Kerentaan = Pre-
disabilitas
pre-renta 71,1 %
frailty 27,4% (Setiati dkk,)
Diagnosis Kerentaan
Diagnosis Frailty
berdasarkan Fried Criteria
Metode ini
telah
•
divalidasi
di
Cardiovasc
ular Health
Study
(CHS).
↑ kortisol ↑ resistensi
↓imunitas
insulin
↑ jaringan lemak
↑ simpatis LANSIA ↓jar.otot /tulang
Nutritional
Intervention
Psychological
Intervention
Kerentaan
Exercise
Basic Nutrition
Pharmacological
Rencana Intervensi untuk Mengurangi
Intervention
(Breen et al , 2013):
76% reduction in total daily step count for 2
wk had a significant negative effect on
postprandial muscle protein synthesis, insulin
sensitivity, and systemic inflammatory markers.
Breen L, et al. Two weeks of reduced activity decreases leg lean mass and induces “anabolic resistance” of myofibrillar protein
synthesis in healthy elderly. J Clin Endocrinol Metab 2013;98:2604–12.
Model Konseptual
Protein & Healthy Aging
Konsumsi rutin
25-30 gr proteion
tiap makan pagi,
siang, dan
malam
Termasuk beberapa
varian protein kualitas
tinggi di setiap makan
Selama usia dewasa, konsumsi
protein berkualitas tinggi dengan
jumlah yang adekuat, kombinasi dg
Melakukanm
aktivitas fisik, dapat mencegah
aktivitas fisik
onset atau memperlambat progresi
disertai dg
sarkopenia
konsumsi makanan
kaya protein
Efek Protein yang Adekuat dan Tidak Adekuat
Pada Siklus Tulang
Resorpsi Tulang
Pembentukan
Tulang
Kehilangan
Tulang
KUALITAS PROTEIN: Berapa banyak usia lanjut
membutuhkan
protein?
Hipotesis spesifik 1:
“Secara rutin mengkonsumsi 25–30 g protein saat
makan pagi, siang, dan malam memberikan protein
yang cukup untuk secara efektif dan efisien
menstimulasi anabolisme protein otot dan dapat
menghambat onset sarkopenia dan/atau
menurunkan efek fungsionalnya.”
Konsep Ambang Kuantitas Protein Tiap Makan
US Department of Agriculture, Agricultural Research Service. Energy intakes: percentages of energy from protein, carbohydrate, fat, and alcohol, by gender and
age. What We Eat in America, NHANES 2009- 2010, 2012. [cited 2014 Aug 1]. Available from: www.ars.usda.gov
KUALITAS PROTEIN: Berapa banyak usia lanjut
membutuhkan
protein?
Fielding RA, et al. Sarcopenia: an undiagnosed condition in older adults. Current consensus definition: prevalence, etiology, and consequences. International
working group on sarcopenia. J Am Med Dir Assoc 2011;12:249–56.
Bauer J, et al. Evidence-based recommendations for optimal dietary protein intake in older people: a position paper from the PROT-AGE Study Group. J Am
Med Dir Assoc 2013;14:542–59
Volpi E, et al. Is the optimal level of protein intake for older adults greater than the recommended dietary allowance? J Gerontol A Biol Sci Med Sci 2013;68:677–
81.
Studi kohort pasien lansia renta, pre-renta dan tidak renta
(Bollwein, et al 2013) :
Individu mengkonsumsi jumlah protein yang sama baik secara absolut
maupun relatif tiap harinya :
Individu tidak renta mendistribusikan secara merata konsumsi protein
pada setiap waktu makan mereka
Namun pasien renta dan pre-renta lebih condong mengkonsumsi protein
saat makan siang
Pada lansia yang tinggal di lingkungan komunitas yang sehat, asupan protein saat sarapan
secara konsisten dilaporkan < 20g dan sering terdiri dari protein nabati dan roti
Bollwein J, et al. Distribution but not amount of protein intake is associated with frailty: a cross-sectional investigation in the region of Nurnberg.
Nutr J 2013;12:109.
Valenzuela RE, et al. Insufficient amounts and inadequate distribution of dietary protein intake in apparently healthy older adults in a developing
country: implications for dietary strategies to prevent sarcopenia. Clin Interv Aging 2013;8:1143–8.
KUALITAS PROTEIN : APAKAH KUALITAS PROTEIN
SAAT MAKAN BERPENGARUH?
Hipotesis spesifik 2:
“Menambahkan protein kualitas tinggi setiap
makan memperbaiki sintesis protein otot
postprandial dan dapat memperlambat kejadian
sarcopenia, menghambat progresi dan menurunkan
efek fungsionalnya.”
KUALITAS PROTEIN : APAKAH KUALITAS PROTEIN
SAAT MAKAN BERPENGARUH?
Food and Agriculture Organization of the United Nations (FAO). Food and Nutrition Paper. Dietary protein quality evaluation in
human nutrition: report of an FAO expert consultation. Auckland (New Zealand): FAO; 2011.
EFEK DARI AKTIVITAS FISIK DAN PROTEIN
Hipotesis spesifik 3:
“Melakukan aktivitas
fisik disertai konsumsi
makanan dg protein
kualitas tinggi dapat
meningkatkan
anabolisme otot,
memperlambat kejadian
sarcopenia, menghambat
progresinya, dan/atau
menurunkan efek
fungsionalnya.”
• CONCLUSION
KESIMPULAN
KERENTAAN : sindrom multidimensi yang
ditandai oleh penurunan ketahanan terhadap
stresor’’
• Melatih ketahanan dapat meningkatkan ukuran dan
kekekaran otot (dan mengurangi kejadian jatuh)
• Terapi penyakit yang menyebabkan katabolisme
• Hentikan obat yang menurunkan nafsu makan
• Pastikan oral hygiene adekuat
• Berikan tambahan protein dan kalori namun sering dibatasi
dengan nafsu makan
• Modifikasi Diet seringkali merupakan fokus awal pada usaha untuk
menghentikan atau memperbaiki penurunan berat badan
• Riwayat diet atau penghitungan kalori dibutuhkan untuk
menentukan data dasar pasien
• American Dietetic Association merekomendasikan menghilangkan
terapi restriksi diet sebagai cara untuk memperbaiki asupan,
peningkatan berat badan dan kualitas hidup.
Rekomendasi Perawatan Kasus
“frailty”
1. Pada tingkat masyarakat identifikasi sindrom kerentaan dapat
dilakukan oleh institusi, organisasi, LSM, dan kader
masyarakat. Jika terdapat penurunan berat badan yang tidak
diinginkan atau tidak mampu untuk berdiri dari kursi
sebanyak lima kali atau merasa tidak ada energi (Kriteria
SOF), maka lansia dapat dirujuk ke PPK-1/ Puskesmas.
(Peringkat bukti A)
2. Jika lansia dalam statusi fit POSBINDU diharapkan tetap
melakukan pemantauan.
3. Lansia yang dirujuk ke PPK-1/ Puskesmas harus dilakukan
pemeriksaan ulang oleh dokter atau tenaga medis terlatih
yaitu adanya kelelahan atau tidak mampu menaiki tangga
atau tidak dapat berjalan sekitar 100 meter atau memiiki
lebih dari 5 penyakit atau berkurangnya berat badan lebih
dari 5 % (Kriteria FRAIL). Jika satu jawaban “Ya” maka lansia
dirujuk ke PPK-2/ rumah sakit sekunder. (Peringkat Bukti A)
4. Jika lansia dalam status fit pasien tetap ditangani di PPK-1/
Puskesmas.
5. Lansia yang dirujuk ke PPK-2/ layanan sekunder,
pemeriksaan FRAIL tetap dilakukan oleh dokter spesialis
penyakit dalam dan ditambahkan dengan pemeriksaan
geriatri secara komprehensif. (Peringkat Bukti A)
6. Jika lansia dalam kondisi pra renta, pemeriksaan atau perawatan lanjutan
terhadap pasien tetap dilakukan di PPK-2/ layanan sekunder.
7. Jika lansia dalam kondisi renta, lansia dirujuk ke PPK-3/ layanan tertier.
8. Pasien yang di rujuk ke PPK-3/ layanan tertier akan ditangani oleh dokter
spesialis penyakit dalam konsultan geritari dan akan melakukan
pemeriksaan ulang terhadap lansia untuk konfirmasi status kerentaan
menggunakan isntrumen yang lebih lengkap yaitu FI40 items, CHS, dan
CGA.(Peringkat Bukti A).
9. Jika masalah akut pada lansia dengan status renta sudah berhasil
ditangani, maka pemantauan secara berkala atau pengobatan penyakit
kronik terhadap lansia tetap dilakukan di PPK-3/ layanan tertier.
10. Intervensi sindrom kerentaan dengan perbaikan aktivitas fisik dapat
memberikan hasil luaran yang baik pada lansia dengan sindrom
kerentaan. (Peringkat Bukti A)
11. Latihan fisik multi komponen yang terdiri atas kombinasi latihan
resistensi, latihan daya tahan, dan keseimbangan diperkirakan akan
memiliki hasil luaran yang lebih baik. (Peringkat Bukti C)
12. Intervensi gizi merupakan hal yang perlu diperhatikan karena dapat
memperbaiki kapasitas fungsional lanjut usia terutama asam amino dan
kalori. (Peringkat Bukti A)
13. Rekomendasi asupan protein lanjut usia yaitu 1.0 – 1.2 g protein/ kg/
hari atau sekitar 25 – 30 gr protein setiap makan besar. (Peringkat bukti
A)
14. Rekomendasi asupan vitamin D pada lansia sebaiknya minimal 800-1000
IU setiap harinya. (Peringkat bukti A)
15. Intervensi menggunakan testosterone tidak disarankan diluar keadaan
hipogonadisme karena dapat memperburuk profil lemak dan memiliki
efek yang tidak dapat diprediksi terhadap kelenjar prostat. (Peringkat
Bukti C)
16. Intervensi menggunakan Growth Hormone atau Growth Hormone
Releasing Factor tidak menunjukkan perbaikan fungsi atau efek klinis
pada lansia dengan penurunan fungsi akibat usia. (Peringkat bukti A)
17. Terapi paliatif dapat dipertimbangkan untuk meringankan gejala pasien,
dapat membantu untuk intervensi bedah, dan mempertahankan kualitas
hidup pasien dengan komorbid yang banyak. (Peringkat bukti C)
THANKYOU
THANKYOU