AKFAR/AKPER ARJUAN LAGUBOTI Bahasa Indonesia memiliki ragam bahasa yang tidak sedikit jumlahnya. Bahkan boleh dikatakan ragam atau laras bahasa itu banyak sekali jumlahnya. Karena berbagai pertimbangan kepentingan dan perhitungan konteksnya, hadirlah ragam- ragam bahasa yang wujudnya dapat bermacam-macam. I. Ragam Bahasa Berdasarkan Waktunya Terdapat tiga macam ragam bahasa Indonesia jika konteks waktu dijadikan bahan utama pertimbangan pembedaannya. Dalam seting waktu pula sebuah bahasa akan dapat diperinci menjadi : 1. Bahasa ragam lama atau bahasa ragam kuno 2. Bahasa ragam baru atau bahasa ragam modern 3. Bahasa ragam kontemporer yakni ragam bahasa yang banyak mencuat akhir-akhir ini. Dengan bahasa laras lama atau bahasa ragam kuno dapat dilacak keberadaan atau eksistensi berikut makna sejumlah dokumen kuno, aneka prasasti, dan tulisan-tulisan yang tertuang dalam pearnti yang masih sangat sederhana itu. Selanjutnya, setelah ragam kuno adalah dalam ragam baru. Dengan ragam baru itu dimungkinkan terjadi pula inovasi- inovasi kebahasaan yang diprediksikan. Bahasa Indonesia dalam ragam baru diatur dengan kaidah- kaidah kebahasaan yang umumnya juga sudah diperbarui, seperti dalam PUEYED, kamus-kamus bahasa yang juga terbit baru, maka sesungguhnya itulah salah satu penanda dari kehadiran bahasa dalam ragam baru, maka sesungguhnya itulah salah satu penanda dari kehadiran bahasa dalam ragam baru tersebut. Pada masa lalu orang mengenal dan menggunakan bentuk seperti ‘Koendjono’, Moentjol’ tetapi sekarang dalam ketentuan dan kaidah kebahasaan baru, cukup ditulis saja ‘Kunjono dan ‘Muncul’ Adapun yang dimaksud ragam bahasa kontemporer adalah bentuk-bentuk kebahasaan baru yang cenderung mengabaikan kaidah-kaidah kebahasaan yang sudah ada itu. Selain ditandai penyimpangan-penyimpangan aturan kebahasaan, bahasa kontemporer juga cenderung tidak peduli dengan pembedaan fungsi bahasa dalam kaitan dengan kedudukan sebagaimana telah disampaikan di bagian depan tadi. II.Ragam Bahasa Berdasarkan Media
Jika dilihat dari dimensi medianya,bahasa dapat
dikelompokkan menjadi dua, yakni : 1. Bahasa ragam lisan 2. Bahasa ragam tulis.
Bahasa ragam lisan lazimnya ditandai dan ditentukan oleh
penggunaan aksen-aksen bicara atau penekanan-penekanan tertentu dalam aktivitas bertutur, pemakaian intonasi atau lagu kalimat tertentu. Contoh; dalam aktivitas bertelepon, berdiskusi, berseminar, berwawancara, dan aktivitas-aktivitasnya kebahasaan lisan lainnya. Bahasa ragam lisan selanjutnya dapat dieprinci menjadi dua yakni : a. Bahasa ragam lisan baku /resmi b. Bahasa ragam lisan tidak baku/tidak resmi Bahasa ragam lisan baku kelihatan, misalnya saja ketika orang sedang berceramah di depan para dosen atau mahasiswa, ketika orang sedang menguji skripsi, ketika orang sedang berpidato, ketika orang sedang presentasi dan seterusnya. Bahasa ragam lisan tidak baku juga kelihatan, misalnya ketika orang sedang mengobrol dengan santai di sepanjang jalan, di tempat ronda, di warung, dan seterusnya. Demikian juga wawancara dalam transaksi jual beli di pasar tradisional, bahasa yang digunakan juga berada dalam ragam lisan. Tentu saja jika dibandingkan dengan bahasa ragam tulis, bahasa ragam lisan lebih bebas dalam ekspresinya, banyak ditandai pemenggalan bentuk kebahasaan pemakaian kata-kata yang tidak standar, bahkan sering dimunculkan unsur-unsur kedaerahan, dan seterusnya. Selanjutnya yang dimaksud dengan bahasa ragam tulis adalah bahasa yang hanya tepat muncul dalam konteks tertulis. Bahasa dalam ragam tulis harus sangat cermat, dalam pemakaian tanda bacanya, dalam epmakaian ejaan, kata, frasa, klausa, kalimat, paragraph dan seterusnya. Ketentuan-ketentuan yang lazim ditemukan dalam bahasa ragam baku, terlebih-lebih ragam baku tulis. Ragam bahasa tulis diperinci lagi menjadi : a. Ragam bahasa tulis baku/resmi Contoh : penulisan karya ilmiah, buku pengetahuan, surat dinas b. Ragam bahasa tulis tidak baku/tidak resmi Contoh : penulisan buku harian, surat pribadi III. Ragam Bahasa Berdasarkan Pesan Komunikasinya Apabila didasarkan pada kandungan pesan komunikasinya, bahasa dapat dibedakan menjadi : a. Bahasa ragam ilmiah b.Bahasa ragam sastra c. Bahasa ragam pidato d. Bahasa ragam berita Bahasa ragam ilmiah biasanya digunakan dalam dua manifestasi yakni : •Dalam karya ilmiah akademis •Dalam karya ilmiah popular Karya ilmiah akadenis di perguruan tinggi biasanya akan meliputi artikel ilmiah, makalah ilmiah, jurnal ilmiah, surat menyurat, laporan penelitian, skripsi, tesis, disertasi, habilitasi, dan beberapa lagi yang lainnya. Adapun karya ilmiah popular bisa meliputi esei-esei ilmiah popular, catatan-catatan ilmiah popular, opini-opini di media massa, kolom-kolom khas di media massa, catatan-catatan tentang bidang tertentu di media massa, dan lain-lain. Bahasa dalam ragam sastra lebih banyak digunakan untuk mengungkapkan nilai-nilai keindahan, estetika, imajinasi, sebagaimana yang lazim ditemukan dalam cerita-cerita dan dongeng-dongeng rakyat. Tentu bukan bahasa baku dan benar yang menjadi titik fokus bahasa ragam sastra itu tetapi justru pada kandungan makna dari setiap kata yang digunakan dalam karya sastra itu. Maka dalam kerangka bahasa ragam literatur ini pula, entitas gaya bahasa itu menjadi sangat penting dan utama. Dengan diksi dan gaya bahasa yang benar dan baik hampir dapat dipastikan nilai-nilai dalam sastra akan menjadi semakin sempurna. Dalam bahasa ragam pidato yang menjadi sasaran adalah tujuan atau maksud pidato itu. Maka, harus dibedakan secara jelas, apakah wicara ini bertujuan memberitahu, menghibur, mengajak, membujuk, mempropagandakan sesuatu, atau yang lainnya, akan menjadi penentua pokok dari wujud bahasa yang akan digunakan dalam berwicara itu. Dalam ragam berita harus diperhatikan beberapa hal pokok berikut sebagai ciri bahasa berita dalam jurnalistik. Bahasa jurnalistik dibuat dengan didasarkan atas kesadaran terbatasnya ruang (space, kolom) dan waktu (time, duration). Salah satu sifat dasar jurnalisme ialah kemampuan komunikasi yang cepat dalam ruang dan waktu serba terbatas. Akan tetapi, bahasa jurnalistik juga senantiasa memperhatikan kaidah-kaidah tata bahasa, kaidah-kaidah pemakaian ejaan, dan aturan-aturan tata tulis serta ketentuan kebahasaan yang berlaku. Berkenaan dengan hal ini, H. Rosihan Anwar (2004), salah satu Begawan jurnalistik di Indonesia, pernah mengatakan :….Bahasa jurnalistik harus didasarkan pada bahasa baku. Dia tidak dapat menganggap sepi kaidah-kaidah tata bahasa. Begitu juga dia harus memperhatikan ejaan dan tata tulis yang benar.