Anda di halaman 1dari 14

PGRI PADA MASA DEMOKRASI LIBERAL,

TERPIMPIN, NON-VAKSENTRAL
Dosen Pengampu: Henny Roesellaningtias, SS, M.Pd
Anggota Kelompok 2

1. Annisa Nur Indah K.


(202010301084)
2. Jeni Eka Putri
(202010301054)
3. Lailis Maroziqotul Mariyah
(202010301055)
4. Putri Setya Yulianingsih
(202010301063)
5. Yenika Sintiya
(202010301078)
PGRI PADA MASA
LIBERAL
PGRI pada masa kepemimpinan liberal, PGRI lebih banyak mengadakan kongres-kongres
sebagai bentuk apresiasi dan bukti semangat guru-guru sebagai pencerminan semangat
juang para guru sebagai pendidik rakyat dan PGRI pada masa demokrasi liberal, terdapat 5
kongres yaitu Kongres IV PGRI di Yogyakarta 26-28 Februari 1950, Kongres V PGRI di
Bandung 19-24 Desember 1950, Kongres VI PGRI di Malang 24-30 November 1952,
Kongres VII PGRI di Semarang 24 November s/d 1 Desember 1954, Kongres VIII PGRI
di Bandung.
1. Kongres IV PGRI di Yogyakarta 26-28 Februari 1950

Pengurus pusat SGI di Bandung datang pada Kongres IV di Yogyakarta untuk secara resmi
menggabungkan diri kedalam PGRI dengan menyerahkan 38 cabang. RIS diakui oleh Belanda pada
tanggal 27 Desember 1949.
Kembalinya Kongres IV PB PGRI berada di Jakarta segera berkantor diruangan SMA Negeri 1
Jakarta di Jln. Pada akhir February 1950 sebanyak 30 cabang SGI diseluruh Negara menyatakan
memisahkan diri dari SGI kemudian masuk PGRI. Pada tahun 1950 pemerintah RI mengeluarkan PP
No. Guru-guru diJawa Barat mengancam untuk mengadakan pemogokan, menurut rencana dimulai
pada 12 Juni 1950 pukul 10.00 pagi.
Hal ini mengokohkan wibawa PGRI dibuktikan dengan lancarnya PP No.32/1950 tentang
penghargaan kepada pelajar pejuang.
2. Kongres V PGRI di Bandung 19-24 Desember 1950

Kongres dihadiri oleh perwakilan luar negeri yang ada diJakarta. Kongres ini
membicarakan suatu masalah yang prinsipil dan fundamental bagi kehidupan dan
perkembangan PGRI yaitu asas organisasi, akankah memilih sosialisme keadilan
sosial ataukah pancasila. Akhirnya, pancasila diterima sebagai asas organisasi.
Sejak kongres V mulai nyata daerah dibentuk beserta susunan pengurusnya
konferda mulai dilaksanakan.
Hasil nyata dari konsolidasi ialah masuknya 47 cabang di Sulawesi dan
Kalimantan kedalam barisan PGRI.
3. Kongres VI PGRI di Malang 24-30 November 1952

Kongres menyepakati beberapa keputusan panting. Dalam bidang organisasi, menetapakan


asas PGRI ialah keadilan social dan dasarnya ialah demokrasi, PGRI tetap dalam GSBI.
Dalam bidang pemburuhan memperjuangkan kendaraan bagi pemilik sekolah, intruktur
penjas, dan pendidikan masyarakat. Dalam bidang pendidikan:
1) System pengajaran diselaraskan dengan kebutuhan Negara pada masa pembangunan.
2) KPKPKB dihapuskan pada akhir tahun pelajaran.
3) KPKB ditiadakan diubah menjadi SR 6 th
4) Kursus B-I/B-II untuk pengadaan guru SLTP dan SLTA diatur sebaik-baiknya.
5) Diadakan Hari Pendidikan Nasional.
4. Kongres VII PGRI di Semarang 24 November s/d 1 Desember 1954

Kongres VII PGRI di Semarang 24 November s/d 1 Desember


1954
Kongres ini dihadiri 639 orang utusan. Untuk pertama kalinya
kongres PGRI dihadiri oleh tamu-tamu dari luar negeri Maria
Marchant wakil FISE di Paris, Marcelino Bautista dari PPTA
wakil WOTOP, Fan Ming, Chang Chao, dan Shen Pei Yung dari
SBP RRC, dan Jung Singh dari organisasi guru Malaysia.
5. Kongres VIII PGRI di Bandung 1956

Kongres dihadiri hampir seluruh cabang PGRI di Indonesia. Suasana


kongres mulanya meriah,tetapi waktu diadakan pemilihan ketua umum
keadaan menjadi tegang. Pihak Soebandri menambah kartu palsu.
Sehingga pemilihan terpaksa dibatalkan. Otak pemalsuan Hermanu Adi
seorang tokoh PKI Jatim, yang menjabat ketua II PGRI. Walaupun M.E
Subiadinata dihalangi secara curang akhirnya ia terpilih menjadi ketua
Umum mengantikan Sudjono. Ketua II PGRI digantikan M.Husein.
PGRI PADA MASA
DEMOKRASI TERPIMPIN
Sejarah PGRI TERPIMPIN PGRI pada masa demokrasi terpimpin(1959-
1965) masih sangat sederhana terutama pada susunan kepengurusan PGRI.
Pada kongres IX di Surabaya bulan oktober/November 1959, soebandri
dkk.Melancarkan politik adudomba diantara para kongres, terutama pada
waktu pemilihan Ketua Umum.Usaha tersebut tidak berhasil,
ME.Sugiadinata terpilih lagi sebagai Ketua Umum BP PGRI.Terdapat nya
poin penting dalam PGRI pada masa Demokrasi Terpimpin yaitu Lahirnya
PGRI Non-Yaksentral/PKI, Pemecatan Massal Pejabat Departemen P&K
(1964), PGRI Pasca-Peristiwa G30 S/PKI, Usaha PGRI Melawan PGRI
Non-Vaksentral/PKI.
Pada masa Demokrasi Terpimpin terdapat peristiwa
penting, diantaranya sebagai berikut:
1. Lahirnya PGRI Non-Yaksentral/PKI
Periode tahun 1962-1965 merupakan episode yang sangat pahit bagi PGRI.
Dalam masa ini terjadi perpecahan dalam tubuh PGRI yang lebih hebat dibandingkan dengan
pada periode sebelumnya.

2. Pemecatan Massal Pejabat Departemen P&K (1964)

Pidato inangrasi Dr.Busono wiwoho pada rapat pertama Majelis Pendidikan Nasional (Mapenas)dalam
kependudukannya sebagai salah seorang wakil ketua, menyarankan agar PancawarDhana diisi
dengan moral “panca cinta". Isi pidato tersebut menimbulkan pertentangan dan kegelisahan
dikalangan pendidik. Karena heboh mengenai pemecatan 27 orang pejabat berkenaan dengan isi
Moral Pendidikan Pancawardhana, akhirnya Presiden membantuk sendiri panitia dengan nama
“Panitia Negara Penyempurnaan Sistem Pendidikan Pancawardhana”. Panitia ini diberi tugas untuk
menyampaikan pertimbangan tentang “Pemecatan Massal”, ke-27 orang tersebut dinyatakan tidak
bersalah.
3. PGRI Pasca-Peristiwa G30 S/PKI

Periode th. 1966-1972 merupakan masa perjuangan untuk turut menegakkan Orde Baru, penataan
kembali organisasi, menyesuaikan misi organisasi secara tegas dan tepat dalam pola embangunan
nasional yang baru memerlukan pemimpin yang memiliki dedikasi yang tinggi, kemampuan
manajerial yang mantap, dan pengalaman yang mendukang. Dipenuhi dengan jalan kaderisasi,
pelaksanaan kaderisasi yang dimulai pada th. 1957 di Jakarta dilanjutkan kembali mulai Juli 1973 di
Bandung, Yogyakarta, dan Pandaan, Jawa Timur.
PGRI mencoba untuk turut memprakarsai dan menghimpun organisasi-organisasi pegawai negeri
dakam bentuk RKS. Selanjutnya PGRI memprakarsai pendirian PSPN dengan ketua Umumnya M.E.
Subiadinata. Terakhir, pada th. 1967, PGRI memprakarsai berdirinya MPBI. Sebagai pengembangan
dari MPBI lahirlah FBSI.

4. Usaha PGRI Melawan PGRI Non-Vaksentral/PKI

PGRI tidak luput dari ancaman. " Pada kongres IX PGRI di Surabaya ,infiltrasi PKI kedalam tubuh PGRI
benar" terasa,dan lebih jelas lagi dalam kongres X di Jakarta. PGRI masih lebih kuat dan mampu
bertahan menghadapi tantangan tersebut. "Setelah PKI di wakili oleh guru" ber orentasi ideology
komunis tak mampu lagi melakukan taktik" penyusupan terhadap PGRI,mereka mengubah siasat
dengan melakukan usaha terang"an untuk memisahkan dari PGRI.
Sungguh perpecahan tersebut merupakan peristiwa yang sangat pahit bagi PGRI.
PGRI Pada Masa Non-Vaksentral/PKI
PGRI pada masa Non-Vaksentral, PGRI Non Vaksentral adalah organisasi pecahan PGRI
yang beranggotakan guru guru berideologi Komunis yang berafiliasi ke Partai Komunis
Indonesia ( PKI ), dipimpin oleh guru guru yang berpihak arah politiknya ke Pemerintahan
orde lama. Istilah PGRI Non Vaksentral awalnya dipakai oleh PGRI setelah kongres V di
Semarang yang menyatakan bahwa PGRI tidak berinduk dan berafiliasi kepada kekuatan
manapun. PGRI Non Vaksentral yang dipergunakan oleh PKI hanya untuk menuduh bahwa
PGRI kongres tidak lagi sesuai dengan hasil kongres artinya PGRI kongres pimpinan ME
Subiadinata tidak lagi patuh terhadap putusan pusat .
PGRI Pada Masa Non-Vaksentral/PKI
Seperti biasa hasrat Komunis yang gemar untuk mengadu domba maka
PGRI di adu domba antara PGRI Vaksentral dan PGRI Non Vaksentral.
Akhirnya ME Subiadinata dkk tidak lagi menggunakan PGRI Vaksentral
tetapi menggunakan istilah PGRI kongres, sedangkan guru guru yang
beridiologi komunis dan berafiliasi ke PKI serta tidak mengakui kongres X
disebut PGRI Non Vaksentral, populer disebut PGRI NV.
THANK YOU

Anda mungkin juga menyukai