Anda di halaman 1dari 13

SEJARAH

AMBALAN Teuku
Umar-Dewi sartika
Gudep 06.729-06.728
01
Teuku umar
filosofi
● Teuku Umar yang dilahirkan di Meulaboh Aceh Barat pada tahun 1854, adalah anak seorang
Uleebalang bernama Teuku Achmad Mahmud dari perkawinan dengan adik perempuan Raja
Meulaboh. Umar mempunyai 2 saudara perempuan dan 3 saudara laki-laki.

● Nenek moyang Umar adalah Datuk Makhudum Sati berasal dari Minangkabau. Beliau
merupakan keturunan dari Laksamana Muda Nanta yang merupakan perwakilan Kesultanan
Aceh pada zaman pemerintahan Sultan Iskandar Muda di Pariaman. Salah seorang keturunan
Datuk Makhudum Sati pernah berjasa terhadap Sultan Aceh, yang pada waktu itu terancam
oleh seorang Panglima Sagi yang ingin merebut kekuasaannya. Berkat jasanya tsb, orang itu
diangkat menjadi Uleebalang VI Mukim dengan gelar Teuku Nan Ranceh. Teuku Nan Ranceh
mempunyai 2 orang putra yaitu Teuku Nanta Setia dan Teuku Ahmad Mahmud. Sepeninggal
Teuku Nan Ranceh, Teuku Nanta Setia menggantikan kedudukan ayahnya sebagai Uleebalang
VI Mukim. Beliau mempunyai anak perempuan bernama Cut Nyak Dhien.
 
Teuku Umar dari kecil dikenal sebagai anak yang cerdas, pemberani dan kadang suka
berkelahi dengan teman-teman sebayanya. Beliau juga memiliki sifat yang keras dan pantang
menyerah dalam menghadapi segala persoalan. Teuku Umar tidak pernah mendapatkan
pendidikan formal. Meski demikian, ia mampu menjadi seorang pemimpin yang kuat,cerdas
dan pemberani.
Sehingga pramuka penegak putra bisa ikut berkiprah dalam gerakan pramuka MAN 2
Kudus. Kaum putra mampu menjadi pemimpin yang kuat, cerdas dan pemberani seperti
yang dilakukan sosok Teuku Umar
Makna Kibaran
Cita
Bendera yang menjadi simbol harapan
1. Bentuk segilima melambangkan Pancasila
2. Warna hijau melambangkan kemakmuran
3. Dua tunas kelapa yang berhadap-hadapan
melambangkan gerakan pramuka ambalan putra dan
putri
4. Bulan dan bintang melambangkan ke-Tuhanan
5. 5 Percikan Api Obor melambangkan lima rukun
islam
6. Warna merah pd api obor yang menyala
menggambarkan kobaran api semangat anggota
ambalan dalam memajukan gerakan pramuka
7. Buku melambangkan ilmu pengetahuan
8. 9 anak tangga melambangkan wali songo
9. Warna biru melambangkan kedamaian
10. Warna kuning sbg wadah obor yang berwarna ke-
emasan yang melambangkan kemakmuran dan
kesejahteraan ambalan
Pusaka adat
Pangkalan MAN 2 KUDUS menggunakan Teuku Umar sebagai nama ambalan bagi Penegak Putra,
memiliki Pusaka Adat berupa Keris.
Keris merupakan senjata khas dari daerah Jawa Tengah. Dalam cerita pewayangan, keris sering
digunakan oleh para ksatria untuk menumpas kejahatan para musuh dan juga untuk mempertahankan
daerah kekuasaan mereka. Di daerah Jawa, keris ditempatkan di depan dan dapat diartikan sebagai
kesediaan untuk bertarung. Keris biasanya disimpan beserta kain sarung penutupnya. Masyarakat Jawa
sering mengartikan sebagai hubungan dekat, menyatu untuk keharmonisan hidup di dunia. Maka lahirlah
filosofi “manunggaling kawula lan Gusti”, bersatunya insan dengan Tuhannya sehingga kehidupan
selalu aman dan tentram.
Bentuk keris asli Jawa yang berkelok-kelok memiliki arti sebagai lambang kedekatan Tuhan
dengan hambanya, sbg sarana membantu mempercepat tercapainya keinginan sang pemilik keris.
Keloknya terdapat di bagian kanan maupun kiri keris, ini bermakna sebagai lambang keseimbangan
antarasisi spiritual dan jasmani, kemapanan duniawi dan batin dalam menjalani kehidupan dunia.
Dahulu keris dipercayai mempunyai kekuatan magis yang dapat menghindarkan manusia dari sisi
keburukan. Keris sering digunakan di Kerajaan untuk melindungi rakyatnya dari keadaan buruk maupun
malapetaka. Sehingga keris biasanya menjadi lambang kekuasaan suatu kerajaan.
02
Dewi
sartika
filosof
i
Raden Dewi Sartika adalah seorang tokoh wanita pelopor pendidikan yang ada di Indonesia. Beliau berjuang
keras dalam mewujudkan pendidikan yang layak bagi kaum wanita pada saat itu, yang dimana pada saat itu
wanita masih belum mendapatkan pendidikan yang layak sehingga menyebabkan kaum wanita pada saat itu sering
dipandang remeh oleh kaum laki-laki yang berpendidikan tinggi.
Dewi Sartika lahir pada tanggal 4 Desember di Bandung, Jawa Barat. Orang tuanya berasal dari priyayi
Sunda, yang bernama Raden Somanagara dan Raden Ayu Rajapermas. Ayahnya merupakan pejuang
kemerdekaan pada masa itu. Kedua orangtuanya bersikeras untuk menyekolahkan Sartika di Sekolah Belanda
walaupun hal tersebut bertentangan dengan budaya pada waktu itu.
Saat menjadi Patih di Bandung, Raden Somanegara menentang pemerintah Hindia-Belanda, yang
menyebabkan istrinya dibuang ke Ternante. Dewi diasuh oleh pamannya yang merupakan kakak dari ibunya.
Yang bernama Arya yang pada saat itu menjabat sebagai patih di Cicalengka. Beliau diasuh oleh pamannya
lantaran ayahnya meninggal dunia dan ibunya yang telah diasingkan ke Ternate.
Dewi Sartika mendapatkan pengetahuan mengenai kebudayaan Sunda dari pamannya. Beliau juga
berwawasan kebudayaan Barat yang didapatkannya dari seorang nyonya Asisten Residen berkebangsaan
Belanda. Beliau menunjukkan potensinya dalam dunia pendidikan saat masih kecil. Hal tsb didukung oleh
kegemarannya yang sering memperagakan praktik yang ia terima di sekolah, belajar membaca menulis dan
bahasa Belanda yang ia ajarkan kepada anak-anak pembantu di kepatihan, ia melakukannya sambil bermain di
belakang gedung kepatihan. Sederhana saja, alat yang ia gunakan adalah papan bilik kandang kereta, arang, dan
pecahan genting yang dijadikannya sebagai alat bantu belajar.
Anak-anak pembantu yang ada di kepatihan mampu untuk membaca, menulis beberapa kata dalam
bahasa Belanda yang membuat masyarakat di Cicalengka gempar. Masyarakat disana kaget karena pada
waktu itu belum ada anak (anak rakyat jelata) yang mempunyai kemampuan seperti itu. Mereka memiliki
kemampuan tersebut karena diajari oleh Dewi Sartika.
Sehingga pramuka penegak putri bisa ikut berkiprah dalam gerakan pramuka MAN 2 Kudus. Kaum
putri bukanlah lagi sekedar kanca wingking bagi para pria, namun kaum putri harus mampu memiliki andil
dalam perancangan, pembuatan, serta pengambil keputusan, seperti yang dilakukan sosok Raden Dewi
Sartika
Makna Kibaran
Cita
Bendera yang menjadi simbol harapan
1. Bentuk segilima melambangkan Pancasila
2. Warna hijau melambangkan kemakmuran
3. Dua tunas kelapa yang berhadap-hadapan
melambangkan gerakan pramuka ambalan putra dan
putri
4. Bulan dan bintang melambangkan ke-Tuhanan
5. 5 Percikan Api Obor melambangkan lima rukun
islam
6. Warna merah pd api obor yang menyala
menggambarkan kobaran api semangat anggota
ambalan dalam memajukan gerakan pramuka
7. Buku melambangkan ilmu pengetahuan
8. 9 anak tangga melambangkan wali songo
9. Warna biru melambangkan kedamaian
10. Warna kuning sbg wadah obor yang berwarna ke-
emasan yang melambangkan kemakmuran dan
kesejahteraan ambalan
Pusaka
adat
Pangkalan MAN 2 KUDUS menggunakan Dewi Sartika sebagai nama Ambalan bagi
penegak putri, memiliki Pusaka Adat berupa Trisula.
Trisula atau Trishula atau serampang (sanskerta: Trishul) adalah tombak bermata tiga
yang secara harfiah berarti tiga tombak. Juga disebut trident dalam bahasa inggris. Trisula
juga digunakan oleh retari, gladiator dengan penampilan seperti nelayan (membawa jaring).
Trisula saat ini sering diasosiasikan dengan setan oleh mitologi Kristen. Ini
kemungkinan karena penggunaan dalam agama Pagan. Trisula adalah senjata Siwa, salah satu
dari trimurti yang sering disembah pada masa kejayaan kerajaan Hindu-Budha di Jawa.
Begitu pula dalam agama Pagan Yunani-Romawi, Poseidon (Neptunus) dewa penguasa laut
yang selalu membawa Trisula, dalam kebudayaan mikenai, Poseidon adalah dewa utama,
dan mungkin lebih utama dibanding Zeus. Trisula juga digunakan sebagai senjata utama
oleh tentara Korea masa lalu, berbeda dengan tentara Tiongkok saat itu menggunakan
tombak dengan mata berbentuk daun. Selain itu, Trisula digunakan juga oleh orang
Indonesia. Dalam tradisi spiritual Hindu, Trisula adalah symbol mata tiga. Trisula
mempunyai warna asli merah yang bermakna berani atau keberanian.

Anda mungkin juga menyukai