BAB XIV
“Konseling Psikologi
&
Terapi Psikologi”
01 02 03
Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Pembahasan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Isnanto, 2009
Etika atau lazim juga disebut etik, berasal dari kata Yunani ETHOS yang
berarti norma-norma, nilai-nilai, kaidah-kaidah dan ukuran-ukuran bagi
tingkah laku manusia yang baik.
Pasal 78 Penjelasan
Pasal 75 Konseling Kelompok dan 05 08
Singkat/Debriefing Setelah
Terapi Kelompok
06 07 Konseling Psikologi/Psikoterapi
Dewi adalah seorang lulusan S2 psikolog telah membuka sebuah praktek konseling,
sedangkan Ani adalah seorang ibu rumah tangga dan memiliki 2 orang anak. Ani dan
Dewi merupakan teman lama karena mereka sudah saling mengenal sejak kecil. Oleh
karena itu, Ani dan Dewi sudah saling mengenal keluarganya masing-masing. Ani
dan Dewi sudah jarang bertemu karena kesibukan mereka satu sama lain. Suatu hari,
Ani datang ke tempat praktek Dewi untuk berkonseling mengenai masalah yang
dialaminya Dewi membantu Ani sebagai seorang psikolog untuk membantu
permasalahan yang dialami oleh Ani tersebut.
KASUS 1
Setelah kejadian tersebut, Dewi pada akhirnya mempunyai inisiatif
untuk menemui orangtua Ani dan menceritakan masalah yang dihadapi oleh
Ani karena ia merasa bahwa ia adalah teman dari kecil dan mengenal keluarga
Ani. Dewi menganggap bahwa tindakan yang dilakukannya sebagai niat baik agar
dapat menolong Ani sebagai teman kecilnya. Selain menceritakan setiap
permasalahan yang dialami oleh Ani, Dewi juga menunjukkan semua dokumen
konseling yang telah dilakukan, termasuk hasil test dan rekaman wawancara yang
telah dilakukan kepada orang tua Ani. Dewi melakukan semua hal ini tanpa
persetujuan dari Ani sebagai kliennya.
Dalam kasus ini ada beberapa hal yang dapat dikritisi melalui Kode Etik Psikologi, yaitu:
01
Dalam kasus ini, penulis belum jika Informed Consent telah terumuskan PEMBAHASAN
KASUS 1
bisa menentukan bahwa Dewi dengan baik dan disetujui oleh kedua belah
melanggar informed consent, pihak, maka akan memudahkan satu sama
karena di dalam kasus tersebut lain dan meminimalisir kerugian yang
tidak dijelaskan lebih jauh terkait mungkin ditimbulkan.
dengan informed consent yang
telah disepakati oleh kedua belah
pihak.
KASUS 2 John mengajukan
keberatannya dan
mengatakan bahwa dia
tidak ingin mengakhiri
Bahwa pertemuan- pertemuan-pertemuan
pertemuan terapi terapi.
tampaknya tidak
membuahkan hasil. Klien Apa yang harus
Dia terlihat tidak bersedia setuju dengan apa yang dilakukan oleh
untuk berbuat banyak bagi disampaikan oleh terapis, terapis?
dirinya sendiri, baik di tetapi dia tetap
dalam maupun di luar mendatangi terapis.
pertemuan terapi. Akhirnya, terapis menjadi
Jhon selalu hadir pada saat Terapis sudah berkali-kali lebih keras dan
terapi setiap minggunya, mengonfrontasikan klien memutuskan bahwa yang
tetapi dia mengatakan kepada ketidaksediaannya paling baik adalah
bahwa dia tidak memiliki untuk melibatkan diri lebih mengakhiri hubungan
sesuatu yang bisa banyak ke dalam terapi terapeutik.
didiskusikan dengan dan telah menyampaikan
terapis. kepada klien
Dalam kasus ini ada beberapa hal yang dapat dikritisi melalui Kode Etik Psikologi, yaitu:
PEMBAHASAN
KASUS 2 Menurut penulis hal ini
(penghentian layanan psikologi)
Pada kasus John sebagai klien yang
mengajukan keberatannya dan dapat diantisipasi dengan
mengatakan bahwa dia tidak ingin informed consent yang disepakati
mengakhiri pertemuan-pertemuan diawal
Berdasarkan kasus tersebut terapi. Pasal 73 ayat 3
dikarenakan klien dianggap tidak
tampak bersedia untuk berbuat Pasal 80 ayat 3
banyak bagi dirinya sendiri, baik di
dalam maupun di luar pertemuan
terapi. Pasal 22 ayat 1 sebelum penghentian Konseling
Pasal 22 ayat 2 Psikologi/Psikoterapi, Psikolog perlu
memberikan konseling pendahuluan dan/atau
menyarankan pemberi layanan alternatif
terapis memiliki peluang untuk dapat
lainya yang sesuai dengan kebutuhan klien,
memutuskan atau mengakhiri hubungan
hal ini sebagai upaya persuasif
terapeutik dan mengalihkan atau merujuk pada
sejawat lain
KASUS 3
Sekolah memiliki
kebijakan bahwa konseling Misalkan, Susi
Susi telah menemui jangka panjang tidak bisa menolak untuk
konselor sekolahnya Pak diadakan, tetapi jika beralih kepada
Smith, seminggu sekali diperlukan, pengalihan bisa terapis lain dan
Misalkan, Susi
untuk jangka waktu dua dilakukan dan masalah- mengemukakan
bulan dan dia merasa setuju untuk
masalah emosional Susi beralih dan bahwa dia tidak
bahwa pertemuan- cukup dalam dan layak ingin menemui
pertemuan konseling mencari seorang
ditangani melalui terapis pribadi. seorang pun selain
amat membantunya. psikoterapi yang intensif. konselor di
Konselor juga mengamati Dalam kasus ini,
Karena kenyataan- kapan tanggung sekolahnya, Pak
bahwa Susi menunjukkan kenyataan tersebut, Pak Smith. Haruskah
kemajuan, tetapi ia juga jawab Pak Smith
Smith menyarankan kepada kepada Susi Pak Smith
sadar bahwa waktunya Susi untuk beralih kepada mengakhiri
sangat terbatas, sebab ia berakhir?
terapis lain sambil hubungan
harus menangani 450 mengemukakan alasan- konselingnya
orang klien. alasannya. dengan Susi?
Dalam kasus ini ada beberapa hal yang dapat dikritisi melalui Kode Etik Psikologi, yaitu:
PEMBAHASAN KASUS 3
Menurut hemat penulis program konseling
Dikarenakan adanya keterbatasan waktu
antara Pak Smith dan Susi perlu diawali dengan
dalam program konseling, juga dikarenakan
kejelasan dalam Informed consent, untuk
adanya keterbatasan tenaga dimana Pak
menegaskan bahwa program konseling yang
Smith harus menangani 450 orang klien
akan sama sama dijalankan memiliki
Pasal 73 ayat 3 keterbatasan waktu
Pasal 75
Saat Susi menyepakati untuk beralih dan Pak Smith perlu memberikan
mencari terapis pribadi konseling pendahuluan dan/atau
menyarankan pemberi layanan
alternatif lainnya yang sesuai
kebutuhan Susi.
Pasal 80 Ayat 3
Pak Smith dapat melanjutkan terlebih Konselor harus bertanggung jawab untuk
dahulu dalam sementara waktu sambil menghindari dampak buruk akibat proses
tetap mendorong Susi untuk beralih konseling atau terapi yang dilaksanakannya
kepada terapis lain terhadap klien.
Pasal 72 Ayat 1
Poin B,C dan D
DAFTAR PUSTAKA
01 Isnanto, R. Rizal. (2009), Buku Ajar Etika Profesi, Semarang : Program Studi Sistem Computer
Fakultas Teknik Universitas Diponegoro .
Himpunan Psikologi Indonesia. (2010), Kode Etik Psikologi Indonesia. Jakarta : Pengurus Pusat
02 Himpunan Psikologi Indonesia.
Corey, Gerald. (2013), Teori dan Praktek Konseling & Psikoterapi, Bandung : Refika Aditama
03
THANK YOU