Anda di halaman 1dari 12

KODE ETIK

BAB XIV

“Konseling Psikologi
&
Terapi Psikologi”

Ahmad Gilang Romadhon (20050121104)


Nuzul Yatmi (20050121308)
BAB I
PENDAHULUAN
 Kode Etik Psikologi Indonesia merupakan
ketentuan tertulis yang diharapkan menjadi  Untuk mengetahui dan memahamai definisi
pedoman dalam bersikap dan berperilaku, dari kode etik
serta pegangan teguh seluruh Psikolog dan  Apa yang dimaksud dengan
 Untuk mengetahui dan memahami pasal-pasal
kelompok Ilmuwan Psikologi dalam kode etik?
 Apa saja pasal-pasal yang yang terdapat di dalam kode etik khususnya
menjalankan aktivitas profesinya sesuai pasal-pasal tentang konseling psikologi dan
dengan kompetensi dan kewenangan terkait dengan konseling
psikologi dan terapi psikologi? terapi psikologi
masing-masing, guna menciptakan  Untuk mengetahui dan memahami contoh
kehidupan masyarakat yang lebih sejahtera  Apa saja contoh pelanggaran
kode etik yang dilakukan terkait pelanggaran kode etik terkait pasal tentang
(Himpunan Psikologi Indonesia, 2010) konseling psikologi dan terapi psikologi
 Terdapat pasal-pasal didalam buku kode pasal tersebut?
 Bagaimana analisa atau  Untuk mengetahui dan memahami cara
etik, salah satunya tentang konseling menganalisa kasus dari pelanggaran yang ada
psikologi dan terapi psikologi (Bab XIV dari pembahasan kasus berdasarkan
pasal-pasal dan kode etik? berdasarkan pasal di kode etik
pasal 71-80)

01 02 03
Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Pembahasan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
 Isnanto, 2009
Etika atau lazim juga disebut etik, berasal dari kata Yunani ETHOS yang
berarti norma-norma, nilai-nilai, kaidah-kaidah dan ukuran-ukuran bagi
tingkah laku manusia yang baik.

 Konvensi nasional IPBI ke-1


Kode etik sebagai pola ketentuan, aturan, tata cara yang menjadi pedoman
dalam menjalankan aktifitas maupun tugas suatu profesi.

 Himpunan Psikologi Indonesia, 2010


Kode Etik Psikologi Indonesia merupakan ketentuan tertulis yang diharapkan
menjadi pedoman dalam bersikap dan berperilaku, serta pegangan teguh
seluruh Psikolog dan kelompok Ilmuwan Psikologi dalam menjalankan
Definisi Kode Etik aktivitas profesinya sesuai dengan kompetensi dan kewenangan masing-
masing, guna menciptakan kehidupan masyarakat yang lebih sejahtera.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pasal-Pasal XIV “Konseling Psikologi dan Terapi Psikologi”

Pasal 71 Batasan Umum


Pasal 72 Kualifikasi Konselor dan
Psikoterapis 01
Pasal 73 Informed Consent dalam
02
Pasal 80 Penghentian Konseling
Konseling dan Terapi 10 Psikologi/ Psikoterapi
03
Pasal 74 Konseling
Psikologi/Psikoterapi yang melibatkan 09 Pasal 79 Penghentian Sementara Konseling
Pasangan atau Keluarga 04 Psikologi/Psikoterapi

Pasal 78 Penjelasan
Pasal 75 Konseling Kelompok dan 05 08
Singkat/Debriefing Setelah
Terapi Kelompok
06 07 Konseling Psikologi/Psikoterapi

Pasal 76 Pemberian Konseling Psikologi/


Psikoterapi bagi yang Menjalani Pasal 77 Pemberian Konseling Psikologi/
Konseling Psikologi/Psikoterapi Psikoterapi kepada Mereka yang Pernah
sebelumnya Terlibat Keintiman/Keakraban Seksual
BAB III & BAB IV
KASUS & PEMBAHASAN KASUS

Dewi adalah seorang lulusan S2 psikolog telah membuka sebuah praktek konseling,
sedangkan Ani adalah seorang ibu rumah tangga dan memiliki 2 orang anak. Ani dan
Dewi merupakan teman lama karena mereka sudah saling mengenal sejak kecil. Oleh
karena itu, Ani dan Dewi sudah saling mengenal keluarganya masing-masing. Ani
dan Dewi sudah jarang bertemu karena kesibukan mereka satu sama lain. Suatu hari,
Ani datang ke tempat praktek Dewi untuk berkonseling mengenai masalah yang
dialaminya Dewi membantu Ani sebagai seorang psikolog untuk membantu
permasalahan yang dialami oleh Ani tersebut.

KASUS 1
Setelah kejadian tersebut, Dewi pada akhirnya mempunyai inisiatif
untuk menemui orangtua Ani dan menceritakan masalah yang dihadapi oleh
Ani karena ia merasa bahwa ia adalah teman dari kecil dan mengenal keluarga
Ani. Dewi menganggap bahwa tindakan yang dilakukannya sebagai niat baik agar
dapat menolong Ani sebagai teman kecilnya. Selain menceritakan setiap
permasalahan yang dialami oleh Ani, Dewi juga menunjukkan semua dokumen
konseling yang telah dilakukan, termasuk hasil test dan rekaman wawancara yang
telah dilakukan kepada orang tua Ani. Dewi melakukan semua hal ini tanpa
persetujuan dari Ani sebagai kliennya.
Dalam kasus ini ada beberapa hal yang dapat dikritisi melalui Kode Etik Psikologi, yaitu:

Menekankan pentingnya Meski Demikian, perihal Dewi yang


informed consent dalam menceritakan setiap permasalahan yang
konseling psikologi dan terapi dialami oleh Ani dan menunjukkan
 Pasal 73, ayat 2, Poin B semua dokumen konseling yang telah
psikologi sehingga kewajiban
dilakukan, termasuk hasil test dan
dan hak dari masing-masing  Pasal 73, Ayat 2, poin C.
rekaman wawancara kepada orang tua
pihak dapat dirumuskan secara  Pasal 73, ayat 3 dan Pasal 23 ayat 1 Ani dan hal tersebut tanpa persetujuan
jelas. poin C, Pasal 24, Pasal 25 ayat 2 dari Ani sebagai kliennya.
poin B
Pasal 72 ayat 1 poin D

01

Dalam kasus ini, penulis belum jika Informed Consent telah terumuskan PEMBAHASAN
KASUS 1
bisa menentukan bahwa Dewi dengan baik dan disetujui oleh kedua belah
melanggar informed consent, pihak, maka akan memudahkan satu sama
karena di dalam kasus tersebut lain dan meminimalisir kerugian yang
tidak dijelaskan lebih jauh terkait mungkin ditimbulkan.
dengan informed consent yang
telah disepakati oleh kedua belah
pihak.
KASUS 2 John mengajukan
keberatannya dan
mengatakan bahwa dia
tidak ingin mengakhiri
Bahwa pertemuan- pertemuan-pertemuan
pertemuan terapi terapi.
tampaknya tidak
membuahkan hasil. Klien  Apa yang harus
Dia terlihat tidak bersedia setuju dengan apa yang dilakukan oleh
untuk berbuat banyak bagi disampaikan oleh terapis, terapis?
dirinya sendiri, baik di tetapi dia tetap
dalam maupun di luar mendatangi terapis.
pertemuan terapi. Akhirnya, terapis menjadi
Jhon selalu hadir pada saat Terapis sudah berkali-kali lebih keras dan
terapi setiap minggunya, mengonfrontasikan klien memutuskan bahwa yang
tetapi dia mengatakan kepada ketidaksediaannya paling baik adalah
bahwa dia tidak memiliki untuk melibatkan diri lebih mengakhiri hubungan
sesuatu yang bisa banyak ke dalam terapi terapeutik.
didiskusikan dengan dan telah menyampaikan
terapis. kepada klien
Dalam kasus ini ada beberapa hal yang dapat dikritisi melalui Kode Etik Psikologi, yaitu:

PEMBAHASAN
KASUS 2 Menurut penulis hal ini
(penghentian layanan psikologi)
Pada kasus John sebagai klien yang
mengajukan keberatannya dan dapat diantisipasi dengan
mengatakan bahwa dia tidak ingin informed consent yang disepakati
mengakhiri pertemuan-pertemuan diawal
Berdasarkan kasus tersebut terapi. Pasal 73 ayat 3
dikarenakan klien dianggap tidak
tampak bersedia untuk berbuat  Pasal 80 ayat 3
banyak bagi dirinya sendiri, baik di
dalam maupun di luar pertemuan
terapi.  Pasal 22 ayat 1 sebelum penghentian Konseling
 Pasal 22 ayat 2 Psikologi/Psikoterapi, Psikolog perlu
memberikan konseling pendahuluan dan/atau
menyarankan pemberi layanan alternatif
terapis memiliki peluang untuk dapat
lainya yang sesuai dengan kebutuhan klien,
memutuskan atau mengakhiri hubungan
hal ini sebagai upaya persuasif
terapeutik dan mengalihkan atau merujuk pada
sejawat lain
KASUS 3

Sekolah memiliki
kebijakan bahwa konseling  Misalkan, Susi
Susi telah menemui jangka panjang tidak bisa menolak untuk
konselor sekolahnya Pak diadakan, tetapi jika beralih kepada
Smith, seminggu sekali diperlukan, pengalihan bisa terapis lain dan
 Misalkan, Susi
untuk jangka waktu dua dilakukan dan masalah- mengemukakan
bulan dan dia merasa setuju untuk
masalah emosional Susi beralih dan bahwa dia tidak
bahwa pertemuan- cukup dalam dan layak ingin menemui
pertemuan konseling mencari seorang
ditangani melalui terapis pribadi. seorang pun selain
amat membantunya. psikoterapi yang intensif. konselor di
Konselor juga mengamati Dalam kasus ini,
Karena kenyataan- kapan tanggung sekolahnya, Pak
bahwa Susi menunjukkan kenyataan tersebut, Pak Smith. Haruskah
kemajuan, tetapi ia juga jawab Pak Smith
Smith menyarankan kepada kepada Susi Pak Smith
sadar bahwa waktunya Susi untuk beralih kepada mengakhiri
sangat terbatas, sebab ia berakhir?
terapis lain sambil hubungan
harus menangani 450 mengemukakan alasan- konselingnya
orang klien. alasannya. dengan Susi?
Dalam kasus ini ada beberapa hal yang dapat dikritisi melalui Kode Etik Psikologi, yaitu:

PEMBAHASAN KASUS 3
Menurut hemat penulis program konseling
Dikarenakan adanya keterbatasan waktu
antara Pak Smith dan Susi perlu diawali dengan
dalam program konseling, juga dikarenakan
kejelasan dalam Informed consent, untuk
adanya keterbatasan tenaga dimana Pak
menegaskan bahwa program konseling yang
Smith harus menangani 450 orang klien
akan sama sama dijalankan memiliki
 Pasal 73 ayat 3 keterbatasan waktu
 Pasal 75
Saat Susi menyepakati untuk beralih dan Pak Smith perlu memberikan
mencari terapis pribadi konseling pendahuluan dan/atau
menyarankan pemberi layanan
alternatif lainnya yang sesuai
kebutuhan Susi.
 Pasal 80 Ayat 3
Pak Smith dapat melanjutkan terlebih Konselor harus bertanggung jawab untuk
dahulu dalam sementara waktu sambil menghindari dampak buruk akibat proses
tetap mendorong Susi untuk beralih konseling atau terapi yang dilaksanakannya
kepada terapis lain terhadap klien.
 Pasal 72 Ayat 1
Poin B,C dan D
DAFTAR PUSTAKA

01 Isnanto, R. Rizal. (2009), Buku Ajar Etika Profesi, Semarang : Program Studi Sistem Computer
Fakultas Teknik Universitas Diponegoro .
 
Himpunan Psikologi Indonesia. (2010), Kode Etik Psikologi Indonesia. Jakarta : Pengurus Pusat
02 Himpunan Psikologi Indonesia.
 
Corey, Gerald. (2013), Teori dan Praktek Konseling & Psikoterapi, Bandung : Refika Aditama
03
THANK YOU

Anda mungkin juga menyukai