat


suatu perencanaan. Tanpa perencanaan yang baik
tidak akan tercapai tujuan yang diharapkan.
Perencanaan ini mencakup pemilihan lokasi, studi
kelayakan, perhitungan sumber modal dan
waktu Return On Investment(ROI).
2 Pengorganisasian (organizing)

Pengorganisasian adalah fungsi yang mempersatukan


sumber-sumber daya yang ada dengan sistem yang
teratur dalam suatu pola yang harmonis sehingga dapat
melaksanakan aktivitas-aktivitas untuk mencapai
tujuan yang ditetapkan.
            Kemampuan mengorganisir meliputi pembagian
aktivitas-aktivitas pada setiap karyawan, penentuan
tugas tiap-tiap kelompok, pemilihan orang-orang sesuai
dengan tingkat pendidikan, pendelegasian wewenang,
pemberian tanggung jawab dan pengkoordinasian
macam-macam aktivitas.
3 Kepemimpinan (actuating)

         Kepemimpinan adalah kemampuan


menggerakkan pelaksanaan tindakan-tindakan
bawahannya agar mereka bekerja atas kesadaran
sendiri tanpa merasa dipaksa. Dalam hal ini
diperlukan bakat kepemimpinan dan kewibawaan
sehingga
dapat mengaktifkan semua karyawan untuk bekerja
sesuai dengan bidangnya.
4 Pengawasan (controling)

            Semua fungsi diatas tidak akan berjalan secara


efektif tanpa adanya pengawasan. Pengawasan adalah
proses pengamatan, penelitian, penilaian dari
pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi yang sedang
atau telah berjalan untuk dapat mencapai tujuan yang
telah ditetapkan. Fungsi utama dari pengawasan
adalah memastikan apakah semua sudah berjalan
dengan memuaskan sesuai dengan arah tujuan.
Studi Kelayakan
Studi Kelayakan merupakan suatu kajian sebagai
bagian dari perencanaan yang dilakukan menyeluruh
mengenai suatu usaha dalam proses pengambilan
keputusan investasi yang mengawali resiko yang
belum jelas. Melalui studi kelayakan berbagai hal yang
diperkirakan dapat menyebabkan kegagalan, dapat
diantisipasi lebih awal.      
  Dalam mengelola suatu apotek kegagalan dapat saja terjadi pada
berbagai tahap yaitu pada saat pendirian apotek atau pada saat apotek
melakukan kegiatan.
 Beberapa faktor  yang dapat menyebabkan kegagalan pada proses
pendirian suatu apotek antara lain :
 Apoteker Pengelola Apotek tidak memahami tentang bidang usaha
perapotekan
 Modal yang dibutuhkan ternyata lebih tinggi dari dana yang
diperkirakan.
 Terlalu sedikit konsumen yang datang ke apotek, sehingga
kapasitas kerja jauh melebihi pekerjaan yang ada akibatnya
kegiataan berlangsung tidak efisien.
 Kesulitan dalam pengadaan modal kerja akibat sediaan farmasi
yang harus disediakan bertambah jumlahnya.
Studi kelayakan dalam pendirian apotek meliputi:
1. Survei dan Pemilihan Lokasi
Sebelum mendirikan suatu apotek, sangat penting untuk terlebih dahulu
melakukan survei dan pemilihan lokasi. Lokasi sangat mempengaruhi
kemajuan suatu usaha apotek dan merupakan pemikiran awal yang paling
penting, oleh karena itu pemilihan lokasi harus benar-benar diperhitungkan
sebelum apotek berdiri. Agar usaha apotek dapat hidup secara
berkesinambungan, apotek harus berada pada lokasi yang memungkinkan
untuk memperoleh pelanggan yang terus bertambah. Dengan kata lain, lokasi
apotek harus strategis sehingga menjadi pilihan konsumen.
Menurut Hartono (2003), beberapa keadaan yang penting untuk
dipertimbangkan dalam memenuhi kriteri lokasi yang baik antara lain
terjamin keamanannya, mudah dijangkau, ramai, dekat dengan pemukiman
penduduk, tempat pelayanan kesehatan seperti rumah sakit, praktek dokter,
klinik dan tempat pelayanan kesehatan lainnya. Dengan lokasi yang demikian
diharapkan apotek sebagai tempat usaha akan dapat terus bertahan dan
meningkatkan pelayanannya.
2. Analisis Keuangan

Beberapa hal penting yang harus yang diperhatikan


dalam membuat analisis keuangan :
1. Modal minimal
  Modal minimal adalah modal yang diperlukan untuk
pengadaan sarana dan prasarana sebagai syarat untuk
diperolehnya izin apotek. Modal minimal digunakan
untuk tujuan pengadaan aktiva tetap, aktiva lancar,
biaya awal yang dibutuhkan untuk pendirian dan kas
yang berupa uang kontan baik di tangan maupun di
bank.
2. Sumber modal
 Kesulitan modal merupakan masalah yang sangat sering
dijumpai bagi seorang apoteker sewaktu mendirikan apotek
sendiri. Untuk itu, seorang apoteker harus mempunyai
keberanian dan mau bekerja keras untuk mengusahakan modal
dari berbagai sumber.
Sumber-sumber modal yang dibutuhkan dapat diperoleh dari:
1.  Modal sendiri yaitu modal yang tidak mempunyai jangka
waktu   pengembalian, misalnya modal milik apoteker sendiri
atau keluarga.
2.   Modal kredit yaitu modal yang diperoleh dari pembeli kredit
(kreditur) kepada penerima kreditur (debitur).
Dalam hal ini ada hubungan kepercayaan antara kedua pihak
bahwa dimasa mendatang debitur akan sanggup memenuhi
segala sesuatu sesuai perjanjian. Sumber-sumber modal kredit
ini antara lain adalah bank, teman sejawat, PBF yang umumnya
berupa sediaan   farmasi bersifat  fast moving.
Berdasarkan pada penggunaannya, modal dapat dibagi atas:

1.   Modal tetap (aktiva tetap), yaitu modal yang


keadaannya relatif tetap   misalnya gedung, tanah,
mesin-mesin, kendaraan.
2.   Modal lancar (aktiva lancar) yaitu modal yang
sewaktu-waktu dapat berubah misalnya uang tunai
(kas/bank), piutang, barang dagangan, uang muka.
3.  Analisis impas
Analisis impas adalah suatu cara yang digunakan
untuk mempelajari hubungan antara pendapatan,
biaya dan laba atau keuntungan. Apotek dikatakan
mencapai titik impas apabila didalam laporan
rugi/laba pada periode tertentu, apotek tersebut tidak
memperoleh laba dan juga tidak mengalami kerugian.
Dari analisis titik impas, pengelola apotek dapat
mengetahui pada jumlah penjualan tertentu apotek
tidak mengalami kerugian dan tidak memperoleh
keuntungan (laba). Rumus umum yang digunakan
untuk menentukan titik impas adalah:
Titik impas        atau         Titik impas
Keterangan:
BT              : Biaya tetap yaitu biaya yang besarnya tidak tergantung pada
jumlah      barang yang tidak terjual.
BV             : Biaya variabel yaitu biaya yang besarnya tergantung pada
jumlah barang yang terjual. Untuk apotek BV adalah nilai pembelian dari
barang yang terjual.
Penjualan   : Nilai penjualan dari barang yang terjual. Nilai penjualan
adalah nilai pembelian + margin keuntungan.
HPP           : Harga pokok penjualan yaitu nilai pembelian dari barang yang
terjual pada kurun waktu tertentu, merupakan hasil perhitungan harga
pokok dari persediaan awal + pembelian barang pada kurun waktu tertentu
– persediaan barang akhir.
Omset        : Nilai penjualan dari barang yang terjual pada kurun waktu
tertentu.
4 Pengelolaan Obat/Perbekalan Farmasi

       Pengelolaan obat/perbekalan farmasi merupakan pekerjaan yang


mengarah pada dapatnya dijamin ketersediaan obat dan perbekalan
farmasi lainnya dengan kualitas yang benar, termasuk juga sistem
pengendalian keuangan beserta sumber daya manusianya.
       Perencanaan pengadaan obat/perbekalan farmasi lainnya, akan dapat
lebih terarah dan efisien bila dilakukan oleh tenaga yang terlatih yang
didukung oleh wawasan-wawasan ilmu yang terkait. Perencanaan
pengadaan perlu didukung oleh data analisis pasar antara lain jumlah
penduduk,  kondisi sosial ekonomi dan geografis, masalah kesehatan di
lingkungan sekitar, persepsi masyarakat terhadap kesehatan dan pola
penggunaan obat.  
        Pengelolaan obat/perbekalan farmasi di apotek akan mempengaruhi
kelengkapan, harga, pelayanan dan persediaan obat serta keuangan yang
pada akhirnya akan menentukan citra suatu apotek.
1. Pembelian
Secara umum komoditi di apotek dapat berupa obat, bahan obat dan alat kesehatan
yang pengadaannya dilakukan sewaktu pembelian. Pembelian perbekalan farmasi
didasarkan atas kebutuhan penjualan melalui resep dan penjualan bebas. Pembelian
harus direncanakan dengan baik untuk mencegah terjadinya kekosongan ataupun
penumpukan barang sehingga perputaran barang tidak mengalami hambatan.
Dalam pengadaan perbekalan farmasi penting dipertimbangkan sifat barang,
apakah fast moving atau slow moving, pemilihan distributor meliputi legalitas, harga
yang kompetitif, pelayanan yang cepat, potongan harga yang diberikan, tenggang
waktu pembayaran yang ditawarkan serta dapat membeli dalam jumlah sedikit.
Pemesanan barang dilakukan dengan cara menghubungi pemasok melalui penjualnya
atau melalui telepon dengan menggunakan Surat Pesanan (lampiran 1). Khusus
narkotika, pemesanan dilakukan kepada PBF Kimia Farma dengan menggunakan
Surat Pesanan Narkotika rangkap 5 yang ditandatangani oleh Apoteker Pengelola
Apotek (lampiran 2), untuk psikotropika digunakan Surat Pesanan Psikotropika
(lampiran 3).
Dalam penerimaan barang dari pemasok, perlu dilakukan pemeriksaan di apotek.
Tujuan pemeriksaan adalah untuk memastikan bahwa barang yang masuk sesuai
dengan faktur dan pesanan pembelian, tanggal kadaluarsanya dan kondisi barang
yang dibeli dalam keadaan baik.
2. Penyimpanan dan penataan
Keputusan Menteri kesehatan Republik Indonesia
Nomor  1027/MENKES/SK/IX/2004 yang perlu diperhatikan pada penyimpanan,
yaitu ;
obat/bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Bila isi
dipindahkan pada wadah lain, maka harus dicegah terjadinya kontaminasi dan
harus ditulis informasi yang jelas pada wadah baru, sekurang-kurangnya memuat
nomor batch dan tanggal kadaluarsa.
semua obat/bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai dan menjamin
kestabilan bahan.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan di gudang, yaitu :
Masalah keamanan dan bahaya kebakaran.
Pergunakan ruangan yang tersedia seefisien mungkin baik dari segi besar ruangan dan
pembagian ruangan.
Memelihara gudang dan peralatan dengan sebaik mungkin
Menciptakan suatu sistem yang lebih efektif untuk lebih memperlancar arus barang.
Barang yang datang lebih dulu harus dikeluarkan lebih dulu (metode First In First
Out/FIFO) dan obat dengan kadaluarsa lebih dekat harus dikeluarkan lebih dulu
walaupun obat tersebut datangnya belakangan (metode First Expired First Out/FEFO)
3. Penjualan/pelayanan
Penjualan perbekalan farmasi dapat berupa pelayanan resep dan
penjualan obat bebas, kosmetik dan alat kesehatan. Dalam memberikan
pelayanan kepada konsumen ada beberapa hal yang harus diperhatikan:
1. Kelengkapan obat, obat-obat yang dibutuhkan oleh konsumen hendaknya
tersedia dengan lengkap sehingga dapat melayani dan memenuhi
kebutuhan konsumen baik obat bebas, bebas terbatas maupun obat keras.
2.  Harga obat merupakan faktor yang mempengaruhi pelayanan
kefarmasian di apotek. Pelayanan harga obat yang wajar bagi kemampuan
masyarakat sekitar apotek perlu dipertimbangkan sehingga masyarakat
dapat memperoleh obat dengan harga yang terjangkau dan kualitas yang
terjamin.
3. Pelayanan, pelayanan yang baik dari apotek  terhadap konsumen sangat
diperlukan dan keadaan tempat yang mendukung penjualan dari suatu
apotek  seperti kemudahan parkir, keamanan, kenyamanan ruang tunggu
dan faktor lain yang dapat memberikan nilai tambah bagi apotek sehingga
apotek tersebut menjadi pilihan para konsumen yang membutuhkan obat.
4. Administrasi
 Administrasi merupakan proses pencatatan seluruh kegiatan teknis yang
dilakukan oleh suatu perusahaan, seperti juga sistem usaha lain kegiatan
pengendalian operasional di apotek harus dilakukan secara cermat demi
tercapainya tertib administrasi dan manajemen yang baik.
Administrasi sangat diperlukan dalam pengelolaan suatu apotek untuk
memperoleh sumber informasi yang dapat dipercaya dalam rangka
pengambilan keputusan oleh apoteker pengelola apotek. Oleh sebab itu,
diperlukan strategi khusus yang terencana dengan mantap sehingga
proses pengelolaan bisa berjalan dengan baik.
Administrasi yang dilakukan di apotek  meliputi:
Administrasi umum, meliputi : pencatatan, pengarsipan, pelaporan
narkotika, psikotropika dan dokumentasi sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
Administrasi pelayanan, meliputi : pengarsipan resep, pengarsipan catatan
pengobatan pasien, pengarsipan hasil monitoring penggunaan  obat.
5. Pengelolaan Pelayanan di Apotek

Pengelolaan apotek merupakan segala upaya dan


kegiatan yang dilakukan oleh seorang apoteker dalam
rangka memenuhi tugas dan fungsi apotek.
Pengelolaan apotek sepenuhnya berada ditangan
apoteker, oleh  karena itu apoteker harus mengelola
secara efektif sehingga obat yang disalurkan kepada
masyarakat akan lebih dapat
dipertanggung  jawabkan, karena kualitas dan
keamanannya selalu terjaga.
Pengelolaan apotek dibedakan atas:
a.  Pengelolaan teknis farmasi
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No.1332/Menkes/SK/2002, Bab VI
pasal 10, dibidang kefarmasian pengelolaan apotek meliputi:
1)  Pembuatan, pengelolaan, peracikan, perubahan bentuk, pencampuran,
penyimpanan dan penyerahan obat atau bahan obat
2)  Pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan penyerahan perbekalan farmasi lainnya
3)  Pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi yang meliputi:
Pelayanan informasi tentang obat dan perbekalan farmasi lainnya yang diberikan
baik kepada dokter atau tenaga kesehatan lainnya maupun kepada masyarakat
Pengamatan dan pelaporan informasi mengenai khasiat, keamanan, bahaya,
mutu obat dan perbekalan lainnya.
Hal lainnya yang harus diperhatikan dalam pengelolaan apotek adalah:
1)  Apoteker berkewajiban menyediakan, menyimpan dan menyerahkan perbekalan
farmasi yang bermutu baik dan keabsahannya terjamin
2)  Obat dan perbekalan farmasi lainnya yang karena suatu hal tidak dapat digunakan
atau dilarang digunakan, harus dimusnahkan dengan cara dibakar atau ditanam atau
dengan cara lain yang telah ditetapkan oleh BPOM.
B. Pengelolaan non teknis
farmasi
Pengelolaan ini meliputi semua kegiatan administrasi, keuangan,
personalia, kegiatan material (arus barang) dan bidang lainnya yang
berhubungan dengan apotek.
Pelayanan dapat  diartikan sebagai kegiatan atau keuntungan yang dapat
ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya bersifat
tidak kasat mata dan tidak berujung pada kepemilikan. Dengan semakin
meningkatnya persaingan pasar banyak perusahaan mengembangkan
strategi jitu dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan, salah
satunyaadalah dengan memberikan pelayanan prima yaitu jika perlakuan
yang diterima oleh pelanggan lebih baik daripada yang diharapkan, maka
hal tersebut dianggap merupakan pelayanan yang bermutu tinggi. Supaya
pelayanan prima dapat selalu diwujudkan suatu perusahaan dalam hal ini
adalah apotek, maka perlu ditetapkan standar pelayanan farmasi di apotek.
Tujuan dari standar pelayanan ini adalah:

Melindungi masyarakat dari pelayanan yang tidak


profesional
Melindungi profesi dari tuntutan masyarakat yang
tidak wajar
Pedoman dalam pengawasan praktek apoteker
Pembinaan serta meningkatkan mutu pelayanan
farmasi di apotek
Berdasarkan  Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.1027/Menkes/ SK/2004 pelayanan kesehatan meliputi :

a.  Pelayanan resep
1)  Skrining resep 
- Persyaratan administratif, seperti : nama, SIK, dan
alamat dokter; tanggal penulisan resep, nama, alamat,
umut, jenis kelamin, dan berat badan pasien; nama
obat, potensi, dosis, jumlah yang diminta, cara
pemakaian serta informasi lainnya.
·  Kesesuaian farmasetik : bentuk sediaan, dosis, potensi,
stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian.
·  Pertimbangan klinis : adanya alergi, efek samping,
interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan
lain-lain).
2)  Penyiapan obat
Peracikan yang merupakan kegiatan menyiapkan, menimbang, mencampur,
mengemas dan memberikan etiket pada wadah.
·         Etiket harus jelas dan dapat dibaca
·         Kemasan obat yang diserahkan harus rapi dan cocok sehingga terjaga
kualitasnya.
·         Penyerahan obat pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir
terhadap kesesuaian antara obat dengan resep dan penyerahan obat dilakukan
oleh apoteker disertai pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien.
·         Apoteker harus memenuhi informasi  yang benar, jelas dan mudah
dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana dan terkini. Informasi obat pada
pasien sekurang-kurangnya meliputi : cara pemakaian obat, cara penyimpanan
obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang
harus dihindari selama terapi.
·         Apoteker harus memberikan konseling kepada pasien sehingga dapat
memperbaiki kualitas hidup pasien. Konseling terutama ditujukan untuk pasien
penyakit kronis (hipertensi, diabetes melitus, TBC, asma dan lain-lain)
·         Setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus melaksanakan
pemantauan penggunaan obat.
b.  Promosi dan edukasi
Apoteker harus memberikan edukasi kepada pasien
yang ingin melakukan upaya pengobatan diri sendiri
(swamedikasi) untuk penyakit yang ringan dengan
memilihkan obat yang sesuai dan apoteker harus
berpartisipasi secara aktif dalam kegiatan ini.
c.  Pelayanan residensial (home care)
Apoteker sebagai  care giver  diharapkan juga dapat
melakukan pelayanan kefarmasian yang bersifat
kunjungan rumah, khususnya untuk  kelompok lansia
dan pasien dengan penyakit kronis. Untuk kegiatan ini,
apoteker harus membuat catatan pengobatan pasien
(medication record).
5. Perpajakan

Apotek sebagai tempat usaha, sudah pasti harus membayar pajak. Pajak
adalah suatu kewajiban setiap warga negara untuk menyerahkan sebagian
dari kekayaannya atau penghasilannya (hasil pendapatan) kepada negara
menurut peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh
pemerintah dan dipergunakan untuk kepentingan masyarakat.
Jenis-jenis pajak di apotek antara lain :
Pajak yang dipungut oleh daerah yaitu :
·         Pajak Reklame/Iklan (papan nama apotek)
·         SKITU (Surat Keterangan Izin Tempat Usaha)
Pajak yang dipungut oleh negara (pemerintah pusat) yaitu :
·         Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
·         Pajak Penghasilan (PPh)
·         Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
1.  Pajak Penghasilan (PPh pasal 21)

PPh pasal 21 adalah pajak atas gaji/upah/honorarium,


imbalan jasa dan lainnya yang dibayarkan kepada orang
pribadi, terhutang oleh pemberi kerja (majikan,
bendaharawan pemerintah, perusahaan dan lain-lain)
sehubungan dengan pekerjaan, jabatan dan hubungan
kerja lainnya yang dilakukan di Indonesia.
Penghasilan kena pajak didasarkan pada tarif pajak
penghasilan menurut Peraturan Direktur Jenderal Pajak
No. Kep-139/PJ/2005 mengenai Surat Pemberitahuan
Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak pasal 17 UU PPh
dapat dilihat pada tabel 1 berikut :  
Tabel 1. Penghasilan kena pajak didasarkan
kepada tarif pajak penghasilan

Penghasilan Kena Pajak (PKP) Tarif Pajak


Sampai dengan Rp 25.000.000,00 5%
Rp 25.000.000,00 s/d Rp 50.000.000,00 10 %
Rp 50.000.000,00 s/d Rp 100.000.000,00 15 %
Rp 100.000.000,00 s/d Rp 200.000.000,00 25 %
Di atas Rp 200.000.000,00 35 %
2. Pajak Penghasilan Badan (PPh pasal 25)

    Pajak penghasilan badan pasal 25 adalah pajak yang


dipungut dari perusahaan atas laba yang diperoleh
perusahaan tersebut. Penentuan besar pajak ini
didasarkan pada penghasilan bersih.
3. Pajak Pertambahan Nilai (PPn)
Menurut UU RI No. 18 tahun 2000 tentang Perubahan Kedua
UU No 8 tahun 1983 tentang PPn Barang/jasa bahwa besarnya
tarif PPn adalah 10 %., tarif PPN yang disetorkan ke kas negara
oleh pengusaha kena pajak merupakan selisih dari pajak
pertambahan nilai dari pajak masukan dan pajak keluaran.
Jika pajak masukan lebih besar daripada pajak keluaran maksa
selisih nya merupakan kelebihan pajak yang terhutang dalam
masa berikutnya atau dapat diminta kembali. Tetapi apabila
pajak keluaran lebih besar daripada pajak masukan maka
selisihnya merupakan pajak yang harus disetor ke kasa negara
selambat-lambatnya tanggal 10 setiap bulannya dan
dilaporkan ke kantor pelayanan pajak.
 

Anda mungkin juga menyukai