Anda di halaman 1dari 31

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA ANAK DENGAN DEMAM


THYPOID
Oleh: Kelompok 4
Fransiska Andayani (202007002)
Ruth Alferina (202007004)
Tuti Murniatun (202007013)
Ranny Wally H (202007032)
Nur Widati (202007034)
Yuli Irma S (202007043)
Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi
DEFINISI DEMAM sistemik bersifat akut yang disebabkan oleh
TYPHOID Salmonella typhi. Penyakit ini ditandai oleh
panas berkepanjangan, ditopang dengan
bakteremia tanpa keterlibatan struktur endotelial
atau endokardial dan invasi bakteri sekaligus
multiplikasi ke dalam sel fagosit mononuklear
dari hati, limpa, kelenjar limfe usus dan
Peyer’spatch (Sumarmo, Herry, dkk, 2012).
ETI OLOGI

Penyebab utama demam typoid adalah Salmonella Typhi. Salmonella typhi sama dengan
Salmonela yang lain adalah bakteri Gram-negatif, mempunyai flagela, tidak berkapsul, tidak
membentuk spora, fakultatif anaerob.
MANIFESTASI
KLINIS
Masa tunas sekitar 10-14 hari.
1) Minggu 1
Pada umumnya demam berangsur naik, terutama pada
sore hari dan malam hari. Dengan keluhan dan gejala
demam, nyeri otot, nyeri kepala, anoreksia, dan mual,
batuk, eoistaksis, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak
di perut.
2) Minggu ke-2
Pada minggu ke-2 gejala sudah jelas dapat berupa demam,
bradikardi, lidah yang kha(putih,kotor, pinggirnya
hiperemi), hepatomegali,meteorismus,
kesadaran. (Padila, 2013; Dewi & Meira, 2016). penurunan
Kuman Sallmonella Typhi

Fomitus (Muntahan)
Feses Urine Fingers (jari)
Food (Makanan & minuman)

Dibawa oleh lalat dan personal hygiene yang buruk


Masuk kedalam lambung Masuk kedalam saluran cerna melalui mulut Masuk kedalam usus

DEMAM TYPHOID Bakteri menginvasi dan berkembang biak di


Memicu peradangan
jaringan limfoid (plak peyer).

Asam lambung naik


Masuk alirandarah
Bakteri menginfeksi usus halus Masuk ke saluran limfatik
(bakterimia)

Nyeri
Tidak nyaman pada perut, mengeluh mual , abdomen, feses,
Menyerang organ
lembek/cair, dorongan defeas i Endotoksin
sensasi muntah, peningkatan salivasi
>3 dalam 24 jam
Merangsang pelepasan zat
Limpa
Hati pirogen oleh leukosit
Muntah, nafsu makan menurun,
MK. Diare (D.0020)
intake nutrisi menurun
Hepatomegali Spelenomegali Zat pirogen beredar

dalam darah
MK. Defisit pengetahuan MK. Nyeri akut (D.007)
BB menurun minimal 10%
Mempengaruhi termoregulasi di
Nyeri tekan abdomen kanan atas
hipotalamus

Klien nyeri, tampak


MK. Defisit Nutrisi ( D.0019( Suhu tubuh meningkat, kulit
meringis, bersikap protektif MK. Hiperetrmi ( D.0130)
merah, teraba hangat,
KOMPLIKASI
Komplikasi dibagi menjadi 2 bagian, yaitu:
a. Komplikasi Intestinal
perdarahan usus
perforasi usus,
peritonitis
b. Komplikasi Ekstraintestinal
Komplikasi kardiovaskuler
Komplikasi darah Komplikasi
paru
Komplikasi hepar dan kandung kemih
Komplikasi ginjal
Komplikasi tulang Komplikasi
neuropsikiatrik
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
Pemeriksaan Darah Perifer Lengkap
Pemeriksaan SGOT (serum glutamic
oxaloacetic transaminase) dan SGPT (serum
glutamic oyruvic transaminase)
Pemeriksaan Uji Widal
Kultur
PENATALAKSANAAN

Istirahat dan perawatan


Diet dan terapi
penunjang Pemberian
antibiotic
Konsep Tumbuh Kembang Anak Usia
Sekolah
A. Pertumbuhan
Pertumbuhan Fisik
Pertumbuhan selama periode ini rata-rata 3-3,5 kg dan 6cm atau 2,5 inchi pertahunnya. Lingkar
kepala tumbuh hanya 2-3 cm selama periode ini, menandakan pertumbuhan otak yang melambat
karena proses mielinisasi sudah sempurna pada usia 7 tahun (Behrman, Kliegman, & Arvin, 2000).
B. Perkembangan
Perkembangan Kognitif
Perubahan kognitif pada anak usia sekolah adalah pada kemampuan untuk berpikir dengan cara
logis tentang disini dan saat ini, bukan tentang hal yang bersifat abstraksi. Pemikiran anak usia
sekolah tidak lagi didominiasi oleh persepsinya dan sekaligus kemampuan untuk memahami
dunia secara luas.
Perkembangan Moral
Perkembangan moral anak menurut Kohlberg didasarkan pada perkembangan kognitif anak dan
terdiri atas tiga tahapan utama, yaitu: (1) preconventional; (2) conventional; (3) postconventional
Perkembangan Spiritual
Menurut Fowler, anak usia sekolah berada pada tahap 2 perkembangan spiritual, yaitu pada
tahapan mitos–faktual. Anak-anak belajar untuk membedakan khayalan dan kenyataan.
Perkembangan Psikoseksual
Freud menggambarkan anak-anak kelompok usia sekolah (6–12 tahun)
masuk dalam tahapan fase laten. Selama fase ini, fokus
perkembangan adalah pada aktivitas fisik dan intelektual, sementara
kecenderungan seksual seolah ditekan (Kozier, Erb, Berman, & Snyder,
2011).
Perkembangan Psikososial
Erikson mengidentifikasi masalah sentral psikososial pada masa ini
sebagai krisis antara keaktifan dan inferioritas. Perkembangan
kesehatan membutuhkan peningkatan pemisahan dari orangtua dan
kemampuan menemukan penerimaan dalam kelompok yang sepadan
serta merundingkan tantangan- tantangan yang berada diluar
(Behrman, Kliegman, & Arvin, 2000).
Konsep Hospitalisasi

A. Respon Anak
Anak usia sekolah yang dirawat di rumah sakit akan merasa khawatir akan perpisahan dengan
sekolah dan teman sebayanya, takut kehilangan ketrampilan, merasa kesepian dan sendiri. Anak
membutuhkan rasa aman dan perlindungan dari orang tua namun tidak memerlukan selalu
ditemani oleh orang tuanya. Pada usia ini anak berusaha independen dan produktif. Akibat
dirawat di rumah sakit menyebabkan perasaan kehilangan kontrol dan kekuatan.
B. Respon Keluarga
Orang tua akan mengalami stress jika anaknya sakit dan dirawat dirumah sakit. Kecemasan akan
meningkat jika mereka kurang informasi tentang prosedur dan pengobatan anak serta
dampaknya terhadap masa depan anak.
C. Respon Sibling
Reaksi sibling terhadap anak yang sakit dan dirawat dirumah sakit adalah marah, cemburu, bend
dan bersalah.
ASUHAN KEPERAWATAN

Pengkajian
Menurut Budiono (2016) data-data yang harus diperoleh selama pengkajian adalah
sebagai berikut:
1) Data Dasar
Data dasar adalah seluruh informasi tentang status kesehatan klien, data dasar ini
meliputi data umum, data demografi, riwayat keperawatan, pola fungsi kesehatan dan
pemeriksaan. Data dasar yang menunjukkan pola fungsi kesehatan efektif/optimal
merupakan data yang dipakai dasar untuk menegakkan diagnosa keperawatan.
a) Data Fokus
Data fokus dapat berupa ungkapan klien maupun hasil pemeriksaan langsung
seorang perawat.
b) Data Subjektif
c) Data Objektif
2) Identitas Diri
Meliputi pengkajian nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa,
tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, nomor rekam medis, alamat.
3) Identitas penanggung jawab
Meliputi pengkajian nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,
pekerjaan, hubungan dengan klien dan alamat dari orang yang bertanggungjawab secara
langsung terhadap klien.
4) Riwayat kesehatan
a) Riwayat kesehatan sekarang
b) Keluhan utama saat masuk rumah sakit
c) Keluhan utama saat dikaji
d) Riwayat kesehatan dahulu
e) Riwayat kesehatan keluarga
5) Pola nutrisi
6) Pola eliminasi
7) Pola istirahat tidur
8) Pola aktivitas
Pertumbuhan dan
perkembangan
1) Pertumbuhan
Tanyakan tentang status pertumbuhan anak, pernah terjadi gangguan dalam
pertumbuhan dan terjadinya pada saat umur berapa dengan menanyakan atau melihat catatan kesehatan
tentang berat badan, tinggi badan. (Soetjiningsih, 2015).

2) Perkembangan
Tanyakan tentang perkembangan bahasa, motorik kasar, motorik halus, dan sosial. Data ini juga dapat diketahui
melalui penggunaan
perkembangan. (Soetjiningsih, 2015).

3) Riwayat imunisasi
Tanyakan tentang riwayat imunisasi dasar seperti Bacilus Calmet Guimet (BCG), Difteri Pertutis Tetanus (DPT),
polio, hepatitis, campak, maupun imunisasi ulangan.
Pemeriksaan Fisik
Keadaan atau penampilan
a.Mengkaji keadaan atau penampilan klien seperti lemah, sakit ringan, sakit berat, gelisah,
rewel.
b.Tingkat
kesadaran
c.Tanda-tanda vital
d. Pemeriksaan
head to toe
1. Kepala
2. Mata
3. Telinga
4. Hidung
5. Mulut
6. Leher
7. Dada
8. Abdomen
Pada pasien dengan demam typhoid pada saat diinspeksi biasanya ditemukan tanda
roseola yang berdiameter 2-4 mm yang didalamnya mengandung kuman Salmonella Typhi,
distensi abdomen, merupakan tanda yang diwaspadai terjadinya perforasi dan peritonitis. Pada
saat dipalpasi terdapat nyeri tekan abdomen, hepatomegali dan splenomegali, mengindikasikan
infeksi RES yang mulai terjadi pada minggu ke dua. Pada saat dilakukan auskultasi didapatkan
penurunan bising usus kurang dari 5 kali/menit pada minggu pertama dan terjadi
konstipasi,selanjutnya meningkat akibat diare. (Muttaqin,
2013).
9. Punggung dan bokong
10. Ekstremitas
e. Data psikologis
f. Data penunjang (darah dan serologi)
g. Terapi
tirah baring
diet
pemberian
antibiotik
. Diagnosa Keperawatan
 
Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis mengenai seseorang, keluarga,
atau masyarakat sebagai akibat dari masalah atau proses kehidupan yang aktual
atau potensial.
Diagnosa keperawatan merupakan dasar dalam penyusunan rencana tindakan
asuhan keperawatan.
Diagnosis keperawatan sejalan dengan diagnosis medis sebab dalam
mengumpulkan data-data saat melakukan pengkajian keperawatan yang
dibutuhkan untuk menegakkan diagnosa keperawatan ditinjau dari keadaan
penyakit dalam diagnosa medis.(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017)
 
N Diagnosa keperawatan Luaran (SLKI)  
O Intervensi (SIKI)
(SDKI)
1. Hipertermi Setelah dilakukan Manajemant Hipertermi ( I.15506 )
tindakan keperawatan 2 x Observasi:
berhubungan 24 jam termoregulasi 1. Identifikasi penyebab hipertermia. ( dehidrasi,)
dengan proses membaik dengan kriteria 2. monitor suhu tubuh
hasil: 3. Monitor kadar elektrolit.
penyakit (infeksi 4. Monitor Haluaran urin
( L.14134 )
salmonella thypi)  Menggigil menurun
5. Monitor komplikasi akibat hipertermi.  
Therapetik
 Suhu tubuh membaik 6. Sediakan lingkungan yang dingin.
7. Longgarkan atau lepaskan pakaian
 Suhu kulit membaik
8. Basahi dan kipasi permukaan tubuh.
9. Berikan cairan oral.
10.Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika mengalami
hyperhidrosis( keringat berlebih.)
11.Lakukan pendinginan exsternal. ( selimut hipotermia, atau kompres
dingin pada dahi, leher, dada, abdomen, axila.)
12.Hindari pemberian antipiretik atau aspirin.
13.Berikan oksigen jika perlu. 
Edukasi
14.Anjurkan tirah baring 
Kolaborasi
15.Kolaboasi pemberian cairan dan elektrolit jika perlu
N Diagnosa keperawatan Luaran (SLKI)  
O Intervensi (SIKI)
(SDKI)
2. Risiko ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan Manajemen elektrolit (I.03102)
elektrolit dibuktikan keperawatan selama 2x24 Observasi :
dengan muntah jam status nutrisi membaik 1. Identifikasi tanda dan gejala ketidakseimbangan kadar elektrolit
dengan kriteria hasil : 2. Identifikasi penyebab ketidakseimbangan elektrolit
(L(06053) 3. Identifikasi kehilangan elektrolit melalui cairan
 Porsi makanan yang 4. Monitor kadar elektrolit
dihabiskan meningkat 5. Monitor efek samping pemberian suplemen elektrolit
 Verbalisasi keinginan
Terapeutik :
untuk meningkatkan
nutrisi 6. Berikan cairan bila perlu Berikan diit yang tepat (mis. Tinggi
 Pengetahuan ibu pasien kalium, rendah natrium
tentang standar asupan 7. Anjurkan pasien dan keluarga untuk modifikasi diet jika perlu
nutrisi yang tepat 8. Pasang akses intravena jika perlu
 Sikap ibu pasien terhadap Edukasi :
makanan/minuman sesuai 9. Jelaskan jenis penyebab dan penanganan ketidakseimbangan
dengan tujuan kesehatan elektrolit
 Diare menurun
 Berat badan Indeks Massa Kolaborasi :
Tubuh membaik 10.Kolaborasi pemberian suplemen elektrolit (mis. Oral, IV ) sesuai
 Frekuensi makan membaik indikasi
 Nafsu makan membaik
 Bising usus membaik
N Diagnosa keperawatan Luaran (SLKI)  
O
(SDKI) Intervensi (SIKI)
3. Risiko deficit nutrisi Setelah dilakukan tindakan Manajemen nutrisi (I. 03119)
dibuktikan dengan keperawatan selama 3 x 24 jam Observasi :
ketidakmampuan status nutrisi membaik dengan
1. Identifikasi staatus nutrisi
kriteria hasil :
mengabsorbsi 2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
nutrient. (L (06053) 3. Identifikasi makanan yang disukai
 Porsi makanan yang dihabiskan 4. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
meningkat 5. Monitor asupan makanan
 Verbalisasi keinginan untuk 6. Monitor berat badan
meningkatkan nutrisi 7. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium 
 Pengetahuan ibu pasien Terapeutik :
tentang standar asupan nutrisi 8. Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
yang tepat 9. Berikan makan yang tinggi serat untuk mencegah konstipasi
 Sikap ibu pasien terhadap 10.Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
makanan/minuman sesuai 11.Berikan suplemen makanan jika perlu 
dengan tujuan kesehatan Edukasi :
 Diare menurun 12.Ajarkan diit yang diprogramkan 
 Berat badan Indeks Massa Kolaborasi :
Tubuh membaik 13.Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis. Pereda nyeri,
 Frekuensi makan membaik antiemetik), jika perlu
 Nafsu makan membaik 14.Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan
 Bising usus membaik jenis nutrien yang dibutuhkan, jika perlu
N Diagnosa keperawatan Luaran (SLKI)  
O Intervensi (SIKI)
(SDKI)
4. Nyeri akut berhubungan dengan
agen pencedera fisiologis ditandai
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
Manajeman nyeri ( I 2001)
Observasi :
dengan: selam 2 x 24 jam tingkat 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
DS : nyeri menurun, dengan 2. Identifikasi skala nyeri
kriteria hasil. 3. Identifikasi respon nyeri nonverbal
 pasien mengeluh nyeri
 Keluhan nyeri menurun 4. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
DO :  Meringis menurun 5. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
 Tampak meringis  Gelisah menurun 6. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
 Gelisah  Sikap protektif 7. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
menurun. 8. Monitor efek samping penggunaan analgetik
 Frekuensi nadi meningkat  Kesulitan tidur Terapeutik :
 Sulit tidur menurun. 9. Berikan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri (hipnosis. Akupressure,
 Frekwensi nadi terapi musik, aromaterapi)
membaik. 10.Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (suhu ruangan, pencahayaan,
 Tekanan darah kebisingan)
membaik 11.Fasilitas istirahat dan tidur
 Pola napas membaik. 12.Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri
Edukasi :
13.Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
14.Jelaskan strategi meredakan nyeri
15.Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
16.Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
17.Ajarkan tehnik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
18.Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
N Diagnosa keperawatan Luaran (SLKI)  
O Intervensi (SIKI)
(SDKI)
5. Defisit pengetahuan Setelah dilakukan tindakan Edukasi kesehatan
dibuktikan dengan kurang keperawatan selama 1 x 30 Observasi
terpapar informasi mnt tingkat pengetahuan 1. Identifikasi kesiapan dan
meningkat dengan kriteria
hasil : 2. kemampuan menerima informasi

 Perilaku sesuai anjuran 3. Identifikasi faktor-faktor yang dapat meningkatkan dan menurunkan
meningkat motivasi perilaku hidup bersih dan sehat
Terapeutik
 Verbalisasi minat dalam
belajar meningkat 4. Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan

 Kemampuan menjelaskan 5. Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan


tentang suatu topik 6. Berikan kesempatan untuk bertanya
meningkat
Edukasi
 Kemampuan 7. Jelaskan faktor resiko yang dapat mempengaruhi kesehatan
menggambarkan
pengalaman sebelumnya 8. Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
yang sesuai dengan topik 9. Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan perilaku
meningkat hidup bersih dan sehat
 Perilaku sesuai dengan
pengetahuan meningkat
ANALISA JURNAL
THYPOID
1. Studi Kasus Kompres Hangat dalam Menurunkan Suhu Tubuh pada Anak
Dengan Demam Thypoid di Rumah Sakit TK II Putri Hijau Medan
Oleh : Mawar Saron Simangunsong, Syaiful Syaiful, Evamona
Sinuraya

Populasi : 2 pasien penderita demam thypoid.

Intervensi : Pemberian kompres hangat pada aksila

pasien. Comparation : Tidak ada

Outcome/hasil : Setelah dilakukan tindakan keperawatan terhadap pasien 1 dan


pasien 2, dengan pemberian kompres hangat efektif dalam menurunkan suhu tubuh
2. Hubungan Lingkungan Dan Sanitasi Makanan Dengan Kejadian Demam
Thypoid Oleh : Muhammad Iqbal Fahlevi
Populasi : 97 responden di Wilayah Kerja Pukesmas Manggeng Kabupaten Aceh
Barat Daya
Intervensi :Tidak ada
Comparation :Tidak
ada Outcome/hasil :
1.Adanya hubungan yang signifikan antara faktor lingkungan dengan kejadian
demam thypoid.
2. Adanya hubungan yang signifikan antara sanitasi makanan dengan kejadian demam
thypoid
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian Demam Thypoid pada Anak di RSUD
Tugurejo Semarang
Oleh : Galuh Ramaningrum1 , Hema Dewi Anggraheny1 , Tiara Perdana Putri1

Populasi : semua pasien anak yang menderita demam tifoid di RSUD Tugurejo
Semarang pada periode Januari – Desember 2014. Data yang digunakan merupakan
data sekunder yaitu rekam medik pasien penderita demam tifoid. Besar sampel
sebanyak 121 orang yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi.
Intervensi : Tidak ada
Comparation : Tidak
ada Outcome/ Hasil :
Mayoritas pasien yang mengalami demam tifoid berada di rentang usia 5-10 tahun
(56,2%), status gizi baik (89,3%), diikuti riwayat demam tifoid, sebelumnya (84,3%).
Hasil analisi bivariat menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan variabel usia
terhadap kejadian demam tifoid (OR=4,667 ; P=0,001). Tidak terdapat hubungan
signifikan variabel status gizi (OR= 0,796; P=0,072) dan riwayat demam tifoid
sebelumnya (OR=2,073; P=0,346) terhadap kejadian demam tifoid
4. Karakteristik Pasien Demam Tifoid pada Anak dan Remaja di Rumah Sakit
Pertamina Bintang Amin Lampung
Oleh : Festy Ladyani Mustofa1, Rakhmi Rafie2, Ghina Salsabilla3

Populasi : penderita demam tifoid sebanyak 317 pasien demam


tifoid. Intervensi : Tidak ada
Comparation : Tidak
ada Outcome/hasil :
Berdasarkan hasil tersebut, karakteristik penderita demam tifoid pada anak dan remaja
di Rumah Sakit Pertamina Bintang Amin tahun 2018 yaitu berumur 5- 11 tahun, dengan
jenis kelamin perempuan, derajat demam febris, lama demam ≤ 1 minggu, hasil uji test
widal positif, riwayat melakukan pemeriksaan lainnya ya melakukan, pemberian obat
antibiotik diberikan obat antibiotik lini 2 yaitu seftriaksone dan sefixime
5. Hubungan Pengetahuan Keluarga Tentang Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat
(PHBS) Dengan Kejadian Demam Thypoid Di Wilayah Kerja Puskesmas Dinoyo
Oleh : Nina Mujahida1), Sri Mudayati2) , Susmini3)

Populasi : penelitian ini yaitu warga yang tinggal di Kelurahan Tunggulwulung Rw


IV Malang sebanyak 40 6 dan sampelnya sebanyak 61 KK.
Intervensi : Tidak ada
Comparation : Tidak
ada Outcome/ Hasil :
Kurang dari separuh responden mempunyai pengetahuan tentang perilaku hidup bersih
dan sehat (PHBS) dengan kategori baik.
Lebih dari separuh responden tidak menderita demam thypoid.
Terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan tentang
perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dengan kejadian demam
thypoid
DAFTAR PUSTAKA
 
Handayani, F. (2021). Modul Praktikum keperawatan Anak (Alfianur (Ed.);
1st ed.). Penerbit Adab.
Kartika, L. (2021). Keperawatan Anak Dasar (R. Matrianthos (Ed.); 1st ed.).
Yayasan Kita Menulis.
Sutanta, N. M. (2021). Anatomi Fisiologi Manusia (N. M. Sutanta (Ed.); 1st
ed.). Thema Publishing.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia; Definisi dan Indikator Diagnostik (DPP PPNI (Ed.); III). DPP
PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia:Definisi dan Tindakan Keperawatan (TIM Pokja SIKI DPP
PPNI (Ed.); II).
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan
Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan (DPP PPNI (Ed.); II).
Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Anda mungkin juga menyukai