Anda di halaman 1dari 9

SEJARAH PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA

A. Lahirnya Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI)

Proklamasi 17 Agustus 1945 mempunyai efek sangat besar terhadap seluruh pejuang
kemerdekaan.pendiri Republik ini dan juga para guru pada kurun waktu pasca tahun 1945.
Semangat proklamasi itulah yang menjiwai penyelenggaraan Kongres Pendidikan Bangsa
1 pada tanggal 24-25 November 1945 bertempat di Sekolah Guru Putri (SGP) Surakarta,
Jawa Tengah. Dari kongres itu lahirlah Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) yang
merupakan wahana persatuan dan kesatuan segenap guru di seluruh Indonesia. Pendiri
PGRI adalah Rh. Koesnan, Amin Singgih, Ali Marsaban, Djajeng Soegianto, Soemidi
Adisasmito, Abdullah Noerbambang, dan Soetono. Mereka serentak bersatu untuk mengisi
kemerdekaan dengan tujuan:

a. Mempertahankan dan menyempurnakan Republik Indonesia.


b. Mempertinggi tingkat pendidikan dan pengajaran sesuai dengan dasar-dasar kerakyatan.
c. Membela hak dan nasib buruh umumnya, guru pada khususnya.
PGRI lahir sebagai “anak sulung” dari proklamasi kemerdekaan 17 agustus 1945 yang
memiliki sifat dan semangat yang sama dengan “ ibu Kandungnya”, yaitu semangat
persatuan dan kesatuan ,pengorbanan dan kepahlawanan untuk menentang penjajah. PGRI
merupakan organisasi pelopor dan pejuang karena itu para pendiri PGRI mengangkat
semangat persatuan dan kesatuan, tujuannya yaitu fungsi anggota PGRI sebagai pendidik
bangsa bermaksud mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas hidup
bangsa Indonesia dari segi pendidikan.

1)Ketua I Amin Singgih


 2) Ketua II : Rh.Koesnan
3) Ketua III : Soekitro
4) Penulis : Djajeng Soegianto
5) Bendahara : Siswowidjojo
Beberapa bulan kemudian Ketua I Amin Singgih diangkat sebagai Bupati
Mangkunegaran, sehingga terpaksa diadakan perombakan susunan pengurus besar
dengan formasi berikut:
1) Ketua I : Rh. Koesnan
2) Penulis I : Sastrosoemarto
3) Penulis II : Kadjat Matosoebroto
4) Bendahara : Soemidi Adisasmito

B. PGRI pada Masa Perang Kemerdekaan (1945-1949)

PGRI adalah “Kedaulatan Rakyat”dengan tujuan seperti disebutkan terdahulu. Dilihat


dari tujuannya, sangat jelas bahwa cita – cita PGRI sejalan dengan cita – cita bangsa
Indonesia secara keseluruhan. Para guru diIndonesia menginginkan kebebasan dan
kemerdekaan, memacu kecerdasan bangsa dan membela serta memperjangkan kesejahtraan
anggotanya. Agar perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajah Bangsa Belanda lebih
terorganisasi pemerintah pusat pada tanggal 5 Oktober 1945 TKR untuk melindungi
keamanan Rakyat dari provokasi dan Agresi Belanda konferensinya tgl. 12 November 1945
Panglima Besarnya Kolonel Soedirman dengan Pangkat Jendral.

Kongkres II PGRI di Surakarta 21-23 Desember 1946 di Solo

1
Adapun komposisi pengurus besar hasil kongres II adalah sebagai berikut :
Ketua :
1. Rh. Koesnan
2. Soejono Kromodimoeljo
3. Soejono
Penulis :
1. J. Soetemas
2. Mh. Hoesodo
Bendahara :
1. Soemedi Adisasmita
2. Dinneman
Ketua bagian Pendidikan : D. Notohamidjojo
Ketua bagian Perburuhan : Sosro
Ketua bagian Penerangan : Slamet
Melalui kongres ini PGRI mengajukan tuntutan kepada pemerintah:
1. Sistem pendidikan selekasnya didasarkan pada kepentingan nasional.
2. Gaji guru supaya tidak dihentikan.
3. Diadakan undang-undang pokok pendidikan dan undang-undang pokok pemburuhan.

Kongkres III PGRI di Madiun 27-29 Februari 1948

Ketua :

1. Soejono Kromodimoeljo
2. Soedjono
3. Soedarsono
Panitera umum :

1. Brahim Prawirosoemitro
2. Inda Karjoso
Ketua bagian pendidikan : Soepojo
Ketua bagian perburuhan : Sostrowignjo
Bendahara : Dinneman
Melalui kongres II PGRI di Surakarta dan kongres III PGRI di Madiun, PGRI telah
menggariskan haluan dan sifat perjuangannya, yaitu:
1. Mempertahankan NKRI
2. Meningkatkan tingkat pendidikan dan pengajaran nasional sesuai dengan falsafat negara
pancasila dan UUD 1945
3. Tidak bergerak dalam lapangan politik /non partai politik
4. Sifat dan siasat PGRI
5. Bergerak ditengah-tengah masyarakat
Haluan dan sifat perjuangan PGRI tersebut membulatkan tekat anggota PGRI dalam
perjuangan menegakkan dan mempertahankan kemerdekaan.
Hasil yang gemilang dicapai PGRI setelah kongres III di Madiun ialah:

Pemberontakan PKI di Madiun : 18 September 1948

Kebijakan Pemerintah Setelah Kongres III.

1. Dihapuskan SEKOLAH GURU C (SGC) yaitu pendidikan guru 2 tahun setelah sekolah
rakyat
2. Bentuk PGRI sebagai ”serikat sekerja” semakin jelas

2
3. Diterbitkan majalah ”guru sasana” (suara guru)
4. Ikut serta wakil PGRI Soedjono Kromodimoeljo dalam panitia gaji negara

Kongkres yang diadakan dalam keadaan darurat ini memutuskan bahwa untuk
meningkatkan efektivitas organisasi, ditempuh jalan dengan memekarkan cabang-cabang
yang tadinya keresidenan memiliki satu cabang menjadi cabang lebih kecil tetapi dengan
jumlah sedikitnya 100 orang diharapkan yang lebih kecil itu dapat lebih aktif.
Cita-cita besar PGRI tercapai baik dibidang pendidikan maupun dibidang pemburuhan.
Nama PGRI tidak asing lagi, termasuk diluar negeri. Dibuktikan adanya undangan dari
NEA, juga undangan dari WCOTP untuk menghadiri kongkres II yang diadakan oada
bulan Juli 1948 di London.

C. PGRI pada Masa Demokrasi Liberal (1950-1959)


Kongkres IV PGRI di Yogyakarta 26-28 Februari 1950
Adapun susunan pengurus besar PGRI pada saat kongres IV di yogyakarta adalah:
Ketua :
1. Rh. Koesnan
2. Soedjono
3. Soedjono Kromo Dimoeljo
Sekretaris Jendral :
1. Soekimo
2. Moehamad Hidajat
Bendahara :
1. Soetinah
2. Soetedja
 Ketua bagian pendidikan : Soedarsono
Wakil ketua bagian pendidikan : F. Wachen droff
Ketua bagian perburuhan : M.E. Soebiadinata
Wakil ketua bagian perburuhan : Soeparmo
Beberapa peristiwa penting yang terjadi setelah kongres IV adalah seperti berikut :
1. Tiga puluh cabang serikat guru Indonesia menyatakan gabung dengan PGRI.
2. Keluarnya peraturan pemerintah nomor 16 tahun 1950 yang antara lain berisi tentang
penyesuaian gaji guru yang tadinya digaji menurut Herdziende Bezal Dingding Sregeling
der Burgelijke Landsdie Haren (HBBL)
Presiden RI memuji PGRI yang menurut pendapatnya tidakbisa lain dari pada
pencerminan semangat juang para guru sebagai pendidik rakyat dan bangsa. Oleh karena
itu, Presiden RI menganjurkan untuk mempertahankannama,bentuk,maksud,tujuan,dan cita
– cita PGRI sesuai dengan kehendak dan tekad para pendirinya.
Kongkres IV PGRI dihadiri beberapa utusan dari luar-luar “daerah Renville”, yaitu:
Sukabumi, Cianjur, Tasikmalaya, bahkan dari Sumatra, yaitu: Sigli, Bukit tinggi, dan
Lampung. Pengurus pusat SGI (Serikat Guru Indonesia) di Bandung datang pada
kongkres IV di Yogyakarta untuk secara resmi menggabungkan diri kedalam PGRI dengan
menyerahkan 38 cabang. Delegasi SGI terdiri atas, Jaman Soejanaprawira, Djoesar
Kartasubrata, M.Husein, Wirasoepena, Omo Adimiharja, Sukarna Prawira, dan Anwar
Sanusi. RIS diakui oleh Belanda pada tanggal 27 Desember 1949.

3
Kembalinya kongkres IV PB PGRI berada di Jakarta segera berkantor diruangan SMA
Negeri 1 Jakarta di Jln. Budi Utomo. Pada akhir February 1950 sebanyak 30 cabang SGI
diseluruh Negara menyatakan memisahkan diri dari SGI kemudian masuk PGRI. Yaman
Soejanaprawira (KPI Jawatan PP dan K), M.Husein dkk berjasa sekali. Pada tahun 1950
pemerintah RI mengeluarkan PP No. 16/1950, sangat menguntungkan para guru, namun
pelaksanaan penyesuaian gaji ternyata disana-sini berjalan serat. Kegembiraan menyambut
keluarnya PP 16/1950 segera berbalik menjadi kekesalan dan keresahan, terutama
dikalangan guru di Jawa Barat. Guru-guru diJawa Barat mengancam untuk mengadakan
pemogokan, menurut rencana dimulai pada 12 Juni 1950 pukul 10.00 pagi. Usaha ini
berhasil, akhirnya disetujui pemerintah. Hal ini mengokohkan wibawa PGRI dibuktikan
dengan lancarnya PP No. 32/1950 tentang penghargaan kepada pelajar pejuang.

Kongres V PGRI di Bandung 19-24 Desember 1950


Adapun susunan pengurus besar PGRI berdasarkan kongres V ini adalah seperti berikut :
Ketua :
1. Soedjono
2. M.E. Soebiandinata
Sekretaris Jendral : Moehamad Hidajat
Sekretaris urusan perburuhan : M.E. Soebiandinata
Sekretaris urusan pendidikan : Ibnu Tadji
Sekretaris urusan penerangan : J.M.S. Hutagalung
Sekretaris urusan keuangan dan usaha : Moehamad Hidadjat
Komisaris umum DTU Pendidikan : F. Wachen droff
Komisaris umum DTU prburuhan : Alam Sjahroeddin
Komisaris umum DTU keuangan : M. Sastra Atmadja
Komisaris umum DTU usaha : Soemahardja
Redaksi majalah suara guru : J..M.S. Hutagalung dan Soedjono

Acara pun lebih bervariasi karena dalam kongres ini bicarakan suatu masalah yang
prinsipil dan faundamental bagi kehidupan dan perkembangan PGRI selanhutnya, yaitu
asas organisasi ini : apakah akan memilih sosialisme keadilan sosial atau pancasila
akhirnya pancasila menjadi asas organisasi.
Kongres V merupakan “Kongres Persatuan”. Kongres dihadiri oleh perwakilan luar negeri
yang ada diJakarta. Rapat diadakan dipusat kebudayaanJln. Naripan, kongres ini
membicarakan suatu masalah yang prinsipil dan fundamental bagi kehidupan dan
perkembangan PGRI yaitu asas organisasi akankah memilih sosialisme keadilan sosial
ataukah pancasila. Akhirnya, pancasila diterima sebagai asas organisasi. Sejak kongres V
mulai nyata daerah dibentuk beserta susunan pengurusnya konferda mulai dilaksanakan.
Mulanya konferda dilaksanakan di Cirebon, Solo, Jember pada Maret 1951, selanjutnya
konferda meluas ke pulau lainnya, tanggal 27 Februari 1952 di Makassar dan 20 maret
1952 di Banjarmasin. Hasil nyata dari konsolidasi ialah masuknya 47 cabang di Sulawesi
dan Kalimantan ke dalam barisan PGRI.

Kongres VI PGRI di Malang 24-30 November 1952


Ketua : 1. Soedjono 2. M.E. Soebiandinata Panitera umum : Moehamad Hidajat
Panitera organisasi/tata usaha : Soebahdri Panitera perburuhan : Ahmad Sanoesi Panitera
pendidikan : Ktut Nara Panitera penerangan : Soeparno Panitera keuangan dan usaha :
Soetardjo Komisaris umum DTU Pendidikan : Slamet II Komisaris umum DTU

4
perburuhan : Alam Sjahroeddin Komisaris umum DTU keuangan : Prawirosoedarsono
Redaksi majalah suara guru : Soepardo, Soedjono, Soebandri Komisaris
Kongres menyepakati beberapa keputusan panting. Dalam bidang organisasi,
menetapakan asas PGRI ialah keadilan social dan dasarnya ialah demokrasi, PGRI tetap
dalam GSBI. Dalam bidang pemburuhan memperjuangkan kendaraan bagi pemilik
sekolah, intruktur penjas, dan pendidikan masyarakat. Dalam bidang pendidikan:
1) System pengajaran diselaraskan dengan kebutuhan Negara pada masa pembangunan.
2) KPKPKB dihapuskan pada akhir tahun pelajaran.
3) KPKB ditiadakan diubah menjadi SR 6 tahun.
4) Kursus B-I/B-II untuk pengadaan guru SLTP dan SLTA diatur sebaik-baiknya.
5) Diadakan Hari Pendidikan Nasional.

Kongres VII PGRI di Semarang 24 November s/d 1 Desember 1954


Adapun pengurus besar PGRI hasil kongres VII seperti berikut : Ketua I : Soedjono
Wakil ketua : 1. M.E. Soebinadinata 2. Hermanoe Adi Panitera umum : Moehamad
Hidjajat Panitera Organiasi :Soebandri Panitera Perburuhan : Alamsjaroeddin Panitera
pendidikan : Idris M. Hutapea Panitera Penerangan : Soepardo Panitera Keuangan :
Soetardjo Komisaris umum DTU Pendidikan : Slamet II Komisaris umum DTU
perburuhan : N.J.S. Soenardi.
Kongres ini dihadiri 639 orang utusan. Pelaksanan rapat bertempat di aula SMA B
Candi Semarang. Untuk pertama kalinya kongres PGRI dihadiri oleh tamu-tamu dari luar
negeri Maria Marchant wakil FISE di Paris, Marcelino Bautista dari PPTA (Filipina) wakil
WOTOP, Fan Ming, Chang Chao, dan Shen Pei Yung dari SBP RRC, dan Jung Singh dari
organisasi guru Malaysia. Dibicarakan pula masalah pendidikan agama.
Hasil kongres ini antara lain:
Bidang Umum : Pernyataan mengenai Irian Barat, pernyataan mengenai korupsi, resolusi
mengenai desentralisasi sekolah, resolusi mengenai pemakaian keuangan oleh kementrian
PP dan K, dan resolusi mengenai penyempurnaan cara kerja kementrian PP dan K.
Bidang Pendidikan : Resolusi mengenai anggaran belanja PP dan K yang harus mencapai
25% dari seluruh anggaran belanja Negara, resolusi mengenai UU sekolah rakyat dan UU
kewajiban belanja, resolusimengenai film, gambar, tektur, serta radio dan pembentukan
dewan bahasa nasional.
Bidang Pemburuhan : UU pokok kepegawaian, pelaksanan peraturan gaji, pegawai baru,
tunjangan khusus bagi pegawai yang tugas di daerah yang tidak aman, ongkos perjalanan
cuti besar, Guru SR dinyatakan sebagai pegawai negri tetap, dan penyelesaian
kepegawaian.
Bidang Organisasi : Pernyataan PGRI untuk keluar dari GBSI dan menyatakan diri sebagai
organisasi “Non-Vaksentral”.

Kongres VIII PGRI di Bandung 1956 (10 – 24 Desember 1956)


Ketua umum : ME. Soebiadinata Ketua : 1. Soedjono 2. M. Hoesein Panitera umum : 1.
Soebandri 2. Widodo Panitera organisas : Soekandri Panitera perburuhan :
Alamsjahroeddin Panitera pendidikan : Idris M. Hutapea Panitera keuangan : A. Zachri
Panitera sosial/ekonomi : A. Harahap Komisaris umum : 1. Nj. S. Soenardi 2. P.J.
Karamoy
Kongres dihadiri hampir seluruh cabang PGRI di Indonesia. Suasana kongres mulanya
meriah, tetapi waktu diadakan pemilihan ketua umum keadaan menjadi tegang. Pihak
Soebandrio menambah kartu palsu. Sehingga pemilihan terpaksa dibatalkan. Otak
pemalsuan Hermanu Adi seorang tokoh PKI Jatim, yang menjabat ketua II PGRI.
Walaupun M.E Subiadinata dihalangi secara curang akhirnya ia terpilih menjadi ketua

5
Umum mengantikan Sudjono. Ketua II PGRI digantikan M.Husein.
Jumlah anggota PGRI meningkat setelah diadakan konsolidasi dengan cara:
1)Kunjungan kecabang-cabang
2)Korespondensi PB PGRI dengan cabang lebih diintensifikasi
3)Tindakan-tindakan disiplin dilakukan kepada cabang yang tidak disiplin diberikan
peringatan seperlunya
4) Dilakukan pembekuan terhadap pengurus cabang PGRI Palembang karena tindakan
indisipliner terhadap komisariat daerah.
a) Keterlibatan PGRI dalam symposium BMN Denpasar Bali (Juli 1957) mendapat
penghargaan dan perhatian masyarakat.
b) Pokok-pokok bahasan: Pendidikan sebagai pewaris nilai budaya
Perlu adanya Indonesianisasi,
c) Aspek kebudayaan agar dilegalisasikan dalam UUD
Masalah cukup serius mendapatkan perhatian diantaranya tentang:
1)Dimasukannya pencak silat dalam pendidikan jasmani
2)Bahasa Indonesia dan Bahasa Daerah dalam dunia pendidikan dan masyarakat
3) Uang alat/perlengkapan sekolah dan pakaian belajar
D. PGRI pada Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1965)
Pada kongres IX di Surabaya bulan oktober /November 1959, Soebandrio
dkk.melancarkan politik adudomba di antara para kongres, terutama pada waktu pemilihan
Ketua Umum.Usaha tersebut tidak berhasil, ME.Sugiadinata terpilih lagi sebagai Ketua
Umum BP PGRI.
Ketua Umum : M.E. Subiadinata Ketua : 1. M. Hoesein 2. Soebandri Panitera Umum :
Soekarno Prawira Panitera Umum dan Keuangan : A. Zachari Panitera Perburuhan :
Moejono Panitera Pendidikan : Manusama Panitera Keuangan : A. Zachari Panitera
Organisasi : Moersid Idris Panitera Sosial / Ekonomi : Ismartojo Komisaris Umum Urusan
Perburuhan : A. Sanoesi Komisaris Umum Urusan Pendidikan : A.H. Arahap Komisaris
Umum Urusan Perburuhan : Alam Sjahroeddin Komisaris Umum Urusan Keuangan : Nj.
Soenardi
Lahirnya PGRI Non-Vaksentral/PKI
Periode tahun 1962-1965 merupakan episode yang sangat pahit bagi PGRI. Dalam masa
ini terjadi perpecahan dalam tubuh PGRI yang lebih hebat dibandingkan dengan pada
periode sebelumnya. Penyebab perpecahan itu bukan demi kepentingan guru atau profesi
guru,melainkan karena ambisi politik dari luar dengan dalih”machsovorming en
machsaanwending”(pembentukan kekuatan dan penggunaan kekuatan).
Ternyata Goldfried termasuk salah seorang penandatanganan “surat selebaran
fitnah”,sehingga timbul protes dari sidang pleno, sehingga Goldfied akhirnya dikeluarkan
dari panitia.

Pemecatan Massal Pejabat Departemen P&K (1964)


Pidato inagurasi Dr.Busono wiwoho pada rapat pertama Majelis Pendidikan Nasional
(Mapenas)dalam kapasitasnya sebagai salah seorang wakil ketua, menyarankan agar
Pancawardhana diisi dengan moral “panca cinta”.sistem pendidikan pancawardhana
dilandasi dengan prinsip-prinsip:
1) Perkembangan cinta bangsa dan cinta tanah air,moral nasional / internasional/ke
agamaan ,
2) Perkembangan kecerdasan,
3) Perkembangan emosional – artistrik atau rasa keharuan dan keindahan lahir batin
4) Perkembangan keprigelan atau kerajinan tangan dan,

6
5) Perkembangan jasmani.
Moral panca cinta meliputi:
a. Cinta nusa dan bangsa
b. Cinta ilmu pengetahuan
c. Cinta kerja dan rakyat yang bekerja
d. Cinta perdamaian dan persahabatan antar bangsa-bangsa
e. Cinta orang tua
Isi pidato tersebut menimbulkan pertentangan dan kegelisahan di kalangan pendidik. Di
lingkungan Departemen PP & K, polemic itu makin meruncing ketika dalam Rapat Dinas
tanggal 23 Juli 1964 Mentri PP & K, Prof. Dr. Prijono (1957-1966) memancing kembali
suasana polemic tersebut. Akibatnya, Pembantu mentri, Tartib Prawirodiharjo,
meninggalkan rapat karena dituduh mengkhianati Mentrinya.
Karena heboh mengenai pemecatan 27 orang pejabat berkenaan dengan isi Moral
Pendidikan Pancawardhana, akhirnya Presiden membentuk sendiri panitia dengan nama
“Panitia Negara Penyempurnaan Sistem Pendidikan Pancawardhana”. Panitia ini diberi
tugas untuk menyampaikan pertimbangan tentang “Pemecatan Massal”, ke-27 orang
tersebut dinyatakan tidak bersalah.

E. PGRI Pasca-Peristiwa G30 S/PKI


Periode th. 1966-1972merupakan masa perjuangan untuk turut menegakkan Orde Baru,
penataan kembali organisasi, menyesuaikan misi organisasi secara tegas dan tepat dalam
pola pembangunan nasional yang baru memerlukan pemimpin yang memiliki dedikasi
yang tinggi, kemampuan manajerial yang mantap, dan pengalaman yang mendukang.
Dipenuhi dengan jalan kaderisasi, pelaksanaan kaderisasi yang dimulai pada th. 1957 di
Jakarta dilanjutkan kembali mulai Juli 1973 di Bandung, Yogyakarta, dan Pandaan, Jawa
Timur.
PGRI mencoba untuk turut memprakarsai dan menghimpun organisasi-organisasi pegawai
negeri dalam bentuk RKS. Selanjutnya PGRI memprakarsai pendirian PSPN dengan ketua
Umumnya M.E. Subiadinata. Terakhir, pada th. 1967, PGRI memprakarsai berdirinya
MPBI. Sebagai pengembangan dari MPBI lahirlah FBSI (Federasi Buruh Serikat
Indonesia).
Disambut gembira oleh para buruh kelahiran FBSI, sementara PGRI tidak mempunyai
tempat dalam federasi karena banyak perbedaan yang mendasar:
1) FBSI beranggotakan unsur buruh murni
2) Anggota FBSI harus buruh swasta
3) FBSI berprinsip “trade unionisme”
4) FBSI berada di bawah pembinaan Departemen Tenaga Kerja.

Usaha PGRI Melawan PGRI Non-Vaksentral/PKI


PGRI tidak luput dari ancaman tersebut. Pada kongres IX PGRI di Surabaya (oktober
1959),infiltrasi PKI kedalam tubuh PGRI benar” terasa,dan lebih jelas lagi dalam kongres
X di Jakarta (November 1962).
Kiranya perinsip “siapa kawan siapa lawan” berlaku pula dalam tubuh
PGRI.”kawan”adalah semua golongan pancasilais anti PKI yang Dalam Pendidikan
mengamankan Pancasila,dan “Lawan”adalah PKI yang berusaha memaksakan
pendidikan.”pancacinta”dan “pancatinggi”. Akan tetapi kekuatan pancasilais di PGRI
masih lebih kuat dan mampu bertahan menghadapi tantangan tersebut.
Setelah PKI di wakili oleh guru” ber orentasi ideology komunis tak mampu lagi
melakukan taktik” penyusupan terhadap PGRI,mereka mengubah siasat dengan melakukan
usaha terang-terangan untuk memisahkan dari PGRI.

7
Untuk menyelamatkan pendidikan dari berbagai ancaman dan perpecahan di antara
guru,president sukarno turun tangan dengan membentuk majelis pendidikan nasional yang
menerbitkan penpres no.19 thn 1965 tentang pokok” pendidikan pancasila akan tetapi
pempres tersebut tidak berhasil mempersatukan organisasi ini
Sungguh perpecahan tersebut merupakan peristiwa yang sangat pahit bagi PGRI.
PGRI sejak lahirnya orde baru

F. Kesatuan Aksi Guru Indonesia (KAGI)

Peristiwa G30S/PKI merupakan puncak dari apa sebelumnya berlangsung dalam tubuh
PGRI,yaitu perebutan pengaruh anti PKI dan pro PKI, infiltrasi dan fitnah Pro PKI
berdirinya PGRI non-vaksentral dan lain-lain. Bersama para
pelajar,mahasiswa,sarjana,dll,para guru anggota PGRI turun kejalan dengan meneriakan
tritura (tri tuntunan rakyat) yakni :”bubarkan PKI, ritualkan 100 mentri,danturunkan harga-
harga!”. Mereka membentuk kesatuan” aksi misalnya KAMI,KASI,sedangkan para guru”
membentuk KAGI pada tanggal 2 februari 1966. Perlu ditambahkan bahwa KAGI pada
mulanya terbentuk dijakarta raya dan jawa barat, kemudian berturut” terbentuk KAGI di
wilayah lainnya.

Tugas Utama KAGI adalah :


A.Membersihkan dunia pendidikan Indonesia dari unsure” PKI “dan orde lama.
B. menyatukan semua guru di dalam organisasi guru yaitu PGRI.
C. memperjuangkan agar PGRI menjadi organi sasi guru yang tidah hanya bersifat
unitalistik tetapi juga independen dan non partai politik.
Bukti keberasilan kekuatan orde baru dalam kongres ini terlihat dari hasil” kongres di
bidang unsure atau politik atau PB PGRI masa bakti XI adapun hasil” kongres XI adalah
• Menjunjung tinggi HAM
• PGRI diwakili secara resmi dalam DPRGR atau MPRS
• Front nasional di bubarkan
• PGRI ditegaskan kembali sebagai organisasi yang bersifat
UNITARISTIK,INDEPENDEN dan NON partai politik
• DLL.
Selanjutnya,hasil XI PGRI di bidang organisasi :
• INTENSIFIKASI penerangan tentang kegiatan organisasi melalui pers,Radio,TV dan
Majalah Suara Guru.
• Pendidikan kader organisasi secara teratur dan terencana
• PGRI menjadi anggota WCOTP(World Confideration of Organization of the Teaching
Profession)
• Dll.

G. Konsolidasi Organisasi Pada Awal Orde Baru

Menarik juga untuk di simak kembali seri tulisan harian kompas tahun 1967 yang
berjudul PORAK PORANDANYA KERETA PGRI DI JAWA TENGAN tulisan ini
merupakan “serangn” kepada PB PGRI masa perserikatan (kongres XI).
Pembentukan kaki d.jawa timur dan jawa tengah, antara lain untuk menyelamatkan PGRI
dari kemelut politik pada saat itu hasilnya adalahkonferda PGRI di ke 2 daerah tersebut
berhasil memilih pengurus daerah PGRI yang baru.
Pada tahun 1969 atas perdesakan nasib guru yang dibentuk PGRI,pemerintang setuju untuk
mencairkan tunjangan kelebihan mengajar bagi guru” SD di seluruh Indonesia

8
Hubungan PGRI dengan organisasi guru mulai di rintis kembali.Pada bulan juli 1966 secara
resmi diterima menjadi anggota WCOTP dalam kongres guru se Dunia soel di Korea
selatan.Setelah itu,PGRI d.undang untuk mengikuti tradeunionleader course di negeri
belanda selama 4 bulan, kursus di adakan 2 angkatan:
Angkatan 1 pada tahun 1969 dan angkatan 2 1970.

Anda mungkin juga menyukai