Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGAN PENYAKIT DEMAM THYPOID

A. Konsep Dasar Medis Demam Thypoid


1. Definisi
Demam thypoid adalah infeksi pada usus yang berimplikasi pada seluruh
jaringan tubuh. Penyakit ini disebarkan dari kotoran yang ada dalam
makanan dan air yang tercemar. Penyakit ini sering timbul dalam bentuk
wabah atau epidemi (penduduk jatuh sakit secara bersamaan). Diantara
berbagai penyakit infeksi yang kadang-kadang dinamakan demam, demam
thypoid merupakan salah satu penyakit yang paling berbahaya (Dwi Sunar
Prasetyono, 2012).
2. Etiologi
Menurut Suratun & Lusianah (2010) etiologi dari demam tifoid disebabkan
oleh Salmonella typhi (S. Typhi), Paratyphi A, Paratyphi B, and Paratyphi
C. Salmonella typhi merupakan basil gram negatif, berflagel dan tidak
berspora, anaerob fakultatif masuk ke dalam keluarga
enterobacteriaceae, panjang 1-3 um dan lebar 0.5-0.7 um, berbentuk batang
single atau berpasangan. Salmonella hidup dengan baik pada suhu 37°C dan
dapat hidup pada air steilyang beku dan dingin, air tanah, air laut dan debu
selama berminggu-minggu, dapat hidup berbulan-bulan dalam telur yang
terkontaminasi dan tiram beku. Parasit hanya pada tubuh manusi. Dapat
dimatikan pada suhu 60°C selama 15 menit. Hidup subur pada medium
yang mengandung garam empedu. S typhi memiliki 3 macam antigen O
(somatik berupa kompleks polisakarida), antigen H (flagel), dan antigen Vi.
Dalam serum penderita demam tifoid akan berbentuk antibodi terhadap
ketiga macam antigen tersebut.
3. Manifestasi klinis
Menurut Ardiansyah (2012) gejala klinis demam tifoid pada anak biasanya
lebih ringan daripada orang dewasa. Penyakit ini masa tunasnya 10- 20 hari.
Masa tunas tersingkat 4 hari, jika infeksi terjadi melalui makanan.
Sedangkan masa tunas terlama berlangsung 30 hari, jika infeksi melalui
minuman. Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodromal
yaitu perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak
bersemangat, yang kemudian disusul dengan gejala-gejala klinis sebagai
berikut:
a. Demam
Demam berlangsung selama tiga minggu, bersifat febris remiten, dan
dengan suhu tubuh yang tidak terlalu tinggi. Selama minggu pertama,
suhu berangsur-angsur meningkat, biasanya turun pada pagi hari dan
meningkat lagi pada soredan malam hari. Pada minggu kedua, penderita
terus demam dan pada minggu ketiga demam penerita berangsur-angsur
normal.
b. Gangguan pada saluran pencernaan
Napas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah, lidah putih
kotor (coated tongue) ujung dan tepi kemerahan, perut kembung, hati
dan limpa membesar, disertai nyeri pada perabaan.
c. Gangguan kesadaran
Kesadaran menurun, walaupun tidak terlalu merosot, yaitu apatis
sampai samnolen (keinginan untuk tidur dan terus tidur). Di samping
gejala-gejala tersebut, pada punggung dan anggota gerak juga dijumpai
adanya roseola, yaitu bintik-bintik kemerahan karena emboli basil
dalam kapiler kulit.
4. Patofisiologi
Kuman Salmonella typi masuk tubuh manusia melalui mulut
dengan makanan dan air yang tercemar. Sebagian kuman dimusnakan oleh
asam lambung. Sebagian lagi masuk ke usus halus dan mencapai jaringan
limfoid plaque peyeri di ileum terminalis yang mengalami hipertrofi. Di
tempat ini komplikasi perdarahan dan perforasi intestinal dapat terjadi.
Kuman Salmonella Typi kemudian menembus ke lamina propia, masuk
aliran limfe dan mencapai kelenjar limfe mesenterial, yang juga mengalami
hipertrofi. Setelah melewati kelenjar-kelenjar limfe ini salmonella typi
masuk ke aliran darah melalui ductus thoracicus. Kuman salmonella typi
lain mencapai hati melalui sirkulasi portal dari usus. Salmonella typi
bersarang di plaque peyeri, limpa, hati dan bagian-bagian lain sistem
retikuloendotelial. Semula disangka demam dan gejala-gejala toksemia pada
demam tifoid disebabkan oleh endotoksemia. Tapi kemudian berdasarkan
penelitian ekperimental disimpulkan bahwa endotoksemia bukan merupakan
penyebab utama demam dan gejala-gejala toksemia pada demam tifoid.
Endotoksin salmonella typi berperan pada patogenesis demam tifoid, karena
membantu terjadinya proses inflamasi lokal pada jaringan tempat
salmonella typi berkembang biak. Demam pada tifoid disebabkan karena
salmonella typi dan endotoksinnya merangsang sintesis dan penglepasan zat
pirogen oleh zat leukosit pada jaringan yang meradang.
Masa tunas demam tifoid berlangsung 10-14 hari. Gejala-gejala
yang timbul amat bervariasi. Perbedaaan ini tidak saja antara berbagai
bagian dunia, tetapi juga di daerah yang sama dari waktu ke waktu. Selain
itu gambaran penyakit bervariasi dari penyakit ringan yang tidak
terdiagnosis, sampai gambaran penyakit yang khas dengan komplikasi dan
kematian hal ini menyebabkan bahwa seorang ahli yang sudah sangat
berpengalamanpun dapat mengalami kesulitan membuat diagnosis klinis
demam tifoid.
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara,
yang dikenal dengan 5 F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan/kuku),
Fomitus (muntah), Fly (lalat), dan melalui Feses. Feses dan muntah pada
penderita tifoid dapat menularkan kuman salmonella typhi kepada oeang
lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat
akan hinggap dimakanan yang akan dikonsumsi oleh orang yang sehat.
Apabila makanan tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti
mencuci tangan dan makanan yang tercemar salmonella typhi masuk ke
tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian kuman masuk ke dalam
lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai
jaringan limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang biak,
lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel retikuloendotetial. Sel-sel
retikuloendotetial ini kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah
dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus
dan kandung empedu (Padila, 2013).
Semula disangka demam dan gejala toksemia pada typhoid
disebabkan oleh endotoksemia. Tetapi berdasarkan penelitian eksperimental
disimpulkan bahwa endotoksemia bukan merupakan penyebab utama
demam pada typhoid. Endotoksemia berperan pada patogenesis typhoid,
karenamembantu proses inflamasi lokal pada usus halus. Demam
disebabkan karena salmonella thypi dan endotoksinnya merangsang sintetis
dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang.
Masa inkubasi demam tifoid berlangsung selama 7-14 hari
(bervariasi antara 3-60 hari) bergantung jumlah dan strain kuman yang
tertelan. Selama masa inkubasi penderita tetap dalamkeadaan asimtomatis
5. Pathways

Kuman salmonella typhi

Food (makanan & minuman) feses Fomitus (muntahan) Fingers (jari)

Di bawah oleh lalat (fly)

Masuk kedalam saluran


Masuk ke dalam usus
Masuk ke lambung cerna melalui mulut

Asam lambung DEMAM TYPHOID Kuman


berkembang biak di

Mual, muntah

Masuk ke saluran limfatik Imunitas immoral Menghasilkan


(IgA) kurang baik toksin
Intake nutrisi menurun

Di ileum terminalis
BB membentuk limpoid Imunitas immoral Proses inflamasi
palaque payeri (IgA) kurang baik local pada usus halus

Defisit nutrisi
Sebagian masuk Respon
Kuman
ke lamina
menembus usus
Ketidakmampuan asupan serat
Peningkatan sekresi
Masuk ke aliran limfe edema dan mucus
Pengeluaran feses tidak tuntas Masuk aliran
darah (bacterial)

Menyerang organ RES 318


konstipasi
Hati Endotoksin Isi usus berlebihan

Hepatomegali Terjadi kerusakan Makanan dengan cepat


terdorong ke anus

Nyeri tekan Merangsang pelepasan


abdomen kanan atas zat pirogen oleh leukosit Diare

Nyeri akut
Zat pirogen beredar
dalam darah

Mempengaruhi termoregulasi
di hipotalamus

Suhu tubuh meningkat

Hipertermi
6. Komplikasi

Komplikasi dari demam tifoid menurut Riyadi (2010) & Ngastiyah


(2012) dapat dibagi dalam intestinal dan ekstra intestinal.
Komplikasi intestinal diantaranya ialah :
a) Perdarahan usus. Bila sedikit hanya ditemukan jika dilakukan
pemeriksaan tinja dengan benzidin. Jika perdarahan banyak terjadi
melena, dapat disertai nyeri perut dengan tanda-tanda ranjatan.
b) Perforasi usus. Timbul biasanya pada minggu ketiga atau setelahnya dan
terjadi pada bagian distal ileum. Perforasi yang tidak disertai peritonitis
hanya dapat ditemukan bila terdapat udara dirongga peritoneum, yaitu
pekak hati menghilang dan terdapat udara diantara hati dan diafragma
pada foto rontgen abdomen yang dibuat dalam keadaan tegak.
c) Peritonitis. Biasanya menyertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa
perforasi usus. Ditemukan gejala abdomen akut, yaitu nyeri perut yang
hebat dan dinding abdomen tegang.
Komplikasi ekstraintestinal diantaranya ialah :
a Komplikasi cardiovaskuler: miakarditis, trombosis dan trombo flebitis.
b Komplikasi darah: anemia hemolitik, trombusta penia dan sindrom urenia
hemolitik
c Komplikasi paru: premonia, emfiema, dan pleuritis.
d Komplikasi hepar dan kandung kemih: hepatitis dan kolelitaris.
e Komplikasi ginjal: glumerulonetritis, prelene tritis, dan perine pitis.
f Komplikasi tulang: ostieomilitis, spondilitis, dan oritis.
7. Pemeriksaan diagnostic
a Darah
Pada penderita demam thypoid bisa didapatkan anemia, jumlah lekosit
normal, bisa menurun, atau meningkat, kadang- kadang didapatkan
trombositopenia dan pada anak didapatkan aneosinofilia dan limfositisis
relatif. Penelitian yang dilakukan oleh Herawati (1999) di Rumah Sakit
Hasan Sadikin Bandung dan dilakukan pemeriksaan darah dengan pasien
demam thifoid dan didapatkan:anemia (48%), lekopenia (29%), dan
leukositosis (3,5%) sedangkan anesinofilia dan limfositosis didapatkan
pada 80 % kasus dan 91% penderita.
b Uji Serologis
Uji srologis Widal mempunyai berbagai kelemahan baik sensivitas dan
spesifitasnya yang rendah maupun interpretasi yang sulit dilakukan.
Namun demikian hasil uji widal yang positif akan memperkuat dugaan
pada tersangka penderita demam thypoid. Biakan empedu untuk
menemukan salmonella thyposa dan pemeriksaan Widal merupakan
pemeriksaan yang dapat menentukan diagnosis demam thypoid secara
pasti. Pemeriksaan ini perlu dikerjakan pada waktu masuk dan setiap
minggu berikutnya (diperlukan darah vena sebanyak 5 cc untuk
kultur/widal). Biakan empedu hasil salmonella thyposa dapat ditemukan
dalam darah pasien pada minggu pertama sakit. Selanjutnya lebih sering
ditemukan dalam urin dan feses, dan mungkin akan positif untuk waktu
yang lama. Oleh karena itu pemeriksaan yang positif dari contoh darah
digunakan untuk menegakan diagnosis, sedangkan pemeriksaan negatif
dari contoh urin dan feses dua kali berturut-turut digunakan untuk
menentukan bahwa pasien telah benar sembuh dan tidak menjadi
pembawakuman.
c Pemeriksaan Widal
Dasar pemikiran ialah aglutinasicyang terjadi bila serum pasien thypoid
dicampur dengan suspensi antigen salmonella thyposa. Pemeriksaan yang
positif ialah bila terjadi reaksi aglutinasi. Dengan cara mengencerkan
serum, maka kadar zat anti dapat ditentukan, yaitu pengenceran tertinggi
yang masih menimbulkan rekasi aglutinasi. Untuk membuat diagnosis
yang diperlukan ialah titer zat anti terhadapat antigen O. Titer
bernilai1/200 atau lebih dan atau menunjukan kenaikan yang progresif
digunakan untuk membuat diagnosis. Titer tersebut mencapai puncaknya
bersamaan dengan penyembuhan pasien. Titer terhadap antigen H tidak
diperlukan untuk diagnosis karena dapat tetap tinggi setelah mendapat
imunisasi atau pasien lama sembuh. Pemeriksaan widal tidak selalu
positif walaupun pasien sungguh-sungguh menderita demam typhoid.
d Isolasi Kuman
Pemeriksaan isolasi kuman diagnosis pasti demam thypoid dilakukan
dengan isolasi S.typhi isolasi kuman penyebab demam thypoid dilakukan
dengan melakukan biakan dari berbagai tempat didalam tubuh (Rusepno
Hassan, 2007).
8. Penatalaksanaan
Menurut Suratun & Lusianah (2010) pengobatan / penatalaksanaan
pada penderita Demam tifoid adalah sebagai berikut:
1. Istirahat ditempat tidur, untuk mencegah komplikasi dan mempercepat
penyembuhan minimal 7 / 14 hari. Mobilisasi bertahap, sesuai dengan
pulihnya keadaan pasien. Tingkatkan hygiene perseorangan, kebersihan
tempat tidur, pakaian, dan peralatan yang dipakai oleh pasien. Ubah
posisi minimal tiap 2 jam untuk menurunkan resiko terjadi dekubitus.
Defekasi dan buang air kecil perlu diperhatikan karena kadang-kadang
terjadi obstipasi dan retensi urin, isolasi penderita dan desinfeksi pakaian
dan eksreta pasien.
2. Diet dan terapi penunjang. Diet makanan harus mengandung cukup
cairan dan tinggi protein, serta rendah serat. Diet bertahap mulai dari
bubur saring bubur kasar hingga nasi. Diet tinggi serat akan
meningkatkan kerja usus sehingga resiko perforasi usus lebih tinggi.
3. Pemberian antibiotika, anti radang anti inflamasi dan anti piretik. a.
a. Pemberian antibiotika
a) Amoksilin 100 mg/hari, oral selama 10 hari.
b) Kotimoksazol 6 mg/hari, oral. Dibagi dalam 2 dosis
selama 10 hari.
c) Seftriakson 80 mg/hari, IV atau IM, sekali sehari selama 5
hari.
d) Sefiksim 10 mg/hari, oral dibagi dalam 2 dosis selama 10
hari.
e) Untuk anak pilihan antibiotika yang utama adalah
kloramfenikol selama 10 hari dan diharapkan terjadi
pemberantasan/ eradikas kuman serta waktu perawatan
dipersingkat
b. Anti radang (antiinflamasi). Kortikosteroid diberikan pada kasus
berat dengan gangguan kesadaran. Deksametason 1-3 mg/hari IV,
dibagi dalam 3 dosis hingga kesadaran membaik.
c. Antipiretik untuk menurunkan demam seperti parasetamol.
d. Antiemetik untuk menurunkan keluhan mual dan muntah pasien.

B. Konsep Dasar Keperawatan


1. Pengkajian
a Identitas
Didalam identitas meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat,
pendidikan, no. registrasi, status perkawinan, agama, pekerjaan, tinggi
badan, berat badan, tanggal masuk RS.
b Riwayat kesehatan
c Keluhan utama
Pada pasien thypoid biasanya mengeluh perut merasa mual dan
kembung, nafsu makan menurun, panas dan demam.
2. Riwayat penyakit dahulu
Apakah sebelumnya pasien pernah mengalami sakit thypoid, apakah tidak
pernah, apakah menderita penyakit lainnya.
3. Riwayat penyakit sekarang
Pada umumnya penyakit pada pasien thypoid adalah demam, anorexia,
mual, muntah, diare, perasaan tidak enak di perut, pucat (anemi), nyeri
kepala pusing, nyeri otot, lidah tifoid (kotor), gangguan kesadaran berupa
somnolen sampai koma.
4. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah dalam kesehatan keluarga ada yang pernah menderita thypoid atau
sakit lainnya.
a Pola-pola Fungsi Kesehatan
a) Pola Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan
Perubahan penatalaksanaan kesehatan yang dapat menimbulkan
masalah dalam kesehatannya.
b) Pola nutrisi dan metabolisme
Adanya mual dan muntah, penurunan nafsu makan selama sakit,
lidah kotor, dan rasa pahit waktu makan sehingga dapat
mempengaruhi status nutrisi tubuh.
c) Pola aktifitas dan latihan
Pasien akan terganggu aktifitasnya akibat adanya kelemahan fisik
serta pasien akan mengalami keterbatasan gerak akibat penyakitnya.
d) Pola istirahat dan tidur
Kebiasaan tidur pasien akan terganggu dikarenakan suhu badan yang
meningkat, sehingga pasien merasa gelisah pada waktu tidur.
e) Pola Persepsi Sensori dan Kognitif
Perubahan kondisi kesehatan dan gaya hidup akan mempengaruhi
pengetahuan dan kemampuan dalam merawat diri.
f) Pola Hubungan dengan orang lain
Adanya kondisi kesehatan mempengaruhi terhadap hubungan
interpersonal dan peran serta mengalami tambahan dalam
menjalankan perannya selama sakit.
g) Pola reproduksi dan seksualitas
Pada pola reproduksi dan seksual pada pasien yang telah atau sudah
menikah dan terjadi perubahan.
h) Persepsi diri dan konsep diri
Didalam perubahan apabila pasien tidak efektif dalam mengatasi
masalah penyakitnya.
i) Pola mekanisme koping
Stress timbul apabila seorang pasien tidak efektif dalam mengatasi
masalah penyakitnya.
j) Pola Nilai Kepercayaan / Keyakinan
Timbulnya distress dalam spiritual pada pasien, maka pasien akan
menjadi cemas dan takut akan kematian, serta kebiasaan ibadahnya
akan terganggu.
5. Pemeriksaan Fisik
a Keadaan Umum
Biasanya pada pasien thypoid mengalami badan lemah, panas, pucat,
mual, perut tidak enak, anorexia.
b Kesadaran
Klien dengan demam typhoid yang memasuki tahapan typoid state,
biasanya ditandai dengan penurunan kesadaran, disorientasi, bingung
atau pada anak sering disertai dengan kejang.
c Tanda-tanda vital
Tensi : Kemungkinan ada peningkatan
Puls : Pasien biasnya bradikardi
Respirasi : Ada juga dengan pasien demam typhoid diikuti dengan
gangguan pernafasan
Suhu : Pasien yang mengalami demam typhoid biasanya mengalami
demam dengan suhu tubuh sekitar 38-40 oC
Berat badan dan tinggi badan
Meliputi berat badan dan tinggi badan sebelum sakit dan sesudah sakit.
d Kepala dan leher
Biasanya pada pasien thypoid yang ditemukan adanya konjungtiva
anemia, mata cowong, bibir kering, lidah kotor ditepi dan ditengah
merah.
e Dada dan abdomen Didaerah abdomen ditemukan nyeri tekan.
f Sistem integument
Kulit bersih,turgor kulit menurun, pucat, berkeringat banyak.
g Hati dan limfe Membesar disertai nyeri pada perabaan
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
DIAGNOSE LUARAN INTERVENSI
NO KEPERAWATAN KEPERAWATAN KEPERAWATAN
(SDKI) (SLKI) (SIKI)

1 Hipertermia Setelah dilakukan Manajemen hipertermia


berhubungan dengan intervensi selama
......x24 jam
proses inflamasi diharapkan
salmonella typhoid dan termoregulasi Observasi :

ditandai dengan : membaik dengan


kriteria hasil 1. Identifikasi penyebab
hipertermia ( mis.
1) Menggigil
Dehidrasi, terpapar
Gejala dan tanda menurun
lingkungan panas)
Mayor 2) Kulit merah
2. Monitor suhu tubuh
menurun
Data subjektif : - 3. Monitor kadar elektrolit
3) Kejang
4. Monitor haluaran urine
Data objektif : menurun
5. Monitor komlikasi akibat
1) Suhu tubuh 4) Akrosianosis
hipertermia
diatas nilai menurun
Terapeurik :
normal 5) Pucat menurun
6) Takikardi 1. Sediakan lingkungan

menurun yang dingin


Gejala dan tanda 2. Longgarkan atau
7) Takipnea
Minor lepaskan pakaian
menurun
Data subjektir :- 3. Basahi dan kipasi
8) Bradikardi
permukaan tubuh
Data objektif : menurun
4. Berikan cairan oral
9) Hipoksia
1. Kulit merah 5. Ganti linen setiap hari
menurun
2. Kejang atau lebih sering jika
10) Suhu tubuh
3. Takikardi mengalami
membaik
4. Takipnea hiperhidrosis
11) Suhu kulit
5. Kulit terasa (keringat berlebihan)
membaik
hangat 12) Kadar glukosa 6. Lakukan pendinginan
darah membaik eksternal (mis.
13) Pengisian Selimut hipotermia,
kapiler atau kompres dingin
membaik pada dahi, leher,
14) Ventilasi dada, abdomen,
membaik aksila)
15) Tekanan darah 7. Hindari pemberian
membaik antipiretik atau
aspirin
8. Berikan oksigen, jika
perlu
Edukasi :

1) Anjurkan tirah baring


Kolaborasi :

1. Kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit
intravena, jika perlu
2 Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen nyeri
berhubungan dengan intervensi selama
......x24 jam
nyeri tekan (peradangan diharapkan
pada usus) dan ditandai tingkat nyeri Observasi:
Dengan menurun dengan
kriteria hasil 1) Identifikasi lokasi,
karakteristik, durasi,
1) Kemampuan
frekuensi, kualitas,
Gejala dan tanda menuntaskan
intensitas nyeri
Mayor aktivitas
2) Identifikasi skala nyeri
meningkat
Data subjektif : 3) Identifikasi respon nyeri
2) Keluhan nyeri
non ferbal
1. Mengeluh nyeri menurun
4) Identifikasi factor yang
Data objektif : 3) Meringis
memperberat dan
1) Tampak menurun
memperingan nyeri
meringis 4) Sikap protektif
5) Identifikasi pengetahuan
2) Bersikap menurun
tentang nyeri
protktif 5) Gelisah
6) Identifikasi pengaruh
3) Gelisah menurun
budaya terhadap respon
4) Frekuensi nadi 6) Kesulitan tidur nyeri
meningkat menurun 7) Identifikasi pengaruh
5) Sulit tidur 7) Menarik diri nyeri terhadap kualitas
menurun hidup
8) Berfokus pada 8) Monitor keberhasilan
Gejala dan tanda
diri sendiri terapi komlementer yang
Minor
menurun sudah diberikan
Data subjektif : -
9) Perasaan 9) Monitor efek samping
Data objektif depresi penggunaan analgetik
menurun Terapeutik :
1. Tekanan darah
10) Anoreksia
meningkat 1. Berikan teknik non
menurun
2. Pola nafas farmakologis untuk
11) Anoreksia
berubah menurun mengurangi rasa nyeri
3. Nafsu makan 12) Ketegangan 2. Control lingkungan
berubah otot menurun yang memperberat rasa
4. Proses berfikir 13) Pupil dilatasi nyeri
terganggu menurun 3. Fasilitasi istirahat dan
5. Menarik diri 14) Muntah tidur
6. Berfokus pada menurun 4. Pertimbangkan jenis dan
diri sendiri 15) Mual menurun sumber nyeri dalam
7. Diaforesis 16) Frekuensi nadi pemilihan strategi
membaik meredakan nyeri
17) Pola nafas Edukasi :
membaik
1. Jelaskan penyebab,
18) Tekanan darah
periode dan pemicu
membaik
nyeri
19) Focus membaik
2. Jelaskan strategi
20) Nafsu makan
meredakan
membaik
nyeri
21) Pola tidur
3. Anjurkan memonitor
membaik
nyeri secara mandiri
Kolaborasi :

1. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
3 Konstipasi Setelah dilakukan Manajemen konstipasi
berhubungan dengan intervensi selama
........x24 jam
penurunan mortilitas diharapkan
gastrointestinal dan kontinensia fekal Observasi :
membaik dengan
ditandai dengan 1. Periksa tanda dan gejala
kriteria hasil
konstipasi
1. Kemampuan
2. Periksa pergerakan usus,
Gejala dan tanda mengontrol
karakteristik feses
Mayor pengeluaran
(konsistensi, bentuk,
feses
Data subjektif : volume, dan warna)
meningkat
3. Identifikasi faktor risiko
1. Defekasi kurang 2. Penggunaan
konstipasi (mis. Obat-
dari 2x laksatif
obatan, tirah baring, dan
seminggu menurun
diet rendah serat)
2. Pengeluaran 3. Penggunaan
4. Monitor tanda dan gejala
feses lama dan
enema
ruptur usus dan / atau
sulit
menurun
peritonitis
Data objektif : 4. Kemampuan
Terapeutik :
1. Feces keras menunda
1. Anjurkan diet tinggi
2. Peristaltik usus membaik
serat
menurun 5. Pengeluaran
2. Lakukan masase
feses
abdomen, jika perlu
membaik
Gejala dan tanda 3. Lakukan efakuasi feses
6. Frekuensi
minor secara manual
BAK
Data subjektif 4. Berikan enema atau
membaik
irigasi, jika perlu
1. Mengejan saat 7. Kondisi kulit
defekasi perianal
Data objektif membaik Edukasi :

1. Distensi 1. Jelaskan etiologi dan


abdomen masalah tindakan
2. Kelemahan 2. Anjurkan peningkatan
umum asupan cairan, jika tidak
3. Teraba massa ada kontraindikasi
pada rektal 3. Latih buang air besar
secara teratur
4. Ajarkan cara mengatasi
konstipasi/ inpaksi
Kolaborasi :

1. Konsultasi dengan tim


medis tentang
penurunan/ peningkatan
frekuensi suara usus
2. Kolaborasi penggunaan
obat pencahar, jika perlu
4 Defisit nutrisi Setelah dilakukan Manajemen nutrisi
berhubungan dengan intervensi selama
........x24 jam
malabsorbsi nutrien dan diharapkan status
ditandai dengan nutrisi membaik Observasi :
dengan kriteria
hasil 1) Identifikasi status nutrisi
2) Identifikasi alergi dan
Gejala dan tanda 1) Porsi makan
intoleransi makanan
mayor yang
3) Identifikasi makanan
dihabiskan
Data subjektif : - yang disukai
meningkat
4) Identifikasi kebutuhan
Data objektif : 2) Kekuatan otot
kalori dan jenis nutrein
1) Berat badan pengunyah
5) Identifikasi perlunya
menurun meningkat
penggunaan selang
minimal 10% di 3) Kekuatan otot
nasogastrik
bawah rentang menelan
6) Monitor asupan
ideal meningkat
makanan
4) Serum albumin
7) Monitor berat badan
meningkat
Gejala dan tanda Terapeutik :
5) Pengetahuan
minor 8) Lakukan oral
tentang pilihan
Data subjektif : hygienesebelum makan,
makanan yang
jika perlu
1. Cepat kenyang sehat
9) Fasilitasi menentukan
setelah makan meningkat
pedoman diet (mis.
2. Kram/nyeri 6) Pengetahuan
Piramida makanan)
abdomen tentang pilihan
10) Sajikan makanan secara
3. Nafsu makan minuman yang
menarik dan suhu yang
menurun sehat
sesuai
Data objektif : meningkat
11) Berikan makanan yang
7) Pengetahuan
1. Bising usus tinggi serat untuk
tentang standar
hiperaktif mencegah konstipasi
asupan nutrisi
2. Otot pengunyah yang tepat 12) berikan suplemen
lemah meningkat makanan, jika perlu
3. Otot menelan 8) Perasaan cepat Edukasi :
lemah kenyang
1. anjurkan posisi duduk,
4. Membran menurun
jika mampu
mukosa pucat 9) Nyeri abdomen
2. anjurkan diet yang
5. Sariawan menurun
diprogramkan
6. Serum albumin 10) Sariawan
Kolaborasi :
menurun menurun
7. Rambut rontok 11) Rambut rontok 13) kolaborasi pemberian

berlebihan menurun medikasi sebelum

8. Diare 12) Diare menurun makan, jika perlu

13) Berat badan 14) kolaborasi dengan ahli

membaik gizi untuk menetukan

14) Indeks masa jumlah kalori dan jenis

tubuh (IMT) nutrein yang dibutuhkan,

membaik jika perlu

15) Frekuensi
makan
membaik
16) Nafsu makan
membaik
17) Bising usus
membaik
5 Diare berhubungan Setelah dilakukan Manajemen diare
dengan proses infeksi intervensi selama
........x24 jam
dan ditandai dengan diharapkan
eliminasi fekal Observasi :
membaik dengan
1) Identifikasi penyebab
kriteria hasil
Gejala dan tanda
diare ( mis, inflamasi
mayor 1) Kontrol
gastrointestinal, iritasi
pengeluaran
Data subjektif:- gastrointestinal,proses
fases
infeksi, ansietas, stres,
Data objektif: meningkat.
obat-obatan,
1) Defekasi lebih 2) Keluhan
pemberian botol
dari tiga kali defekasi lama
susu).
dalam 24 jam. dan sulit
2) Identifikasi riwayat
2) Fases lembek menurun.
pemberian makanan.
atau cair. 3) Mengejan saat
3) Monitor warna,
defekasi
volumr,
menurun.
Gejala dan tanda frekuensi,keras,kepuc
4) Distensi
minor atan pada bayi.
abdomen
4) Monitor iritasi dan
Data subjektif menurun.
ulserasi kulit di
1. Urgency 5) Twrwba daerah parienal
2. Nyeri atau kram massa pada 5) Monitor jumlah
abdomen rektal pengeluaran diare.
Data objektif: menurun. Terapeutik
6) Urgenci
1. Frekuensi 1) Berikan asupan cairan
menurun.
peristaltik oral.
7) Nyeri
meningkat 2) Pasang jalur
abdomen
2. Bising usus intervena.
menurun.
hiperaktif 3) Ambil sampel darah
8) Kram
untuk pemeriksaan
abdomen
menurun. darah lengkap dan
9) Konsistensi elektrolit.
fases 4) Berikan cairan
membaik. intravena.
10) Konsistensi 5) Ambil sampel fases
bab membaik. untuk kultur.
11) Peristaltik Edukasi
usus
1) Anjurkan makanan
membaik.
porsi kecil dan sering
secara bertahap.
2) Anjurkan melakukan
pemberian asi.
kolaborasi

1) Kolaborasi pemberian
obat antimobilitas.
DAFTAR PUSTAKA

Ardiansyah, M. 2012. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Egc.


Jakarta.
Padila. 2013. Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Nuha Medika.
Jakarta.
Prasetyono,DwiSunar.(2013).DaftarTandaGejalaRagamPenyakit.
Flashbooks. Jakarta .
Riyadi, S. & Suharsono. 2010. Asuhan Keperawatan Anak Sakit. Gosyen Publishing. Yogyakarta.
PersatuanPerawatNasionalIndonesia.2017.Standar DiagnosisKeperawatanIndonesia. Jakarta: DPP PPNI
Suratun & Lusianah. 2010. Asuhan Keperawtan Klien Gangguan Sistem Gastrointestinal, Trans Info M

Anda mungkin juga menyukai