Anda di halaman 1dari 8

Budaya tumplak wajik

di jogjakarta
Kelompok 3
Wresni Marrel Yesaya (190810138)
Yudha Ardianto Prabowo (190810423)
Ardian Oka Pratama (190810577)
01 Perngertian tumplak
wajik

Numplak Wajik merupakan upacara yang menandai


dimulainya proses merangkai gunungan, simbol s
edekah raja kepada rakyat. Nantinya, gunungan
tersebut akan diarak dan dibagikan kepada warg
a pada upacara Garebeg .
Sejarah
Tumplak wajik merupakan salah satu budaya kratom yogyakarta dalam memperingati hari besar seperti
memperingati kelahiran Nabi Muhammad, Garebeg Sawal menandai akhir bulan puasa, dan Garebeg Besar untuk
memperingati hari raya Idul Adha. Karena dalam setiap Garebeg tersebut keraton selalu mengeluarkan gunungan
untuk dibagikan, maka dalam setahun tiga kali pula Keraton Yogyakarta menggelar upacara Numplak Wajik.
Bahan pembuatan gunungan
Berbeda dengan gunungan yang lain, Gunungan Estri memiliki satu bakul wajik yang
kini disusun berlapis dengan tiwul di dalamnya. Wajik adalah sejenis kue yang terbuat
dari ketan yang direbus dengan gula merah dan santan kelapa, sedang tiwul adalah
makanan yang dibuat dari tumbukan singkong kering. Wajik dan tiwul ini sekaligus juga
berfungsi sebagai pondasi bagi mustaka (bagian atas) gunungan. Kue-kue ketan yang
menjadi bagian atas gunungan tersebut dipacak (ditancapkan) pada sujen (batang kecil
panjang yang terbuat dari bambu). Sujen-sujen ini kemudian diikatkan pada sebatang
kayu yang bagian bawahnya nanti ditancapkan pada wajik tadi. Proses numplak, yakni
menuang seluruh adonan wajik dengan cara membalikkan wadahnya inilah yang
menjadi inti dari upacara Numplak Wajik.
Proses pembuatan gunungan
Upacara Numplak Wajik dibuka dengan doa yang dipimpin oleh Abdi Dalem Kanca
Kaji. Gejog lesung pun kembali terdengar. Irama Gendhing (lagu) Tundhung Setan yang
dimainkan menggunakan lesung dan alu tersebut terus mengalun selama prosesi
berlangsung. Sebakul besar wajik ditumplak pada jodhang. Rangka Gunungan Wadon
yang terbuat dari bambu kemudian dipasang, diikat erat pada pasak besi yang terdapat
pada jodhang Mustaka gunungan yang telah dipersiapkan sebelumnya diangkat dan
ditancapkan pada wajik tadi. Abdi Dalem Keparak mengoles lulur yang terbuat dari
dlingo dan bengle pada jodhang. Sinjang (kain panjang) songer kemudian dililitkan pada
rangka gunungan. Lilitan tersebut kemudian diikuti lilitan semekan (kain penutup dada
perempuan) bangun tulak.
Pelaksanaan
• Tu m p l a k Wa j i k d i a d a k a n d i h a l a m a
n M a g a n g a n K r a t o n Yo g y a k a r t a p a
da pukul 04.00 sore,

• Acara dimulai dengan membuat wa


j i k s e m b a ri d i i ri n g i m u s i k d a r i l e s u
ng alu, kenthongan, dan alat musi
k kayu lainnya. Di sekitar wajik, ab
di dalem perempuan mengoleskan
dlingo bengle atau empon-empon.
Sebagian dari empon-empon ini di
b a g i k a n k e m a s y a ra k a t J o g j a y a n g
dengan antusias menunggu untuk
mengoleskan empon-empon ke bad
an sebagai sarana penolak bala.
Filosofi dari numplak wajik

Karena terbuat dari bahan ketan dan gula jawa, wajik menyimbolkan p
ersaudaraan yang semakin erat.Melambangkan beberapa hal antara lai
n lambang kesejahteraan, lambang kemakmuran, dan lambang persau
daraan atau keeratan,” imbuhnya.
Sekian Dan terimakas
ih

Anda mungkin juga menyukai