0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
17 tayangan10 halaman
Dokumen tersebut membahas pengertian dan hukum ijarah menurut beberapa mazhab. Secara ringkas, ijarah adalah akad untuk menyewakan manfaat suatu barang dengan imbalan. Ada empat rukun utama ijarah menurut jumhur ulama yaitu dua pihak, persetujuan, imbalan, dan manfaat. Ada perbedaan pendapat ulama tentang upah pekerjaan ibadah dan tanggung jawab kerusakan barang sewaan.
Dokumen tersebut membahas pengertian dan hukum ijarah menurut beberapa mazhab. Secara ringkas, ijarah adalah akad untuk menyewakan manfaat suatu barang dengan imbalan. Ada empat rukun utama ijarah menurut jumhur ulama yaitu dua pihak, persetujuan, imbalan, dan manfaat. Ada perbedaan pendapat ulama tentang upah pekerjaan ibadah dan tanggung jawab kerusakan barang sewaan.
Dokumen tersebut membahas pengertian dan hukum ijarah menurut beberapa mazhab. Secara ringkas, ijarah adalah akad untuk menyewakan manfaat suatu barang dengan imbalan. Ada empat rukun utama ijarah menurut jumhur ulama yaitu dua pihak, persetujuan, imbalan, dan manfaat. Ada perbedaan pendapat ulama tentang upah pekerjaan ibadah dan tanggung jawab kerusakan barang sewaan.
Menurut etimologi, ijarah adalah( ب يع ا لمنفع ةmenjual manfa’at). Al-
ijarah berasal dari kata al-ajru yang arti menurut bahasanya ialah al-‘iwadh yang arti dalam bahasa Indonesianya ialah ganti dan upah. Sedangkan menurut istilah, para ulama berbeda-beda mendefinisikan ijarah, antara lain adalah sebagai berikut: 1. Ulama Hanafiyah “Akad atas suatu kemanfaatan dengan pengganti.” 2. Ulama Asyafi’iyah “Akad atas suatu kemanfaatan yang mengandung maksud tertentu dan mubah, serta menerima pengganti atau kebolehan dengan pengganti tertentu.” 3. Ulama Malikiyah dan Hanabilah “Menjadikan milik suatu kemanfaatan yang mubah dalam waktu tertentu dengan pengganti.” 4. Menurut syaikh Syihab Al-Din dan Syaikh Umairah bahwa yang dimaksud dengan ijarah ialah: “Akad atas manfa’at yang diketahui dan disengaja untuk member dan membolehkan dengan imbalan yang diketahui ketika itu”. 5. Menurut Muhammad Al-Syarbini Al-Khatib bahwa yang dimaksud dengan Al Ijarah adalah: “Pemilikan manfaat dengan adanya imbalan dan syarat-syarat.” 6. Menurut Sayyid Sabiq bahwa Ijaroh ialah suatu jenis akad untuk mengambil manfaat dengan jalan penggantian. 7. Menurut Hasbi Ash-Shiddiqie bahwa ijarah adalah: “Akad yang objeknya ialah penukaran manfaat untuk masa tertentu, yaitu pemilikan manfaat dengan imbalan, sama dengan menjual manfaat.” DASAR HUKUM IJARAH Al-Qur’an Hadis Ijma
َ Para ulama sepakat
وه َّن تآ ف َ ُم كَ ل ُ ُ ْ َ ْ َ ْ ِْنع ض ر أ ن إ ف َ Dari Ibnu ‘Umar ra. ia bahwa ijarah itu ور ُه َّن ُ berkata, “Rasulullah saw َ ۖ أ ُجbersabda: dibolehkan dan tidak ada seorang ulama “Jika mereka telah pun yang ْ َ ع ُطوا اْألَجِ يْ َر أ menyusukan anakmu, ج َر ُه َقبْ َل أ َ ْن ْ َأ membantah maka berikanlah upah َ يَ ِج ّـََّف. ع َرق ُُه kesepakatan (ijma‟) mereka” (QS. At- ini. Thalaq: 6). “Berilah upah kepada para pekerja sebelum mengering keringatnya.” RUKUN DAN SYARAT IJARAH Adapun syarat-syarat ijarah seperti yang ditulis Nasrun Haroen berikut: 1. Yang terkait dengan dua Menurut Hanafiyah rukun ijarah orang yang berakad. hanya satu yaitu ijab dan qabul dari Menurut ulama Syafi’iyah dua belah pihak yang bertransaksi. dan Hanabalah disyaratkan Adapun menurut jumhur ulama yang telah balig dan berakal. iajarah ada empat yaitu: 2. Kedua belah pihak yang 1. Dua orang yang berakad berakad menyatakan 2. Sighat (ijab dan qabul) kerelaannya melakukan akad 3. Sewa atau imbalan al-ijarah 4. Manfaat 3. Manfaat yang menjadi objek ijarah harus dikatahui, sehingga tidak muncul perselisihan dikemudian hari 4. Objek ijarah itu boleh diserahkan dan digunakan secara langsung dan tidak ada cacatnya 5. Objek ijarah itu sesuatu yang dihalalkan oleh syara’ 6. Yang disewakan itu bukan suatu kewajiban bagi penyewa 7. Objek ijarah itu merupakan sesuatu yang biasa disewakan 8. Upah atau sewa dalam ijarah harus jelas UPAH DALAM PEKERJAAN IBADAH
1. Madzhab Hanafi berpendapat bahwa ijarah dalam perbuatan ibadah atau
ketaatan kepada Allah seperti menyewa orang lain untuk sholat, puasa, haji atau membaca alqur’an yang pahalanya dihadiahkan kepada orang tertentu seperti kepada arwah orang tua yang menyewa, menjadi muadzin, menjadi imam, dan lain-lain yang sejenis 2. Menurut madzhab Hambali, boleh mengambil upah dari pekerjaan- pekerjaan mengajar alqur’an dan sejenisnya, jika tujuannya termasuk untuk mewujudkan kemaslahatan. Tetapi, haram hukumnya mengambil upah jika tujuannya termasuk kepada taqqrrub kepada Allah. 3. Madzhab maliki, Syafi’i dan ibnu Hazm, membolehkan mengambil upah sebagai iambalan mengajar Al-Qur’an dan kegiatan-kegiatan sejenis, karena hal ini termasuk jenis imbalan dari perbuatan yang diketahui (terukur) dan dari tenaga yang diketahui pula. MENYEWAKAN BARANG SEWAAN Menurut Sayyid sabiq, penyewa dibolehkan menyewakan lagi barang sewaan tersebut pada orang lain, dengan syarat penggunaan barang itu sesuai dengan penggunaan yang dijanjikan ketika akad awal. Sementara itu, menurut Hendi Suhendi bila ada kerusakan pada benda yang disewa, maka yang bertanggung jawab adalah pemilik barang (al-mu’jir) dengan syarat kerusakan itu bukan akibat dari kelalaian penyewa atau al- musta’jir maka yang bertanggung jawab adalah penyewa atau al- musta’jir itu sendiri. PEMBATALAN DAN BERAKHIRNYA IJARAH Para ulama fiqih berbeda pendapat tentang sifat akad ijarah, apakah bersifat mengikat kedua belah pihak atau tidak. Ulama Hanafiah berpendirian bahwa akad ijarah itu bersifat mengikat, tetapi boleh dibatalkan secara sepihak apabila terdapat udzur dari salah satu pihak yang berakad seperti salah satu pihak sudah wafat atau kehilangan kecakapan bertindak dalam hukum. PENGEMBALIAN BARANG SEWAAN Menurut Sayyid Sabiq jika akad ijarah telah berakhir, penyewa berkewajiban mengembalikan barang sewaan. Jika barang itu berbentuk barang yang dapat dipindah (barang bergerak) seperti kendaraan, binatang dan sejenisnya, ia wajib menyerahkannya langsung pada pemiliknya. Dan jika berbentuk barang yang tidak dapat berpindah (barang yang tidak dapat bergerak) seperti rumah, tanah, bangunan, ia berkewajiban menyerahkan kepada pemiliknya dalam keadaan kosong, seperti keadaan semula.
Madzhab Hambali berpendapat bahwa ketika ijarah telah berakhir
penyewa harus melepaskan barang sewaan dan tidak ada kemestian mengembalikan untuk menyerahterimakannya, seperti barang titipan. Selanjutnya mereka juga berpendapat bahwa setelah berakhirnya masa akad ijarah dan tidak terjadi kerusakan yang tanpa disengaja, maka tidak ada kewajiban menanggung bagi penyewa. THANK YOU