Anda di halaman 1dari 33

KLASIFIKASI &

KARAKTERISTIK
Clostridium sp
(BAKTERI GRAM POSITIF
BATANG PEMBENTUK
SPORA)
BARRIANTI,S.ST,MM
Clostridium sp
( BAKTERI GRAM POSITIF BATANG PEMBENTUK SPORA)

01 02 03 04
PENDAHULUAN CIRI MORFOLOGI PATOGENESIS TAHAP
SEL & KOLONI INFEKSI & IDENTIFIKASI
KLASIFIKASI
PERTUMBUHAN PENYAKIT YANG
KOLONI DITULARKAN
AKTOVITAS
BIOKIMIA
1
PENDAHULUAN

SKEMA BERDASARKAN BAKTERI GRAM POSITIF


1
PENDAHULUAN
1.
PENDAHULUAN
KLASIFIKASI Clostridium sp

• Kingdom : Bacteria
• Phylum : Firmicutes
• Class : Clostridia
• Ordo : Clostridiales
• Family : Clostridiaceae
• Genus : Clostridium
• Spesies : Clostridium botulinum, C. perfringens, C. tetani, C. difficile, dll
1.
PENDAHULUAN

 Gram Positif, Berbetuk basil/batang, tersusun tunggal atau berpasangan.


Berspora dan hidup secara obligat anaerob dan beberapa spesies aerotoleran.
Tidak berkapsul, Katalase negative.
Sebagian besar merupakan flora normal pada saluran pencernaan manusia dan hewan,
saluran genital wanita dan mukosa mulut.
Tetapi beberapa genus menyebabkan infeksi secara eksogen seperti C. tetani, C
botulinum (Habitat tanah dan lingkungan)
2
CIRI MORFOLOGI SEL & KOLONI
2.
CIRI MORFOLOGI SEL & KOLONI
3.
PATOGENESIS INFEKSI & PENYAKIT YANG
DITULARKAN
 Gram-positive, bakteri anaerob
 Kadang dalam pewarnaan Gram menunjukkan bakteri
Gram negative
 Motil ( berflagella), slim rods
 Membentuk terminal spora ( seperti drumstick)
 Penyebab tetanus
 C. tetani menghasilkan dua toksik, tetanospasmin dan
tetanolysin.
 Infeksi akibat tetanus ditandai dengan kra/kontraksi otot.
Type yang umum dari kram otot dimulai dari kram otot
rahang , otot wajah, sulit menelan, demam dilanjutkan
kram ke seluruh badan. Angka kematian akibat tetanus
dilaporkan sebanyak 40% sampai 78%
3.
PATOGENESIS INFEKSI & PENYAKIT YANG
DITULARKAN
◦ Clostridium tetani sering kali masuk ke tubuh melalui luka terbuka akibat cidera atau luka
bakar. Jika berhasil memasuki tubuh, bakteri tetanus berkembang biak dan melepas
neurotoksin, yaitu racun yang menyerang sistem saraf.
◦ Neurotoksin yang mengacaukan kinerja saraf dapat menyebabkan pengidap mengalami kejang
dan kekakuan otot yang merupakan gejala tetanus yang utama.
◦ Gejala ini dapat menyebabkan rahang pengidap mengatup rapat dan tidak bisa dibuka atau
biasa disebut dengan istilah rahang terkunci (lockjaw).
◦ Di samping itu, seseorang yang terserang infeksi tetatus juga bisa mengalami gangguan
menelan.
3.
PATOGENESIS INFEKSI & PENYAKIT YANG
DITULARKAN
 C. tetani memproduksi 2 toksin yaitu tetanospasmin dan tetanolysin.

◦ Tetanospasmin adalah neurotoxin penyebab tetanus.

◦ Tetanus toksin secara genetik ada di dalam bakteria, dan muncul

Ketika ada rusaknya bakteri.

 Bakteri ini umumnya terdapat dalam debu, tanah, serta

kotoran hewan dan manusia.

 masuk ke tubuh melalui luka terbuka akibat cidera atau luka bakar.

Jika berhasil memasuki tubuh, bakteri tetanus berkembang biak dan

melepas neurotoksin, yaitu racun yang menyerang sistem saraf.

 Pengobatan infeksi Clostridium tetani

◦ Antibiotik, antitoksin, dan obat relaksan otot.

◦ Masa penyembuhan penyakit ini umumnya akan membutuhkan waktu

◦ sekitar 16 minggu.

 Pencegahan

o Imunisasi DPT ( Dipteri Pertusis dan Tetanus)


3.
PATOGENESIS INFEKSI & PENYAKIT YANG
DITULARKAN
3.
PATOGENESIS INFEKSI & PENYAKIT YANG
DITULARKAN
Clostridium perfringens
 Ciri-ciri umum:
• Batang gram positif
• Terdapat tunggal, berpasangan, dan dalam rantai
• Berkapsul Sporanya ovoid (melonjong), sentral sampai
eksentrik
• Anaerobik
• Menghasilkan eksotoksin, menyebabkan kelemayuh
(suatu infeksi jaringan disertai gelembung gas dan
keluarnya nanah)
 Habitat
Bakteri ini tersebar luas di lingkungan dan sering terdapat di
dalam usus manusia, hewan peliharaan dan hewan liar. Spora
organisme ini dapat bertahan di tanah, endapan, dan tempat-
tempat yang tercemar kotoran manusia atau hewan.
3.
PATOGENESIS INFEKSI & PENYAKIT YANG
DITULARKAN
 Menyebabkan keracunan makanan ´perfringens´ merupakan istilah yang
digunakan untuk keracunan makanan yang disebabkan oleh C. perfringens .

 Keracunan perfringens secara umum dicirikan dengan kram perut dan diare yang
mulai terjadi 8-22 jam setelah mengkonsumsi makanan yang mengandung banyak
C. perfringens penghasil toxin penyebab keracunan makanan.

 Patogenisitas

Peracunan disebabkan oleh sel-sel vegetatif pada waktu membentuk spora di rongga
usus . Pengobatannya hanya menghilangkan gejala karena tidak ada pengobatan lain
yang khusus.

Bila ditemukan sejumlah besar C. perfringens dalam biakan anaerobik makanan yang
tercemar.

 Cara Penularan

Menelan makanan yang terkontaminasi oleh tanah dan tinja dimana makanan tersebut
sebelumnya disimpan dengan cara yang memungkinkan kuman berkembangbiak
3.
PATOGENESIS INFEKSI & PENYAKIT YANG
DITULARKAN
3.
PATOGENESIS INFEKSI & PENYAKIT YANG
DITULARKAN
 Foodborne botulism
Botulisme jenis ini terjadi akibat konsumsi makanan yang
terkontaminasi bakteri C. botulinum, terutama makanan kalengan yang
tidak diproses dengan baik.
 Wound botulism
Botulisme ini terjadi ketika bakteri C. botulinum masuk ke luka. Kondisi
ini banyak terjadi pada orang yang menyalahgunakan NAPZA, terutama
jenis suntik.
Ketika NAPZA masuk ke dalam tubuh, bakteri di dalam zat tersebut
akan berkembang biak dan menghasilkan racun.
 Infant botulism
Infant botulism terjadi ketika bayi mengonsumsi makanan yang
mengandung spora bakteri C. botulinum (biasanya madu atau sirup
jagung) atau akibat terpapar tanah yang terkontaminasi bakteri tersebut.
Spora bakteri yang tertelan oleh bayi akan berkembang biak dan
melepaskan racun di saluran pencernaan.
3.
PATOGENESIS INFEKSI & PENYAKIT YANG
DITULARKAN
 Pengobatan Botulisme
Penanganan utama botulisme adalah pemberian antitoksin untuk
mencegah racun berikatan dengan saraf dan merusaknya. Terapi ini
dapat mencegah perburukan gejala dan mengurangi risiko
komplikasi.
 Berdasarkan gejala yang dialami, penanganan lain yang dapat
dilakukan antara lain:
1. Pemberian alat bantu pernapasan, alat bantu napas atau
ventilator akan dipasang pada pasien yang sulit bernapas.
2. Pemasangan selang makan, pasien yang mengalami gangguan
menelan akan diberikan selang makan.
3. Terapi rehabilitasi, dilakukan pada pasien yang kondisinya
sudah stabil. Tujuannya adalah untuk membantu pemulihan
dalam berbicara dan menelan, serta memperbaiki fungsi tubuh
yang terkena dampak botulisme.
4.
TAHAP IDENTIFIKASI
Collection & Transport HANDLING SAMPEL UNTUK BAKTERI ANAEROB

PEWARNAAN PERWANAAN GRAM , SCHUFFER FULTON

AGAR DARAH ANAEROB, BBE, PEA, LKV,


KULTUR
EYA DLL

GELATIN, LECITHINASE, LIPASE,INDOL,


UJI BIOKIMIA ESCULIN NITRATE

PENICILLIN Gg, METRONIDAZOLE, LIST OF


UJI RESITENSI ANTIBIOTIK ANTIBIOTICS
4.
TAHAP IDENTIFIKASI
HANDLING SPESIMEN & TRANSPORT
4.
TAHAP IDENTIFIKASI

HANDLING SPESIMEN & TRANSPORT


4.
TAHAP IDENTIFIKASI
PEWARNAAN
Metode Pewarnaan Gram
1. Tuangkan cairan pewarna kristal violet pada preparat secara merata, tunggu
selama 1 menit
2. Miringkan preparat dan bilas dengan sedikit air mengalir
3. Tuangkan cairan mordant pada preparat, tunggu selama 1 menit
4. Miringkan kembali preparat dan bilas dengan sedikit air mengalir
5. Lakukan dekolorisasi dengan cara meneteskan cairan dekolorisasi sedikit
demi sedikit pada preparat hingga tidak ada zat warna yang mengalir keluar
dari preparate
6. Bilas preparat dengan air mengalir
7. Tuangkan counterstain (safranin) pada preparat, tunggu selama 30 detik
sampai 1 menit
8. Bilas preparat dengan air mengalir, kemudian keringkan preparate
9. Lakukan pengamatan preparat menggunakan mikroskop dengan perbesaran
100 kali,
4.
TAHAP IDENTIFIKASI
PEWARNAAN
Metode Schaeffer-Fulton
1. Bersihkan objek glass dengan alkohol agar bebas lemak
2. Buat sediaan dari biakan yang ada secara aseptic
3. Keringkan diudara
4. Lakukan fiksasi diatas api Bunsen
5. Letakkan preparat atau sediaan pada rak pengecatan lalau tetesi dengan 2-3
tetes cat malacit green 5 % dari biakan 1 menit. Lalu dipanaskan diatas
lampu bunsen selama 30 detik atau sampai timbul uap, jaga jangan sampai
mendidih atau preparat menjadi kering, lalu dinginkan, cuci dengan air
mengalir.
6. Teteskan dengan cat safranin selama 1 menit, cuci dengan air mengalir
7. Preparat atau sediaan dikeringkan di udara, baca pada mikroskop dengan
perbesaran 100 X dari immersion oil
8. Gambar hasil pengamatan dan bakteri keteragan : bentuk, susunan, warna
sel vegetatif, warna serta letak spora (sentral, subterminal atau terminal ).
4.
TAHAP IDENTIFIKASI
KULTUR
4.
TAHAP IDENTIFIKASI
KULTUR
4.
TAHAP IDENTIFIKASI
KULTUR
4.
TAHAP IDENTIFIKASI

KULTUR
Sampel pemeriksaan diinkubasi dalam kondisi anaerob dengan penambahan
Karbondioksida (CO2) 5 – 10%.
 Suhu 35 ° - 37 ° C selama 48 jam.
Secara umum, biakan tidak boleh terkena oksigen sampai setelah inkubasi 48
jam, karena anaerob paling sensitive terhadap oksigen selama fase
pertumbuhan.
Dinyatakan tidak terdapat pertumbuhan setelah 5 hari sampel diinkubasi
4.
TAHAP IDENTIFIKASI

KULTUR
4.
TAHAP IDENTIFIKASI
KULTUR
4.
TAHAP IDENTIFIKASI
KULTUR
4.
TAHAP IDENTIFIKASI
4.
TAHAP IDENTIFIKASI
4.
TAHAP IDENTIFIKASI
SEKIAN
TERIMA KASIH
SEMOGA BERMANFAAT

Anda mungkin juga menyukai