Anda di halaman 1dari 103

HUKUM PERTANAHAN

DAN PERKEBUNAN
Materi :
1.Pengertia Hukum = per 1
a. Definisi hukum
b. Tujuan Hukum
c. Subyek dan obyek hukum
d. Pembagian hukum
2. Hukum Pertanahan Nasional (UUPA)= per 2-3
a Tujuan UUPA
b. Asas-asas
3. Hak Penguasaan atas Tanah : 4
a. Hak Bangsa
b. Hak Menguasai Negara
c. Hak Ulayat
d. Hak Perorangan Atas Tanah
4. Macam-Macam Hak Atas Tanah = 5-6
a. Hak Milik
b. Hak Guna Usaha
c. Hak Guna bangunan
d. Hak PakaI
5. Pendaftaran Tanah = 7
a. Pengertian, tujuan dan asas-asas pendaftaran
tanah
b. Obyek Pendaftaran Tanah
c. Penyelenggara dan pelaksana Pendaftaran Tanah
d. Pelaksanaan Pendaftaran tanah
MID SEMESTER
6. Landreform= 8-9
a. Pengertian, tujuan dan program Landreform
b. Pembatasan luas maksimum pemilikan tanah
c. Pembatasan minimum pemilikan tanah
d. Larangan pemilikan tanah secara absentee
e. Redistribusi tanah obyek Landreform
f. Pengaturan Penebusan dan pengembalian Gadai
Tanah Pertanian
g. Pengaturan perjanjian Bagi Hasil
6. Penatagunaan Tanah= 10-11
a. Penyediaan Tanah untuk Perusahaan
b. Penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar
c. Konsolidasi Tanah
7. Hukum Perkebunan =12-14
a. Pengertian dan asas-asas perkebunan
b. Tujuan Penyelenggaraan Perkebunan
c. Politik Hukum Perkebunan
d. Perencanaan Perkebunan
8 Ijin Usaha Perkebunan =14
a. Ijin Usaha Perkebunan (IUP)
b. Ijin Usaha Perkebunan untuk Budidaya (IUP-B)
c. Ijin Usaha Perkebunan untuk Pengolahan Hasil Perkebunan (IUP-P)
d. Surat Tanda Daftar Usaha Budidaya Perkebunan (STD- B)
e. Surat Tanda Daftar Usaha Industri Pengolahan Hasil Perkebunan (STD-P
f. ijin Lokasi
10. Kemitraan Perkebunan = 14
Kewajinan Pelaku Usaha Perkebunan
Norma
Manusia adalah mahkluk sosial. Aristoteles :
manusia adalah Zoon Politicon
Norma atau kaedah : pedoman, patokan utk
bersikap atau berperilaku dalam kehidupan
bersama
Hakekat norma : perumusan suatu pandangan
mengenai perilaku atau sikap yg seyogyanya
dilakukan atau tidak dilakukan, yang dilarang
atau diperbolehkan
Guna Norma
Memberi petunjuk kepada manusia bgmn
harus bertindak dalam masyarakat serta
perbuatan mana yg harus dijalankan dan yg
harus dihindari
Mencegah konflik kepentingan
Melindungi kepentingan manusia
agama
pribadi
kesusilaan
Norma

Sopan
Antar santun
pribadi

hukum
Norma Norma Norma sopan Norma
agama kesusilaan santun hukum

Tujuan • Umat manusia • Perbuatan konkrit


• Penyempurnaan manusia • Ketertiban masyarakat
• Supaya tidak berbuat jahat • Jangan ada korban
Isi Ditujukan pada sikap batin Ditujukan pada sikap lahir

Asal usul Dari Tuhan Diri sendiri Kekuasaan luar yang memaksa

Sanksi Dari Tuhan Diri sendiri Masyarakat Masyarakat


tak resmi secara resmi

Daya kerja Membebani Membebani Membebani Membebani


kewajiban kewajiban kewajiban hak dan
kewajiban
Pengertian Hukum
Definisi Hukum dari Para Ahli :
Utrecht :
Himpunan peraturan-peraturan (perintah dan larangan) yang mengurus
tata tertib suatu masyarakat dan oleh karena itu harus ditaati oleh
masyarakat itu.
 J.C.T Simorangkir :
Peraturan-peraturan yang bersifat memaksa yang menentukan tingkah
laku manusia dalam lingkungan masyarakat yang dibuat oleh badan-
badan resmi yang berwajib, pelanggaran mana terhadap peraturan-
peraturan tadi berakibat diambilnya tindakan yaitu dengan hukuman
tertentu
Sudikno Mertokusumo :
Keseluruhan tentang tingkah laku yang berlaku dalam kehidupan
bersama, yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi.

Definisi hukum secara umum :


“Norma atau kaedah baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis yang
dapat dipaksakan berlakunya dengan adanya sanksi yang tegas”.
Unsur-unsur Hukum
Peraturan mengenai tingkah laku manusia
dalam pergaulan masyarakat
Peraturan itu diadakan oleh badan-badan
resmi yang berwajib
Peraturan itu bersifat memaksa
Sanksi terhadap pelanggaran adalah
tegas
TUJUAN HUKUM
1. Teori Etis : Keadilan
Aristoteles
a. Justitia Distributiva
b. Justitia Commutativa
Hukum itu menyamaratakan, “ equality before the law”
2. Teori Utilitis
tujuan hukum adalah manfaat dalam menghasilkan
kesenangan atau kebahagiaan yang terbesar bagi orang
yang terbanyak
3.Teori Campuran
a. Muchtar Kusuma Admadja
Tujuan pokok hukum adalah ketertiban dan juga
tercapainya keadilan yang berbeda isi dan ukurannya
menurut masyarakat dan jamannya
b.Soebekti
Hukum mengabdi pada tujuan Negara => dengan
menyelenggarakan keadilan dan ketertiban
Subyek hukum dan obyek hukum

Subyek Hukum : Penyandang Hak dan Kewajiban


Manusia dan Badan Hukum
 Obyek Hukum : sesuatu yang berguna bagi subyek
hukum dan bisa menjadi pokok suatu perhubungan
hukum=> Barang/benda
 Benda Berujud dan benda tidak berujud
 Benda Bergerak dan benda tidak bergerak
Hukum Publik dan Hukum
Privat :

a. Hukum publik :
salah satu pihaknya adalah penguasa
bersifat memaksa
tujuannya adalah untuk melindungi
kepentingan umum
merupakan hukum yang mengatur
hubungan antara Negara dengan Individu
Termasuk Hukum Publik
HTN HAN Hukum Pidana

• Hukum • hukum • hukum yang


menentukan
yang yang perbuatan-
melihat mengatur perbuatan apa
negara negara atau siapa
dalam dalam sajakah yang
keadaan keadaan dapat dipidana,
serta sanksi apa
diam, statis. bergerak sajakah yang
tersedia
Hukum Publik dan Hukum Privat :

b. Hukum Privat :
kedua belah pihak adalah perorangan, dengan
tidak menutup kemungkinan penguasa sebagai
pihak
bersifat melengkapi, meskipun ada yang
bersifat memaksa
tujuannya adalah melindungi kepentingan
perorangan atau individu
merupakan hubungan antar individu
 
Termasuk Hukum Privat
Hukum Perdata Hukum Dagang

• mengatur hubungan • merupakan hukum


dalam keluarga dan khusus yang
hubungan pergaulan di melengkapi hukum
dalam masyarakat. perdata
• meliputi : HK Keluarga,
HK Benda, HK Ttg
Orang, HK perikatan
dan HK waris.
Pengertian Agraria
Arti luas Arti sempit

• Bumi • permukaan
• Air bumi
• Ruang angkasa • Tanah
• Kekayaan alam
Hukum pertanahan di Indonesia
Masa penjajahan : berlaku 2 sistem hukum,
yaitu hukum kolonial dan hukum adat
Hukum Adat : tidak tertulis, bersifat plural
Hukum kolonial : bersifat tertulis, kepastian
hukum tinggi
Setelah Indonesia merdeka : sebelum UUPA
lahir dan setelah UUPA lahir
 HUKUM PERTANAHAN NASIONAL
UU No. 5 Tahun 1960 (UUPA)

Pengertian Hukum Pertanahan


Hukum :
Norma atau kaedah baik yang tertulis mapun yang tidak
tertulis yang dapat dipaksakan berlakunya dengan adanya
suatu sanksi yang tegas
Pertanahan => Tanah
Lapisan Bumi yang paling atas ; Permukaan bumi (pasal 4
UUPA)
 HUKUM PERTANAHAN
Norma atau kaedah baik yang tertulis maupun yang tidak
tertulis yang mengatur masalah tanah (permukaan Bumi)
.
Tujuan UUPA
(Penjelasan Umum UU No. 5 th 1960) :
meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan hukum
agraria nasional sebagai alat untuk mewujudkan cita-
cita masyarakat adil dan makmur, terutama
kebahagiaan dan keadilan masyarakat petani.
meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan
dan kesederhanaan dalam hukum pertanahan
meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian
hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi rakyat
seluruhnya.
Asas-asas :
Menegaskan bahwa wilayah Indonesia yang terdiri
dari bumi, air, ruang angkasa serta kekayaan alam
yang terkandung di dalamnya merupakan
kesatuan tanah air dari Rakyat Indonesia yang
bersatu sebagai Bangsa Indonesia (Pasal 1 (1))
Pengakuan bangsa Indonesia bahwa Bumi, air,
ruang angkasa serta kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya adalah karunia Tuhan
kepada seluruh rakyat Indonesia (Pasal 1 (2))
Hubungan bangsa Indonesia dengan bumi, air,
ruang angkasa serta kekayaan alam bersifat abadi
(Pasal 1 (3))
Negara merupakan badan penguasa atas bumi, air,
ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung
di dalamnya (Pasal 2 (1)
Hak Ulayat diakui keberadaannya, dengan syarat :
menurut kenyataannya masih ada, pelaksanaannya
harus sesuai dengan kepentingan nasional dan negara,
pelaksanaannya tidak boleh bertentangan dengan UU
dan peraturan lain yang lebih tinggi (Pasal 3)
Semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial (Psl
6)
Hanya Warga Negara Indonesia yang dapat
mempunyai hubungan sepenuhnya (hubungan hak
milik ) dengan bumi, air dan ruang angkasa (Ps 9 (1))
Laki-laki dan perempuan mempunyai
kesempatan yang sama untuk memperoleh hak
atas tanah (Ps 9 (2))
Tanah pertanian pada asasnya harus dikerjakan
sendiri secara aktif oleh pemiliknya (Psl 10)
Dibuat rencana umum tentang peruntukan,
penggunaan dan persediaan bumi, air dan ruang
angkasa (Psl 14)
Setiap pemegang hak atas tanah wajib
memelihara tanah, menambah kesuburannya
dan mencegah kerusakannya (Psl 15)
HAK PENGUASAAN ATAS TANAH

Hak penguasaan : hak yang berisi wewenang,


kewajiban dan/atau larangan bagi pemegang
haknya untuk melakukan sesuatu atas tanah ybs

Macam-macam Hak Penguasaan atas


Tanah :
Hak Bangsa
Hak Menguasai dari Negara
Hak Ulayat masyarakat Hukum Adat
Hak-Hak Individu/Perorangan
HAK BANGSA
hak penguasaan atas tanah yang tertinggi, diatur dalam Psl
1 Ayat (1 – 3)
hak bangsa mengandung 2 (dua) unsur : unsur kepunyaan
(beraspek privat) dan unsur kewenangan (beraspek publik)
Subyek pemegang hak bangsa adalah seluruh rakyat
Indonesia, sepanjang masih bersatu sebagai Bangsa
Indonesia, yaitu generasi dulu, sekarang dan masa akan
datang
Tanah yang dikuasai adalah semua tanah yang ada di
wilayah Negara Republik Indonesia
Terciptanya : karunia Tuhan YME
Hak Menguasai Negara
Pasal 33 ayat (3) UUD 19451945 menyatakan :“bumi,
air, serta kekayaan alam yang terkadung di dalamnya
dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat”.
kewenangan Hak Menguasai Negara
Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan,
penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air
dan runag angkasa;
Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan
hukum antara orang-oranag dengan bumi, air dan
ruang angkasa;
Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan
hukum antara orang-orang dengan perbuatan-
perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang
angkasa
pemegang hak Menguasai : Negara Republik Indonesia,
sebagai organisasai kekuasaan dari seluruh rakyat
Indonesia
Tanah yang dihaki meliputi semua tanah dalam wilayah
RI
Hak Menguasai Negara tidak dapat dipindahkan kepada
pihak lain, akan tetapi pelaksanaannya dapat dilimpahkan
kepada Pemerintah Daerah dan Masyarakat hukum adat,
dapat juga kepada kepada badan-badan otorita,
perusahaan negara dan juga perusahaan daerah sepanjang
diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan
nasional, sebagai tugas pembantuan.
Tanah Negara dapat diberikan dg suatu hak atas tanah
kepada pihak lain
Menurut MK , makna penguasaan Negara , negara diberi
mandat untuk:
1. mengadakan kebijakan/ beleid
2. mengadakan pengaturan/ regelendaad
3. melakukan pengurusan/ bestuursdaad
4. melakukan pengelolaan/ beheersdaad
5. melakukan pengawasan/ toezichthoudensdaad
=>untuk sebesar besarnya kemakmuran rakyat
=>Kewenangan Negara dalam bidang hukum merupakan
pelimpahan tugas bangsa. Kewenangan tersebut bersifat
publik semata
HAK PENGELOLAAN

Hak Pengelolaan adalah Hak


menguasai Negara yang
kewenangan pelaksanaannya
sebagian dilimpahkan kepada
pemegangnya (Pasal 1 PP No.
40 Th 1996)
Hak Pengelolaan memberi wewenang :
a) merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah
yang bersangkutan
b) menggunakan tanah tersebut untuk keperluan
melaksanakan usahanya
c) menyerahkan bagian-bagian dari tanah itu kepada
pihak ketiga menurut persyaratan yang ditentukan
oleh perusahaan pemegang hak tersebut, yang
meliputi segi-segi peruntukan, penggunaan, jangka
waktu dan keuangannya, dengan ketentuan bahwa
pemberian hak atas tanah kepada pihak ketiga yang
bersangkutan dilakukan oleh pejabat yang
berwenang.
3. Hak Ulayat

* Pasal 3 UUPA mengakui adanya hak ulayat dengan syarat-syarat


tertentu, yaitu :
a. menurut kenyataannya masih ada
b. pelaksanaannya harus sesuai dengan kepentingan nasional
dan negara
c. tidak boleh bertentangan dengan Undang-undang dan
peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi
Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan
Pertanahan Nasional No 9 Th 2015 Tentang Tata Cara Penetapan
Hak Komunal Atas Tanah Masyarakat Hukum Adat dan
Masyarakat yang Berada Dalam Kawasan Tertentu
Hak Komunal : “hak milik bersama atas tanah suatu masyarakat
hukum adat atau milik bersama atas tanah yang diberikan kepada
masayarakat yang berada dalam kawasan hutan atau
perkebunan”.
Persyaratan masyarakat hukum adat untuk dapat dikukuhkan haknya :

a. Masyarakat masih dalam bentuk paguyuban


b. Ada kelembagaan dalam perangkat penguasa adatnya
c. Ada wilayah hukum adat yang jelas
d. Ada pranata dan perangkat hukum yang masih ditaati

Persyaratan kelompok masyarakat yang dapat menerima hak :


a. Menguasai secara fisik paling sedikit 10 (sepuluh) tahun atau lebih
secara berturut-turut
b. Masih mengadakan pemungutan hasil bumi di wilayah tertentu dan
sekitarnya untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari
c. Menjadi sumber utama kehidupan dan mata pencaharian masyarakat
d. Terdapat kegiatan sosial dan ekonomi yang terintegrasi dengan
kehidupan masyarakat
=> Hak yang diberikan adalah Hak Komunal

.
Hak Perorangan atas Tanah (pasal 16 UUPA):
Hak milik
Hak guna usaha
Hak guna bangunan
hak pakai
hak sewa
hak membuka tanah
hak memungut hasil hutan
hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-
hak tersebut di atas yang aakan ditetapkan
dengan undang-undang serta hak-hak yang
sifatnya sementara sebagai yang disebut
dalam Pasal 53.
Apabila kita lihat dari sifatnya, hak atas tanah yang
disebut dalam Pasal 16 ini dapat kita bedakan
menjadi 2 (dua) :
1). Hak atas tanah yang bersifat tetap
2). Hak atas tanah yang bersifat sementara
a. Hak Milik
diatur dalam Pasal 20 – 27 UUPA
Hak Milik adalah hak yang turun temurun,
terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai
oleh orang atas tanah, dengan mengingat
ketentuan dalam pasal 6 (fungsi sosial tanah)
Hak milik dapat beralih dan dialihkan
Subyek hak milik. yang dapat menjadi
pemegang hak milik adalah :
1). WNI (tunggal)
2). Badan hukum tertentu (PP No. 38 Th
1963)
Terjadinya hak milik :
1).menurut hukum adat
2). ketentuan Undang-undang (Konversi)
3). Penetapan Pemerintah

hapusnya Hak Milik :


a). tanahnya jatuh kepada negara :
1. karena pencabutan hak berdasar pasal 18
2. penyerahan dengan suka rela oleh
pemiliknya
3. karena ditelantarkan
4. karena ketentuan pasal 21 ayat 3
dan Pasal 26 ayat 2
b). tanahnya musnah
b. Hak Guna Usaha
diatur dalam Pasal 28-34 UUPA dan Pasal 2-18
PPNo. 40 Th 1996
Hak Guna Usaha adalah Hak untuk mengusahakan
tanah yang dikuasai langsung oleh negara dalam
jangka waktu tertentu guna perusahaan pertanian,
perikanan dan peternakan
Subyek HGU : WNI dan Badan hukum
berkedudukan di Indonesia.
Terjadinya HGU : dengan Penetapan Pemerintah
Luas HGU : paling sedikit 5 Ha, untuk perorangan
paling luas 25 Ha harus dengan investasi modal
yang layak dan teknik perusahaan yang baik.
HGU dapat beralih dan dialihkan
HAPUSNYA HGU
Hapusnya HGU :
a). jangka waktu berakhir
b). dibatalkan oleh pejabat yang berwenang
sebelum jangka waktu berakhir
c) dilepas secara suka rela oleh pemegang haknya
d). dicabut berdasarkan Pasal 18 UUPA
e). ditelantarkan
f). tanahnya musnah
g). ketentuan pasal 30 ayat (2) UUPA (pemegang
haknya tidak memenuhi syarat sebagai
pemegang HGU)
c. Hak Guna Bangunan

diatur dalam Pasl 35-40 UUPA dan Pasal


19-38 PP No. 40 Th 1999
HGB adalah hak untuk mendirikan dan
mempunyai bangunan diatas tanah yang
bukan miliknya sendiri dalam jangka waktu
tertentu
CIRI-CIRI HGB
a). peruntukannya hanya untuk bangunan (mendirikan
dan mempunyai bangunan)
b). diatas tanah yang bukan miliknya :
1). Di atas tanah Negara
2). Di atas tanah hak Pengelolaan
3). Di atas tanah hak Milik
c). jangka waktu dibatasi paling lama 30 tahun dapat
diperpanjang 20 tahun serta dapat diperbaharui. Untuk
HGB
di atas tanah hak milik, tidak diperpanjang akan tetapi
diperbaharui dengan dibuatkan akta PPAT yang baru
d). HGB dapat beralih dan dialihkan
Terjadinya HGB
1). Di atas tanah Negara dengan Keputusan pemberian
hak oleh pejabat yang berwenang
2). Di atas tanah hak pengelolaan : dengan keputusan
pemberian hak oleh pejabat yang berwenang
berdasarkan usul pemegang hak pengelolaan
3). Di atas tanah hak milik : dengan akta pemberian
HGB di atas tanah hak milik yang dibuat oleh PPAT

Subyek HGB :
a). WNI
b). Badan hukum yang didirikan menurut Hukum
Indonesia dan berkedudukan di Indonesia
Hapusnya HGB
a. Berakhirnya jangka waktu HGB dibatalkan oleh
pejabat yang berwenang , pemegang hak
pengelolaan atau pemegang hak milik sebelum
jangka waktu berakhir
b. dilepas secara suka rela oleh pemegang haknya
c. dicabut berdasarkan UU No. 20 Tahun 1961
d. ditelantarkan
e. tanahnya musnah
f. pemegang haknya tidak lagi memenuhi syarat
sebagai pemegang
Hak Pakai

di atur dalam Pasal 41-43 UUPA dan Pasal 39-58 PP


No. 40 th 1996
Hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau
memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung
oleh negara atau tanah milik orang lain yang memberi
wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam
keputusan pemberiannya oleh pejabat yang
berwenang memberikannya atau dalam perjanjian
dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa
menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala
sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan
ketentuan Undang-undang ini
Ciri-Ciri Hak Pakai
 peruntukaannya, bisa untuk bangunan dan bisa untuk
pertanian
di atas tanah yang bukan miliknya sendiri: di atas tanah
Negara, tanah hak pengelolaan dan tanah hak milik
hak pakai yang jangka waktunya ditentukan/dibatasi :
yaitu 25 tahun, dapat diperpanjang 20 th serta dapat
diperbaharuhi.
hak pakai yang jangka waktunya tidak ditentukan, yaitu
selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan
tertentu. Hak Pakai ini diberikan kepada departemen,
lembaga pemerintah non departemen dan pemda,
perwakilan negara asing dan perwakilan badan
internasional, badan keagamaan dan badan sosial
Cara terjadinya :
hak pakai di atas tanah negara dengan
keputusan pemberian hak oleh pejabat
yang berwenang
Hak pakai di atas tanah hak pengelolaan
dengan keputusan pemberian hak oleh
pejabat yang berwenang berdasarkan
usulan dari pemegang hak pengelolaan
Hak pakai di atas tanah hak milik dengan
akta pemberian hak pakai di atas tanah
hak milik oleh PPAT
Subyek Hak Pakai
WNI
badan hukum yang didirikan menurut hukum
Indonesia dan berkedudukan di Indonesia
departemen, lembaga pemerintah non
departemen dan Pemda
badan-badan keagamaan dan badan social
orang asing yang berkedudukan di Indonesia
badan hukum asing yang mempunyai
perwakilan di Indonesia
perwakilan negara asing dan perwakilan badan
internasional
* hak pakai dapat beralih dan dialihkan
* hapusnya hak pakai
a.Berakhirnya jangka waktu Hak pakai dibatalkan oleh
pejabat yang berwenang , pemegang hak
pengelolaan atau pemegang hak milik sebelum
jangka waktu berakhir
b. dilepas secara suka rela oleh pemegang haknya
c. dicabut berdasarkan UU No. 20 Tahun 1961
d. ditelantarkan
e. tanahnya musnah
f. pemegang haknya tidak lagi memenuhi syarat
sebagai pemegang hak Pakai
e. Hak Sewa Untuk Bangunan
diatur dalam Pasal 44-45 UUPA
Pengertian : Hak sewa adalah hak untuk
mempergunakan tanah milik orang lain untuk
keperluan bangunan dengan membayar sejumlah
uang sebagai sewa
Hak sewa dalam pasal 16 ini adalah hak sewa tanah
untuk bangunan, bukan hak sewa tanah pertanian.
Subyek Hak Sewa
 WNI’
orang asing yang berkedudukan di
Indonesia
badan hukum yang didirikan menurut
hukum Indonesia dan berkedudukan di
Indonesia
badan hukum asing yang mempunyai
perwakilan di Indonesia.
PENDAFTARAN TANAH
 Dasar Hukum :
UUPA : Psl 19, 23, 32 dan 38
PP No. 24 th 1997 (sebagai ganti PP No. 10 Th 1961)
PMNA/KBPN No 3 Tahun 1997 Ttg Pelaksanaan PP No. 24 Th 1997
Pengertian :
Pendaftaran Tanah :
Rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus menerus,
berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan
penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis dalam bentuk peta dan daftar
mengenai bidang-bidang tanah dan satuan rumah susun , termasuk pemberian surat tanda
bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah aaada haknya dan hak milik atas satuan
rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebani.
Tujuan Pendaftaran Tanah :
untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas
suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah
dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan.
Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk pemerintah
agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan
hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar
Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.
Asas-asas Pendaftaran Tanah :

Sederhana : ketentuan-ketentuan pokok dan prosedurnya mudah dipahami oleh pihak-pihak
yang berkepentingan

Aman : Pendaftaran Tanah perlu terselenggarakan secara teliti dan cermat sehingga hasilnya
dapat memberikan jaminan kepastian hokum. Dengan demikian aaakan memberikan rasa
aman.

Terjangkau : pelayanan dalam penyelenggaraan PT harus dapat terjangkau oleh pihak yang
memerlukan dengan memperhatikan kebutuhan dan kemampuan golongan ekonomi lemah

Mutakhir : data yang tersedia harus menunjukkan keadaan yang mutakhir, untuk iti perlu
diikuti kewajiban mendaftar dan mencatat perubahan-perubahan yang terjadi di kemudian hari

Terbuka : masyarakat dapat memperoleh keterangan mengenai data yang benar setiap saat.

Sistem publikasi dalam Pendaftaran Tanah :


1.Sistem Positif :
Apa yang terkandung dalam buku tanah dan surat-surat tanda bukti hak yang dikeluarkan
merupakan alat bukti yang mutlak ( sertifikat sebagai alat bukti yang mutlak)
2.Sistem Negatif :
Sertifikat yang dikeluarkan merupakan alat bukti hak atas tanah yang kuat,

=>Sistem Negatif mengandung unsur Positif/Sistem Negatif bertendens Positif

 
Obyek Pendaftaran Tanah :
 bidang-bidang tanah yang dipunyai dengan hak milik, HGU, HGB, dan Hak Pakai
 tanah hak pengelolaan
 tanah wakaf
 hak milik atas satuan rumah susun
 hak tanggungan
 tanah negara

Penyelenggara dan Pelaksana Pendaftaran Tanah :


 Penyelenggara PT adalah Badan Pertanahan nasional
 Pelaksana PT adalah Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten dibantu oleh Pejabat
lain, seperti PPAT, Pejabat lelang dan juga Panitia Ajudikasi untuk PT secara
Sistematik
  PPAT : pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik
mengenai perbuatan hukum tertentumengenai hak atas tanah atau hak milik atas
satuan rumah susun.
PPAT Sementara : pejabat Pemerintah yang ditunjuk karena jabatannya untuk
melaksanakan tugas dengan membuat akta di daerah yang belum cukup terdapat
PPAT
Syarat :
 Camat atau Kepala Desa (untuk daerah terpencil)
 Mengangkat sumpah dihadapan Kepala Kantor Pertanahan.
PPAT Khusus : Pejabat BPN yang ditunjuk karena jabatannya untuk
melaksanakan tugas PPAT dengan membuat akta PPAT tertentu khusus
dalam rangka pelaksanaan program atau tugas pemerintah tertentu
Syarat :
Kepala Kantor Pertanahan
Tidak perlu mengangkat sumpah.

Tugas Pokok PPAT :


Melaksanakan sebagian kegiatan Pendaftaran Tanah dengan membuat
akta mengenai perbuatan hukum yang berupa :
a). jual beli
b). tukar menukar
c). hibah
d). pemasukan dalam modal
e). pembagian hak bersama
f). pemberian HGB/hak Pakai atas tanah hak milik
g). pemberian hak tanggungan
h). pemberian hak kuasa membebankan hak tanggungan
Pelaksanaan Pendaftaran Tanah meliputi :

1). Pendaftaran Tanah Pertama Kali, meliputi :


a). pengumpulan dan pengolahan data fisik
b). pembuktian hak dan pembukuannya
c). penerbitan sertifikat
d). penyajian data fisik dan data yuridis
e). penyimpanan daftar umum dan dokumen
2). Kegiatan Pemeliharaan data Pendaftaran Tanah,
Dilakukan apabila terjadi perubahan pada data fisik
atau data yuridis obyek PT yang telah terdaftar.
meliputi :
a). pendaftaran peralihan dan pembebanan hak
b). pendaftaran perubahan data Pendaftaran
Tanah
Pendaftaran Tanah Untuk Pertamakali
1). Pendaftaran Tanah secara Sistematik :

Kegiatan PT untuk pertama kali yang dilakukan secara
serentak yang meliputi semua obyek PT yang belum pernah
didaftar dalam wilayah atau bagian wilayah desa/kelurahan

didasarkan pada rencana kerja Pemerintah

Dilakukan diwilayah-wilayah yang ditetapkan Menteri

Inisiatif datang dari pemerintah
2). Pendaftaran Tanah secara Sporadik :

Kegiatan PT untuk pertama kali mengenai satu atau
beberapa bidang obyek PT dalam satu wilayah atau bagian
wilayah suatu desa/kalurahan secara individu atau massal

dilakukan atas dasar inisiatif/permintaan pihak yang
berkepentingan/ pemegang hak

Biaya ditanggung sendiri
 
Pembuktian Hak :
Hak Baru :
Penetapan pemberian hak dari pejabat yang berwenang apabila hak tersebut berasal
dari tanah negara
Asli akta PPAT yang memuat pemberian hak oleh pemegang hak milik kepada penerima
hak yang bersangkutan, apabila mengenai HGB dan Hak Pakai atas tanah Hak Milik
Hak pengelolaan dibuktikan dengan penetapan pemberian hak oleh pejabat yang
berwenang
Akta Ikrar Wakaf untuk tanah wakaf
Akta pemisahan untuk Satuan Rumah Susun
Akta pemberian hak tanggungan untuk pemberian hak tanggungan
Hak Lama ;
Untuk hak atas tanah yang berasal dari konversi hak-hak lama, dibuktikan dengan bukti-
bukti tertulis., keterangan saksi dan atau pernyataan ybs yang kadar kenenarannya
dianggap cukup untuk dilakukan PT
Apabila tidak tersedia bukti pembuktian seperti tersebut di atas., maka pembukuan
haknya dilakukan berdasarkan kenyataan penguasaan fisik tanah ybs selama 20 th atau
lebih secara berturut-turut, dengan syarat :
- penguasaan tsb dilakukan dengan etikad baik dan secara terbuka, serta
diperkuat oleh kesaksian orang yang dapat dipercaya
- penguasaan tsb tidak dipermasalahkan oleh masyarakat hukum
adat/desa/kalurahan atau pihak lain.
 
 

Rechtsverwerking (Pasal 32 ayat (2) PP No. 24 Th 1996)


dalam hal suatu bidang tanah sudah diterbitkan sertifikat
secara sah atas nama orang atau badan hukum yang
memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik dan secara
nyata menguasainya, maka pihak lain yang merasa
mempunyai hak atas tanah itu, tidak dapat lagi menuntut
pelaksanaan hak tersebut apabila dalam waktu 5 (lima)
tahun sejak terbitnya sertifikat itu tidak mengajukan
keberatan secara tertulis kepada pemegang sertifikat dan
Kepala Kantor Pertanahan yang bersangkutan atau tidak
mengajukan gugatan ke pengadilan mengenai
penguasaan tanah atau penerbitan sertifikat tersebut.
 
 
BIDANG LANDREFORM
Pengertian :
Dari kata Land : tanah; reform, perubahan dasar atau
perombakan
Landreform berarti : perubahan dasar atau perombakan
struktur pertanahan, yang meliputi penguasaan tanah serta
hubungan-hubungan hukum yang bersangkutan dengan
pengusahaan tanah.
Dasar hukum :
Pasal 7, 10 dan 17 UUPA
UU No. 56 Prp Th 1960 tentang Penetapan luas tanah
pertanian
PP no. 224 tahun 1961 tentang Pelaksanaan pembagian tanah
dan pemberian ganti rugi.
Tujuan Landreform :
mengadakan pembagian yang adil atas sumber penghidupan
rakyat tani yang berupa tanah
melaksanakan prinsip : tanah untuk tani, agar tidak terjadi
tanah sebagai obyek spekulasi dan alat pemerasan
untuk memperkuat dan memperluas hak milik atas tanah bagi
Warga Negara Indonesia. Suatu pengakuan dan perlindungan
terhadap hak milik sebagai hak yang terkuat, turun temurun
tetapi berfungsi sosial
untuk mengakhiri sistem tuan tanah dan menghapus pemilikan
dan penguasaan tanah secara besar-besaran, dengan
mengadakan pembatasan maksimum dan minimum
pemilikan/penguasaan tanah
mempertinggi produksi nasional dan mendorong
terselenggaranya pertanian intensif secara gotong royong dalam
bentuk koperasi atau bentuk gotong royong lainnya, untuk
mencapai kesejahteraan yang adil dan merata
Tujuan Landreform meliputi:
Segi Sosial Ekonomi
Landreform dapat memeperbaiki keadaan sosial ekonomi
rakyat dengan memeperkuat hak milik dan memperbaiki
produksi nasional khususnya sektor pertanian guna
mempertinggi penghasilan dan taraf hidup rakyat.
Segi Sosial Politis
Dengan landreform sistem tuan tanah dapat dihapuskan dan
pemilikan tanah dalam skala besar dapat dibatasi sehingga
tanah dapat dibagikan secara adil agar menjadi sumber-
sumber penghidupan rakyat tani.
Segi Mental Psikologis
Landreform dapat meningkatkan kegairahan kerja bagi para
petani penggarap dengan jalan memberikan kepastian hak
mengenai pemilikan tanah serta dapat memperbaiki
hubungan kerja antara pemilik tanah dengan penggarapnya.
Program Landreform :

1). pembatasan luas maksimum pemilikan dan penguasaan tanah


2). larangan pemilikan tanah secara absentee atau guntai
3). redistribusi tanah selebihnya dari batas maksimum dan tanah-
tanah yang terkena larangan absentee, tanah bekas swapraja
dan tanah-tanah negara lain
4). penetapan luas minimum pemilikan tanah pertanian dengan
disert ai larangan untuk melakukan perbuatan-perbuatan
hukum yang mengakibatkan pemecahan tanah pertanian
menjadi bagian-bagian yang terlampau kecil (kurang dari 2 ha)
5). pengaturan pengembalian dan penebusan tanah pertanian
yang digadaikan
6). pengaturan kembali perjanjian bagi hasil tanah pertanian.
 
A. Maksimum Pemilikan dan Penguasaan Tanah
Dasar Hukum
 Pasal 7 dan 17 UUPA
 UU No. 56 Th 1960 dikenal dengan UU Landreform
Dasar : Keluarga dengan jumlah anggota sebanyak 7 Orang (suami, istri beserta
anak-anak yang masih menjadi tanggungan)
Lebih dari 7 Orang : masing kelebihan anggota ditambah 10% dengan ketentuan
jumlah tambahan tidak boleh lebih dari 50% batas maksimum dan jumlah
seluruh tanh pertaniannya, baik tanah sawah maupun tanah kering tidak boleh
lebih dari 20 Ha
Tanah Pertanian : Semua tanah yang bukan untuk bangunan
Kepadatan kategori Luas max (ha)
penduduk /km2 kepadatan

Sawah Tanah Kering


 
........50 Tidak Padat 15 20
51 - 250 Kurang padat 10 12
251 – 400 Cukup Padat 7,5 9
401 - Sangat Padat 5 6
B. Penetapan Luas Minimum Pemilikan Tanah Pertanian
Dasar hukum :
pasal 17 UUPA
UU No. 56 Prp th 1960
Maksud dan tujuan :
Agar petani dapat penghasilan yang cukup atau layak untuk
dapat menghidupi dirinya sendiri dan keluarganya
Pasal 8 UU No. 56 Prp Th 1960 menentukan batas minimum
pemilikan dan penguasaan tanah pertanian adalah 2 (dua)
Ha, baik untuk tanah sawah maupun tanah kering.
Larangan melakukan perbuatan hukum yang
mengakibatkan pemilikan tanah menjadi bagian-bagian
yang terlampau kecil (kurang dari 2 Ha)
Hanya untuk tanah pertanian
C. Larangan Pemilikan Tanah Secara Absentee
Tanah Absentee/Guntai :
tanah pertanian yang terletak diluar kecamatan tempat
tinggal pemiliknya.
Antara kecamatan dimana tanah terletak dengan tempat
tinggal pemilik tidak boleh berbeda kecamatan
Dasar Hukum
Pasal 10 UUPA : setiap orang dan badan hukum yang
mempunyai hak atas tanah pertanian pada asasnya harus
mengerjakan atau mengusahakan sendiri secara aktif
dengan mencegah cara-cara pemerasan
PP No. 224 Th 1961 Ttg pelaksanaan pembagian tanah dan
pemberian ganti rugi
PP No 41 Th 1964 Ttg perubahan PP No. 224 Th 1961
• Sebab-sebab terjadinya tanah absentee :

a). pemilik tanah pindah tempat tinggal, meninggalkan kecamatan dimana tanah itu
terletak.
b). karena pemilik tanah meninggal dunia, sedangkan ahli warisnya bertempat tinggal di
luar kecamatan dimana tanah itu terletak.
* Kewajiban pemilik tanah absentee :
1). Pemilik memindahkan tanah pertaniannya kepada pihak lain yang satu kecamatan
dengan tanah
2). Pemilik pindah tempat tinggal ke kecamatan dimana tanah itu terletak
3). Mengajukan hak baru sesuai peraturan perundangan yang berlaku

Mereka yang dikecualikan dari larangan pemilikan tanah secara absentee :


1). Mereka yang bertempat tinggal di kecamatan yang berbatasan dengan kecamatan
dimana tanah itu terletak
2). Pegawai Negeri dan ABRI serta orang yang dipersamakan dengan mereka ( pensiunan
pegawai negeri dan janda pegawai negeri atau janda pensiunan pegawai negeri atau
pensiunan pegawai negeri)
3). Mereka yang sedang menunaikan kewajiban agama
4). Mereka yang mempunyai alasan lainnya yang dapat diterima oleh Dirjen agraria
 
 
D. Redistribusi Tanah-Tanah Obyek Landreform
Redistribusi :
“ proses pembagian kembali tanah-tanah obyek landreform kepada petani yang memenuhi
syarat”. 
Tanah obyek landreform :
tanah yang melebihi batas maksimum
tanah yang terkena larangan absentee
tanah swa praja dan bekas swa praja yang telah dikuasai oleh negara
tanah-tanah negara lainnya
Pemberian Hak Milik dan Syarat-syaratnya :
Sebelum hak milik diberikan secara definitif, pada petani penerima diberi surat ijin
mengerjakan tanah paling lama 2 tahun, dengan kewajiban membayar sewa kepada
pemerintah sebesar 1/3 hasil panen atau uang senilai dengan itu
Pemberian hak milik dengan syarat :
1). Membayar harga tanah
2). Tanah harus dikerjakan sendiri secara aktif
3). Selama 2 tahun sejak tanah diberikan dengan hak milik, setiap tahunnya
harus ada kenaikan hasil tanaman
4). Harus menjadi anggota koperasi
5). Selama tanah yang bersangkutan belum dibayar lunas dilarang
dipindahkan kepihak lain, kecuali dengan ijin.

 
E. Pengaturan Kembali Perjanjian Bagi Hasil Tanah
Pertanian
Istilah :
Maro, mertelu (jawa); nyakap (lombok); nengah (priangan);
toyo (minahasa); memperduai (minangkabau)
Pengertian :
Bagi hasil : perjanjian antara seseorang yang berhak atas
tanah dengan orang lain yang disebut penggarap, dimana
penggarap diperkenankan untuk
mengusahakan/mengerjakan tanah dengan pembagian
hasilnya menurut imbangan yang telah disetujui bersama.
Dasar Hukum :
- mula-mula diatur menurut hukum adat
- Undang-Undang No 2 Tahun 1960
 
Adapun maksud dikeluarkannya UU No. 2 Tahun 1960 adalah :
1). Agar pembagian hasil antara penggarap dan pemilik di dasarkan atas
dasar yang adil
2). Menjamin kedudukan hukum yang layak bagi penggarap
3). Menegaskan hak dan kewajiban masing-masing pihak

Ketentuan Pokok Perjanjian Bagi Hasil :


perjanjian bagi hasil harus dibuat secara tertulis antara pemilik tanah
dengan penggarap dihadapan Kepala Desa dengan disaksikan oleh dua
orang saksi dan disahkan oleh Camat.
Jangka waktu perjanjian bagi hasil minimum 3 (tiga) tahun untuk
tanah sawah, dan 5 (lima) tahun untuk tanah pertanian kering. Setelah
jangka waktu berakhir, apabila akan diteruskan harus dibuat dengan
perjanjian baru.
Imbangan hasil untuk masing-masing daerah kabupaten ditetapkan
oleh Bupati dengan memperhatikan jenis tanaman, keadaan tanah,
kepadatan penduduk dan faktor-faktor lainya.
 
F.Pengembalian dan Penebusan Tanah Pertanian yang di
Gadaikan

Adol sende (jawa); ngajual akad (sunda); menggadai (minangkabau)

Dasar Hukum :
 mula-mula diatur dalam hukum adat
 UU No. 56 Prp Tahun 1960
Pengertian :

1). Van Vollenhoven :


Perjanjian yang menyebabkan bahwa tanahnya diserahkan untuk menerima tunai
sejumlah uang dengan permufakatan bahwa si penyerah akan berhak mengembalikan tanah
itu kedirinya sendiri dengan jalan membayar sejumlah uang yang sama.
2). Ter Haar :
Penyerahan tanah dengan pembayaran sejumlah uang secara kontan sedemikian rupa
sehingga yang menyerahkan tanah masih mempunyai hak untuk menebus/membeli kembali
tanahnya itu dengan pembayaran kembali sejumlah uang tersebut.
3).Penjelasan umum angka 9 a UU No. 56 Prp Tahun 1960 :
hubungan antara seseoranag dengan tanah kepunyaan orang lain yang mempunyai utang
uang kepadanya, selama uang tersebut belum dibayar lunas, maka tanah itu tetap berada
dalam penguasaan yang meminjamkan uang tadi (pemegang gadai). Selama itu hasil tanah
seluruhnya menjadi hak pemegang gadai yang dengan demikian merupakan bunga dari
utang tersebut.
Cara Pengembalian dan Penebusan Tanah Pertanian yang digadaikan menurut UU
No. 56 Prp Th 1960 :
Pasal 7 ayat (1) : barang siapa menguasai gadai tanah pertanian dengan hak gadai
sudah berlangsung 7 tahun, wajib mengembalikan tanah itu kepada pemiliknya dalam
waktu sebulan setelah tanaman yang ada selesai di panen, dengan tidak ada hak untuk
menuntut pembayaran uang tebusan.
Ayat (2) : hak gadai yang belum berlangsung 7 tahun, pemilik tanahnya berhak
memintanya kembali setiap selesai panen, dengan uang tebusan yang dihitung dengan
rumus :
(7 + ½) - waktu Gadai x uang gadai
7
Ciri gadai setelah berlakunya UU No. 56 Prp Th 1960 :

1). Jangka waktu gadai maksimum 7 tahun


2). Pemegang gadai tidak boleh memaksa pemilik tanah untuk segera menebus tanahnya
3). Pemegang gadai dapat memindahkan gadai kepada pihak lain ( Pasal 3 PMPA No. 20
Th 1963 tentang Pedoman Penyelesaian masalah Gadai)
Apabila pengalihan gadai dengan sepengetahuan pemilik tanah, maka hubungan gadai
beralih antara pemilik tanah dengan pemegang gadai yang baru, maka jangka waktu 7
tahun dihitung sejak gadai yang baru. Sedangkan apabila pengalihan gadai tanpa ijin/
tanpa sepengetahuan pemilik tanah, maka hubungan gadai tetap antara pemilik tanah
dengan pemegang gadai yang lama.
4). Penebusan gadai dapat diteruskan oleh ahli warisnya.
PENATAGUNAAN TANAH
A. Penyediaan dan Penggunaan Tanah untuk Keperluan
Perusahaan.
Tujuan Kebijakan :
agar tercipta suasana dan keadaan yang serasi dan
menguntungkan bagi pelaksanaan pembangunan
agar disatu sisi kebutuhan para pengusaha dapat terpenuhi, disisi
lain pengusahaan dan penggunaan tanah dapat diselenggarakan
menurut peraturan per-UU-an yang berlaku, sehingga tanah
benar-benar dimanfaatkan sesuai dengan fungsi sosial tanah dan
asas-asas penggunaan tanah.
Syarat penentuan tanah untuk lokasi perusahaan :
1). Sejauh mungkin dihindari pengurangan areal tanah pertanian
subur
2). Sedapat mungkin digunakan tanah yang tidak atau kurang
produktif
3). Dihindari pemindahan penduduk dari tempat kediamannya
4). Mencegah terjadinya pencemaran lingkungan
Penetapan luas tanah :
* sesuai dengan kebutuhan nyata
*. Pemberian luas tanah harus dilakukan secara tepat
dan cermat, hal ini untuk menghindari
a). penelantaran tanah
b). usaha monopoli dan spekulasi 
Hak atas Tanah yang dapat diberikan pada perusahaan
a). perusahaan yang merupakan usaha perorangan
Hak Milik, HGU, HGB dan hak Pakai
b). Perusahaan yang berbentuk Badan Hukum :
HGU, HGB, Hak Pakai dan Hak Pengelolaan
C.Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar

Dasar Hukum
pasal 6 dan 15 UUPA
PP No. 11 Th 2010
Peraturan Kepala BPN NO 4 Th 2010

Pengertian Tanah Terlantar :


Tanah yang sudah ada Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan,
Hak Pakai, atau Hak Pengelolaan dinyatakan sebagai tanah terlantar
apabila tanahnya tidak diusahakan, tidak dipergunakan atau tidak
dimanfaatkan sesuai dengan keadaan atau sifat dan tujuan haknya.
tanah yang ada dasar penguasaannya dinyatakan sebagai tanah terlantar
apabila tanahnya tidak dimohon hak, tidak diusahakan, tidak
dipergunakan, atau tidak dimanfaatkan sesuai dengan persyaratan atau
ketentuan yang ditetapkan dalam izin lokasi, surat keputusan pemberian
hak, surat keputusan pelepasan kawasan hutan, dan/atau dalam
izin/keputusan/surat lainnya dari pejabat yang berwenang.
Obyek penertiban tanah terlantar :
Tanah yang sudah diberikan hak oleh negara berupa Hak Milik,
HGU,HGB, Hak Pakai dan Hak Pengelolaan, atau dasar
penguasaan atas tanah yang tidak diusahakan, tidak dipergunakan
atau tidak dimanfaatkan sesuai dengan keadaannya atau sifat dan
tujuan pemberian hak atau dasar penguasaannya

Tidak termasuk obyek penertiban tanah terlantar adalah:


tanah Hak Milik atau Hak Guna Bangunan atas nama
perseorangan yang secara tidak sengaja tidak dipergunakan sesuai
dengan keadaan atau sifat dan tujuan pemberian haknya;
tanah yang dikuasai pemerintah baik secara langsung maupun
tidak langsung dan sudah berstatus maupun belum berstatus
Barang Milik Negara/Daerah yang tidak sengaja tidak
dipergunakan sesuai dengan keadaan atau sifat dan tujuan
pemberian haknya.
 
Tahapan-tahapan : 
a.  inventarisasi tanah hak atau dasar penguasaan atas tanah yang terindikasi terlantar; 
b. identifikasi dan penelitian tanah terindikasi terlantar; 
c.  peringatan terhadap pemegang hak; 
d.  penetapan tanah terlantar.
Apabila  hasil  identifikasi  dan  penelitian  tanah terindikasi terlantar disimpulkan 
terdapat  tanah yang diterlantarkan, Kepala Kantor Wilayah memberitahukan kepada
pemegang hak dan sekaligus memberikan peringatan.
Peringatan tertulis dilakukan sebanyak 3 kali, masing-masing dengan jangka waktu 1
bulan
Identifikasi dan penelitian dilaksanakan:
terhitung mulai 3 (tiga) tahun sejak diterbitkan Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna
Bangunan, Hak Pakai; atau
sejak berakhirnya izin/keputusan/surat dasar penguasaan atas tanah dari pejabat yang
berwenang.
Identifikasi dan penelitian tanah terlantar meliputi:
nama dan alamat Pemegang Hak;
letak, luas, status hak atau dasar penguasaan atas tanah dan keadaan fisik tanah
yang dikuasai Pemegang Hak; dan
keadaan yang mengakibatkan tanah terlantar.
Tindakan konkret yang harus dilakukan Pemegang Hak, antara lain : 
a. mengusahakan, menggunakan, dan memanfaatkan  tanahnya sesuai keadaan atau
sifat dan tujuan pemberian haknya;
b.  dalam  hal  tanah  yang  digunakan  tidak  sesuai  dengan  sifat  dan tujuan
pemberian haknya,  pemegang  hak  harus  mengajukan  permohonan  perubahan 
hak  atas  tanah kepada Kepala sesuai dengan peraturan yang berlaku;  
c.  mengajukan  permohonan  hak  untuk  dasar  penguasaan  atas  tanah 
d.menggunakan, ataumemanfaatkan  tanahnya  sesuai  dengan  ijin/keputusan/surat 
dari pejabat yang berwenang. 
Kriteria tidak mematuhi peringatan antara lain : 
a.  tidak menggunakan tanahnya sesuai dengan sifat dan tujuan pemberian
haknya;
  b.  masih  ada  tanah  yang  belum  diusahakan  sesuai  dengan  Surat
Keputusan  atau  dasar penguasaan tanah;
  c.  masih ada tanah yang penggunaannya tidak sesuai dengan Surat
Keputusan atau dasar penguasaan tanah;
d. tidak ada tindak lanjut penyelesaian pembangunan;  
e.  penggunaan  tanah  tidak sesuai dengan Surat Keputusan atau dasar
penguasaan  tanah; atau
  f.   belum mengajukan permohonan hak untuk dasar penguasaan tanah.
Land Consolidation (konsolidasi tanah)
Peraturan Kepala BPN No. 4 Th 1991

“kebijaksanaan pertanahan mengenai penataan kembali penguasaan dan penggunaan


tanah serta usaha pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan untuk meningkatkan
kualitas lingkungan dan pemeliharaan sumber daya alam dengan melibatkan partisipasi
aktif masyarakat”

beberapa elemen dari konsolidasi tanah, yaitu:
a. Konsolidasi tanah merupakan kebijakan pertanahan;
b. Konsolidasi tanah berisikan penataan kembali penguasaan,
penggunaan, dan usaha pengadaan tanah;
c. Konsolidasi tanah bertujuan untuk kepentingan pembangunan, meningkatkan
kualitas lingkungan, pemeliharaan sumber daya alam;
d. Konsolidasi tanah harus dilakukan dengan melibatkan pastisipasi aktif masyarakat.

Tujuan Konsolidasi tanah ialah untuk mencapai pemanfaatan tanah secara optimal melalui
peningkatan efisiensi dan produktifitas penggunaan tanah. Sedangkan sasaran yang akan
dicapai ialah terwujudnya suatu tatanan penguasaan dan penggunaan tanah yang tertib dan
teratur.
SUMBANGAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN

1.Peserta menyerahkan sebagian tanahnya sebagai sumbangan Tanah,


untuk pembangunan prasarana jalan dan fasilitas umum lainnya dan
pembiayaan pelaksanaan Konsolidasi Tanah.
2. Besarnya sumbangan Tanah untuk Pembangunan ditetapkan
berdasarkan kesepakatan bersama peserta Konsolidasi Tanah dengan
mengacu kepada Rencana Tata Ruang Daerah.
3. Peserta yang persil tanahnya terlalu kecil sehingga tidak mungkin
menyerahkan sebagian tanahnya sebagai sumbangan tanah untuk
pembangunan dapat mengganti sumbangan tersebut dengan uang
atau bentuk lainnya yg disetujui bersama oleh para peserta
Konsolidasi Tanah (Pasal 6 Peraturan Kepala BPN No. 4 Th 1991)
=> Pada azasnya pembiayaan Konsolidasi Tanah ditanggung para
peserta Konsolidasi Tanah, melalui sumbangan berupa tanah dan atau
berupa uang maupun bentuk bentuk sumbangan lainnya
Sumbangan berupa tanah dilepaskan kepada negara
dihadapan Kepala Kantor Pertanahan setempat.
Tanah pengganti biaya pelaksanaan, diserahkan
penggunaannya kepada peserta yang memiliki persil
tanah terlalu kecil atau kepada pihak lain dengan
pembayaran kompensasi berupa uang yang jumlahnya
disetujui oleh para peserta Konsolidasi Tanah.
 Kepala Kantor Pertanahan setempat menerbitkan Surat
Ijin Menggunakan Tanah (SIMT) yang menjadi dasar
pemberian hak atas tanah kepada yang bersangkutan.
Para peserta Konsolidasi Tanah melepaskan hak atas
tanahnya untuk selanjutnya ditetapkan sebagai obyek
Konsolidasi Tanah oleh Kepala BPN atas usul Kepala
Kantor PertanahanKabupaten/Kotamadya setempat
melalui Kepala Kantor Wilayah BPN Propinsi.
Sasaran konsolidasi tanah terutama ditujukan pada wilayah sebagai
berikut:
a. Wilayah perkotaan;
1) Wilayah pemukiman kumuh;
2) Wilayah yang tumbuh pesat secara alami;
3) Wilayah pemukiman yang mulai tumbuh;
4) Wilayah yang direncanakan menjadi pemukiman yang baru
5) Wilayah yang relative kosong di bagian pinggiran kota yang
diperkirakan akan berkembang sebagai daerah pemukiman
b. Wilayah pedesaan
1) Wilayah yang potensial dapat memperoleh pengairan
tetapi belum tersedia jaringan irigasi;
2) Wilayah yang jaringan irigasinya telah tersedia tetapi
pemanfaatannya belum merata;
3) Wilayah yang berpengairan cukup baik maupun masih
perlu ditunjang oleh pangadaan jaringan jalan yang memadai.
HUKUM PERKEBUNAN
(UU No 39 Th 2014)
Pengertian :

Perkebunan: segala kegiatan pengelolaan sumber daya alam,
sumber daya manusia, sarana produksi, alat dan mesin, budi daya,
panen, pengolahan, dan pemasaran terkait Tanaman Perkebunan.

Pelaku usaha : pekebun dan perusahaan yang mengelola usaha
perkebunan

Pekebun : perorangan WNI yang melakukan usaha perkebunan
dengan skala usaha tidak mencapai skala tertentu

Perusahaan Perkebunan : usaha yang berbadan hukum, didirikan
menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di wilayah Indonesia,
yang mengelola Usaha Perkebunan dengan skala

Perkebunan besar adalah perkebunan yang diselenggarakan atau
dikelola secara komersial oleh perusahaan yang berbadan hukum. 
Perkebunan besar terdiri dari Perkebunan Besar Negara
(PTP/PNP) dan Perkebunan Besar Swasta Nasional/Asing.
Perkebunan Rakyat (tidak berbadan hukum)
a. Usaha kecil tanaman perkebunan rakyat adalah usaha
tanaman perkebunan yang diselenggarakan atau dikelola
secara komersial oleh perusahaan perseorangan yang
tidak berakte notaris dan memenuhi kriteria tertentu
  b. Usaha rumahtangga perkebunan rakyat adalah usaha
tanaman perkebunan yang tidak berbadan    hukum
yang diselenggarakan atau dikelola oleh
rumahtangga perkebunan dan belum memenuhi kriteria
usaha kecil tanaman perkebunan rakyat
Usaha budi daya Tanaman Perkebunan : serangkaian
kegiatan pratanam, penanaman, pemeliharaan tanaman,
pemanenan, dan sortasi.
Tanaman tertentu : tanaman semusim dan/atau tanaman
tahunan yang karena jenis dan tujuan pengelolaannya
ditetapkan sebagai tanaman perkebunan
Tanaman tahunan adalah tanaman yang pada umumnya
berumur lebih dari satu tahun dan pemungutan hasilnya
dilakukan lebih dari satu kali dan tidak dibongkar sekali panen.
Tanaman semusim/berumur pendek adalah tanaman
perkebunan yang pada umumnya berumur kurang dari 1 tahun
dan pemanenannya dilakukan sekali panen langsung bongkar.
Usaha industri pengolahan hasil perkebunan :serangkaian
kegiatan penanganan dan pemrosesan yang dilakukan terhadap
hasil tanaman perkebunan yang ditujukan untuk mencapai nilai
tambah yang lebih tinggi dan memperpanjang daya simpan
=> kegiatan pengolahan yang bahan baku utamanya hasil
perkebunan untuk memperoleh nilai tambah.
=>Industri pengolahan hasil perkebunan merupakan pengolahan
hasil perkebunan yang bahan bakunya karena menurut sifat dan
karakteristiknya tidak dapat dipisahkan dengan usaha budi daya
tanaman perkebunan terdiri dari gula pasir dari tebu, teh hitam,
teh hijau, ekstrak kelapa sawit.
asas-asas Perkebunan:

a. kedaulatan;
b. kemandirian;
c. kebermanfaatan;
d. keberlanjutan
e. keterpaduan;
f. kebersamaan;
g. keterbukaan;
h. efisiensi-berkeadilan;
i. kearifan lokal; dan
j. kelestarian fungsi lingkungan hidup
Tujuan Penyelenggaraan Perkebunan
a. Meningkatkan pendapatan masyarakat
b. Meningkatkan penerimaan negara
c. Meningkatkan penerimaan devisa negara
d. Menyediakan lapangan kerja
e. Meningkatkan produktivitas , nilai tambah, dan daya saing
f. Memenuhi kebutuhan konsumsi dan bahan baku industri dalam negri
g. Mengoptimalkan pengelolaan sumberdaya alam secara berkelanjutan
Fungsi Perkebunan
a. Ekonomi
peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat serta penguatan
struktur ekonomi wilayah dan nasional
b. Ekologi
Peningkatan konservasi tanah dan air, penyerap karbon, penyedia
oksigen, dan penyangga kawasan lindung
c. Sosial budaya
sebagai perekat dan pemersatu bangsa
Penggunaan Tanah Untuk Usaha Perkebunan
Hak atas tanah untuk usaha perkebunan
Hak Milik
Hak Guna Usaha
Hak Guna Bangunan
Hak Pakai
Di atas Tanah Hak Ulayat :
Pemohon wajib melakukan musyawarah dengan masyarakat hukum adat
pemegang hak ulayat dan warga pemegang hak atas tanah yang bersangkutan
untuk memperoleh kesepakatan mengenai penyerahan tanah dan imbalannya
Masyarakat Hukum Adat
Dalam perencanaan usaha perkebunan dituntut untuk menghormati keberadaan
Masyarakat hukum adat yang menurut kenyataannya masih ada, jika memenuhi
unsur:
a. masyarakat masih dalam bentuk paguyuban (rechtsgemeinscaft);
b. ada kelembagaan dalam bentuk perangkat penguasa adat;
c. ada wilayah hukum adat yang jelas;
d. ada pranata dan perangkat hukum, khususnya peradilan adat
yang masih ditaati;
e. ada pengukuhan dengan peraturan adat.
Politik Hukum Perkebunan
1.Menjamin kesejahteraan pelaku usaha perkebunan Jaminan tuntunan hidup
pelaku usaha perkebunan dalam masyarakat industri, sehingga ada
keseimbangan antara pelaku usaha dibidang perkebunan dan non
perkebunan
2. Jaminan pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan baku
industri dalam negeri
=> di dukung dengan penggunaan modal, teknologi dan ilmu pengetahuan
serta sub-sub faktor lainnya dalam struktur perkebunan
3. Tujuan Jaminan Lingkungan Hidup
 Alih fungsi wilayah yg secara geografis menghasilkan produk perkebunan
yang bersifat spesifik. Tujuannya yaitu untuk melindungi kelestariannya
dengan indikasi geografi
 Perusahaan perkebunan wajib membuat dan menerapkan analisis mengenai
dampak lingkungan hidup dan/atau analisis dan manajemen risiko
lingkungan hidup, untuk mencegah timbulnya gangguan dan kerusakan
fungsi lingkungan hidup
 Usaha perkebunan yang ramah lingkungan dapat terlaksana bila didukung
dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang memadai serta sumber daya
manusia yang terampil dan profesional
PERENCANAAN PERKEBUNAN 
* Perencanaan perkebunan dimaksudkan untuk memberikan arah,
pedoman, alat pengendali pencapaian tujuan penyelenggaraan
perkebunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
* Perencanaan perkebunan terdiri dari perencanaan nasional,
perencanaan provinsi, dan perencanaan kabupaten/kota.
Perencanaan Perkebunan harus terukur,dapat dilaksanakan,
realistis, dan bermanfaat serta dilakukan secara partisipatif,
terpadu,terbuka dan akuntabel.
partisipatif adalah proses penyusunan rencana yang melibatkan
partisipasi masyarakat dan pihak lain terkait.
 terpadu adalah bahwa rencana nasional, provinsi dan
kabupaten/kota disusun secara terkoordinasi, terintegrasi, dan
tersinkroninasi.
 terbuka adalah bahwa informasi mengenai perencanaan dapat
diakses oleh masyarakat.
akuntabel adalah bahwa perencanaan tersebut harus dapat
dipertanggungjawabkan kepada masyarakat.
Struktur Perkebunan
A. Faktor Teknis
1.Sumber daya Manusia,
Badan hk asing atau perorangan warga negara asing wajib bekerjasama dengan pelaku usaha perkebunan
dengan membentuk badan hukum Indonesia
2. Tanah : HM, HGU, HGB,HP
Penetapan luas maksimum dan luas minimum tanah untuk usaha perkebunan oleh menteri dengan
berpedoman pada jenis tanaman, ketersediaan tanah yang sesuai dengan agroklimat, modal, kapasitas
pabrik, tingkat kepadatan penduduk, pola pengembangan usaha, kondisi geografis dan perkembangan
teknologi
Larangan fragmentasi tanah usaha perkebunan yang pemindahan hak atas tanahnya mengakibatkan
terjadinya satuan usaha yang kurang dari luas minimum yang ditetapkan oleh menteri. Pelanggaran
mengakibatkan pemindahan hak atas tanah tersebut tidak sah dan tidak dapat didaftarkan (Psl 10 UUP)
3. Pendidikan dan Penelitian
Penelitian dan pengembangan perkebunan dilakukan oleh perorangan,
lembaga penelitian pemerintah dan/atau swasta. Lembaga penelitian
dapat diselenggarakan oleh antar pelaku usaha, asosiasi komoditas
perkebunan dan/atau peneliti asing.
B. Faktor Ekonomi , Berkaitan dengan pembiayaan dan pemasukan, fiscal dll
C.Faktor Sosial, Berkaitan jaminan kesejahteraan pelaku usaha perkebunan
Perizin usaha perkebunan

Peraturan Menteri Pertanian No: 98 Tahun 2013 Tentang Pedoman


Perizinan Usaha Perkebunan

Wajib memiliki izin usaha perkebunan bagi perusahaan perkebunan,


usaha budi daya perkebunan dengan luasan tanah tertentu dan/atau
usaha industri pengolahan hasil perkebunan dengan kapasitas pabrik
tertentu.
Pekebun tidak perlu memiliki izin usaha, tetapi harus di daftar oleh
bupati/walikota dan surat keterangan pendaftaran tersebut diperlakukan
seperti izin usaha perkebunan => Surat Tanda Daftar Usaha Budidaya
Perkebunan
Luasan tanah usaha perkebunan ditetapkan oleh menteri berdasarkan
jenis tanaman, teknologi, tenaga dan modal
Usaha industri pengolahan hasil perkebunan harus dapat menjamin
ketersediaan bahan bakunya dengan mengusahakan budi daya
tanaman perkebunan sendiri, melakukan kemitraan dengan pekebun,
perusahaan perkebunan, dan/atau bahan baku dari sumber lainnya
Lebih lanjut Permentan 98/2013 mengatur:
Perkebunan dengan luas 25 (dua puluh lima) hektar atau
lebih wajib memiliki Izin Usaha Perkebunan untuk Budidaya
(IUP-B). 
Usaha Industri Pengolahan Hasil Perkebunan kelapa sawit,
teh dan tebu dengan kapasitas sama atau melebihi kapasitas
paling rendah unit pengolahan hasil perkebunan wajib
memiliki Izin Usaha Perkebunan untuk Pengolahan (IUP-P). 
Usaha Budidaya Tanaman kelapa sawit dengan luas 1.000
hektar atau lebih, teh dengan luas 240 hektar atau lebih, dan
tebu dengan luas 2.000 hektar atau lebih, wajib terintegrasi
dalam hubungan dengan Usaha Industri Pengolahan Hasil
Perkebunan dan  Usaha Budidaya Tanaman Perkebunan
yang terintegrasi dengan Usaha Industri Pengolahan Hasil
Perkebunan wajib memiliki Izin Usaha Perkebunan (IUP). 
Ijin Usaha Perkebunan (IUP): ijin tertulis dari pejabat yang
berwenang dan wajib dimiliki oleh perusahaan yang melakukan
usaha budidaya perkebunan dan terintegrasi dengan usaha industri
pengolahan hasil perkebunan
Ijin Usaha Perkebunan untuk Budidaya (IUP-B): ijin tertulis yang
dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang dan wajib dimiliki oleh
perusahaan yang melakukan usaha budidaya perkebunan
Ijin Usaha Perkebunan untuk Pengolahan (IUP-P) : ijin tertulis
yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang dan wajib dimiliki
oleh perusahaan yang melakukan usaha industri pengolahan hasil
perkebunan
Surat Tanda Daftar Usaha Budidaya Perkebunan (STD- B) :
keterangan yang diberikan oleh Bupati/Walikota kepada pelaku
usaha budidaya tanaman perkebunan yang luas lahannya kurang
dari 25 Ha
Surat Tanda Daftar Usaha Industri Pengolahan Hasil
Perkebunan (STD-P) : keterangan yang diberikan oleh
Bupati/Walikota kepada pelaku usaha industri pengolahan hasil
perkebunan yang kapasitasnya dibawah batas minimal.
Usaha industri kelapa sawit untuk mendapat IUP-P
harus memenuhi paling rendah 20% kebutuhan bahan
baku dari kebun yang diusahakan sendiri
IUP, IUP-B atau IUP-P yang lokasi budidaya
dan/sumber bahan bakunya berada dalam 1 wilayah
kabupaten diberikan oleh Bupati/Walikota
IUP, IUP-B atau IUP-P yang lokasi budidaya
dan/sumber bahan bakunya berada dalam lintas
wilayah kabupaten/kota diberikan oleh Gubernur
Syarat dan tata cara pemberian izin usaha
perkebunan diatur dalam => Peraturan Menteri
Pertanian No: 98 Tahun 2013 Tentang Pedoman
Perizinan Usaha Perkebunan (Permentan 98/2013)
Ijin Lokas
Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang / Kepala BPN No 5 Th
2015
“Ijin yang diberikan kepada perusahaan untuk memperoleh tanah
yang diperlukan dalam rangka penanaman modal yang berlaku
sebagai ijin pemindahan hak dan menggunakan tanah tersebut
guna keperluan usaha penanaman modalnya “
Ijin lokasi diperlukan untuk syarat memperoleh IUP, IUP-B dan
IUP-P
Ijin lokasi untuk usaha perkebunan diberikan untuk luasan
maksimum :
1. komoditas tebu : 1 propinsi : 60.000 Ha
seluruh Indonesia : 150.000 Ha
2. Komoditas lainnya : 1 propinsi : 20.000 Ha
Seluruh Indonesia : 100.000 Ha
Jangka waktu ijin lokasi adalah 3 Th
Ijin lokasi dapat diperpanjang 1 tahun apabila perolehan tanah
sudah 50% atau lebih
Apabila perolehan tanah tidak dapat diselesaikan dalam jangka waktu Izin Lokasi
termasuk perpanjangannya, maka:
a. tanah yang telah diperoleh dipergunakan untuk melaksanakan rencana
penanaman modal dengan penyesuaian mengenai luas pembangunan
yang merupakan satu kesatuan bidang;
b. perolehan tanah dapat dilakukan lagi oleh pemegang Izin Lokasi terhadap
tanah yang berada diantara tanah yang sudah diperoleh sehingga
merupakan satu kesatuan bidang tanah.

Pasal 2 PMATR/KBPN No 5 Th 2015


(1) Setiap Perusahaan yang telah memperoleh persetujuan penanaman modal wajib mempunyai
Izin Lokasi untuk memperoleh tanah yang diperlukan untuk melaksanakan rencana
penanaman modal yang bersangkutan.
(2) Pemohon Izin Lokasi dilarang melakukan kegiatan perolehan tanah sebelum Izin
Lokasi ditetapkan.
(3) Izin Lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak
diperlukan dan dianggap sudah dipunyai oleh perusahaan yang
bersangkutan dalam hal:
a. tanah yang akan diperoleh merupakan pemasukan (inbreng) dari para pemegang saham;
b. tanah yang akan diperoleh merupakan tanah yang sudah dikuasai oleh perusahaan
lain dalam rangka melanjutkan pelaksanaan sebagian atau seluruh rencana
penanaman modal perusahaan lain tersebut, dan untuk itu telah diperoleh persetujuan
dari instansi yang berwenang;
c. tanah yang akan diperoleh diperlukan dalam rangka melaksanakan usaha
industri dalam suatu kawasan industri;
d. tanah yang akan diperoleh berasal dari otorita atau badan
penyelenggara pengembangan suatu kawasan sesuai dengan rencana tata
ruang kawasan pengembangan tersebut;
e. tanah yang akan diperoleh diperlukan untuk perluasan usaha yang sudah
berjalan dan untuk perluasan itu telah diperoleh izin perluasan usaha sesuai
ketentuan yang berlaku sedangkan letak tanah terse but berbatasan dengan
lokasi usaha yang bersangkutan;
f. tanah yang diperlukan untuk melaksanakan rencana penanaman modal
tidak lebih dari 25 Ha (dua puluh lima hektar) untuk usaha pertanian dan
tidak lebih dari 10.000 m2 (sepuluh ribu meter persegi ) untuk usaha bukan
pertanian; atau
g. tanah yang akan dipergunakan untuk melaksanakan rencana
penanaman modal merupakan tanah yang sudah dipunyai oleh
perusahaan yang bersangkutan melalui peralihan hak dari
perusahaan lain, dengan ketentuan bahwa tanah tersebut terletak di lokasi
yang menurut Rencana Tata Ruang Wilayah yang berlaku diperuntukkan
bagi penggunaan yang sesuai dengan rencana penanaman modal yang
bersangkutan.
(4) Dalam hal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) perusahaan yang
bersangkutan memberitahukan rencana perolehan tanah dan atau
penggunaan tanah yang bersangkutan kepada Kantor Pertanahan
Kemitraan usaha perkebunan:

hubungan kerja yang saling menguntungkan, menghargai,


bertanggung jawab, memperkuat dan saling
ketergantungan antara perusahaan perkebunan dengan
pekebun, karyawan dan masyarakat sekitar perkebunan
Kemitraan usaha perkebunan dilakukan melalui pola :
a. Penyediaan sarana produksi
b. Kerjasama produksi
c. Pengolahan dan pemasaran
d. Transportasi
e. Operasional
f. Kepemilikan saham
g. penyediaan jasa pendukung lainnya
=> Dilakukan dengan perjanjian secara tertulis minimal 4 th
Kewajiban Pelaku Usaha Pemegang Ijin Usaha
Perkebunan :

a. memiliki sumber daya manusia, sarana, prasarana dan sistem


pembukaan lahan tanpa bakar serta pengendalian kebakaran;
b. menerapkan teknologi pembukaan lahan tanpa bakar dan mengelola
sumber daya alam secara lestari;
c. memiliki sumber daya manusia, sarana, prasarana dan sistem
pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT);
d. menerapkan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), atau
Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan
Lingkungan (UPL) sesuai peraturan perundang-undangan;
e. menyampaikan peta digital lokasi IUP-B atau IUP skala 1:100.000 atau
1:50.000 (cetak peta dan file elektronik) disertai dengan koordinat yang
lengkap sesuai dengan peraturan perundang-undangan kepada Direktorat
Jenderal yang membidangi perkebunan dan Badan Informasi Geospasial
(BIG);
f. memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat
bersamaan dengan pembangunan kebun perusahaan
dan pembangunan kebun masyarakat diselesaikan
paling lama dalam waktu 3 (tiga) tahun;
g. melakukan kemitraan dengan Pekebun, karyawan
dan masyarakat sekitar; serta
h. melaporkan perkembangan Usaha Perkebunan
kepada pemberi izin secara berkala setiap 6 (enam)
bulan sekali dengan tembusan kepada:
-Menteri Pertanian melalui Direktur Jenderal dan
gubernur apabila izin diterbitkan oleh bupati/walikota;
-Menteri Pertanian melalui Direktur Jenderal dan
bupati/walikota apabila izin diterbitkan oleh gubernur.
Bagi perusahaan yang akan membangun Usaha Industri Pengolahan
Hasil Perkebunan sementara di kabupaten setempat sudah tidak
tersedia lahan untuk pembangunan kebun sendiri yang dibuktikan
dengan surat keterangan dinas yang membidangi perkebunan
setempat, harus melakukan kerjasama kepemilikan saham dengan
koperasi pekebun setempat sebagai pemasok bahan baku.
Khusus Perusahaan perkebunan kelapa sawit yang telah
memiliki IUP-P wajib melakukan divestasi saham kepada
koperasi pekebun pada tahun ke-5 setelah pabrik beroperasi
komersial, paling rendah 5% yang secara bertahap meningkat menjadi
paling rendah 51% dari jumlah seluruh saham pada tahun ke-10.
Kontrol dan Pengawasan
Sanksi Administrasi dan Pidana
Sanksi administrasi dan pidana dikenakan terhadap setiap orang
yang melanggar kewajiban dan melakukan perbuatan yang
dilarang dalam ketentuan-ketentuan di bidang perkebunan.
(1) Perusahaan Perkebunan yang mengajukan IUP-B atau IUP
dengan luas 250 (dua ratus lima puluh) hektar atau lebih,
berkewajiban memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat
sekitar dengan luasan paling sedikit 20% (dua puluh perseratus)
dari luas areal IUP-B atau IUP.(catatan: batasan areal ini setara
dengan 50 ha atau 25 pekebun anggota kelompok hamparan,
masing-masing 2 ha atau sebesar 20 % dari luas 250 ha)
(2) Kebun masyarakat yang difasilitasi pembangunannya
sebagaimana dimaksud berada di luar areal IUP-B atau IUP.
(3) Kewajiban memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat
sekitar sebagaimana dimaksud dengan mempertimbangkan:
a. ketersediaan lahan;
b. jumlah keluarga masyarakat sekitar yang layak sebagai
peserta;dan
c.kesepakatan antara Perusahaan Perkebunan dengan
masyarakat sekitar dan diketahui kepala dinas provinsi atau
kabupaten/kota sesuai kewenangannya.
PUSTAKA
 Boedi Harsono, 2007, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah
Pembentukan UUPA Isi dan Pelaksanaannya, Djambatan
Jakarta.
 -------------------, 2000, Hukum Agraria Indonesia, Himpunan
Peraturan-peraturan Hukum Tanah, Djambatan, Jakarta
 Erna SW dan R. Murjiyanto,2013, Hak Atas tanah dan
Peralihannya, Liberty, Yogyakarta
 Hasan Wargakusumah, 1992, Hukum Agraria I, Buku Panduan
Mahasiswa, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
 Sudikno Mertokusumo dkk, 1988, Hukum dan Politik Agraria,
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Universitas Terbuka,
Jakarta
 ________________, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty,
 Undang-Undang No 39 Th 2014 Ttg Perkebunan
 Peraturan Menteri Pertanian No: 98 Tahun 2013 Tentang
Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan

Anda mungkin juga menyukai