Dosen Pengampu:
Nama Anggota:
Zuhra Labbaika_3301420007
2020
BAB I
PENDAHULUAN
ISI
Menjelang akhir tahun 1944, bala tentara Jepang menderita kekalahan terus-menerus
terhadap serangan-serangan pihak tentara Sekutu. Memasuki tahun 1945 tentara Jepang dalam
peperangan di Asia Tenggara mengalami kekalahan-kekalahan dan semakin terdesak oleh
negara-negara Sekutu di Pasifik. Sekutu menyerang pertahanan Jepang di Pasifik dan hampir
seluruh medan perang tersebut dimenangkan oleh Sekutu. Sidang Parlemen Jepang atau
Teikoku Ginkai di Tokyo pada 7 September 1944 berlangsung dalam suasana yang kurang
kondusif.
Di tengah kondisinya yang semakin terancam dan terpojok oleh Sekutu, Jepang pun
mengumbar janji kemerdekaan kepada bangsa Indonesia. Pada 7 September 1944 Jepang
melalui Perdana Menteri Kuniaki Koiso berjanji akan memberikan kemerdekaan kepada
bangsa Indonesia nanti pada 24 Agustus 1945. Janji kemerdekaan Perdana Menteri Koiso
diyakini sebagai langkah strategis untuk mempertahankan pengaruh Jepang terhadap
Indonesia. Singkat cerita bahwa janji ini adalah bagian dari strategi Jepang untuk menarik
simpati bangsa Indonesia, agar membantunya melawan sekutu untuk membela Jepang.
Realisasi janji tersebut ditandai dengan dibentuknya Dokuritu Zyunbi Tyosa Kai pada
tanggal 29 April 1945. Sebagai tindak lanjut dari janji tersebut, maka Panglima Tentara Jepang
di Jawa, pada tanggal 1 Maret 1945 menjanjikan pembentukan Badan Penyelidik Usaha-Usaha
Persiapan Kemerdekaan (BPUPK). Badan ini mempunyai tugas untuk mempelajari dan
menyelidiki hal-hal penting yang berkenaan dengan segi-segi politik ekonomi, dan tata
pemerintahan yang dibutuhkan dalam rangka pembentukan negara Indonesia merdeka.
Pembentukan BPUPKI merupakan langkah konkret pertama bagi terpenuhinya janji Koiso
tentang “Kemerdekaan Indonesia kelak di kemudian hari”. Pembentukan BPUPKI pada
tanggal 29 April 1945 tidak terlepas dari usaha Jepang untuk merealisasikan janjinya itu.
Tanggal 28 Mei 1945 badan tersebut dilantik.
1. Mohammad Hatta
2. Soekarno
3. Raden Suleiman Effendi Kusumaatmaja
4. Ki Hajar Dewantara
5. Sukiman Wiryosanjoyo
6. Samsi Sastrawidagda
7. KH A Ahmad Sanusi
8. Kanjeng Raden Mas Hario Sosrodiningrat
9. H Agus Salim
10. KH Wahid Hasyim
11. Abdul Kahar Muzakir
12. Raden Ashar Sutejo Munandar
13. Raden Ruseno Suryohadikusumo
14. Raden Mas Panji Surahman Cokroadisuryo
15. KRMT Ario Wuryaningrat
16. KH Abdul Halim Majalengka (Muhammad Syatari)
17. KH Mas Mansoer
18. Ki Bagus Hadikusumo
19. Agus Muhsin Dasaad
20. KH Masjkur
21. Mas Aris
22. Liem Koen Hian
23. AA Maramis
24. Mas Sutarjo Kartohadikusumo
25. Mas Susanto Tirtoprojo
26. Kanjeng Raden Mas Tumenggung Wongsonagoro
27. Raden Ahmad Subarjo
28. Mohammad Yamin
29. AR Baswedan
30. Raden Hindromartono
31. Raden Panji Singgih
32. Raden Mas Sartono
33. Raden Suwandi
34. Raden Syamsudin
35. Yohanes Latuharhary
36. Raden Sastromulyono
37. Raden Nganten Siti Sukaptinah Sunaryo
38. Mangunpuspito
39. Raden Ayu Maria Ulfah Santoso
40. Oey Tjong Hauw
41. Oey Tiang Tjoei
42. PF Dahler
43. Bandoro Pangeran Hario Purubojo
44. Soepomo
45. Parada Harahap
46. Raden Jenal Asikin Wijaya Kusuma
47. Pangeran Ario Husein Jayadiningrat
48. Raden Abdulrahim Pratalykrama
49. Raden Abdul Kadir
50. RAA Purbonegoro Sumitro Kolopaking
51. Raden Abikusno Cokrosuyoso
52. Raden Mas Margono Joyohadikusumo
53. Raden Adipati Wiranatakoesoema V
54. R Otto Iskandardinata
55. RMTA Suryo
56. Raden Ruslan Wongsokusumo
57. Raden Panji Suroso
58. Raden Sukarjo Wiryopranoto
59. Raden Sudirman
60. KRT Rajiman Wedyodiningrat
61. Bendoro Pangeran Hario Bintoro
62. Itibangase Yosio
63. Tan Eng Hoa
64. Miyano Syoozoo
65. Matuura Mitukiyo
66. Tokonami Tokuzi
67. Tanaka Minoru
68. Masuda Toyohiko
69. Ide Teitiroo
70. Itagaki Masumitu
BPUPKI memiliki tugas utama untuk mempelajari dan menyelidiki hal-hal yang
berhubungan dengan pembentukan negara Indonesia merdeka. Selain itu, BPUPKI juga
memiliki tugas lain, yakni:
- Bertugas membentuk Panitia Kecil atau Panitia Delapan yang bertugas menampung saran-
saran dan konsepsi dari para anggota
Dari berbagai pembicara selama sidang pertama, terdapat tiga pembicara yang
menjawab pertanyaan tentang dasar negara, yakni pidato dari Mr. Muhammad Yamin, Mr.
Soepomo, dan Ir. Soekarno. Pada 29 Mei 1945, Muhammad Yamin mengemukakan lima “Azas
Dasar Negara Kebangsaan Republik Indonesia” yang terdiri dari peri kebangsaan, peri
kemanusiaan, peri ke-Tuhan-an, peri kerakyatan, dan kesejahteraan rakyat. Pada 31 Mei 1945,
Soepomo mengajukan dasar-dasar untuk Indonesia merdeka adalah persatuan, kekeluargaan,
keseimbangan lahir batin, musyawarah, dan keadilan rakyat. Pada 1 Juni 1945, Soekarno
mengusulkan tentang dasar negara dengan nama Pancasila, Trisila, dan Ekasila. Rumusan lima
dasar bagi negara Indonesia merdeka menurut Soekarno adalah kebangsaan Indonesia,
internasionalisme dan perikemanusiaan, mufakat dan demokrasi, kesejahteraan sosial, dan ke-
Tuhan-an yang Maha Esa. Pidato Soekarno ini kemudian dikenal dengan lahirnya Pancasila.
Selain mengelompokkan berbagai usulan, rapat tersebut menyepakati pembentukan
panitia kecil lain yang bertugas menyusun rumusan dasar negara. Panitia penyusun dasar
negara tersebut beranggotakan sembilan orang, yakni Soekarno, Mohammad Hatta,
Muhammad Yamin, Ahmad Soebardjo, AA Maramis, Abdulkahar Muzakkir, Wachid Hasjim,
H. Agus Salim, dan Abikusno Tjokrosujoso
BPUPKI adalah organisasi yang akan mempersiapkan dan merumuskan segala hal yang
mendasar untuk pembentukan negara dan bangsa yang merdeka. BPUPKI mengadakan dua
kali sidang yaitu: sidang pertama tanggal 29 Mei 1945 sampai dengan 1 Juni 1945, dan sidang
kedua tanggal 10-17 Juli 1945. Dalam dua minggu pertama pertemuan organisasi ini, terjadi
polarisasi antara dua fraksi, yang pertama adalah mendirikan negara Indonesia merdeka
berdasarkan Islam, dan yang lainnya adalah menegakkan dasar Pancasila. Sidang pertama
Badan Persiapan Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dimulai ketika diketuai
oleh Dr. K.R.T. Rajman Wediodiningrat (Radjiman Wediodiningrat) yang mempertanyakan
dasar pendirian negara merdeka di Indonesia. pada akhir Mei 1945. Radjiman, Ketua panitia
Penyelidik Usaha-usaha Kemerdekaan Indonesia, mulailah rapat komite dengan mengajukan
pertanyaan Terhadap pertemuan: "Apa dasar negara merdeka Indonesia yang akan kita
dirikan?"
Dengan cara demikian, pada masa persidangan pertama, BPUPKI mulai membahas satu
hal yang sangat penting, yaitu tentang dasar negara. Pada sidang pertama BPUPKI yang digelar
dari 29 Mei hingga 1 Juni 1945, para pendiri negara mengutarakan pandangannya atas dasar
Indonesia merdeka. Sejarah persidangan BPUPKI mencatat pidato-pidato yang disampaikan
oleh tiga tokoh bangsa, yaitu Muhammad Yamin (29 Mei 1945), Soepomo (31 Mei 1945) dan
Soekarno (1 Juni 1945)).
1. Peri Kebangsaan.
2. Peri Kemanusiaan.
3. Peri Ketuhanan.
4. Peri Kerakyatan.
5. Kesejahteraan rakyat.
Di lampirkan pada pidatonya dalam rancangan UUD RI:
Kemudian pada tanggal 31 Mei 1945 Soepomo menyampaikan usulan menganai dasar negara
antara lain:
1. persatuan,
2. kekeluargaan,
3. keseimbangan lahir dan batin,
4. musyawarah, dan
5. keadilan rakyat.
Jika anggota sidang tidak setuju dengan rumusan yang lima di atas, maka rumusan itu dapat
diperas menjadi tiga yang disebutnya Trisila, yaitu:
1. Sosio-nasionalisme
2. Sosio-demokrasi
3. Ketuhanan
Rumusan Trisila juga bisa dipadatkan menjadi sebuah perintah yang disebutkan oleh Ir.
Soekarno disebut Ekasila yang artinya gotong royong. Menurut Ir. Soekarno gotong royong
adalah gagasan asli Indonesia. Soekarno berpidato setelah itu Sidang BPUPKI pertama dirasa
sudah cukup karena banyak saran atas dasar Indonesia merdeka.
Oleh karena itu, guna menjembatani perbedaan pendapat dalam perbincangan BPUPKI,
Dr. Radjiman memutuskan untuk membentuk panitia kecil. Panitia SembiIan dibentuk dari
rapat yang terdiri dari anggota Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (BPUPKI, meliputi Ir. Soekarno (Ketua); Mr. Moh Yamin; K.H Wachid Hasyim;
Drs. Moh. Hatta; K.H. Abdul Kahar Moezakir; Mr. Maramis; Mr. Soebardjo; Abikusno
Tjokrosujoso; H. Agus Salim. Pada tanggal 22 Juni 1945, 38 anggota BPUPKI (Dokuritzu
Zyunbi Tyoosukai) di Jakarta menghadiri rapat tersebut. Pertemuan dimulai pada pukul 8:00.
Sore harinya, sembilan orang dari panitia kecil itu terpilih untuk melaksanakan tugas dan
menghasilkan rancangan pembukaan, yang kemudian disebut “Piagam Jakarta”. Secara
struktural, Panitia Sembilan diketuai oleh Ir. Fokus utama dari Panitia Sembilan yang diketuai
oleh Ir.Sukarno adalah mencari suatu modus, yaitu kesepakatan antara kelompok Islam dan
kelompok nasionalis, yang dihasilkan pada sidang pertama BPUPKI.
Latuharhary menanggapi dengan sangat tajam berbagai saran yang telah dihimpun,
yang memicu perdebatan "tujuh karakter" dan pasal-pasal lain, seperti persyaratan agama
negara dan agama presiden. Dengan cara inilah muncul kelompok-kelompok Islam dan
kebangsaan. Dalam perjalanannya, Panitia Sembilan berhasil meredakan ketegangan ideologis
yang sudah terjadi sebelumnya. Pada tanggal 22 Juni 1945, tim penyusun berhasil
menyelesaikan rumusan Pancasila, yaitu “Piagam Jakarta” atau “Piagam Jakarta”.Adapun
rumusan Piagam Djakarta hasil kerja Panitia Sembilan, yaitu sebagai berikut:
Sintesis ini disebut "Piagam Jakarta". Piagam tersebut merupakan kesepakatan mulia
antara dua kelompok yang memperjuangkan kemerdekaan nasional, kelompok Islam dan
kelompok nasional. Pancasila ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945 dengan mengubah sila
pertama Piagam Jakarta menjadi bentuk-bentuk sebagai berikut: Ketuhanan Yang Maha Kuasa
Negara, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, dan Keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia. Dalam hal ini Radjiman Wedyodiningrat, Kepala Sidang BPUPKI
mengatakan bahwa pidato Bung Karno pada 1 Juni 1945 adalah hari lahir Pancasila. Bersamaan
dengan itu, baru pada tahun 1964 peringatan 1 Juni sebagai hari lahir Pancasila resmi dimulai.
Dasar pancasila adalah satu-satunya ketuhanan, dan puncak tertinggi adalah keadilan
sosial, itulah tujuan dari empat sila lainnya, yaitu mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia. Oleh karena itu, sila ketuhanan yang maha esa mengandung dimensi vertikal
negara, kehidupan berbangsa dan bermasyarakat, sedangkan sila-sila lainnya mengandung
dimensi horizontal dari ketiga aspek kehidupan berbangsa. Hubungan erat antara ukuran
vertikal dan ukuran horizontal dalam Pancasila adalah bahwa ukuran horizontal sebenarnya
berada dalam bingkai ukuran vertikal, karena ukuran horizontal dan ukuran vertikal ditentukan
oleh esensi Tuhan.
BAB III
PENUTUP
Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa prinsip Pancasila tidak statis, tetapi
dinamis, dengan gerakan yang positif dan harmonis, karena penyelenggaraan negara selalu
berkaitan dengan ketertiban nasional. Karena sistem ketatanegaraan merupakan pengatur
kehidupan bernegara, dan kehidupan bernegara menyangkut fitrah, bentuk, tanggung jawab
dan pemerintahan negara tersebut. Karena banyak peristiwa penting telah terjadi, seperti krisis
yang melanda negara, sebagai reaksi terhadap gejolak kehidupan bangsa, hanya satu atau
beberapa prinsip yang dapat dilihat. Bergantung pada sifat tantangan yang dihadapi negara dan
negara bagian, ini mungkin terjadi secara berurutan untuk setiap sila di acara lain. Namun,
ketika masyarakat kembali ke stabilitas, kembali ke Pancasila atau gerakan melingkar yang
harmonis dan seimbang. Dari kalimat diatas dapat kita ketahui bahwa Pancasila sangat penting
bagi keutuhan negara. Dengan lima perintah ini, kehidupan manusia akan lebih terkonsentrasi.
DAFTAR PUSTAKA
Risalah BPUPK (Setneg) Di akses pada tanggal 27 Maret 2021 pukul 16.00 WIB
Sarjana, I. Dewa Gede. "PERUMUSAN PANCASILA DALAM SIDANG BPUPKI." (2020). Di akses
Purwanta, Hieronymus. "Pancasila Dalam Konteks Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia." Jurnal
CANDI 18.2 (2018): 124-137. Di akses pada tanggal 27 Maret 2021 pukul 22.05 WIB
Sarjana, I. Dewa Gede. "PERUMUSAN PANCASILA DALAM SIDANG BPUPKI." (2020). Di akses
pada tanggal 29 Maret 2021 pukul 08.00 WIB