Anda di halaman 1dari 73

RISIKO OPERASIONAL

Oleh: Dr. Taswan, SE, MSi


Dosen FE Universitas Stikubank Semarang
2

 Risiko operasional relative belum banyak dipelajari karateristiknya,


meskipun sebenarnya risiko operasional merupakan risiko yang
paling’tua’. Dikatakan paling tua, karena praktis manajer berhadapan
dengan masalah operasional sejak kegiatan perusahaan/organisasi
dimulai (bahkan sebelum dimulai).
 Masalah operasional tersebut mencakup misal, memasang peralatan,
menyusun sistem gaji, mengawasi karyawan, mengawasi kegiatan
produksi, dsb.Tetapi karakteristik risiko operasional belum dipelajari
semaju risiko lainnya, sehingga pengukuran risiko operasional juga
belum sebaik atau semaju risiko lainnya.
Definisi Risiko Operasional
3

 Risiko operasional sebagai risiko yang timbul karena


kegagalan dari proses internal, manusia, sistem, atau dari
kejadian eksternal.
 Risiko Operasional adalah potensi risiko yang
disebabkan ketidakcukupan dan atau tidak
berfungsinya proses internal, kesalahan manusia,
kegagalan sistem, atau adanya problem eksternal
yang mempengaruhi operasional Perusahaan
Kegagalan Proses Internal
4

Risiko kegagalan proses internal merupakan risiko yang


berkaitan dengan kegagalan proses atau prosedur internal
organisasi.
Contoh:
 Risiko yang diakibatkan kurang lengkapnya
dokumentasi, atau dokumentasi yang salah
 Kesalahan transaksi

 Pengawasan yang kurang memadai

 Pelaporan yang kurang memadai sehingga kepatuhan


terhadap peraturan internal dan eksternal tidak terpenuhi.
Risiko Kegagalan Mengelola Manusia
5

Beberapa contoh risiko operasional yang berkaitan atau bersumber dari


manusia adalah:
 Kecelakaan kerja, khususnya kecelakaan kerja karena kecerobohan
atau kurang pengalaman dari karyawan.
 Terlalu tergantung pada karyawan kunci tertentu, sehingga jika
karyawan tersebut meninggal atau berpindah kerja, perusahaan
menghadapi masalah.
 Integritas karyawan yang kurang, sehingga karyawan tersebut bisa
menggelapkan uang perusahaan, atau melakukan aktivitas yang berada
di luar wilayah otoritasnya.
 Risiko manusia tersebut mengharuskan perusahaan untuk mempunyai
karyawan yang mempunyai kualifikasi, pengalaman, dan integritas
yang diperlukan
Risiko Sistem
6

Beberapa risiko yang muncul berkaitan dengan sistem adalah:


 Kerusakan data

 Kesalahan pemrograman

 Sistem keamanan yang kurang baik (misal, bisa dimasuki oleh hacker)

 Penggunaan tekonologi yang belum teruji

 Terlalu mengandalkan model tertentu untuk keputusan bisnis. Sebagai


contoh, pada waktu The Long Term Capital mengalami kehancuran
karena mempunyai posisi yang sangat besar pada Rubel Rusia, model
matematis mereka memprediksi probabilitas kejadian semacam itu
adalah 0,000001. Tetapi kejadian tersebut tetap terjadi, sehingga
mengejutkan mereka.
Risiko Eksternal
7

 Risiko eksternal berkaitan dengan kejadian yang


bersumber dari luar organisasi, dan di luar
pengendalian organisasi. Kejadian semacam itu
biasanya jarang terjadi, tetapi mempunyai dampak
yang cukup besar (frekuensi rendah/severity
tinggi). Beberapa contoh risiko eksternal adalah
perampokan, serangan teroris, bencana alam.
PENYEBAB RISIKO OPERASIONAL
8

 Strategi & Kebijaksanaan Bisnis


 Proses Bisnis & Manajemen
Risiko
• People
• Internal Processes  Manusia
• External Events
 Laporan Manajemen
• Systems
 Metodologi
 Sistem dan Data
 Kejadian Eksternal
DAMPAK TERJADINYA RISIKO
OPERASIONAL
9

Financial Loss
Direct Loss

1. Money Loss
2. Fines or Penalties
3. Lower Compensation
4. Loss of Assets
5. High Operating Costs
6. Legal Costs, etc. Non Financial Loss
Indirect Loss
P 1. Loss of Customer
2. Loss of Market Share
& 3. Customer Complaints
4. Opportunity Loss
L 5. Reputation
6. Loss of staffs, etc.
DAMPAK TERJADINYA RISIKO
OPERASIONAL (lanjutan)
10

Perusahaan Pegawai Stakeholder

 Value  Kesejahteraan  Kepercayaan


 Image  Moral  Kepuasan
 Rugi/ Laba turun  Motivasi  Rasa Aman
 Modal tergerus  Ketenangan  Public cost
 dll  PHK, dll  dll
IDENTIFIKASI RISIKO
1.
OPERASIONAL
Risiko Sumber Daya Manusia
11 a. Transaksi tanpa Otoritas 3. Risiko Teknologi.
b. Pencurian a. Kerusakan Sistem
2. Risiko Proses b. Kesalahan Program
2.1. Risiko Model / Metodologi, yaitu : c. Risiko Informasi
d. Risiko Komunikasi
a. Risiko Model dan Metodologi
b. Kesalahan Mark to Market
2.2. Risiko Transaksi, yaitu :
a. Risiko Eksekusi Transaksi
b. Komplesitas Produk
c. Kesalahan Pembukuan
Transaksi
d· Kesalahan Penyelesaian
Transaksi
e. Risiko Dokumnetasi / Kontrak
2.3. Risiko Kontrol Operasi, yaitu :
a. Pelampauan Limit
b. Risiko Keamanan Sistem
AQ c. Risiko Volume
12

MODEL PENGUKURAN RISIKO


OPERASIONAL
DI LEMBAGA KEUANGAN
1. MODEL PENGUKURAN INTERNAL
13

 Tetapkan aktivitas yang berpotensi menimbulkan


risiko operasional
 Tentukan Persentase peluang terjadinya
(probability) risiko operasional pada setiap
aktivitas. Probablity dinyatakan dalam skala
sangat rendah sampai dengan sangat tinggi, dan
probability terjadinya bentuk risiko ini ditetapkan
berdasarkan wawancara dengan manajemen
14
15

 Memperkirakan kerugian yang timbul bila risiko


operasional terjadi (severity).
 Severity dinyatakan dalam nilai rupiah. Nilai
maksimum severity ditetapkan untuk masing-masing
bentuk risiko dengan mengacu pada nilai exposure
indicator.
 Severity setiap kejadian risiko operasional ditetapkan
berdasarkan data historis kerugian yang timbul
terutama yang menyangkut risiko operasional.
Langkahnya adalah:
16
17
18
19
20

 Contoh: Bank X mempunyai exposure indicator


berupa biaya SDM sebesar Rp 8 miliar dan
pendapatan kotor Rp 10 miliar.
 Penilaian probabilitas dengan merujuk pada tabel A
menghasilkan probabilitas seperti tampak pada
tabel 7.3 dibawah ini.
 Dengan demikian risiko operasional dapat
ditentukan (lihat tabel 7.3 ini juga).
Tabel 7.3

21
22

 Total nilai risiko ini dibandingkan dengan volume pendapatan


operasional dan menghasilkan criteria sebagai berikut:
a. Rendah (Low) apabila nilai risiko Operasional dibawah 5% dari Gross
Income)
b. Sedang (moderate) apabila nilai risiko operasional berada antara
5%Xgross income) sampai dengan 10% X Gross Income
c. Tinggi (high) apabila nilai risiko operasional berada diatas 10%dari
Gross Income

Berdasarkan penghitungan pada tabel A, diperoleh risiko operasional


sebesar Rp 43,750,000.00 atau 0,4375%. Dengan demikian risiko
operasional tergolong rendah.
2. Basic Indicator Approach (BIA)
23

 Dalam pendekatan ini menggunakan laba kotor sebagai


proxy untuk eksposur risiko operasional.
 Dalam hal ini laba kotor tidak dibedakan menurut lini
bisnis.
 Laba kotor menajdi proxy untuk eksposur risiko
operasional karena didasarkan pertimbangan bahwa
semakin besar laba kotor yang diperoleh lembaga
keuangan , akan semakin besar pula cadangan operasional
yang dibebankan meskipun lembaga keuangan tidak
mempunyai risiko operasional yang besar.
Pendekatan ini mendifinisikan Laba kotor dengan rumus sebagai berikut:

24
25
26
27

 Perlu diketahui bahwa proksi untuk eksposur risiko operasional adalah


laba kotor.
 Oleh karena itu dapat dipastikan bahwa ketika lembaga keuangan
mengalami kerugian pada tahun tertentu maka tahun tertentu tidak
diperhitungkan dalam metoda ini.
 Misalnya tahun pertama terdapat laba kotor, tahun kedua rugi dan
tahun ke tiga terdapat laba kotor, maka yang diperhitungkan adalah
laba kotor tahun pertama dan tahun ketiga. Pembaginya adalah dua
tahun.
 Dengan kata lain jika dalam satu tahun tertentu dari tiga tahun lembaga
keuangan mengalami kerugian maka jumlah n tahun berkurang
menjadi dua.
 Bila dalam tiga tahun lembaga keuangan hanya mendapatan laba pada
satu tahun saja maka n tahun berkurang menjadi satu saja.
28
29

 Dalam contoh ini Bank MM tahun 2005 menderita


kerugian sehingga Gross income negatif, oleh
karena itu data tahun kedua dianggap nol.
30
3. Standardized Approach (SA)
31

 Untuk menghitung potensi kerugian operasional


berdasarkan metoda SA diperlukan laba kotor dan
parameter beta dari masing-masing unit bisnis
bank. Laba kotor dibagi dalam delapan jenis bisnis
usaha yang sudah ditetapkan sebelumnya.
 Besarnya pembebanan modal adalah jumlah dari
hasil kali masing-masing beta bisnis usaha dengan
laba kotornya.
Pembagian beta untuk masing-masing binis usaha
adalah sbb:
32

 Invesment Banking
 1 = untuk corporate, governance dan merchant banking
 2 = untuk trading dan sales
 Bank Komersial
 3 = untuk bisnis retail
 4 = untuk aktivitas perbankan komersial lainnya
 5 = untuk jasa pembayaran & penyelesaian (payment & setlement)
 6 = untuk penyimpanan dan jasa keagenan
 Untuk aktivitas Bisnis Lainnya
 7 = untuk manajemen aktiva
 8 = untuk jasa broker retail
33
34
35
36
37
38
39

Pengukuran Risiko Operasional pada


Perusahaan Manufaktur
PENGUKURAN RISIKO OPERASIONAL
PERUSAHAAN MANUFAKTUR
40

Menggunakan dua dimensi yaitu:

 Frekuensi atau Probabilitas terjadinya risiko


 Tingkat keseriusan kerugian atau Impact dari
risiko tersebut.
1. MENGHITUNG KERUGIAN YANG
DIHARAPKAN
41

 Kerugian Yang Diharapkan =


Frekuensi (probabilitas) x severity (besarnya kerugian)

 Misalkan kita mengumpulkan data histories untuk


melihat kecelakaan kerja. Berikut ini data bulanan
selama 12 bulan.
Tabel 1. Data histories Frekuensi dan Nilai Kerugian
Nilai Kerugian
Frekuensi (Rp)
Januari 4 12.000.000
Februari 6 11.000.000
Maret 5 12.000.000 Berapa
April 4 11.000.000 kerugian
Mei 6 15.000.000
Juni 7 14.000.000 yang
Juli 5 13.000.000 diharapkan
Agustus 6 12.000.000
September 4 13.000.000 dari
Oktober 5 12.000.000 kecelakaan
November 6 14.000.000
Desember 5 13.000.000 kerja bulan
Jumlah 63 152.000.000 mendatang?
Rata-rata 5.25 12.666.667
Nilai kerugian
perkecelakaan 2.412.698

42
43

 Nilai kerugian yang diharapkan = (frekuensi) x


(severity)
= 5,25 x Rp2,4 juta = Rp12,6 juta

 Dalam beberapa situasi kita ingin tahu lebih banyak


informasi. Misal, kita ingin tahu distribusinya bagaimana,
kalau memakai asuransi bagaimana nilai kerugian yang
diharapkan dan distribusinya.
 Kita bisa menggunakan simulasi untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan tersebut.
2. Pendekatan Analitis Untuk Menghitung Kerugian Yang
diharapkan
44

Bagan 4. Kurva normal

95%

5%

???
45

 Misalnya kerugian operasional adalah rata-rata Rp


10.000.000 dan standar deviasi Rp 10.000.000,
nilai Z kurva normal untuk tingkat keyakinan 90%
adalah 1,65
46

 Nilai kerugian pada batas 5% bisa dihitung sebagai


berikut ini.
Nilai kerugian = 10 juta – 1,65 (10juta) =
– Rp6,5 juta.
 Kelemahan dari metode tersebut adalah asumsi
distribusi normal sesuai dengan kenyataan. Dalam
kenyataannya distribusi kerugian tidak selalu normal.
 Biasanya kerugian mempunyai distribusi lognormal
3. Pendekatan Regresi Linear
47

 Model Umum Regresi Linear berganda adalah:

 Y = a + b1X1 + b2 X2 + b3 X3…….+ e

 Y = kerugian Risiko Operasional


 Xi = faktor-faktor determinan risiko operasional

 Model yang baik harus memiliki R2 yang tinggi dan siginifikan (lolos uji
F) dan lolos uji asumsi klasik

 Sebuah regresi yang bisa digunakan untuk memprediksi risiko operasional


harus lolos ujia asumsi klasik.
Uji Asumsi Klasik

48

 Model regresi yang baik dan memenuhi BLUE adalah


model yang lolos dari masalah autokorelasi,
multikolinearitas dan heterokedastisitas.
 Untuk memastikan bahwa model rgresi tersebut memenuhi
asumsi klasik tersebut sehingga tepat untuk melakukan
prediksi maka perlu dilakukan pengujian asumsi klasik
tersebut.
 Hasil pengujian hipotesis yang baik adalah pengujian yang
tidak melanggar tiga asumsi klasik yang mendasari model
regresi linier, ketiga asumsi tersebut adalah sebagai berikut
(Gujarati, 995) :
a. Uji Autokorelasi
49

 Autokorelasi adalah korelasi antar anggota sampel yang


diurutkan berdasarkan waktu.
 Autokorelasi menunjukkan adanya kondisi yang berurutan
antara gangguan atau distribusi yang masuk dalam regresi.
Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah suatu
model regresi linear ada korelasi antar kesalahan
pengganggu (residual) pada periode t dengan kesalahan
pada periode t-1 (sebelumnya).
 Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada masalah
autokorelasi. Autokorelasi muncul karena observasi yang
berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lain.
50

 Maslaah ini timbul karena residual (kesalahan pengganggu) tidak


bebas dari satu observasi ke observasi lainnya.
 Hal ini ini sering terjadi pada data time series, sedangkan pada data
panel yang menggabungkan time series dengan crossection bisa
diminimalkan kemungkinan terjadi masalah ini.
 Namun demikian untuk memastikan bahwa model regresi tidak ada
masalah autokorelasi maka perlu diujinya, karena model regresi
yang baik adalah model yang terhindar dari masalah autokorelasi.
 Untuk mendeteksi terjadinya autokorelasi dalam penelitian ini
maka digunakan uji DW dengan kriteria misalnya sebagai berikut:
(untuk aplikasinya tergantung n )
  
51

Tabel 2. Kriteria Nilai Durbin Watson


NILAI DURBIN WATSON Kesimpulan
Kurang dari 1,10 Ada autokorelasi
1,10 – 1,54 Tidak ada kesimpulan
1,55 – 2,46 Tidak ada autokorelasi
2,47 – 2,90 Tidak ada kesimpulan
b. Uji Multikolinearitas

52

 Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah


didalam model regresi ditemukan adanya korelasi yang
tingi atau sempurna antar variabel independent.
Multikolinearitas adalah suatu keadaan dimana satu atau
lebih variabel dependen dinyatakan sebagai kombinasi
linier dengan variabel dependen lainnya. Jika suatu
model regresi mengandung multikolinearitas maka
kesalahan standar estimasi akan cenderung meningkat
dengan bertambahnya variable dependen, bahkan nilai
standar error menjadi tak terhingga. Multikolinearitas
dapat dideteksi dengan :
53

1. Nilai F test yang sangat tinggi, serta tidak atau hanya


sedikit nilai t test yang signifikan.
2. Meregresikan model analisis dan melakukan uji
korelasi antar variabel dependen dengan
menggunakan Variance Inflating Factor (VIF) dan
Tolerance Value. Batas VIF adalah 10 dan Tolerance
Value adalah 0.1 jika nilai VIF lebih besar dari 10 dan
nilai Tolerance Value lebih kecil dari 0.1 maka terjadi
multikolinearitas. Model regresi yang BLUE harus
memenuhi asumsi tidak terkena multikolinearitas.
c. Uji Heteroskedastisitas

54

 Pengujian Heteroskedastisitas dilakukan dalam sebuah


model regresi, dengan tujuan bahwa apakah suatu
regresi tersebut terjadi ketidaksamaan varians dari
residual dari setiap pengamatan ke pengamatan lainnya.
 Gejala heteroskedastisitas terjadi apabila disturbance
terms untuk setiap observasi tidak lagi konstan tetapi
bervariasi.
 Dengan kata lain model regresi yang baik seharusnya
nilai residual atau error adalah homoskedastisitas atau
memiliki variance yang sama.
55

 Ada beberapa cara untuk menguji apakah model regresi


mengalami heteroskedastisitas. Dalam penelitian ini uji
heterskedastisitas menggunakan uji glejser.
 Dalam uji ini kita mengganti variabel dependen dengan nilai
mutlak dari kuadratik residual (RESD 2). Untuk memastikan
apakah variabel independent berpengaruh signifikan dengan
residualnya dapat melihat angka signifikansi hasil regresi
tersebut.
 Model regresi dinyatakan bebas dari masalah
heteroskedastisitas bila variabel independent tidak
berpengaruh signifikan terhadap residualnya pada level 0,05.
Pengujian Signifikansi Variabel determinan
56

 Uji signifikansi variabel independen (xi) terhadap variabel dependen (Y)


dilakukan dengan uji statistik t (t test). Ini digunakan untuk menguji koefisien
regresi (bi) secara parsial dari masing-masing variabel independen. Dalam hal
ini hipotesis dirumuskan H1: bi ≠ 0 ; artinya ada pengaruh nyata yang
signifikan dari variabel independen (xi) terhadap variabel dependen (Y). Nilai
t hitung dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut (Gujarati, 2003):
 Koefisien Regresi (bi)
 t hitung = ___________________
 Standar Deviasi bi
  
 Jika t hitung > t tabel , maka H0 ditolak
 Jika t hitung < t tabel, maka H0 diterima
  
57

 Keputusan untuk menolak atau menerima hipotesis


juga dapat dilihat dari signifikansi dari output SPPS
yang menyediakan fasilitas siginifikansi. Apabila
sig. Lebih kecil dari 0,05 maka hipotesis alternatif
Hi diterima. Artinya variabel independen (Xi)
secara statistik signifikan mempunyai pengaruh
nyata terhadap variabel dependen (Y).
4. Pendekatan Regresi Logistik
58

 Regresi logistik itu tidak mengasumsikan hubungan


linear antara variable independen dengan dependen,
tidak mengharuskan data berdistribusi normal dan
tidak memerlukan asumsi homoskedastisitas.
 Begitu juga asumsi error term yang berdistribusi
normal juga tidak diperlukan.
 Kesuaian regresi ini dengan pengukuran risiko
operasional juga bahwa regresi logistik tidak
mengharuskan semua variabel independen memiliki
skala interval.
59

 Dengan memperhatikan variabel-variabel independen disebutkan diatas, maka model regresi


logistik pada pengukuran risiko operasional adalah sebagai berikut:
  
 P
 Ln ____ = β0 + β1 X1 + β2 X2 + β3 X3……..+ e
 1–P

 dimana
 1
 P = ________
 1+ e –Z t
  
  
 dan Zt = β0 + β1 X1 + β2 X2 + β3 X3 ........+e.
  
60

 Persamaan ini dikenal dengan fungsi distributisi logistik kumulatif


(Cumulative Logistic Distribution Function).
 Model logistik diatas selanjutnya juga dapat ditulis sebagai berikut:
  
 P
 ______ = e –( β0 + β1 X1 + β2 X2 + β3 X3……. +e )
 1–P
  
 Keterangan:
 e = 2, 71828
 Xi = Determinan Risiko Operasional
61

 Model logistik dapat digunakan sebagai pengukur probabilitas


kepatuhan regulasi kalau memiliki nilai Cox & Snell’s R Square relatif
tinggi.
 Cox & Snell’s R Square merupakan ukuran yang mencoba meniru R 2
pada multiple regression, yang didasarkan pada teknik estimasi
likelihood dengan nilai maksimum kurang dari 1 (satu sehingga sulit
diintepretasikan.
 Oleh karena itu Cox & Snell’s R Square dimodifikasikan menjadi nilai
Negelkerke’s R square untuk memastikan bahwa nilainya bervariasi dari
0 (nol) sampai 1 (satu).
 Caranya adalah membagi nilai Cox & Snell’s R Square dengan nilai
maksimumnya. Selanjutnya nilai Negelkerke’s R square dapat
diinteprestasikan seperti nilai R2 pada multiple regression.
62

 Model logistik juga harus dinilai dari nilai Hosmer and Lemeshow’s Goodness
of fit test.
 Uji uni untuk menentukan apakah data empirisnya cocok atau sesuai dengan
model, maksudnya adalah tidak ada perbedaan antara model dengan data
sehingga model dapat dikatakan fit.
 Jika nilai Hosmer and Lemeshow’s Goodness of fit test sama dengan atau
kurang dari 0,05 maka berarti menolak bahwa model itu tidak berbeda dengan
data observasinya.
 Dengan demikian model tersebut berbeda dengan data observasinya, model
tersebut tidak dapat digunakan untuk memprediksi nilai observasinya.
 Dalam model logistic yang fit, nilai Hosmer and Lemeshow’s Goodness of fit
test harus lebih besar dari 0,05 atau tidak signifikan. Model yang tidak
signifikan adalah model yang memiliki presisi atau fit. Uji ini disediakan oleh
software SPSS.
63

 Model yang fit selain memiliki nilai Hosmer and Lemeshow’s Goodness
of fit test tersebut tidak signifikan, juga harus dilihat dari uji signifikansi
masing-masing parameter yang menggunakan uji wald.
 Uji wald adalah seperti uji t pada model OLS.
 Model yang memiliki presisi baik seharusnya seluruh parameter
signifikan pada level dibawah 0,05, meskipun beberapa bisa dibawah
0,10.
 Uji ini disediakan oleh software SPSS. Perlu diketahui bahwa hubungan
antara probabilitas p dan variabel bebas adalah non linear, sedangkan
hubungan antara log odds dan variabel bebas adalah linear.
 Dengan demikian intepretasi terhadap koefisien variabel independen
harus dilihat pengaruhnya terhadap log odds dan bukan terhadap
probabilitas p.
PERUBAHAN KARAKTERISTIK RISIKO
OPERASIONAL
64

 Risiko operasional dan risiko lainnya bisa berubah karakteristiknya


dari waktu ke waktu. Sebagai contoh, di jaman dulu, pencatatan
transaksi dilakukan secara manual (misal karyawan menuliskan harga
dan jumlah unit yang diperdagangkan di kertas).
 Cara manual semacam itu sekarang sudah banyak diganti dengan
pencatatan terkomputerisasi. Pencatatan semacam itu akan
menghilangkan kesalahan pencatatan karena kecapaian, karena sistem
computer tidak akan mengalami kelelahan. Frekuensi kesalahan
dengan demikian bisa diturunkan. Tetapi muncul jenis risiko yang
baru. Jika terjadi kegagalan atau kelemahan pada sistem computer
tersebut, maka kerugian yang muncul akan sangat besar.
Bagan 6. Perubahan Karakteristik
Risiko Operasional

Signifikansi Tinggi Signifikansi Tinggi


Frekuensi Rendah Frekuensi Tinggi

Signifikansi Rendah Signifikansi Rendah


Frekuensi Rendah Frekuensi Tinggi

65
66

Beberapa faktor yang bisa menyebabkan perubahan


karakteristik semacam itu adalah
 Globalisasi,

 Otomatisasi,

 Terlalu mengandalkan teknologi,

 Outsourcing

 Perubahan budaya masyarakat


Pemetaan Risiko Operasional

67

 Untuk mengelola risiko operasional perlu melakukan


mapping risiko tersebut guna menentukan posisi
risiko tersebut pada kuadran tertentu.
 Setiap kuadran risiko operasional ini perlu

penanganan yang berbeda.


 Tidak selalu risiko operasional itu ditangani secara

berlebihan. Penanganan yang terlalu berlebihan


malahan akan menimbulkan biaya yang mahal.
Berikut ini pemetaan risiko seperti tercermin pada
bagan berikut.
Bagan 2. Strategi Menghadapi Risiko Berdasarkan Matriks Severity/Frekuensi

68
Bagan 3. Strategi Menghadapi Risiko Berdasarkan Matriks Frekuensi/Severity

69

TINGGI
SEVERITY Wilayah 1

Wilayah 2

Wilayah 3
RENDAH

Wilayah 4

RENDAH TINGGI

FREKUENSI
Strategi untuk menghadapi risiko untuk wilayah-
wilayah tersebut
70

 Wilayah 1. Severity Tinggi dan Frekuensi Tinggi: Immediate


Action
Untuk wilayah ini, perusahaan harus melakukan penanganan
yang agresif dan segera (immediate action)
 Wilayah 2. Severity Tinggi dan Frekuensi agak Tinggi:
Immediate Attention. Untuk wilayah ini, perusahaan harus
segera mengawasi risiko ini (immediate attention)
 Wilayah 3. Severity agak Tinggi dan Frekuensi agak Tinggi:
Periodic attention. Untuk wilayah ini, perusahaan bisa
melakukan pengawasan secara berkala (periodic attention)
 Wilayah 4. Severity Rendah dan Frekuensi Rendah: Annual
evaluation. Untuk wilayah ini, perusahaan bisa lebih longgar,
yaitu melakukan pengawasan dengan jangka waktu panjang,
misal tahunan
Teknik Mitigasi dan Pengendalian Risiko Operasional Bank

71

 Pengendalian manajemen yang efektif


 Penetapan tanggung jawab dan kebijakan yang

jelas
 Komunikasi efektif

 Pemisahan tugas

 Keamanan yang efektif-fisik dan sistem


72

 Pemetaan proses secara menyeluruh


 Manajemen staf yang efektif, yaitu: pelatihan, retensi
staf dan rencana suksesi
 Pencadangan data, perencanaan kapasitas, dukungan
pengguna
 Penanganan insiden yang efektif
 Pelaporan dan monitoring yang efektif
Mitigasi risiko operasional menurut Saunders,
(2006)
73

1.Loss Prevention: Training, development, and


review of employes
2.Loss Control : Planning, Organization, Backup
(e.g. Computer system)
3.Loss Financing : External Insurance (e.g.
Catastrophe Insurance)
4.Loss Insulation: FI or Bank Capital

Anda mungkin juga menyukai