Anda di halaman 1dari 10

Ijarah

A.    Pengertian Ijarah

1.Menurut etimologi, ijarah adalah ‫ ب ي ع ا لمنفع ة‬menjual manfa’at.


Al-ijarah berasal dari kata al-ajru yang arti menurut bahasanya
ialah al-‘iwadh yang arti dalam bahasa Indonesianya ialah ganti
dan upah. Sewa-menyewa atau dalam bahasa arab ijarah berasal
dari kata ‫اجر‬  yang sinonimnya:
1. ‫ اكوى‬yang artinya menyewakan, seperti dalam
kalimat ‫اجرا لشئ‬  menyewakan sesuatu
2.   ‫ اعط ا ه اجرا‬yang artinya ia memberi upah, seperti dalam
kalimat ‫ اجرفالناعلىك ذا‬ia memerikan kepada si fulan upah sekian
3.  ‫ اثابه‬yang artinya memberinya pahala, seperti dalam kalimat
‫ اجرهللا عبده‬Allah memberikan pahala kepada hamba-Nya
1.Menurut istilah, para ulama berbeda-beda mendefinisikan ijarah, antara lain
adalah sebagai berikut:
a. Ulama Hanafiyah
ٍ ‫َع ْق ٌد َعلَى ال ُمنَافِ ِع بِ َع ْو‬
‫ض‬
Artinya: “Akad atas suatu kemanfaatan dengan pengganti.”
b. Ulama Asyafi’iyah
‫ض َم ْعلُ ْو ٍم‬
ٍ ‫بِ َع ْو‬  ‫َع ْق ٌد َعلَى َم ْنفَ َع ٍة َم ْقصُود ٍة َم ْعلُو َم ٍة ُمبَا َح ٍة قَابِلَ ٍة لِلبَ ْد ِل َواِإل بَا َح ِة‬
Artinya: “Akad atas suatu kemanfaatan yang mengandung maksud
tertentu dan mubah, serta menerima pengganti atau kebolehan dengan
pengganti tertentu.”
c. Ulama Malikiyah dan Hanabilah
‫ض‬ ٍ ‫ك َمنَافِ ِع َشي ٍء ُمبَا َح ٍة ُم َّدةً َم ْعلُ ْو َمةً بِ َع ْو‬ ُ ‫تَ ْملِ ْي‬
Artinya: “Menjadikan milik suatu kemanfaatan yang mubah dalam waktu
tertentu dengan pengganti.”
Jadi ijarah atau sewa adalah: penggunaan suatu barang atau jasa yang
memberikan manfaat dan yang digunakan tidak berkurang dari keadaan
semula serta ada batasa waktunya.
B.     Dasar Hukum ijarah

1.Dasar hukum ijarah dalam alqur’an adalah


)‫فان ا رضعن لكم فا تو هن اجورهن (الطالق‬
Artinya: “Jika mereka telah menyusukan anakmu, maka
berikanlah upah mereka” (Al-Thalaq: 6).
2.Dasar hukum ijarah dari al-hadits adalah
‫اعطو ااالجيرا جره قبل ا ن يجف عر قه‬
“Berikanlah olehmu upah orang sewaan sebelum keringatnya
kering.” (Riwayat Ibnu Majah)
3.Landasan Ijma’nya ialah semua umat sepakat, tidak ada
seorang ulama pun yang membantah kesepakatan (ijma’) ini,
sekalipun ada beberapa orang diantara mereka yang berbeda
pendapat, tetapi hal itu tidak dianggap
C.     Rukun dan Syarat-syarat Ijarah

a. Menurut Hanafiyah rukun ijarah hanya satu yaitu ijab


dan qabul dari dua belah pihak yang bertransaksi.
Adapun menurut jumhur ulama ijarah ada empat yaitu:
1. Dua orang yang berakad (mukjir dan mustakjir)
2. Sighat (ijab dan qabul)
3. Sewa atau imbalan
4. Manfaat
 Mukjir: orang yang memberikan upah dan yang
menyewakan
 musta’jir adalah orang yang menerima upah untuk
melakukan sesuatu dan yang menyewa sesuatu. 
b.Adapun syarat-syarat ijarah sebagimana yang ditulis Nasrun
Haroen sebagai berikut:
1. Yang terkait dengan dua orang yang berakad balig dan berakal.
2. Kedua belah pihak yang berakad menyatakan kerelaannya
melakukan akad al-ijarah
3. Manfaat yang menjadi objek ijarah harus dikatahui, sehingga
tidak muncul perselisihan dikemudian hari
4. Objek ijarah itu boleh diserahkan dan digunakan secara
langsung dan tidak ada cacatnya
5. Objek ijarah itu sesuatu yang dihalalkan oleh syara’
6. Yang disewakan itu bukan suatu kewajiban bagi penyewa
7. Objek ijarah itu merupakan sesuatu yang biasa disewakan
8. Upah atau sewa dalam ijarah harus jelas
D. Pembayaran Upah dan Sewa

Menurut Imam Syafi’i dan Ahmad, jika mu’jir menyerahkan zat


benda yang disewa kepada musta’jir, ia berhak menerima
bayarannya, karena penyewa (musta’jir) sudah menerima
kegunaan. Hak menerima upah bagi musta’jir adalah sebagai
berikut:
1. Ketika pekerjaan selesai dikerjakan, beralasan kepada hadis
Rasulullah yang diriwayatka oleh Ibnu Majah dengan arti
sebagai berikut: “Berikanlah upah sebelum keringat pekerja itu
kering”.
2. Jika menyewa barang, uang sewaan dibayar ketika akad sewa,
kecuali bila dalam akad ditentukan lain, manfaat barang yang di-
ijarah-kan mengalir selama penyewaan berlangsung.
E. Menyewakan Barang Sewaan

Musta’jir dibolehkan menyewakan lagi barang sewaan


kepada orang lain, dengan syarat penggunaan barang itu
sesuai dengan penggunaan yang dijanjikan ketika akad.
Seperti penyewaan seekor kerbau, ketika akad dinyatakan
bahwa kerbau itu disewa untuk membajak di sawah,
kemudian kerbau tersebut disewakan lagi dan timbul
musta’jir kedua, maka kerbau itu pun harus digunakan untuk
membajak pula. Harga penyewaan yang kedua ini bebas,
boleh lebih besar, lebih kecil, atau seimbang.
Bila ada kerusakan pada benda yang disewa, maka yang
bertanggung jawab adalah pemilik barang (mu’jir), dengan
syarat kerusakan itu bukan akibat dari kelalaian musta’jir.
G. Pengembalian Sewaan

Jika ijarah telah berakhir, penyewa berkewajiban


mengembalikan barang sewaan. Jika barang itu dapat
dipindahkan, ia wajib menyerahkan kepada pemiliknya, dan
jika bentuk barang sewaan adalah benda tetap atau (‘iqar), ia
wajib menyerahkan kembali dalam keadaan kosong, jika
barang sewaan itu tanah, ia wajib menyerahkan kepada
pemiliknya dalam keadaan kosong dari tanaman, kecuali bila
ada kesulitan untuk menghilangkannya.
Mazhab Hanbali berpendapat, bahwa ketika ijarah telah
berakhir, penyewa harus melepaskan barang sewaan dan
tidak ada kemestian mengembalikan untuk
menyerahterimakannya, seperti barang titipan.
F. Pembatalan dan Berakhirnya Ijarah

Ijarah akan menjadi batal (fasakh) bila terdapat hal-hal sebagai


berikut:
1. Terjadinya cacat pada barang sewaan yang terjadi pada tangan
penyewa,
2. Rusaknya barang yang disewakan, seperti rumah menjadi runtuh
dan sebagainya.
3. Rusaknya barang yang diupahkan (ma’jur ‘alaih), seperti baju yang
diupahkan untuk dijahitkan.
4. Terpenuhinya manfaat yang diadakan, berakhirnya masa yang telah
ditentukan dan selesainya pekerjaan.
5. Menurut Hanafiyah, boleh fasakh ijarah dari salah satu pihak
seperti yang menyewa toko untuk dagang, kemudian dagangannya
ada yang mencuri, maka ia dibolehkan mem-fasakh-kan sewaan itu.

Anda mungkin juga menyukai