Anda di halaman 1dari 16

URGENSI IJMA’ PADA MASA MODERN

(IJTIHAD KOLEKTIF SEBAGAI TAWARAN BARU)

Muhammad Sopiyan
3210110010
ABSTRAK

“ pada segmen-segmen hukum tertentu masih banyak hal yang belum tersentuh oleh
teks-teks al-Qur’an dan al-Hadits, sementara realita perkembangan budaya dan

Perbincangan (discourse) tentang ijma‟ menjadi sangat signifikan dan urgen, sebab

peradaban manusia semakin kompleks seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi, sehingga semakin banya dijumpai wacana-wacana serta permasalahan baru
yang secara ekplisit dasara hukumnya tidak terdapat dalam al-Qur’an dan al-Hadits
PENDAHULUAN
Ijma’ muncul setelah Rasulullah wafat, para sahabat melakukan
Dalam menyelesaikan persoalan baru yang
ijtihad untuk menetapkan hukum terhadap masalah-masalah
yang mereka hadapi.   berkembang di masyarakat, ijtihad individu atau
Khalifah Umar Ibnu Khattab misalnya selalu ijtihad fard sepertinya belum cukup akurat,
mengumpulkan para sahabat untuk berdiskusi dan bertukar tetapi ada tawaran baru yaitu dengan
fikiran dalam menetapkan hukum, jika bersatunya mujtahid-mujtahid individu ke dalam
mereka telah sepakat pada satu hukum, maka ia menjalankan ijtihad jama’i atau sekarang lebih populer
pemerintahan berdasarkan hukum dengan sebutan ijtihad kolektif
yang telah disepakati.

ada beberapa yang masih bertentangan tentang kehujjahan


ijma’ untuk dijadikan sumber dalam pengambilan hukum, hal ini
disebabkan karena dalam pelaksanannya saja  sudah menuai
perbedaan. Beberapa kelompok meyakini bahwa ijma’ yang
bisa dijadikan hujjah yaitu ijma’ yang terjadi di kalangan sahabat
saja dan beberapa ulama’ ada yang berargumentasi bahwa
Oleh karena itu dalam makalah ini penulis berusaha ijma’
membahas apa yang dimaksud ijtihad kolektif, syarat- masih bisa dilakukan pada masa-masa setelah sahabat.
syaratnya sampai pada lembaga-lembaga aplikasi Apalagi pada masa sekarang yang banyak bermunculan
ijtihad kolektif. Sebelum menuju ke sana penulis akan permasalahan baru yang membutuhkan jawaban, sehingga
membahas terlebih dahulu tentang konsep ijma’ ijma’ atau istimbath hukum dengan jalan muayawarah sangat
 diperlukan yang nantinya akan menemukan titik terang dalam
menyelesaikan
persoalan
PEMBAHASAN
Pendapat IMAM
Imam Malik
Imam Syafii ijma merupakan persetujuan
pendapat ahl-al halli w al aqdi dari
ijma’ menurutnya adalah kesepakatan
umat in karena menurunya suatu
para ulama tentang suatu hukum
urusan yang telah di ijma’i maka ia
syara’. Syafi’i dalam risalahnya hanya
menggunakan kata “ jama’ah A B telah di ijmai oleh para ahli figih
dan ahli ilmu dan mereka tidak
muslimin”. Syafi’i menegaskan bahwa
berselisih di dalamnya.
ijma’ merupakan dalil yang kuat, pasti
serta berlaku secara luas pada semua
C D
bidang

Imam Abu Hanifah Imam Ahmad


ijma seperti yang di definisikan bahwa ijma tidak mungkin terjadi
oleh jumhur ulama sunny lainya dan sangat sulit untuk
yaitu kesepakatan para mujtahid mengetahuinya karena ijma tidak
ulama islam di suatu masa mungkin
sesudah masa Nabi saw terhadap terjadi selain pada masa sahabat.
suatu urusan
Imam Maliki
Imam Hanafi
Sedangkan Menurut Mazhab Maliki,
Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa ijma
merupakan salah satu hujjah agama dan One
kesepakatan sudah dianggap ijma’ meskipun
hanya merupakan kesepakatan penduduk
mereka tidak membedakan antar macam-
macam ijma (ijma qauli dan ijma sukuti),
adapun dalam pandangan Imam Hanafi
Columns
Madinah yang dikenal dengan ijma’ ahl al-
madinah. Lebih lanjut pendapatnya bahwa
persetujuan pendapat ahl-al halli w al aqdi dari
menetapkan ijma hanya melalui logika (dalil
akal). Sementara menurut Imam Malik ijma
penduduk Madinah yang dapat dijadikan hujjah
Designed
umat karena menurutnya suatu urusan yang
telah diijma’kan maka ia telah diijma’kan oleh
para ahli fikih dan ahli ilmu dimana mereka
Ijma dalam yaitu ijma mereka terhadap masalah-masalah tidak berselisih di dalamnya
yang telah di tetapkan oleh Rasulullah SAW
Pandangan Imam
Mazhab Imam Ahmad
Imam Al-Ghazali

Menurut Al-Ghazali dalam Kitab al-Mustasfa fi


Imam Ahmad sendiri memiliki pendapat lain
Ilm al-Ushul-nya, mendefinisikan ijma’
mengenai ijma’, dalam pandangan Imam
sebagai kesepakatan umat Muhammad tentang
Ahmad (pendiri madzhab Hambali) bahwa ijma’
suatu masalah agama. Al-Amidi memberikan
tidak mungkin terjadi dan sangat sulit untuk
definisi yang agak lebih khusus, di mana
diketahuinya karena ijma tidak mungkin
menurutnya ijma’ merupakan suatu
terjadi selain pada masa sahabat
kesepakatan yang dihasilkan oleh umat Islam,
karena hanya apabila disepakati oleh seluruh
umat Islam, maka suatu pendapat yang
terhindar dari kesalahan
Imam Hanafiyah
Imam Syafii dan maliki
Bagi kalangan Hanafiyah, mereka menyatakan
Menurut Imam Syafi’i dan kalangan Malikiyyah, bahwa ijma’ sukuti sah jika digunakan sebagai
ijma’ sukuti tidak dapat dijadikan landasan landasan hukum, karena diamnya mujtahid
pembentukan hukum, dengan alasan diamnya dipahami sebagai persetujuan. Karena jika
sebagian ulama mujtahid belum tentu mereka tidak setuju dan memandangnya keliru
menandakan setuju, bisa jadi takut dengan mereka harus tegas menentangnya. Jika tidak
penguasa atau sungkan menentang pendapat menentang dengan tegas, artinya setuju
mujtahid yang punya pendapat karena
dianggap sepuh. Karakteristik
Ijma’ Imam
Abu Muslim Al-Ashfahani
Penulis Madzhab
para ulama menetapkan bahwa ijma’ sahabat
Ringkasnya ijma’ sesudah masa sahabat tidak
itu dipandang/diterima ijma’nya dan orang di
mungkin terjadi. Akan tetapi ijma’ dalam arti
belakang para sahabat diperselisihi. Abu
“mengumpulkan para ahli bermusyawarah
Muslim menetapkan pula, bahwa ijma sesudah
sebagai ganti para amirul mu’minin” itulah yang
sahabat tak mungkin diketahui ada/terjadi. Abu
mungkin terjadi. Dan inilah ijma’ yang terjadi di
Muslim Al-Ashfahani menegaskan bahwa sukar
masa Abu Bakar dan Umar.
untuk diketahui ada/terjadi ijma’ selain dari ijma’
sahabat yang masih sedikit jumlah orang-orang
yang dipandang ahli ijma’. Keadaan itu
memungkinkan mereka berkumpul atau
memberi persetujuan kepada sesuatu pendapat
orang lain.
Ann-Nisa’ 115

Artinya: “Dan barang siapa yang menentang


Rasulullah SAW. sesudah jelas kebenaran One
baginya dan mengikuti jalan yang bukan
jalan orang-orang yang mukmin, kami
biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang
Columns
telah dikuasainya itu, dan kami masukan ia ke
dalam neraka jahannam, dan jahannam itu
seburuk-buruk tempat kembali”.
Hadis Designed
Di dalam Hadits-hadits Rasulullah, banyak
Dasar Hukum sekali yang menjelaskan kedudukan ijma’,
diantaranya hadits yang diriwayatkan dari
Ijma’ Abu Daud danTarmizi: “Laa tajtami’u ummati
‘ala al khatha’ ” (tidak mugkin umatku akan
bersepakat dalam kesesatan), dan dalam hadits
lain yang diriwayatkan oleh Ahmad dan al-
Tabrani: “sa altu ‘azaa wajalla an laa tajtami’u
ummati ‘alaa dholaalah fa a’thaa nihaa”, (aku
memohon kepada Allah agar umatku tidak
bersepakat terhadap sesuatu yang sesat,
lalu Allah mengabulkannya).
Menurut Wahbah az-Zuhaili
(syarat Ijma’)

yang melakukan ijma’ tersebut adalah orang-orang


1 yang memenuhi persyaratan ijtihad

kesepakatan itu muncul dari mujtahid yang bersifat


2 adil (berpendirian kuat terhadap agamanya)

Mujtahid yang terlibat adalah yang berusaha


3 menghindarkan diri dari ucapan atau dari perbuatan
bid’ah
Syarat dan
Menurut ulama ushul fiqh Rukun Ijma’
(Rukun Ijma’)
Yang terlibat dalam pembahasan hukum syara’ melalui
1 ijma’adalah seluruh mujtahid

mujtahid yang terlibat dalam pembahasan hukum


2 adalah seluruh mujtahid yang ada pada masa
tersebut dari berbagai belahan dunia Islam

kesepakatan itu diawali dari masing-masing mujtahid


3 setelah mereka mengemukan pandangannya

hukum yang disepakati itu adalah hukum syara’yang


4 bersifat aktual dan tidak ada hukumnya dalam al-qur’an
ataupun dalam hadits Rasulullah SAW
Kehujjahan ijma’ sharih Kehujjahan ijma’ sukuti
Jumhur telah sepakat bahwa ijma’ Ijma’ sukuti telah dipertentangkan
sharih itu merupakan hujjah secara kehujjahannya di kalangan para
qath’i, wajib mengamalkannya dan ulama. Sebagian dari mereka tidak
haram menentangnya. Bila sudah memandang ijma’ sukuti sebagai
terjadi ijma’ pada suatu hujjah bahkan tidak mengatakan
Macam- permasalahan maka itu menjadi
hukum qath’i yang tidak boleh
sebagai ijma’. Di antara mereka ialah
pengikut Maliki dan Imam Syafi’i

macam ditentang, dan menjadi menjadi


masalah yang tidak boleh diijtihadi
yang menyebutkan hal tersebut
dalam berbagai pendapatnya
lagi.
Ijma’ Mereka berargumen bahwa diamnya
Sebagian besar golongan Hanafi dan
Imam Ahmad bin Hambal
sebagian mujtahid itu mungkin saja menyatakan bahwa ijma’ sukuti
menyepakati sebagian atau bisa saja merupakan hujjah qath’i seperti
tidak sama sekali halnya ijma’ sharih.
Jumhur ulama berpendapat, bahwa ijma’ dapat dijadikan
argumentasi (hujjah) berdasarkan hadits-hadits yang
menyatakan bahwa umat Muhammad tidak akan bersepakat
terhadap kesesatan dan apa yang menurut pandangan
kaum muslimin baik, maka menurut Allah juga baik. Oleh
karena
itu, amal perbuatan para sahabat yang telah disepakati
dapat dijadikan argumentasi.
Dr. Umar Sulaiman al-Asyqor

One
Pertama, Penentuan para personal yang Menurut Prof. Dr. Wahbah az-Zuhayli,
mempunyai validitas untuk berkonsensus
(dianggap konsensusnya). jika ijtihad dilakukan dengan sistem kolektif

Kedua, Penentuan corak permasalahan-


Columns
maka ia adalah konsensus (Ijma’), namun jika
dilakukan secara individual maka ia adalah
silogisme (Qiyas).
permasalahan yang dianggap dalam
konsensus. Terlepas dari perdebatan soal
terminologisnya, ia disepakati (al-Muttafaq
Designed
Alaih) sebagai sumber hukum ketiga setelah al-
Ijma’ Pada Masa Qur’an dan Hadits
Modern Pendapat Yusuf Qardhawi bahwa seyogyanya
dalam menyelesaikan permasalahan baru yang
besar tidak cukup dengan ijtihad individu (fard)
tetapi hendaknya melakukan tranformasi dari
ijtihad fard ke ijtihad jama’i atau yang sekarang
dikenal dengan istilah ijtihad kolektif, dimana
para ilmuwan bermusyawarah tentang semua
persoalan yang terjadi, terutama hal-hal yang
bercorak umum dan sangat penting bagi
mayoritas muslim, karena ijtihad kolektif lebih
mendekati kebenaran daripada pendapat
perseorangan
Definisi

Ijtihad kolektif merupakan aplikasi dari firman Allah yang berbunyi: IJTIHAD KOLEKTIF  
1 “dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu.”
“sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka QS.
SEBUAH TAWARAN
BARU
Ali Imron: 159.

Ijtihad kolektif merupakan aplikasi dari firman Allah yang berbunyi:


2 “dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu.”
“sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka QS.
Ali Imron: 159.

Menurut Dr. Ahmad Bu’ud, ijtihad kontemporer hanya bisa dilakukan dengan
merealisasikan ijtihad kolektif (ijtihâd jama’îy). Kebutuhan ijtihad kolektif
3 didasari oleh realita dan problematika masyarakat yang komplikatif, yang tidak
bisa hanya diselesaikan oleh individu perorangan saja, walaupun orang
tersebut memiliki kapabilitas
Definisi

Menurut Yusuf Qardhawi ada dua metode yang tepat dan cocok digunakan
IJTIHAD KOLEKTIF  
dalam menghadapi era globalisasi ini, yaitu : SEBUAH TAWARAN
BARU
Pertama, ijtihad intiqa’i (tarjih) dengan mengambil pendapat terkuat para
ulama’ terdahulu kemudian mneyeleksi yang paling kuat dalilnya dan lebih
4 relevan dengan keadaan sekarang.

Kedua, ijtihad insya’i, pengambilan kesimpulan baru dari persoalan dan


belum pernah dikemukakan oleh ulama’ terdahulu. Sehubungan dengan
ijtihad insya’i ini, agar pelaksanaannya efektif dan menghasilkan suatu
hukum yang dapat menyelesaikan permasalahan  maka perlu digalakkan
ijtihad kolektif (jama’i)
Syarat Ijtihad kolektif

Para mujtahid yang ada dalam ijtihad kolektif juga


harus memenuhi persyaratan yang ada dalam IJTIHAD KOLEKTIF  
mujtahid, seperti Islam, taklif, adil, memahami al- SEBUAH TAWARAN
BARU
Qur’an dan sunah, memahami bahasa Arab,
memahami ushul fiqh, memahami esensi tujuan
syari’at, memahami masalah yang sudah jadi ijma’ dan
memahami situasi masanya
Lembaga-lembaga Aplikasi
Ijtihad Kolektif

Majelis Ulama Indonesia (MUI), Majma’ al-buhuts al-Islamiyyah


al-Azhar, Lembaga Fatwa Mesir (Dâr Iftâ’ Mishriy), Lembaga IJTIHAD KOLEKTIF  
Fikih Islam Mekah yang berpusat di Jedah, Majelis Fatwa SEBUAH TAWARAN
BARU
Eropa dan Amerika Utara dan masih banyak lagi lembaga-
lembaga Islam yang bergerak dalam bidang ijtihad.

Dr. Qutub Musthafa


Sanu

Lembaga Ijtihad Lokal


Lembaga Ijtihad Regional Lembaga Ijtihad Internasional
(wilayah atau provinsi)

Indonesia Muhammadiyah (Majelis Tarjih dan Tajdid ) dan  


Nahdhatul Ulama (Bahsul Masa’il)
ijtihad Penutup
merupakan
kunci untuk
menyelesaika
n problem dan
permasalahan 03 02 01
baru dalam
masyarakat

IJMA’
Add Contents Title
Add Contents Title

AL-QUR’AN
AL-SUNNAH
yang tidak
ditemukan
Kesimpulan
pada kitab-
Mashodir Al-tasyri’ Al-muttafaq
kitab klasik. alaih
Ijtihad yang
dilakukan
secara
individu dirasa
kurang
mampu
menjawab
permasalahan
yang semakin
kompleks
Thank you

Anda mungkin juga menyukai