Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH SIDANG BPUPKI PERTAMA

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Pancasila 1

Dosen Pengampu:

Dr. Suprayogi, M. Pd.

Noorochmat Isdaryanto, S. S., M. Si.

Giri Harto Wiratomo, M. Hum.

Nama Anggota:

MOH IHDI SABILI_3301418079

Hesti Dwi Atika_3301420009

Zuhra Labbaika_3301420007

Kelas: Ppkn Angkatan 2020 Rombel 1

Jurusan Politik dan Kewarganegaraan Fakultas Ilmu Sosial

Universitas Negeri Semarang

2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Bagi bangsa Indonesia, penjajahan merupakan pengalaman yang sangat miris dan
memprihatinkan karena dijajah oleh negara asing. Jika dihitung tidak kurang dari 6 negara
yang menjajah Indonesia, yaitu Portugal (1512-1595), Spanyol (1521-1692), Belanda
(1602-1942), Prancis (1808-1811), Inggris (1811-1816), dan Jepang (1942-1945). Dari segi
sejarah, bangsa Indonesia telah bekerja tanpa kenal lelah dan pantang menyerah, serta
senantiasa menggugah semangat perjuangan mengusir penjajah Belanda. Setelah
melepaskan diri dari penjajahan Belanda beberapa waktu, negara Indonesia justru
menghadapi penjajahan yang perlakuannya dalam penjajahan ini jauh lebih tertindas
dibandingkan penjajah sebelumnya yaitu masa penjajahan Jepang yang berlangsung selama
3,5 tahun. Setelah Jepang berkuasa, yang terjadi bukanlah kemerdekaan, tetapi penderitaan
dan kemiskinan, serta penderitaan fisik dan mental.
Dalam situasi sekutu yang semakin menjadi-jadi dan sangat mendesak, Jepang telah
menyususn strategi membuat janji kemerdekaan kepada rakyat Indonesia. Pada tanggal 7
September 1944, Jepang melalui Perdana Menteri Koizumi Kuniaki berjanji memberikan
kemerdekaan kepada rakyat Indonesia pada tanggal 24 Agustus 1945. Secara keseluruhan,
janji ini adalah bagian dari strategi Jepang untuk menarik simpati masyarakat Indonesia
dan membantu mereka melawan Sekutu membela Jepang. Dalam rencana awal Jepang,
kemerdekaan diberikan dalam dua tahap: pertama melalui BPUPK, kemudian
pembentukan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
Oleh karena itu, penulis pada bagian ini akan membahas mengenai laatar belakang
pembentukan BPUPKI yang pertama, kemudian mengenai keanggotaan dari BPUPK, serta
yang terakhir ialah proses perumusan sidang BPUPKI.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana Latar Belakang Sidang BPUPKI yang pertama?
2. Bagaimana mengenai Keanggotaan pada siding BPUPKI yang pertama?
3. Bagaimana proses perumusan pada sidang BPUPKI yang pertama?
1.3 TUJUAN PENELITIAN
1. Untuk mengetahui Latar Belakang Sidang BPUPKI yang pertama.
2. Untuk mengetahui mengenai Keanggotaan pada siding BPUPKI yang pertama.
3. Untuk mengetahui proses perumusan sidang BPUPKI yang pertama.
BAB II

ISI

LATAR BELAKANG SIDANG BPUPKI PERTAMA (MOH IHDI SABILI_3301418079)

Menjelang akhir tahun 1944, bala tentara Jepang menderita kekalahan terus-menerus
terhadap serangan-serangan pihak tentara Sekutu. Memasuki tahun 1945 tentara Jepang dalam
peperangan di Asia Tenggara mengalami kekalahan-kekalahan dan semakin terdesak oleh
negara-negara Sekutu di Pasifik. Sekutu menyerang pertahanan Jepang di Pasifik dan hampir
seluruh medan perang tersebut dimenangkan oleh Sekutu. Sidang Parlemen Jepang atau
Teikoku Ginkai di Tokyo pada 7 September 1944 berlangsung dalam suasana yang kurang
kondusif.

Di tengah kondisinya yang semakin terancam dan terpojok oleh Sekutu, Jepang pun
mengumbar janji kemerdekaan kepada bangsa Indonesia. Pada 7 September 1944 Jepang
melalui Perdana Menteri Kuniaki Koiso berjanji akan memberikan kemerdekaan kepada
bangsa Indonesia nanti pada 24 Agustus 1945. Janji kemerdekaan Perdana Menteri Koiso
diyakini sebagai langkah strategis untuk mempertahankan pengaruh Jepang terhadap
Indonesia. Singkat cerita bahwa janji ini adalah bagian dari strategi Jepang untuk menarik
simpati bangsa Indonesia, agar membantunya melawan sekutu untuk membela Jepang.

Realisasi janji tersebut ditandai dengan dibentuknya Dokuritu Zyunbi Tyosa Kai pada
tanggal 29 April 1945. Sebagai tindak lanjut dari janji tersebut, maka Panglima Tentara Jepang
di Jawa, pada tanggal 1 Maret 1945 menjanjikan pembentukan Badan Penyelidik Usaha-Usaha
Persiapan Kemerdekaan (BPUPK). Badan ini mempunyai tugas untuk mempelajari dan
menyelidiki hal-hal penting yang berkenaan dengan segi-segi politik ekonomi, dan tata
pemerintahan yang dibutuhkan dalam rangka pembentukan negara Indonesia merdeka.
Pembentukan BPUPKI merupakan langkah konkret pertama bagi terpenuhinya janji Koiso
tentang “Kemerdekaan Indonesia kelak di kemudian hari”. Pembentukan BPUPKI pada
tanggal 29 April 1945 tidak terlepas dari usaha Jepang untuk merealisasikan janjinya itu.
Tanggal 28 Mei 1945 badan tersebut dilantik.

KEANGGOTAAN BPUPKI (Zuhra Labbaika_3301420007)

Badan Penyelidik Usaha-usaha Kemerdekaan Indonesia sangat membantu negara ini


dalam memerdekakan diri. Contohnya hasil dari sidang yang menghasilkan dasar negara yang
bisa kita gunakan sampai sekarang ini. Pancasila menjadi pengangan seluruh warga Indonesia
dan tetap berada di hati rakyatnya. Namun tanpa anggota yang menjalankannya, semua itu
tidak mungkin berhasil terjadi. Oleh karena itu, sangat penting untuk kenal tiap-tiap anggota
penting yang membantu berjalannya BPUPK. Dokuritsu Junbi Cosakai dibagi menjadi 2
bagian, yaitu Badan Perundingan atau Kantor Tata Usaha. BPUPKI dipimpin oleh KRT
Radjiman Wedyodiningrat dengan Ichibangase Yosio dan Raden Pandji Soeroso sebagai wakil
ketua. Adapun anggotanya terdiri dari sejumlah tokoh yang berperan penting dalam perjuangan
kemerdekaan, yakni sebagai berikut:

1. Mohammad Hatta
2. Soekarno
3. Raden Suleiman Effendi Kusumaatmaja
4. Ki Hajar Dewantara
5. Sukiman Wiryosanjoyo
6. Samsi Sastrawidagda
7. KH A Ahmad Sanusi
8. Kanjeng Raden Mas Hario Sosrodiningrat
9. H Agus Salim
10. KH Wahid Hasyim
11. Abdul Kahar Muzakir
12. Raden Ashar Sutejo Munandar
13. Raden Ruseno Suryohadikusumo
14. Raden Mas Panji Surahman Cokroadisuryo
15. KRMT Ario Wuryaningrat
16. KH Abdul Halim Majalengka (Muhammad Syatari)
17. KH Mas Mansoer
18. Ki Bagus Hadikusumo
19. Agus Muhsin Dasaad
20. KH Masjkur
21. Mas Aris
22. Liem Koen Hian
23. AA Maramis
24. Mas Sutarjo Kartohadikusumo
25. Mas Susanto Tirtoprojo
26. Kanjeng Raden Mas Tumenggung Wongsonagoro
27. Raden Ahmad Subarjo
28. Mohammad Yamin
29. AR Baswedan
30. Raden Hindromartono
31. Raden Panji Singgih
32. Raden Mas Sartono
33. Raden Suwandi
34. Raden Syamsudin
35. Yohanes Latuharhary
36. Raden Sastromulyono
37. Raden Nganten Siti Sukaptinah Sunaryo
38. Mangunpuspito
39. Raden Ayu Maria Ulfah Santoso
40. Oey Tjong Hauw
41. Oey Tiang Tjoei
42. PF Dahler
43. Bandoro Pangeran Hario Purubojo
44. Soepomo
45. Parada Harahap
46. Raden Jenal Asikin Wijaya Kusuma
47. Pangeran Ario Husein Jayadiningrat
48. Raden Abdulrahim Pratalykrama
49. Raden Abdul Kadir
50. RAA Purbonegoro Sumitro Kolopaking
51. Raden Abikusno Cokrosuyoso
52. Raden Mas Margono Joyohadikusumo
53. Raden Adipati Wiranatakoesoema V
54. R Otto Iskandardinata
55. RMTA Suryo
56. Raden Ruslan Wongsokusumo
57. Raden Panji Suroso
58. Raden Sukarjo Wiryopranoto
59. Raden Sudirman
60. KRT Rajiman Wedyodiningrat
61. Bendoro Pangeran Hario Bintoro
62. Itibangase Yosio
63. Tan Eng Hoa
64. Miyano Syoozoo
65. Matuura Mitukiyo
66. Tokonami Tokuzi
67. Tanaka Minoru
68. Masuda Toyohiko
69. Ide Teitiroo
70. Itagaki Masumitu

BPUPKI memiliki tugas utama untuk mempelajari dan menyelidiki hal-hal yang
berhubungan dengan pembentukan negara Indonesia merdeka. Selain itu, BPUPKI juga
memiliki tugas lain, yakni:

- Bertugas membahas mengenai Dasar Negara

- Sesudah sidang pertama, BPUPKI membentuk reses selama satu bulan

- Bertugas membentuk Panitia Kecil atau Panitia Delapan yang bertugas menampung saran-
saran dan konsepsi dari para anggota

- Bertugas membantu panitia sembilan bersama panitia kecil

- Panita sembilan menghasilkan Jakarta Charter atau Piagam Jakarta

Dari berbagai pembicara selama sidang pertama, terdapat tiga pembicara yang
menjawab pertanyaan tentang dasar negara, yakni pidato dari Mr. Muhammad Yamin, Mr.
Soepomo, dan Ir. Soekarno. Pada 29 Mei 1945, Muhammad Yamin mengemukakan lima “Azas
Dasar Negara Kebangsaan Republik Indonesia” yang terdiri dari peri kebangsaan, peri
kemanusiaan, peri ke-Tuhan-an, peri kerakyatan, dan kesejahteraan rakyat. Pada 31 Mei 1945,
Soepomo mengajukan dasar-dasar untuk Indonesia merdeka adalah persatuan, kekeluargaan,
keseimbangan lahir batin, musyawarah, dan keadilan rakyat. Pada 1 Juni 1945, Soekarno
mengusulkan tentang dasar negara dengan nama Pancasila, Trisila, dan Ekasila. Rumusan lima
dasar bagi negara Indonesia merdeka menurut Soekarno adalah kebangsaan Indonesia,
internasionalisme dan perikemanusiaan, mufakat dan demokrasi, kesejahteraan sosial, dan ke-
Tuhan-an yang Maha Esa. Pidato Soekarno ini kemudian dikenal dengan lahirnya Pancasila.
Selain mengelompokkan berbagai usulan, rapat tersebut menyepakati pembentukan
panitia kecil lain yang bertugas menyusun rumusan dasar negara. Panitia penyusun dasar
negara tersebut beranggotakan sembilan orang, yakni Soekarno, Mohammad Hatta,
Muhammad Yamin, Ahmad Soebardjo, AA Maramis, Abdulkahar Muzakkir, Wachid Hasjim,
H. Agus Salim, dan Abikusno Tjokrosujoso

Sidang Pertama BPUPKI (Hesti Dwi Atika_3301420009)

BPUPKI adalah organisasi yang akan mempersiapkan dan merumuskan segala hal yang
mendasar untuk pembentukan negara dan bangsa yang merdeka. BPUPKI mengadakan dua
kali sidang yaitu: sidang pertama tanggal 29 Mei 1945 sampai dengan 1 Juni 1945, dan sidang
kedua tanggal 10-17 Juli 1945. Dalam dua minggu pertama pertemuan organisasi ini, terjadi
polarisasi antara dua fraksi, yang pertama adalah mendirikan negara Indonesia merdeka
berdasarkan Islam, dan yang lainnya adalah menegakkan dasar Pancasila. Sidang pertama
Badan Persiapan Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dimulai ketika diketuai
oleh Dr. K.R.T. Rajman Wediodiningrat (Radjiman Wediodiningrat) yang mempertanyakan
dasar pendirian negara merdeka di Indonesia. pada akhir Mei 1945. Radjiman, Ketua panitia
Penyelidik Usaha-usaha Kemerdekaan Indonesia, mulailah rapat komite dengan mengajukan
pertanyaan Terhadap pertemuan: "Apa dasar negara merdeka Indonesia yang akan kita
dirikan?"

Dengan cara demikian, pada masa persidangan pertama, BPUPKI mulai membahas satu
hal yang sangat penting, yaitu tentang dasar negara. Pada sidang pertama BPUPKI yang digelar
dari 29 Mei hingga 1 Juni 1945, para pendiri negara mengutarakan pandangannya atas dasar
Indonesia merdeka. Sejarah persidangan BPUPKI mencatat pidato-pidato yang disampaikan
oleh tiga tokoh bangsa, yaitu Muhammad Yamin (29 Mei 1945), Soepomo (31 Mei 1945) dan
Soekarno (1 Juni 1945)).

Mr.Muhammad Yamin (29 Mei 1945) diberikan kesempatan pertama berbicara di


konferensi BPUPKI. Pidato Muhammad Yamin sebenarnya menyinggung tentang dasar
negara, meliputi:

1. Peri Kebangsaan.
2. Peri Kemanusiaan.
3. Peri Ketuhanan.
4. Peri Kerakyatan.
5. Kesejahteraan rakyat.
Di lampirkan pada pidatonya dalam rancangan UUD RI:

1. Ketuhanan Yang Maha Esa.


2. Kebangsaan kesatuan bangsa Indonesia.
3. Rasa kemanusiaan yang adil dan beradab.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Kemudian pada tanggal 31 Mei 1945 Soepomo menyampaikan usulan menganai dasar negara
antara lain:

1. persatuan,
2. kekeluargaan,
3. keseimbangan lahir dan batin,
4. musyawarah, dan
5. keadilan rakyat.

Sopomo sendiri mencontohkan bahwa setiap negara memiliki keistimewaannya masing-


masing, oleh karena itu politik pembangunan negara Indonesia harus menyesuaikan dengan
tatanan sosial masyarakat Indonesia saat ini dan panggilan zaman. Soepomo pun sependapat
dengan Moh. Hatta yanga mengatakan bahwa negara yang didirikan bukanlah negara Islam,
tetapi negara yang bersatu. Jika itu adalah negara Islam, itu berarti negara itu bersatu dengan
kelompok terbesar (yaitu kelompok Islam), dan tentu saja akan ada penyakit jiwa
(minderheeden) dari kelompok agama lain. Dalam sebuah negara-bangsa bersatu, urusan
agama otomatis diserahkan kepada kelompok agama yang bersangkutan.

Kemudian sebagai penutup, Ir. Soekarno berkesempatan mengemukakan idenya sendiri


atas dasar Indonesia merdeka. Menurut Ir. Soekarno, landasan kemerdekaan Indonesia, adalah
landasan negara yang akan didirikan, ia menyebutnya sebagai filosofische grondsag, yaitu
landasan, filosofi, jiwa dan pemikiran, yang menjadi landasan untuk mendirikan Indonesia
merdeka (filsafat dasar) dan Weltanschauung (pandangan hidup) yang dibangun untuk negara
merdeka. Setiap negara memiliki basisnya sendiri, dan Indonesia juga harus memiliki basisnya
sendiri. Risalah rapat Dokuritzu Zyunbi Tyoozakai (Badan Usaha-Usaha Penyelidik Persiapan
Kemerdekaan Indonesia) yang dirumuskan oleh Sukarno pada tanggal 1 Juni 1945 sebelum
menjadi resmi adalah sebagai berikut.
1. Kebangsaan Indonesia.
2. Internasionalisme atau Peri Kemanusiaan.
3. Mufakat atau Demokrasi.
4. Kesejahteraan Sosial.
5. Ketuhanan Yang Berkebudayaan.

Jika anggota sidang tidak setuju dengan rumusan yang lima di atas, maka rumusan itu dapat
diperas menjadi tiga yang disebutnya Trisila, yaitu:

1. Sosio-nasionalisme
2. Sosio-demokrasi
3. Ketuhanan

Rumusan Trisila juga bisa dipadatkan menjadi sebuah perintah yang disebutkan oleh Ir.
Soekarno disebut Ekasila yang artinya gotong royong. Menurut Ir. Soekarno gotong royong
adalah gagasan asli Indonesia. Soekarno berpidato setelah itu Sidang BPUPKI pertama dirasa
sudah cukup karena banyak saran atas dasar Indonesia merdeka.

Dalam pidatonya, Soekarno menanggapi permintaan Rajman untuk berdirinya negara


Indonesia dalam kerangka falsafah dasar atau pandangan dunia (weltanschauung) dengan
penjelasan yang konsisten, solid, dan koheren. Pancasila diberikan oleh Soekarno dan
merupakan filosofische Gronslag (landasan, filosofi atau jiwa) dari Indonesia merdeka. Kelima
prinsip di atas dikemukakan oleh Bung Karno yang akhirnya menamakannya Pancasila.
Sayangnya, berbagai gagasan yang muncul selama konferensi BPUPKI masih menyisakan
masalah besar. Pada pertemuan BPUPKI, tidak ada kesepakatan diantara peserta tentang
bagaimana mencapai model relasi antar bangsa dan agama. Artinya kristalisasi debat dalam
rapat kecil sudah terbentuk, yaitu apakah negara kita berdasarkan Islam atau sekularisme, yaitu
memisahkan agama dari negara. Oleh karena itu, persoalan yang paling sulit saat itu adalah
persoalan negara yang akan dibangun antara Islam dan kelompok-kelompok nasionalis.

Oleh karena itu, guna menjembatani perbedaan pendapat dalam perbincangan BPUPKI,
Dr. Radjiman memutuskan untuk membentuk panitia kecil. Panitia SembiIan dibentuk dari
rapat yang terdiri dari anggota Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (BPUPKI, meliputi Ir. Soekarno (Ketua); Mr. Moh Yamin; K.H Wachid Hasyim;
Drs. Moh. Hatta; K.H. Abdul Kahar Moezakir; Mr. Maramis; Mr. Soebardjo; Abikusno
Tjokrosujoso; H. Agus Salim. Pada tanggal 22 Juni 1945, 38 anggota BPUPKI (Dokuritzu
Zyunbi Tyoosukai) di Jakarta menghadiri rapat tersebut. Pertemuan dimulai pada pukul 8:00.
Sore harinya, sembilan orang dari panitia kecil itu terpilih untuk melaksanakan tugas dan
menghasilkan rancangan pembukaan, yang kemudian disebut “Piagam Jakarta”. Secara
struktural, Panitia Sembilan diketuai oleh Ir. Fokus utama dari Panitia Sembilan yang diketuai
oleh Ir.Sukarno adalah mencari suatu modus, yaitu kesepakatan antara kelompok Islam dan
kelompok nasionalis, yang dihasilkan pada sidang pertama BPUPKI.

Latuharhary menanggapi dengan sangat tajam berbagai saran yang telah dihimpun,
yang memicu perdebatan "tujuh karakter" dan pasal-pasal lain, seperti persyaratan agama
negara dan agama presiden. Dengan cara inilah muncul kelompok-kelompok Islam dan
kebangsaan. Dalam perjalanannya, Panitia Sembilan berhasil meredakan ketegangan ideologis
yang sudah terjadi sebelumnya. Pada tanggal 22 Juni 1945, tim penyusun berhasil
menyelesaikan rumusan Pancasila, yaitu “Piagam Jakarta” atau “Piagam Jakarta”.Adapun
rumusan Piagam Djakarta hasil kerja Panitia Sembilan, yaitu sebagai berikut:

1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya;


2. kemanusiaan yang adil dan beradab;
3. Persatuan Indonesia;
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan; dan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Sintesis ini disebut "Piagam Jakarta". Piagam tersebut merupakan kesepakatan mulia
antara dua kelompok yang memperjuangkan kemerdekaan nasional, kelompok Islam dan
kelompok nasional. Pancasila ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945 dengan mengubah sila
pertama Piagam Jakarta menjadi bentuk-bentuk sebagai berikut: Ketuhanan Yang Maha Kuasa
Negara, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, dan Keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia. Dalam hal ini Radjiman Wedyodiningrat, Kepala Sidang BPUPKI
mengatakan bahwa pidato Bung Karno pada 1 Juni 1945 adalah hari lahir Pancasila. Bersamaan
dengan itu, baru pada tahun 1964 peringatan 1 Juni sebagai hari lahir Pancasila resmi dimulai.

Dasar pancasila adalah satu-satunya ketuhanan, dan puncak tertinggi adalah keadilan
sosial, itulah tujuan dari empat sila lainnya, yaitu mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia. Oleh karena itu, sila ketuhanan yang maha esa mengandung dimensi vertikal
negara, kehidupan berbangsa dan bermasyarakat, sedangkan sila-sila lainnya mengandung
dimensi horizontal dari ketiga aspek kehidupan berbangsa. Hubungan erat antara ukuran
vertikal dan ukuran horizontal dalam Pancasila adalah bahwa ukuran horizontal sebenarnya
berada dalam bingkai ukuran vertikal, karena ukuran horizontal dan ukuran vertikal ditentukan
oleh esensi Tuhan.

BAB III

PENUTUP

Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa prinsip Pancasila tidak statis, tetapi
dinamis, dengan gerakan yang positif dan harmonis, karena penyelenggaraan negara selalu
berkaitan dengan ketertiban nasional. Karena sistem ketatanegaraan merupakan pengatur
kehidupan bernegara, dan kehidupan bernegara menyangkut fitrah, bentuk, tanggung jawab
dan pemerintahan negara tersebut. Karena banyak peristiwa penting telah terjadi, seperti krisis
yang melanda negara, sebagai reaksi terhadap gejolak kehidupan bangsa, hanya satu atau
beberapa prinsip yang dapat dilihat. Bergantung pada sifat tantangan yang dihadapi negara dan
negara bagian, ini mungkin terjadi secara berurutan untuk setiap sila di acara lain. Namun,
ketika masyarakat kembali ke stabilitas, kembali ke Pancasila atau gerakan melingkar yang
harmonis dan seimbang. Dari kalimat diatas dapat kita ketahui bahwa Pancasila sangat penting
bagi keutuhan negara. Dengan lima perintah ini, kehidupan manusia akan lebih terkonsentrasi.

DAFTAR PUSTAKA

Risalah BPUPK (Setneg) Di akses pada tanggal 27 Maret 2021 pukul 16.00 WIB

Sarjana, I. Dewa Gede. "PERUMUSAN PANCASILA DALAM SIDANG BPUPKI." (2020). Di akses

pada tanggal 27 Maret 2021 pukul 20.53.00 WIB

Purwanta, Hieronymus. "Pancasila Dalam Konteks Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia." Jurnal
CANDI 18.2 (2018): 124-137. Di akses pada tanggal 27 Maret 2021 pukul 22.05 WIB

Sarjana, I. Dewa Gede. "PERUMUSAN PANCASILA DALAM SIDANG BPUPKI." (2020). Di akses
pada tanggal 29 Maret 2021 pukul 08.00 WIB

Anda mungkin juga menyukai