Anda di halaman 1dari 57

FISIOLOGI

KERJA

1. Feiliana (1201160396)
2. M. Irfan Hammadi A. (1201164178)
3. M. Naufal Noor F. D (1201164299)
4. Desti Rizki Artini (1201164473)
FISIOLOGI?
Memiliki
kapasitas kerja
fisik yang
memadai

Kemampuan Fisik dan Beban


Kerja
Penerapan
sejumlah teknik
perancangan
kerja
Dampak
Buruk?

Kemampuan Fisik dan Beban


Kerja
Kesehatan Kualitas Performansi
Kemampuan Fisik dan Beban
Kerja

Tujuan?

Produktivitas dan
kualitas kerja
terbaik
Sistem Pernapasan

Mekanisme Tersedianya Energi untuk


Kerja
Mekanisme Tersedianya Energi untuk
Kerja
Sistem
Kardiovaskular
Proses Metabolisme
Kapasitas Kerja Fisik
kemampuan maksimal tubuh
dalam menghasilkan energi
dan merupakan fungsi dari
ketersediaan zat-zat gizi serta
kemampuan tubuh dalam
memperoleh oksigen

Kapasitas Kerja Fisik


kemampuan maksimal tubuh
dalam menghasilkan energi
dan merupakan fungsi dari
ketersediaan zat-zat gizi serta
kemampuan tubuh dalam
memperoleh oksigen

Kapasitas Kerja Fisik


Indikator :
1. Kapasitas Aerobik Maksimal
2. Evaluasi Beban Kerja
3. Konsumsi Oksigen
4. Denyut Jantung
5. Penilaian Subjektif
adalah salah satu
indikator penting
Kapasitas Aerobik Maksimal untuk mengevaluasi
kapasitas kerja.
Ditentukan dengan cara
mengukur volume
Kapasitas Aerobik Maksimal oksigen maksimal yang
dapat dihirup seseorang
per satuan waktu
Maximal Test

Kapasitas Aerobik Maksimal Metode :

SubMaximal
Test
• Faktor Somatis • Adaptasi • Nutrisi • Tembakau, • Faktor psikis
• Jenis Kelamin pelatihan Alkohol, • Sikap
dan Usia Kafein, dll • Motivasi
• Dimensi Tubuh
• Kesehatan

Fungsi Pelayanan
1. Bahan Bakar
a) Asupan
• Sifat latihan
b) Penyimpanan • Lingkungan
• Intensitas
c) mobilisasi • Sikap
• Durasi
2. Serapan Oksigen • Tekanan Gas
• Teknik
d) Ventilasi paru Tinggi
• Posisi
e) Keluaran jantung • Panas
• Ritme
f) Ekstrasi oksigen • Tinggi
• Jadwal

Proses menghasilkan energi

Kinerja Fisik
Evaluasi
Beban
Kerja Pengukuran tidak
langsung dilakukan
dengan mengukur
konsumsi oksigen per
menit
Pengukuran
langsung
menggunakan
Calorimetric
Chamber
Evaluasi
Beban
Kerja Pengukuran tidak langsung
dilakukan dengan mengukur
konsumsi oksigen per menit
yang mempresentasikan proses
metabolisme, selain itu juga
dapat dilakukan dengan
mengukur denyut jantung yang
berhubungan secara linier
dengan konsumsi oksigen
Pengukuran langsung
menggunakan
Calorimetric Chamber
Evaluasi
Beban
Kerja Pengukuran tidak
langsung dilakukan
dengan mengukur
konsumsi oksigen per
menit
Pengukuran
langsung
menggunakan
Calorimetric
Chamber
• Untuk memastikan beban
kerja tidak melebihi
kemampuan pekerja
Fungsi Evaluasi Beban Kerja

• Untuk memprediksi
perbaikan yang sesuai
untuk diterapkan
Konsumsi Oksigen
Pengukuran energi yang
dibutuhkan saat seseorang
bekerja umumnya dilakukan
secara tidak langsung melalui
pengukuran jumlah oksigen
yang dikonsumsi per satuan
waktu.
Dengan asumsi 4,8 – 5 kkal
dihasilkan dari setiap liter
oksigen

Konsumsi Oksigen
Pengukuran energi yang
dibutuhkan saat seseorang
bekerja umumnya dilakukan
secara tidak langsung melalui
pengukuran jumlah oksigen
yang dikonsumsi per satuan
waktu.
Nilai Absolut
Kebutuhan Energi

Bekerja ringan sambil Berjalan dengan


berdiri kecepatan 3 km/jam

0,95 kkal/menit 2,6 kkal/menit


Berat-ringannya suatu pekerjaan dapat ditentukan dengan
mengevaluasi nilai absolut kebutuhan energi seorang individu

Total Energi Ekspenditur

Klasifikasi Kj/menit Kkal/menit Denyut Jantung


Pekerjaan (Denyut/menit)

Ringan 10 2.5 ≤90


Sedang 20 5 90-100
Berat 30 7.5 100-120
Sangat Berat 40 10 120-140
Ekstrem Berat 50 12.5 140-160
Besar beban fisiologis juga dapat dievaluasi dengan cara membandingkan
konsumsi oksigen saat bekerja dengan VO2 maksimum pekerja
Model persamaan prediksi konsumsi oksigen
(VO2),
• 
Denyut Jantung

Semakin berat kerja fisik seseorang,


semakin berat pula kerja jantung. Yang
diindikasikan oleh kenaikan denyut
jantung.
Untuk pekerja industri, Brouha (1960) menyarankan agar denyut
jantung tidak melebihi 110 – 155 bpm. Diakhir skilus kerja, pekerja
duduk di sebuah bangku, kemudian diuur temperatur melalui
mulutnya, dan denyut nadi dicatat pada tiga kondisi berikut.

1. HR1 : denyut nadi dihitung dari detik ke-30 sampai 1 menit


2. HR2 : denyut nadi dihitung dari menit ke-1,5 sampai menit ke-2
3. HR3 : denyut nadi dihitung dari menit ke-2,5 sampai menit ke-3
Setelah selesai pengukuran, dilakukan analisis sebagai berikut
a. Jika HR1 -HR3 ≥ 10 dan jika HR1, HR2, HR3 ≤ 90 makan pemulihan
setelah bekerja terjadi secara normal
b. Jika rata-rata HR selama pengukuran ≤ 110, dan HR1 –HR3 ≥ 10,
maka beban kerja tidak berlebihan
c. Jika HR1 –HR3 ˂ 10 dan jika HR3 > 90, maka pemulihan masih kurang.
Berat ringannya suatu pekerjaan dapat pula dievaluasi dengan
menggunakan tabel berikut.
KLASIFIKASI PEKERJAAN DENYUT JANTUNG/MENIT
Ringan 90
Agak Ringan 100
Berat 120
Sengat Berat 140
Amat sangat berat 160

Pendekatan ini didasarkan pada anggapan bahwa semua individu memiliki batas kapasitas yang relatif sama, sesuatu
yang tidak tepat. Untuk itu pendekatan lain menyarankan penggunaan data denyut jantung yang di bandingkan
dengan maksimal heart rate (Hrmaks ) yang mungkin dimiliki seorang individu. Denyut jantung maksimal dipercaya
merupakan fungsi dari usia, dan dapat dinyatakan sebagai berikut.
Maks HR = 220 – umur
= 260 – (0,62 x umur), atau
= 190 – 0,62 x (umur - 25)

Namun sebenarnya prediksi melalui formula ini


tidak didasari dengan latar belakang ilmiah yang
kuat, mempunyai error hingga 10 bpm, dan tidak
dapat di aplikasikan pada anak-anak.
Setelah Hrmaks kita ketahui, beban fisiologis
dapat dihitung dengan menggunakan indikator
heart rate range (HRR) dengan formula sebagai
berikut.
 
𝐻𝑅𝑅 ( % ) =¿ ¿

Dengan,
HRR = Heart Rate Range
HRkerja = Denyut jantung diukur saat bekerja
HRrest = Denyut jantung diukur saat istirahat (diukur
setelah istirahat pada posisi berbaring selama 20 men
HRmaks = denyut jantung maksimal
Besarnya energi yang dikeluarkan untuk suatu pekerjaan daat diukur dengan
memperhitungkan denyut jantung dan faktor demografi. Kemalakannan (2007)
menyatakan model persamaan untuk menghitung beban kerja seperti berikut.

Ecost = -1867 + 8.58HR + 25.1HT + 4.5A – 7.4HR + 67.8G

Dengan,
Ecost : beban kerja (watt)
HR : denyut jantung saat bekerja (bpm)
HT : tinggi badan (inc)
A : Umur (tahun)
RHR : denyut jantung saat beristirahat
G : jenis kelamin (m = 0, f = 1)
1 watt setara dengan 0,0143 kkal/menit
Sementara, Keytel (2005) mengukur beban kerja dalam persamaan berikut.

Ecost = 55,0959 + (HR X 0,639) – (W x 0,1988) + (A x 0,2017)

Dengan,
Ecost : beban kerja (kj/menit)
W : bobot badan (kg)
1 kj/menit setara dengan 0,0143 kkal/menit
Beberapa penelitian tentang pengukuran energi lainnya dinyatakan
dalam persamaan-persamaan dalam tabel berikut.
PERSAMAAN
Keytel (2005) EE = -20,4022 + (0,4472 HR) – (0,1263 w) + (0,074 A)
EE = pengeluaran energi
HR = denyut jantung (denyut/menit)
w = bobot badan (kg)
A = usia (tahun)
Rakhmaniar (2007) Y = 0,014 HR + 0,017 w – 1,706
Y = konsumsi oksigen (liter/menit)
HR = denyut jantung (denyut/menit)
W = bobot badan (kg)
Kamalakannan etat MWR = -1967 + 8.58HR + 25.1 HT + 4.5 A – 7.47RHR + 67.8G
(2007) MWR = metabolitc work rate (W)
HR = denyut jantung bekerja (denyut/menit)
HT = tinggi badan (inci)
A = usia (tahun)
RHR = denyut jantung istirahat (denyut/menit)
G = 1 untuk wanita, 0 untuk pria
Saat tubuh bekerja lebih
keras, sejumlah fisiologi
akan secara bersama-sama
meningkat, termasuk
denyut jantung maupun
konsumsi oksigen
Hubungan antara denyut
Saat tubuh bekerja lebih
jantung dan konsumsi
keras, sejumlah fisiologi
oksigen dapat
akan secara bersama-sama
dikembangkan menjadi
meningkat, termasuk
suatu persamaan untuk
denyut jantung maupun
menggambarkan
konsumsi oksigen
hubungan tersebut.
Hubungan antara denyut
Saat tubuh bekerja lebih
jantung dan konsumsi
keras, sejumlah fisiologi
oksigen dapat
akan secara bersama-sama
dikembangkan menjadi
meningkat, termasuk
suatu persamaan untuk
denyut jantung maupun
menggambarkan
konsumsi oksigen
hubungan tersebut.

Denyut jantung juga


merupakan suatu respons
fisiologis yang relatif
sensitif terhadap hal hal
yang tidak berhubungan
langsung dengan intesitas
kerja fisik.
5. Peniliaian Subjektif
Penilaian atas beban kerja dapat pula dilakukan dengan memanfaatkan persepsi
seseorangn atas beban yang dirasakan oleh tubuh pada saat melakukan
pekerjaan. Manusia pada dasarnya memiliki kemampuan untuk menilai
besarnya usaha yang dialkukan sebagai fungsi dari intensitas kerja. Dengan
memanfaatkan psychophysics, dapat dikembangkan suatu model matematis
yang memperlihatkan hubungan suatu stimulus fisik (intensitas kerja) dengan
sensasi psikologis yang dirasakan oleh seorang invidiu. Dengann memanfaatkan
model seperti ini, berat atau ringannya suatu aktifitas fisik dapat dievaluasi
dengan cara memperolehi masukan berupa nilai (rating) dari ekerja yang
bersangkutan.
Skala RPE (Kroemer, 2001, p:11)
Borg pada 1960 mengembangkan suatu Skala Deskriptif
skala yang disebut sebagai RPE (rating of
perceived exertion), yang dapat digunakan 6 Tidak ada usaha sama sekali
untuk menilai seberapa besar usaha yang
7.5 Amat sangat ringan
dikeluarkan oleh seorang dalam melakukan
suatu aktivitas tertentu. Skala ini terdiri atas 9 Sangat ringan
sejumlah angka (antara 6-20), yang
merepresentasikan bearnya usaha kerja. 11 Ringan
Angka-angka pada skala ini bila dikalikan 13 Agak berat
dengan 10, akan mencerminkan denyut
jantung per menit. Skala ini kemudian di 15 Berat
perbaiki dengan rentang niai 0-10 (atau lebih)
dan diakui bersifat sebagai skala rasio 17 Sangat berat
(borg,1990). Skala ini dapat pula digunakan 19 Amat sangat berat
oleh pekerja dalam menilai tingkat
ketidaknyamanan atau rasa nyeri yang 20 Usaha maksimal
muncul karena usaha fisik yang dibutuhkan
untuk melakukan suatu pekerjaan.
Skala Deskriptif
0 Tidak ada usaha sama sekali
0.5 Amat sangat lemah
1 Sangat lemah
3 Moderat
5 Kuat
7 Sangat kuat
10 Amat sangat kuat

Dalam praktiknya skala borg ini dapat digunakan untuk menilai upaya fisik yang bersifat
keseleruhan (whole body), ataupun intensitas atau ketidak nyamanan yang bersifat lokal
(bagian tubuh tertentu). Skala ini telah digubakan di banyak penelitian yang mengevaluasi
beban kerja fisik. Namun, penggunaan skala ini sebagai satu-satunya indikator beban kerja
tidak disarankan. Di samping itu, perlu diperhatikan bahwa penggunaan Bahasa Inggris pada
skala tersebut mungkin tidak sepenuhnya dapat dipahami oleh pekerja Indonesia, sehingga
tentunya dapat menghasilkan informasi yang bias.
Langkah berikutnya setelah
memahami beban kerja
dapat dievaluasi adalah
memastikan bahwa suatu
pekerjaan tidak butuh
energi yang berlebihan.

Intervensi
Langkah berikutnya setelah
memahami beban kerja
dapat dievaluasi adalah
memastikan bahwa suatu
pekerjaan tidak butuh
energi yang berlebihan.

Intervensi
Dengan cara melalui
perancangan ulang atas sistem
kerja yang bersangkutan serta
pengaturan kerja yang bersifat
administratif seperti istirahat
kerja,kerja sama pegawai dll.
Langkah berikutnya setelah Contohnya adalah
memahami beban kerja pekerjaan berulang dengan
dapat dievaluasi adalah posisi bungkuk butuh
memastikan bahwa suatu energi lebih banyak
pekerjaan tidak butuh daripada pekerjaan posisi
energi yang berlebihan. berdiri

Intervensi
Dengan cara melalui
perancangan ulang atas sistem
kerja yang bersangkutan serta
pengaturan kerja yang bersifat
administratif seperti istirahat
kerja,kerja sama pegawai dll.
Langkah berikutnya setelah Contohnya adalah
memahami beban kerja pekerjaan berulang dengan
dapat dievaluasi adalah posisi bungkuk butuh
memastikan bahwa suatu energi lebih banyak
pekerjaan tidak butuh daripada pekerjaan posisi
energi yang berlebihan. berdiri

Intervensi
Dengan cara melalui
Solusinya : mendesain perancangan ulang atas sistem
ulang metode dan kerja yang bersangkutan serta
peralatan kerja sehingga pengaturan kerja yang bersifat
objek kerja berada pada administratif seperti istirahat
ketinggian yang diinginkan kerja,kerja sama pegawai dll.
Pemberian waktu
istirahat yang cukup
dapat membantu
seseorang saat
melakukan
pekerjaan berat.

Pemberian Waktu Istirahat


Istirahat yang
berskala lebih baik
dari istirahat yang
Pemberian waktu panjang namun
istirahat yang cukup hanya sekali
dapat membantu
seseorang saat
melakukan
pekerjaan berat.

Pemberian Waktu Istirahat


Istirahat yang
berskala lebih baik
dari istirahat yang
Pemberian waktu panjang namun
istirahat yang cukup hanya sekali
dapat membantu
seseorang saat
melakukan
pekerjaan berat.

Pemberian Waktu Istirahat

Contoh : di bidang
konstruksi,
kehutanan dll.
Pemberian waktu istirahat

•  Persamaan Murrell :

dengan :
R: lama waktu istirahat (menit), untuk diberikan setelah kerja
w: lama waktu kerja yang dilakukan secara berturut-turut (menit)
b: rata-rata energi yang dikeluarkan saat kerja (kkal/menit)
s: batas energi yang boleh dikeluarkan (kkal/menit) untuk kerja
delapan jam berturut-turut.
Sedangkan di Indonesia
adalah 5,4 kkal/menit
untuk pria sedangkan
s menunjukan batas energi
wanita nya 3,6 kkal/menit.
yang diperbolehkan yaitu
5,33 kkal/menit untuk
sepertiga rata-rata kapasitas
maksimal pekerja pria di AS.
Untuk wanita nya 4
kkal/menit

0,3 kkal/menit adalah


energi yang
dikeluarkan saat
istirahat
Pemilihan pekerja dapat
dilakukan agar pekerja yang
memiliki karateristik fisiologi
tertentu yang melakukannya
Pemilihan pekerja dapat
dilakukan agar pekerja yang Karateristiknya diliat dari usia
memiliki karateristik fisiologi nya,memiliki Vo2 maks cukup
tertentu yang melakukannya tinggi dll
Pemilihan pekerja dapat
dilakukan agar pekerja yang Karateristiknya diliat dari usia
memiliki karateristik fisiologi nya,memiliki Vo2 maks cukup
tertentu yang melakukannya tinggi dll

Contohnya: proses
pemasangan pipa pada suatu
ketinggian

Anda mungkin juga menyukai