Anda di halaman 1dari 25

PENGARUH JENIS

PEKERJAAN GURU –
PERAWAT WANITA DI
WILAYAH KOTA BANDAR
LAMPUNG TERHADAP
FUNGSI SEKSUAL
Oleh:
M. Nikhola Risol
 Fungsi seksual  aspek fundamental kualitas hidup wanita 
refleksi kondisi biologi, emosional dan sosial yg baik (Nwagha,
2016).

 Fungsi seksual  interaksi kompleks neurovaskular dan endokrin


Latar Belakang  dipengaruhi biologi, hubungan interpersonal, kultural dan
faktor tradisional masyarakat (Tehrani, 2014).

 Disfungsi seksual  masalah yg terjadi selama siklus respon


seksual sehingga terjadi ketidakpuasan dari aktivitas seksual
(Chen et al, 2013).
 Prevalensi disfungsi seksual wanita di Indonesia  15.2%:
 54,5%  Gangguan rasa nyeri
 45,4%  Gangguan dorongan seksual
 18,2%  Gangguan lubrikasi
 12,1%  Gangguan orgasme (Angelina, 2010).

Latar Belakang  Female Sexual Function Index (FSFI)  Dapat mengukur fungsi
seksual wanita (Nwagha, 2016).
(Lanjutan)  Kanedi dan Sutyarso (2014)  54% guru mengalami disfungsi
seksual kurang rajin, kurang persiapan dalam mengajar dan
kurang memahami muridnya.
 Perawat ????
Perumusan  Apakah ada perbedaan jenis pekerjaan (guru-perawat) terhadap
Masalah fungsi seksual wanita?
Tujuan Umum
Untuk mengetahui perbedaan jenis pekerjaan (guru-perawat)
terhadap fungsi seksual wanita.

Tujuan Tujuan Khusus


Penelitian  Untuk mengetahui fungsi seksual wanita pada perawat rumah sakit
di wilayah kota Bandar Lampung.
 Untuk mengetahui fungsi seksual wanita pada guru sekolah di
wilayah kota Bandar Lampung.
 Bagi peneliti, sebagai wujud pengaplikasian disiplin ilmu yang
telah dipelajari sehingga dapat mengembangkan wawasan
keilmuan peneliti khususnya di bidang kesehatan reproduksi.

Manfaat  Bagi ilmu pengetahuan, dari hasil penelitian ini diharapkan dapat
digunakan sebagai bahan pengetahuan tentang pengaruh
Penelitian pekerjaan terhadap fungsi seksual wanita.
 Bagi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung, sebagai bahan
kepustakaan dalam lingkungan Fakultas Kedokteran Universitas
Lampung.
 Definisi  kemampuan untuk melakukan atau menikmati
kepuasan dalam berhubungan seksual dan orgasme (Rosen, 2000)
 Respon seksual
 Fase eksitasi
 Fase plato
 Fase orgasme
Fungsi Seksual  Fase resolusi
 Neurobiologi respon seksual:
 Hormon reproduksi  meningkatkan sexual desire.
 Oksitosin  efek menguntungkan pada orgasme.
 Serotonin  efek negatif terhadap sexual desire dan menghambat
arousal serta orgasme.
 Dopamin  meningkatkan desire dan semangat u/ melakukan
hubungan seksual.
 Definisi  ketidakmampuan melakukan atau menikmati
kepuasan dalam berhubungan seksual dan orgasme (Marthol,
2004)
 Epidemiologi  ditemukan pada 45,3% wanita (Jaafarpour, 2013):
 37,5%  masalah dorongan seksual
Disfungsi  41,2%  masalah lubrikasi

Seksual 
42,0%  masalah orgasme
44,5%  masalah kepuasan
 42,5%  masalah nyeri
 Faktor Risiko:
 Faktor fisik
 Faktor psikis
 Gangguan dorongan seksual
Klasifikasi  Gangguan eksitasi/gairah seksual

Disfungsi  Gangguan orgasme

Seksual  Gangguan rasa sakit


 Alat ukur multidimensional untuk menilai fungsi seksual pada
wanita yang dikembangkan oleh Rosen (2000)
Female Sexual  Spesifisitas  70,7-77,2%
Function Index  Sensitivitas  88,1-85,4%
(FSFI)  Terdiri atas 6 domain  dorongan, gairah, lubrikasi, orgasme,
kepuasan dan nyeri
Penyakit kronik

Penuaan

Menopause

Psikologi
Kerangka Teori Fungsi seksual
Stresor hidup (pekerjaan,
keluarga)

Kultural

Agama
Variabel Variabel
Independen Dependen

Kerangka Perawat Rumah


Konsep Sakit
Fungsi Seksual
Wanita
Guru Sekolah
 H0  Tidak terdapat pengaruh jenis pekerjaan (guru-perawat)
wanita terhadap fungsi seksual.
Hipotesis  H1  Terdapat pengaruh jenis pekerjaan (guru-perawat) wanita
terhadap fungsi seksual.
 Desain  Cross Sectional

Metode  Waktu dan tempat  9-28 Januari 2017 di RSUD Dr. A. Dadi
Tjokrodipo Bandar Lampung (perawat) dan SMKN 4 Bandar
Penelitian Lampung (guru).
 Sampel Penelitian  41 orang perawat dan 41 orang guru
 Kriteria Inklusi
 Wanita yang telah menikah

Kriteria  Bekerja sebagai perawat rumah sakit atau guru sekolah


 Kriteria Eksklusi
Penelitian  Masalah psikologis dalam 3 bulan terakhir
 Wanita yang telah menopause
 Wanita yang memiliki penyakit kronik
Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala

Suatu kemampuan
Identifikasi seseorang
melakukan
untuk
atau Nilai skor
Kuesioner
Variabel dan Fungsi seksual menikmati kepuasan
dalam berhubungan
FSFI
berkisar
antara 2-36
Rasio

Definisi seksual dan orgasme


(Rosen, 2000)
Operasional
Suatu kegiatan yang
dilakukan/dikerjakan 1. Perawat
Jenis Pekerjaan Kuesioner Nominal
untuk mendapatkan 2. Guru
nafkah
Alur Penelitian
Guru Perawat
Usia
Minimal Maksimal Minimal Maksimal

25-29 16.1 30.7 20.4 27


Hasil 30-34 15.1 23.3 15.9 28.5
Penelitian 35-39 18.4 29.2 19.7 29.6
40-44 16 27 13.4 25.7
45-49 16.2 27.5 17.9 27.2
50-55 17.5 17.5 23.2 30.1
Guru Perawat
Karakteristik p-value
(mean±SD) (mean±SD)
Hasil
Penelitian Usia 36,73±1,147 36,66±1,121
(Lanjutan)
0,049
Skor Total
20,742±0,571 22,356±0,573
FSFI
 Fungsi seksual perawat wanita (rerata FSFI 22,356±0,573) > guru
wanita (rerata skor FSFI 20,742±0,571)
 p= 0,049 (p<0,05)
 Menurut Higgins dan Smith (2016)  kepuasan seksual
Pembahasan dipengaruhi oleh:
 Faktor makro : jenis kelamin, ketidaksamaan sosial, dan budaya
 Faktor hubungan : pengaruh dyadic dan preferensi pasangan
 Faktor individu : fungsi seksual, preferensi seksual, dan efek
samping aspek seksual seperti perdarahan, perubahan perasaan,
identitas seksual dan kehamilan
 Menurut Lee et al. (2012)  kepuasan seksual tidak dipengaruhi
tinggi beban pekerjaan tapi oleh pemasukan dan hadiah
 Semakin tinggi pemasukan dan hadiah, semakin tinggi kepuasan
Pembahasan seksual

(Lanjutan)  Hewitt-Stubbs et al. (2016)  terdapat hubungan antara usia


dengan fungsi seksual dan kepuasan seksual
 Semakin usia yang lebih dewasa  pengalaman semakin tinggi 
kenikmatan pasangan meningkat
 Terdapat perbedaan jenis pekerjaan (guru-perawat) terhadap
fungsi seksual wanita.
 Rata-rata fungsi seksual wanita berdasarkan FSFI pada perawat
wanita di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. A. Dadi
Kesimpulan Tjokrodipo Bandar Lampung adalah 22,356±0,573.
 Rata-rata fungsi seksual wanita berdasarkan FSFI pada guru
wanita di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 4 Bandar Lampung
adalah 20,742±0,571.
 Adegunloye OA, Makanjuola AB, Adelekan MF. 2010. Sexual dysfunction among
secondary school teachers in ilorin, nigeria. J of Sex Med. 7(12): 3835-44.
 Angelina A, Parlautan A, Putri A, Yuvensia AM, Pratama AN, Falaivi AF, et al. Prevalence
of sexual dysfunction based on female sexual function index and perception of newly
bride in jati village and its related factors. Indones J Obstet Gynecol. 34(4): 170-4.
 Chen, et al. 2013. Female sexual dysfunction: definition, classification and debates.
Taiwanese J of Obstet & Gynec. 52: 3-7.
 Clayton AH. 2003. Sexual function and dysfunction in women. Psychiatr Clin North Am.
26(3): 673-82.

Daftar Pustaka  Faubion SS, Rullo JE. 2015. Sexual dysfunction in women: a practical approach. Am Fam
Physician. 92(4):281-8.
 Haryanto S. 2009. Terapi Seks. Yogyakarta: Penebit Kanisus. 68-71.
 Haffner LJ, Schust DJ. 2005. At a Glance Sistem Reproduksi. Edisi Kedua. Jakarta:
Penerbit Erlangga. 40-1; 74-5.
 Hewitt-Stubbs G, Zimmer-Gembeck MJ, Mastro S, Boislard MA. 2016. A Longitudinal
Study of Sexual Entitlement and Self-Efficacy among Young Women and Men: Gender
Differences and Associations with Age and Sexual Experience. Behav Sci (Basel). 6(1): 4.
 Higgins JA, Smith NK. 2016. The Sexual Acceptability of Contraception: Reviewing the
Literature and Building a New Concept. J Sex Res. 53(4-5): 417-456.
 Jaafarpour M, Khani A, Khajavikhan J, Suhrabi Z. 2013. Female sexual dysfunction: prevalence and risk
factors obstetrics and gynaecology. J of Clin and Diagnostic Res. 7(12): 2877-80.
 Kanedi M, Sutyarso. 2014. Effects of sexual dysfunction on female teachers performance. American J of
Public Health Research. 2(6): 244-7.
 Lee HH, Lung FW, Lee PR, Kao WT, Lee YL. 2012. The relationship between sex life satisfaction and job
stress of married nurses. BMC Res Notes. 5: 445.
 Marthol H, Hilz MJ. 2004. Female sexual dysfunction: A systematic overview of classification,
pathophysiology, diagnosis and treatment. Fortschr Neurol Psychiatr. 72: 121‑35.
 Meston CM. 2003. J Sex Marital Ther. 29:39-46.

Daftar Pustaka
 Nwagha, et al. Prevalence of sexual dysfunction among females in a university community in enugu,
nigeria. Nigerian J of Clin Prac. 17(6): 791-6.
 Rosen R, et al. 2000. The female sexual function index (FSFI): a multidimensional self-report instrument for
(Lanjutan) the assessment of female sexual function. J of Sex Marital Ther. 26(2):191-208.
 Simon JA. 2010. Low sexual desire-is it all in her head? pathophysiology, diagnosis, and treatment of
hypoactive sexual desire disorder. Postgrad Med. 122(6): 128-36.
 Stamatiou K, Margariti M, Nousi E, Mistrioti D, Lacroix R, Saridi M. 2016. Female sexual dysfunction (fsd) in
women health care workers. Mater Sociomed. 28(3): 178-82.
 Sun X, Li C, Jin L, Fan Y, Wang D. 2011. Development and validation of chinese version of female sexual
function index in a chinese population-a pilot study. J Sex Med. 8: 1101-11.
 Tehrani FR, Farahmand M, Simbar M, Afzali HM. 2014. Factors associated with sexual dysfunction; a
population based study in iranian reproductive age women. Arch Iran Med. 17(10): 679-84.
 Wiegel M, Meston C, Rosen R. 2005. The female sexual function index (fsfi): cross-validation and
development of clinical cutoff scores. J Sex Marital Ther. 31(1): 1-20.
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai