B3 dan Insinerator
Laporan Praktikum
Anggrana Lapudooh
2020002029
Pendahuluan
Manusia dengan lingkungan mempunyai hubungan yang sangat dinamis.
Perubahan dalam lingkungan hidup dapat menyebabkan perubahan dalam
kondisi fisik maupun psikis manusia untuk beradaptasi dengan keadaan dan
kondisi yang baru.
Sebagai salah satu contoh meningkatkan jumlah penduduk menyebabkan
peningkatan pemilikan kendaraan bermotor diikuti oleh penambahan bengkel
pemberi pelayanan servis kendaraan dapat menjadi ancaman bagi kelestarian
lingkungan.
Bengkel kendaraan bermotor menyumbang limbah bengkel seperti oli bekas,
aki bekas, lap yang terkontaminasi oleh pelarut atau pelumas, dan sampah
bungkus oli maupun bungkus onderdil kendaraan bermotor. Walaupun limbah
bengkel dapat dimanfaatkan, limbah akibat kegiatan perbengkelan dapat
menimbulkan pencemaran terhadap tanah, air maupun udara karena jenis
limbah yang dihasilkan oleh bengkel berupa limbah cair, padat dan gas
tergolong limbah B3 yang mempunyai sifat toksik dan korosif.
Pengolahan dan
Survei Lokasi
Analisis Data
Identifikasi pengelolaan limbah B3 dilakukan melalui observasi pada bengkel dan wawancara
kepada pemilik dan atau mekanik bengkel di Kabupaten Manokwari. Data yang didapat ialah data
mentah yang berisi jawaban dari responden mengenai permasalahan yang diteliti. Berdasarkan
Peraturan Pemerintah RI No. 85 tahun 1999 yang menyebutkan tentang kriteria/karakteristik
limbah B3, terdapat beberapa limbah kegiatan bengkel yang dapat dikategorikan sebagai limbah
B3, yaitu pelumas atau oli bekas, serta aki bekas.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa Limbah oli bekas dihasilkan dari kendaraan bermotor
yang berencana untuk mengganti oli mesin sementara limbah botol bekas adalah limbah botol
yang telah terkontaminasi oleh oli. Limbah oli sangat berbahaya karena limbah oli mengandung
logam berat yang dapat merusak sistem organ manusia.
“ Selain oli bekas, limbah bengkel lainnya yang dapat menyebabkan terjadinya pencemaran
lingkungan adalah aki bekas. Limbah ini, dapat mencemari lingkungan dikarenakan mengandung
kadar timbal yang tinggi. Limbah timbal yang mencemari perairan dapat menyebabkan keberadaan
timbal di dalam darah warga yang menggunakan air yang tercemar tersebut, yang akan
membahayakan kesehatan, dimana toleransi untuk kadar timbal dalam darah standar WHO 10
mikrogram per desiliter.
Pengelolaan limbah B3 dilakukan dengan cara pengumpulan dan pemanfaatan. Diketahui
Seluruh bengkel belum menggunakan label dan simbol yang sesuai dengan peraturan. Hanya
terdapat tulisan berbunyi “oli bekas” untuk wadah yang menampung oli bekas. Tidak ada simbol
limbah mudah terbakar, maupun label yang menandakan limbah B3
“ Limbah yang dihasilkan Rumah Provinsi Papua Barat berbentuk cair, padat dan gas.
Hampir seluruh limbah B3 yang dihasilkan dari kegiatan medis (penanganan pasien)
potensial menularkan penyakit atau bersifat infeksius. Limbah yang dihasilkan berupa
limbah patologis (organ atau anggota badan), limbah kimia (reagen-reagen yang digunaka
dilaboratorium, formalin, developer, rapid fixer dan H2O2), benda-benda tajam, limbah
farmasi (obat-obatan kadaluwarsa) dan obat-obatan citotoksik.
Limbah yang dihasilkan Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang
diklasifikasikan sebagai limbah berbahaya dan beracun (B3) yang bersifat mudah terbakar
(etanol dan alkohol), mudah meledak (nitrogliserin), korosif (asam nitrat, asam sulfat dan
asam klorida yang banyak digunakan di laboratorium), dan reaktif (Li, Na2O2).
“ Pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) di tiap ruangan atau instalansi di RS
Provinsi Papua Barat pada prinsipnya sama. Petugas memisahkan limbah medis padat dan limbah
non medis. Hal ini perlu mendapatkan lebih banyak perhatian karena kegiatan memilih limbah
berpotensi tertular penyakit atau tertusuk benda tajam. Semua limbah yang masuk ke kantong
plastik kuning dan ungu merupakan limbah yang harus dibakar pada incinerator.
Pengambilan limbah B3 yang dikemas oleh petugas diambil setiap hari. Ada 4 jalur
terjadinya penularan penyakit yaitu lewat kulit, selaput lendir, saluran pernafasan, dan melalui
saluran pencernaan. Masing-masing jalan tersebut berpotensi sebagai jalan bagi kuman penyakit
yang ada pada limbah untuk masuk ke dalam tubuh dan menimbulkan penyakit pada orang yang
renta. Untuk itu perlu adanya petunjuk tentang cara pengambilan dan pembuangan limbah B3
kepada seluruh karyawan rumah sakit. Selain petunjuk pengambilan dan pembuangan limbah B3,
petugas limbah harus dilengkapai dengan alat pelindung diri (APD). Penggunaan APD ini
menjadi pencegahan yang sangat penting untuk mengurangi resiko petugas tertusuk, tersayat,
tertular atau terinfeksi limbah medis padat.
KESIMPULAN