Anda di halaman 1dari 18

PRESENTASI JURNAL READING

Terapi Anti Inflamasi Nonsteroidal Pada Uveitis


Anterior Akut Rekuren

Oleh:
Holly Diany
Mustikawati

STASE MATA, RSUD CARUBAN, 2013


Terapi Anti Inflamasi
Nonsteroidal Pada Uveitis
Anterior Akut Rekuren
Vanessa M. B. Fiorelli, MD, Pooja Bhat, MD, and
C. Stephen Foster, MD, FACS, FACR

Informa Healthcare USA, 2010


INTRODUKSI
• Uveitis anterior akut rekuren adalah peradangan
intraokular, paling umum ditemukan.
• Sekitar 8,2 kasus baru per 100.000 orang
pertahunnya.
• Dari sudut pandang etiologinya salah satu
penyakit yang paling sulit untuk didiagnosa.
• Dengan diperkenalkannya kortikosteroid pada
tahun 1949 Kortikosteroid topikal  lini
pertama untuk penyakit inflamasi akut pada
mata.
• Sebelum munculnya kortikosteroid, obat NSAID
(aspirin)  digunakan dalam pengobatan
peradangan pada mata.
• Pengalaman penulis di Massachusetts Eye
Research and Surgery Institution (MERSI) 
NSAID oral sangat berguna dalam pengelolaan
jangka panjang terhadap pasien dengan
nongranulomatous, idiopatik akut, atau HLA-B27
yang terkait dengan uveitis anterior yang rekuren.
• Jurnal ini menyajikan analisis secara retrospektif
terhadap penggunaan NSAID oral sebagai
profilaksis dalam pencegahan rekurensi dari uveitis
pada pasien dengan uveitis anterior yang rekuren.
TUJUAN
Untuk mengetahui efek terapi anti inflamasi
nonsteroidal (NSAID) dalam mencegah terjadinya
rekurensi uveitis pada pasien dengan
nongranulomatous berulang, idiopatik, atau HLA-
B27 yang terkait dengan uveitis anterior akut
(AAU).
METODE
• Kasus diambil secara retrospektif dari 59 pasien yang
terdiagnosis uveitis anterior akut (AAU) berulang oleh
MERSI  Mei 2005 dan April 2008  diobati dengan
obat celecoxib atau obat diflunisal.
• Semua pasien uveitis baik yang berulang maupun yang
akut harus melalui periode follow-up minimal 1 tahun
sebelum dan setelah dimulainya terapi NSAID oral.
• 59 pasien yang terdiagnosis uveitis menjalani tes
skrining standar yang dilakukan oleh MERSI termasuk
tes terhadap sifilis dan HLA-B27.
• Semua pasien diperiksa oleh penyidik ​utama (CSF) di setiap kunjungan.

• Klasifikasi uveitis rekomendasi Uveitis Study Group International. Sedangkan peradangan ruang

anterior pada mata dinilai seperti yang didefinisikan oleh Foster dan Vitale.

• Menurut SUN deskripsi kelompok uveitis:

▫ Serangan akut  jika onset tiba-tiba dan lamanya kurang dari 3 bulan.

▫ Pasien dengan tanda-tanda, gejala, dan hasil pemeriksaan laboratorium yang mengarah ke penyakit

rheumatologic dievaluasi lebih lanjut oleh konsultasi rheumatologi.

• Beberapa variabel yang dinilai:

▫ Usia saat onset muncul

▫ Jumlah dan durasi serangan

▫ Penyakit sistemik terkait

▫ Waktu dan durasi penggunaan kortikosteroid topikal

▫ Waktu serta durasi penggunaan NSAID sistemik.

• Rekurensi peradangan sebelum memulai terapi NSAID dicatat dari dokumentasi dalam catatan grafik

dari pasien yang diperoleh dari dokter yg merujuk, sedangkan setelah pemberian terapi NSAID tercatat

pada pemeriksaan di MERSI seperti efek samping sementara pada NSAID.


• Perbaikan didefinisikan sebagai tidak adanya kekambuhan atau inflamasi lagi setelah

berhentinya menggunakan terapi NSAID sistemik / terapi kortikosteroid sistemik selama

minimal 6 bulan.

• NSAID sistemik yang dievaluasi dalam penelitian ini adalah celecoxib (Celebrex, Pfizer, New

York, NY) dan diflunisal (Dolobid, Merck, Rahway, NJ).

• Analisis statistik dilakukan dengan menggunakan uji Wilcoxon untuk membandingkan

perbedaan dari kambuh sebelum dan selama pengobatan NSAID.

• Mann-Whitney test digunakan untuk membandingkan perbedaan dalam follow up serta

remisi antara kelompok berikut: celecoxib dan diflunisal, HLA-B27 positif dan negatif, dan

kelompok pria dan wanita.

• Nilai P kurang dari 0,05 dianggap signifikan secara statistik.

• Penelitian ini telah disetujui oleh Institutional Review Board dari Massachusetts Eye dan

Ear Infirmary dan dilakukan dalam konkordansi dengan Deklarasi Helsinki.


HASIL
• Usia rata-rata pada penelitian tersebut adalah 43 ± 11,7 tahun.
• 26 laki-laki dan 33 perempuan.
• Penyakit autoimun sistemik diamati pada 13 pasien (11 wanita
dan 2 laki-laki):
▫ Spondilitis (n = 4)
▫ Juvenile idiopathic arthritis (n = 2)
▫ Psoriasis (n = 2)
▫ Fibromyalgia (n = 1)
▫ Tiroiditis Hashimoto ( n = 1)
▫ Rheumatoid arthritis (n = 1)
▫ Penyakit Crohn (n = 1).
• Semua pasien di follow up setidaknya 1 tahun sebelum
diberikan terapi dengan menggunakan NSAID.
• Perbedaan dalam tingkat kekambuhan sangat
signifikan secara statistik pada p < 0.001.
• Kelompok pasien dibagi berdasarkan jenis
kelamin
(laki-laki= 26; perempuan= 33).
• Semua pasien tetap dalam remisi rata-rata sekitar
18,22 bulan.
• Hasil juga dianalisis berdasarkan pada pasien yang
menerima celecoxib (n = 30) dibandingkan dengan
pasien yang menerima diflunisal (n = 29).
• Dari 30 pasien yang menerima celecoxib:
▫ 26 menerima dosis 20 mg
▫ 4 sisanya pasien menerima 100 mg.
• Semua pasien pada kelompok diflunisal menerima
500 mg.
• Perbedaan antara tingkat kekambuhan pada terapi
celecoxib versus terapi diflunisal secara statistik
tidak ditemukan nilai yang signifikan
(p = 0,165).
• Pasien pada terapi celecoxib tetap dalam remisi lagi (21 ±
5,50 bulan) Pasien yang diterapi dengan diflunisal (15,34 ±
5,78 bulan).
• Perbedaan ini ditemukan secara statistik dan signifikan
dengan nilai p <0.001.
• Terdapat satu pasien yang mengalami efek samping pada
terapi celecoxib.
• Sepuluh pasien mengalami efek samping pada kelompok
terapi diflunisal.
• Penelitian ini juga dibagi berdasarkan status HLA-B27.
• Kelompok HLAB27 positif :
▫ Rata-rata follow up pada kelompok HLAB27 positif adalah 20,43 bulan dan tingkat
kekambuhan sebelum pengobatan dengan NSAID ditemukan menjadi 2.24.
▫ Pasien-pasien tetap dalam remisi selama 17 bulan pada terapi NSAID sedangkan
tingkat kekambuhan saat obat NSAID diberikan adalah 0,24.
• Kelompok HLA-B27-negatif :
▫ Rata-rata follow up dalam kelompok HLA-B27-negatif adalah 21,84 bulan dengan
tingkat kekambuhan sebelum perawatan menjadi 2,97.
▫ Lamanya remisi saat pengobatan adalah 18,84 bulan.
▫ Tingkat kekambuhan dalam kelompok ini adalah 0,66 selama pengobatan.
• Perbedaan dalam tingkat kekambuhan sebelum dan selama terapi NSAID pada kedua
kelompok itu sangat signifikan secara statistik yaitu dengan nilai p <0.001.
DISKUSI
• NSAID memiliki sifat anti-inflamasi, analgesik, dan anti-piretik
berdasarkan kemampuan mereka untuk menghambat sintesis
prostaglandin melalui jalur (COX) siklooksigenase.
• Ketika jaringan rusak, baik oleh cedera atau peradangan, jaringan
fosfolipid kemudian dilepaskan dibantu oleh enzim fosfolipase A2
yang dihasilkan dari asam arakidonat (AA).
• COX mengakibatkan AA untuk menghasilkan endoperoxidases
PG-G2 dan H2, yang merupakan prekursor prostaglandin (PG) di
okular dan di jaringan.
• PG meningkatkan permeabilitas pembuluh darah okular,
menimbulkan hiperemia konjungtiva, perubahan tekanan
intraokular, dan meningkatkan peradangan.
• NSAID memiliki aktivitas menangkap radikal bebas dan anti-
chemotactic, yang memodulasi imunitas humoral dan selular
selama efek bereaksi.
• Mekanisme spesifik dari aksi celecoxib terutama
melalui penghambatan siklooksigenase-2 (COX-
2).
▫ Efek samping  sakit perut, diare, dan dispepsia.
• Diflunisal merupakan turunan difluorophenyl
dari asam salisilat dan merupakan inhibitor COX
nonselektif.
▫ Efek samping  mual, muntah, sakit perut, diare,
sembelit, dan dispepsia.
• Penggunaan NSAID untuk pasien dengan uveitis
anterior berulang mendukung bahwa terapi
tersebut efektif, hemat steroid, dan jelas patut
dipertimbangkan dalam upaya untuk bebas
steroid pada uveitis.
• Tingkat kekambuhan dari uveitis secara
signifikan berkurang, tidak hanya di populasi
pasien tersebut namun juga pada pasien yang
tidak memiliki gen HLA-B27, dengan terapi
NSAID sistemik memberikan penurunan angka
rekuren.
• Celecoxib jauh lebih dapat ditolerir daripada Diflunisal,
meskipun efek terapi yang diperoleh oleh masing-masing
adalah sama.
• Tergantung kepatuhan pasien.
• Risiko gastrointestinal serius, seperti ulkus lambung dan
perforasi duodenum serta perdarahan berikutnya,
berhubungan dengan NSAID nonselektif seperti diflunisal.
• Celecoxib COX-2 inhibitor selektif telah dikaitkan dengan
risiko kardiovaskular yang serius seperti infark miokard
dan stroke  tergantung dosis dan durasi.
• Para pasien dalam penelitian kami tidak mengalami salah
satu dari efek samping yang serius yang dijelaskan di atas.
• Meskipun demikian, penelitian kami tidak dirancang untuk
menilai keamanan jangka panjang penggunaan NSAID.

Anda mungkin juga menyukai