Anda di halaman 1dari 38

PRESENTASI KASUS

RSUD KAB.
SIDOARJO
VEGA ASTA MITAWATI
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
DOKUMEN FARMASI PASIEN
INSTALASI FARMASI RSUD SIDOARJO
No DMK : 1825*** Diagnosa : Tgl MRS/KRS : 29-5-
Nama : Ny.R 29/5/2018  CKD Stage V + Anemia + HT 2018/2-6-2018 (Kondisi pasien
Usia/BB : 44 th/ 49 kg Grade II + Uremic Syndrome + Hiperkalemi sudah membaik, dokter
JK : Perempuan 30/5/2018 – 1//6/2018  Dyspepsia + Anemia + membolekan pasien pulang)
Alamat : Jedong Cangkring, HT Grade II + Uremic Syndrome + CKD Stage V Ruangan : MM/K3
Prambon, Sidoarjo 2/6/2018  Anemia + HT Grade II + Uremic Pindah Ruangan :
Status : BPJS Non PBI Syndrome + CKD stage V Nama Dokter : dr. N Sp.PD
  Nama Farmasis :
 
Alasan MRS : Mual, muntah, pusing mbliyur
sudah 1 minggu, badan sakit semua, mual muntah
tiap makan dan minum sudah 1 bulan
Riwayat Penyakit: HT (keturunan)
Riwayat Pengobatan : Amlodipin
Alergi: -
 
29/5/2018 30/5/2018 31/5/2018 1/6/2018 2/6/2018
NAMA OBAT DOSIS
P Si So Ml P Si So Ml P Si So Ml P Si So Ml P Si So Ml

Inf. PZ 8 tpm   √     √       √       √       √      

Inj. Furosemid 3 x 2 amp   √     √   √ √ √   √ √ √   √ √ √      

Inj. Ranitidin 4 2 x 1 amp   √     √     √ √     √ √     √ √      

Inj.
Ondansentron 4 3 x 4 mg   √     √   √ √ √   √ √ √   √ √ √      
mg

Transfusi PRC 1 Kolf         √   √                          

Amlodipin 10
1 x 10 mg         √       √                      
mg

Valsartan 80 mg 1 x 80 mg         √       √               √      

CaCO3 3 x 1 tab           √ √ √   √ √ √   √ √        

Inj. Ca
3x1                     √       √   √      
Glukonat

Inj. D40% + 2 3 x selang


          √ √                          
IU Insulin 1 jam
TANGGAL
DATA NILAI
NO
KLINIK NORMAL 29 30 31 1 2 3

1 Suhu 36,5±0,5oC 36 36 36 36,4 36  

Tekanan <140/90 mmHg


2 200/100 180/100 170/100 180/100 160/100  
Darah (JNC 8,2014)

(60-100x/
3 Nadi 88 84 82 82 90  
menit)

4 RR (16-20 x/menit) 20 24 20 20 20  

5 GCS 4-5-6 456 456 456 456 456  


Kondisi
6 Baik Lemah Lemah Lemah Lemah lemah  
Umum
7 Mual - + + - - -  
8 Muntah - + - - - -  
Skala
9 0 - - - - -  
Nyeri
10 Batuk - - - - - -  
11 Sesak - - - - - -  
TANGGAL
DATA
NO LABORATORIU NILAI NORMAL
29 30 31 1 2 3
M
HEMATOLOGI
DARAH LENGKAP
1 RBC 4,2-6,1 x10^6/µl 2   2,7 3,3    
2 HGB 12,3-15,3 g/dL 5,7   7,4 8,5    
3 HCT 37-52 % 17,1   21,0 25,5    
4 MCV 79-99 fl       78,5    
5 MCH 27-31 pg       26,2    
6 RDW-SD 35-47 fl 47,8   15,7 53,8    
7 RDW-CV 11,5-14,5 % 15,4     18,9    
8 NEUT% 50-70% 80,6   82,9 79,7    
9 LYMPH% 25-40% 15,4   14,4 11,8    
10 NEUT 2-7,7 X 103/µL            
KIMIA
KIMIA KLINIK
Gula Darah
11
Sewaktu
≤ 140 mg/dL   136        
12 BUN 6-23 mg/dL 136,8   86,4      
13 Creatinin 0,5-0,9 mg/dL 21,6   13,9      
Elektrolit
14 Kalium 3,6-5 mmol/l 5,5 5,1 3,6      
Anemia
Anemia pada pasien CKD adalah defisiensi eritropoietin sedangkan faktor lain yang mempengaruhi diantaranya
adalah berkurangnya masa hidup sel darah merah, kehilangan darah, dan kekurangan zat besi (Wells et al., 2009).
Pada pasien CKD, ginjal terjadi defisiensi EPO, sehingga sumsum tulang membuat lebih sedikit sel darah merah,
menyebabkan anemia.

PROBLEM MEDIK

Besi dan EPO sangat penting untuk produksi sel darah merah di sumsum tulang. Ketrsediaan zat besi dikendalikan
oleh hormon hepsidin hati, yang mana mengatur penyerapan zat besi dan daur ulang makrofag zat besi dari sel
darah merah. Ada loop umpan balik yang mengontrol hepsidin, seperti besi dan EPO. Pada pasien CKD (terutama
pada pasien penyakit ginjal stadium akhir dengan hemodialisa) kadar hepsidin yang tinggi dapat disebabkan karena
penurunan fungsi clearence ginjal dan juga dapat diinduksi oleh peradangan, sehingga dapat terjadi resistensi EPO
danpembatasan besi. CKD juga menghambat produksi EPO oleh ginjal, dan juga menyebabakan sirkulasi uremik
yng diinduksi oleh penghambat erythropoiesis, memperpendek umur sel darah merah, dan peningkatan kehilangan
darah (Jodie and Herbert, 2012).

Jodie L. And Herbert Y., Mechanisms of Anemia in CKD. J Am Soc Nephrol. 2012 Sep 28; 23(10): 1631-1634.
SUBJECTIVE (S) Kondisi pasien lemah, pusing

OBJECTIVE (O)

TERAPI Transfusi PRC 1 kolf pada tanggal 30 Mei 2018 pre-post HD

DRP : -
Terapi sudah sesuai
Pada pasien wanita dapat dikatakan anemia jika Hb <12 g/dL (KDIGO, 2012)

ASSESMENT (A)

KDIGO. 2012. Clinical Practice Guideline for Anemia in Chronic Kidney Disease Journal of The International
Society of Nephrology. Volume 2(4): 283
Pada pemeriksaan lab darah pasien tanggal 1 Juni 2018, nilai MCV pasien sebesar 78,5 fl. Hal tersebut
menunjukkan bahwa pasien memiliki jenis anemia microcytic. Anemia microcytic merupakan anemia dengan
karakter sel darah merah yang kecil (MCV < 80 fl). Anemia microcytic biasanya disertai penurunan hemoglobin
dalam eritrosir. Dengan penurunan MCH (Mean Concentration Hemoglobin) dan MCV, akan didaptkaan
gambaran mikrositik hipokrom pada apusan darah tepi. Penyebab anemia mikrositik hipokrom adalah
menurunnya zat besi karena anemia defisiensi besi, anemia penyakit kronis/anemia inflamasi dan defisinsi
tembaga (Karnath, 2004).
ASSESMENT (A) Anemia yang terjadi pada pasien gagal ginjal kronis maupun akut biasanya memiliki jenis anemia
normositik, walaupun ada juga yang memeiliki jenis mikrositik. Pada gagal ginjal, anemia terjadi sebagian karena
metabolit uremik menurunkan jangka hidup dari sirkulasi sel darah merah dan mengurangi eritropoiesis (Jhon et
al, 2000). Anemia Defisiensi Besi adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan cadangan zat besi. Zat besi yang
tidak adekuat menyebabkan berkurangnya sintesis hemoglobin sehingga menghambat proses pematangan eritrosit.
Zat besi dikendalikan oleh hormon hepsidin di hati dan disekresikan di sirkulasi darah. Hepsidin mengikat dan
dan menginduksi degradasi dari eksportir besi, ferroportin pada enterosit duodenal, macrophages
reticuloendothelial, dan hepatosit untuk menghambat masuknya besi dalam plasma. Pada pasien CKD kadar
hepsidin sangat tinggi dan hal ini dapat menyebabkan penurunan zat besi dalam plasma (Jodie and Herbert, 2012).
ASSESMENT (A)
Karnath. 2004. Anemia in Adult Patient. Hospital Physician. Turner White Communication Inc.
Jodie L. And Herbert Y., Mechanisms of Anemia in CKD. J Am Soc Nephrol. 2012 Sep 28; 23(10): 1631-1634.

Berdasarkan Tatalaksana Anemia pada CKD, anemia dapat diterapi dengan pemberian zat besi (Fe), ESA atau
Recombinant Human Erythropoietin (r-HuEPO), dan transfusi (Dipiro, 2009). Untuk Hb < 10-11 g/dL jika belum
ada terapi ESA maka menggunakan Epoetin alfa (IV atau SC) 150-300 unit/kg/minggu dalam dosis terbagi atau
Darbepoetin alfa (IV atau SC) dengan dosis 0,45 mcg / kg sekali seminggu atau jika telah menerima terapi ESA
meningkatkan dosis sebesar 25%. Pada pasien CKD, terapi r-HuEPO tidak disarankan bagi pasien dengan kadar Hb
< 9 g/dL, dan sebaiknya mulai diberikan ketika kadar Hb 9,0 – 10,0 g/dL (KDIGO, 2012).
ASSESMENT (A)

Namun, pada pasien ini kadar HB sangat rendah yaitu 5,7 g/dL pada tanggal 29 Mei 2018, sehingga tidak
dapat diberikan terapi ESA. Terapi ESA dapat diberikan ketika kadar HB berada pada rentang 9-10 g/dL. Pasien
dapat direkomendasikan untuk diberikan transfusi PRC, karena pasien dengan HB <7 g/dl direkomendasikan untuk
diberikan transfusi PRC dan dimaintanance hingga Hb mencapai rentang 7-9 g/dL (Sharma et al, 2011).

Sharma S., Sharma., and Tyler L.N., Transfusion of Blood and Blood Products: Indication and Complication.
American Academy of Family Phisicians. 2011 March 15. Volume 83(6): 729-723
Transfusi PRC mengandung sel darah merah 150-200 mL. Konsentrasi Hb akan naik menjadi sekitar 20 g / 100
mL (tidak kurang dari 45 g per unit) dan Ht 55-75%. Berdasarkan rumus perhitungan PRC, dosis tranfusi yang
diberikan sudah tepat yaitu 1 kolf/hari. Perhitungan dosis PRC adalah sebagai berikut (RCH,2010) :

~ 1 kolf/hari

ASSESMENT (A)
RCH.2010. Clinical Practice Guidelines Blood Product Prescription. The Royal Children's Hospital Melbourne.
Australia.
Target Hb untuk pasien CKD menurut PERNEFRI tahun 2001 adalah 11-12 g/dl
Terapi KRS pasien terkait anemia yang diderita pasien dapat diberikan Ferrous Sulphate, karena anemia yang
dialami pasien adalah anemia defisiensi besi. Dosis yang dapat diberikan adalah 500 mg PO setiap malam
sebelum tidur. Regimen tersebut dapat menjadi terapi yang efektif pada orang dewasa. Efek samping yang dapat
terjadi adalah sembelit, diare, mual, dan sakit perut. Jika efek samping dapat mebatasi kepatuhan, obat dapat
diberikan dengan makanan atau dosis dikurangi (Walter, 2007).

ASSESMENT (A)

Walter H., Iron Therapy for Renal Anemia: How Much Needed, How Much Harmful. Pediatr Nephrol. 2007 Apr;
22 (4): 480-489
 
Terapi PRC dilanjutkan hingga Hb mencapai rentang 7-9 g/Dl kemudian untuk terpai KRS pasien dapat diberikan
PLANNING (P) Ferrous Sulphate 500 mg PO 1 x sehari sebelum tidur
Monitoring efektivitas :
Kadar RBC, Kadar Hb, Kadar HCT, Kadar MCV, Kadar MCH
MONITORING Monitoring efek samping :
PRC  Reaksi alergi, urtikaria, demam
Ferrous Sulphate  Sembelit, diare, mual, sakit perut
Hipertensi
Peningkatakan tekanan darah yang berlangsung lama dapat menyebabkan dua mekanisme patogen
komplementer pada ginjal yang akhirnya berkahir pada fibrosis ginjal dan pembentukan jaringan parut. Hal ini
dimulai dengan perubahan pada sistemik, makro renal, dan mikrovaskular yang menyebabkan hilangnya regulasi
ginjal karena adanya peningkatan tekanan kapiler intraglomerular sehingga terjadi hiperfiltrasi. Hiperfiltrasi
menyebabkan hilangnya protein pada transglomerular yang mendorong pelepasan sitokin dan growth factor oleh
sel mesangial dan sel epitel tubulus. Mekanisme kedua adalah terjadinya disfungsi endotel dan hilangnya
vasodilator endogen sebagai faktor pencetus terjadinya hipoksia. Aktivitas selanjutnya dari Sistem Renin
Angiotensin (RAS) intrarenal dan peningkatan pelepasan sitokin dan growth factor yang merangsang apoptosis
sehingga menyebabkan kematian pada nefron dan peningkatan produksi matriks akhirnya mengarah pasa fibrosis
glomerulus secara progresif dan pembentukan jaringan parut (Morgando E and Neves P.L., 2011).

PROBLEM MEDIK

Morgando E. and Neves P.L., 2011. Hypertension and Chronic Kidney Disease: Cause and Consequence –
Therapeutic Consideration. Nephrology Departement, Hospital of Faro, Portugal.
 
SUBJECTIVE (S) -

OBJECTIVE (O)

Injeksi Lasik (Furosemide) 1 x 2 amp


TERAPI PO Valsartan 8 mg 1 x 80 mg
PO Amlodipin 10 mg 1 x 10 mg
DRP : -
Terapi sudah sesuai

ASSESMENT (A)

Berdasarkan tabel klasifikasi penggolongan hipertensi pada orang dewasa > 18 tahun di bawah ini, pasien
termasuk ke dalam hipertense\i stage 2. Hal ini dikarenakan tekana darah pasien yang diperiksa pada tanggal 29
Mei - 2 Juni 2018 berada diatas 160/100 mmHg.
JNC-8. The Eight Report of the Joint National Committee. Hypertension Guidelines: An In-Depth Guide. Am J
Manag Care. 2014
ASSESMENT (A)

Pada kasus ini, pasien diberikan 2 terapi anti-hipertensi yaitu amlodipin 10 mg dan valsartan 80 mg. Berdasarkan
algoritma terapi hipertensi pada JNC 8 tahun 2014, pasien hipertensi dengan CKD dengan atau tanpa diabetes
dapat diberikan terapi tunggal ACEI atau ARB atau dapat dikombinasikan dengan golongan lain. Tekanan darah
yang harus dicapai pada pasien ini adalah <140/90 mmHg (JNC 8, 2014).
Berdasarkan penelitian meta analysis dari Cochrane tahun 2014 yang berjudul Angiotensin converting
enzyme (ACE) inhibitors versus angiotensin receptor blockers for primary hypertension dengan jumlah sampel
11.007 sampel yang merupakan orang yang memiliki hipertensi primer yang tidak terkontrol ataupun terkontrol
dengan atau tanpa faktor risiko lainnya yang berlangsung selama sebulan. Hasil meta analisis tersebut
menunjukkan bahwa tidak ada bukti adanya perbedaan antara inhibitor ACE dan ARB untuk total mortalitas (rasio
risiko (RR) 0,98; interval kepercayaan 95%,CI 0,88-1,10), total kejadian kardiovaskular (RR 1,07; 95% CI 0,96-
1,19), insiden WDAE (withdrawal due to adverse effects) yang sedikit lebih rendah untuk ARB dibandingkan
dengan inhibitor ACE (RR0,83; 95% CI 0,74 sampai 0,93; pengurangan risiko absolut (ARR) 1,8%, jumlah yang
dibutuhkan untuk mengobati tambahan hasil bermanfaat (NNTB) 55 lebih dari 4,1 tahun), terutama disebabkan
oleh kejadian batuk kering yang lebih tinggi dengan inhibitor ACE.

ASSESMENT (A)
Namun pada kasus ini, lebih disarankan untuk menggunakan golongan ARB karena lmemiliki renal clearance
yang lebih kecil dibandingkan dengan ACEI sehingga tidak memperberat kerja ginjal (Bailey, 2007).

ASSESMENT (A) Berdasarkan data farmakokinetik beberapa obat ARB diatas, obat yang disarankan ialah Valsartan karena
onsetnya cepat dan paling sedikit dieliminasi melalui ginjal dibanding obat lainnya. Selain itu, dalam jurnal
American of Cardivascular Drugs (2016) disebutkan bahwa Valsartan secara signifikan dapat memperlambat laju
penurunan fungsi ginjal, mengurangi tingkat kreatinin serum dua kali lipat (Lacy et al, 2008; McEvoy, 2011).
Menurut Chi et al, 2016 dan Mitsuyama et al, 2012 pada pasien hipertensi dengan CKD pemberian
kombinasi ARBs dengan CCB dapat memeberikan manfaat. Terapi ARBs ditambah dengan CCB dibandingkan
dengan kombinasi lainnya mencapai manfaat klinis yang lebih besar pada hasil kardiovaskul dan reservasi fungsi
ginjal. ARBs plus CCB juga lebih efektif dalam pencegahan kejadian kardiovaskular pada pasien dengan CKD
dibandingkan dengan terapi ARB dosis tinggi, selain itu juga memberikan kontrol BP yang baik pada pasien
hipertensi.
Selain itu pasien menderita CKD stage 5 yang artinya nilai GFR pasien <5 (ml/min/1,73 m 2). Untuk pasien
hipertensi dengan nilai GFR <40 (ml/min/1,73 m 2) dapat ditambahkan terapi loop diuretik seperti bumetanide atau
furosemide.

ASSESMENT (A)
Pasien dengan gagal ginjal kronis mempertahankan Na + dan H2O, dan mereka mempertahankan K+ dan asam.
Homeostasis yang tidak teratur ini menyebabkan hipertensi, edema, hiperkalemia dan asidosis. Diuretik dapat
digunakan untuk memodifikasi gangguan ini dengan baik. Namun, karena terbatasnya beban air dan elektrolit
yang tersaring, dan aliran darah ginjal yang rendah, tindakan harus diambil untuk memaksimalkan respons
terhadap diuretik. Langkah-langkah ini meliputi: (a) penggunaan obat yang paling bioavailable, torasemide, ketika
menggunakan rute oral; (b) penggunaan obat dengan eliminasi hepatik terkecil, furosemid, ketika menggunakan
rute intravena; (c) penggunaan kombinasi loop dan distal tubular-acting diuretik; (d) penggunaan dosis diuretik
efektif yang maksimum; dan (e) penggunaan dosis berulang atau infus konstan. Furosemide menghambat co-
transporter natrium-kalium-klorida pada membran sel epitel tubular.
ASSESMENT (A)

Sewon O., Loop Diuretics in Clinical Practice. Electrolyte Blood Press. 2015 Jun; 13(1): 17-21
Mitsuyama S.K., An angiotensin II receptor blocker–calcium channel blocker combination prevents
cardiovascular events in elderly high-risk hypertensive patients with chronic kidney disease better than high-dose
angiotensin II receptor blockade alone. International Society of Nephrology. 2012 (83): 167-176
Chi C., Angiotensin System Blockade Combined With Calcium Channel Blockers Is Superior to Other
Combinations in Cardiovascular Protection With Similar Blood Pressure Reduction: A Meta-Analysis in 20,451
Hypertensive Patients. The Journal of Clinical Hypertension. 2016 August. Vol 18 (8): 801-808.
Terapi dilanjutkan
Injeksi Lasik (Furosemide) 1 x 2 amp
PLANNING (P) PO Valsartan 8 mg 1 x 80 mg
PO Amlodipin 10 mg 1 x 10 mg

Monitoring efektivitas :
Tekanan darah
MONITORING
Monitoring efek samping :
Pusing (17%), konstipasi (6-11%), hiperuricemia (40%)
Hiperkalemia
Hiperkalemia sering terjadi pada pasien CKD, hal ini diakibatkan karena efek dari disfungsi homeostasis kalium
pada ginjal yang terjadi pada pasien dengan CKD (Kovesdy, 2014). Pasien dikatakan mengalami hiperkalemia
ketika kadar Kalium > 5,0,> 5,5 atau> 6,0 mmol / L (National Kidney Foundation, 2014). Hiperkalemia terjadi
PROBLEM MEDIK karena pergeseran kalium ke ekstraseluler, hal ini disebabkan karena penurunan ekskresi ginjal. Peningkatan
asupan makana n yang mengandung kalium juga berperan penting dalam peningkatan kadar K+ dalam serum yang
dapat memicu terjadinya hiperkalemia (Mushiyakh, dkk. 2012).

SUBJECTIVE (S) -

OBJECTIVE (O)

Infus D40% + insulin 2 IU (30 Mei 2018)


TERAPI Injeksi Ca Glukonat 3 x 100 mg (31 Mei- 1 Juni 2018)

DRP
P1.2 Efek obat tidak optimal
C1.1 Pemilihan obat tidak tepat
ASSESMENT (A)
Pada tanggal 29 Mei 2018 kadar kalium pasien 5,5 mmol/l dimana menurut GAIN, 2014 termasuk dalam kategori
mild.

Berdasarkan gudeline management of hyperkalemia terapi yang digunakan adalah :


- Terapi dengan 10 ml inj ca gluconas 10% .Ca gluconas digunakan untuk melindungi myocardium. Injeksi Ca
Gluconas antagonis terhadap efek depolarisasi hiperkalemia dan eksitasi (rangsangan) jantung
ASSESMENT (A) - Selanjutnya , 50 ml inf dextrose 50% diikuti oleh 10 unit actrapid iv. Insulin merupakan agen yang paling
efektif untuk mengurangi serum potassium. Insulin berikatan dengan reseptor membran sel dan merangsang
aktivitas natrium-potassium ATPase yang meningkat, menghasilkan pergeseran potassium ke dalam sel.
ASSESMENT (A)
GAIN.2014.Guideline for the Treatment of Hyperkalemia in Adult. Guideline and Audit Implementation
Network.
Namun di Indonesia belum ada dextrose 50% sehingga dapat diberikan dextrose 10% untuk mengatasi
hiperkalemia yang dialami oleh pasien (Lexy,2008)
Insulin adalah obat yang efektif dan dapat diandalkan yang menyebabkan kalium bergeser ke sel dengan
ASSESMENT (A) meningkatkan aktivitas Na-K-ATPase. Kalium serum mulai mengalami penurunan setelah 10-20 menit pemberian
insulin dan glukosa. Efeknya akan berlangsung 2-6 jam (Mushiyakh et al, 2011).
 
Antagonis garam kalsium memberikan efek pada kalium yang ada pada membran cardiomiosit tanpa memberikan
efek penururnan kalium plasma. Pada EKG, jika abnormalitas ditunjukkan pada kalium atau kadar kalium >6.5
mEq/L, terapi kalsium diindikasikan untuk membantu mencegah perkembangan potensi aritmia yang mematikan,
sementara tindakan lain untuk menurunkan kadar kalium yaitu: diberikan kalsium injeksi IV berupa Ca Glukonat
10% 10 cc selama 5-10 menit (Mushiyakh et al, 2011).
 
Mushiyakh Y., Dangaria H., Qavi S., Ali N., Tompkins D., Treatment and Pathogenesis of Acute Hyperkalemia. J
Community Hosp Intern Med Perspect. 2011; 1(4): 10
Apoteker merekomendasikan terapi D10% + insulin 10 unit dan inj Ca Glukonat 10%
PLANNING (P)
Monitoring efektivitas :
Kadar Kalium
MONITORING
Monitoring efek samping :
Phlebitis
PROBLEM MEDIK Stress Ulcer

SUBJECTIVE (S) -

OBJECTIVE (O) -

TERAPI Injeksi Ranitidin 2 x 50 mg pada tanggal 29 Mei-2 Juni 2018

DRP :
P1.2 Efek obat tidak optimal
C1.1 Pemilihan obat tidak tepat
ASSESMENT (A) Pasien diberikan terapi injeksi Ranitidin bertujuan untuk mencegah kemungkinan terjadinya stress ulcer
(Sweetman, 2009). Berdasarkan guideline stress ulcer prophylaxis terapi yang digunakan untuk profilaksis stress
ulcer adalah golongan PPI
ASSESMENT (A)

Dosis Omeprazole yang diberikan adalah 40 mg IV


Risk factors for clinically important bleeding a (from:
Cook et al (1994) Risk factors for gastro-intestinal
bleeding in critically ill patients. N Engl J Med 330:
377–381).
PLANNING (P) Terapi ranitidin dihentikan dan digantikan dengan  Inj. Omeprazole 2 x 40 mg

Monitoring efektivitas :
Nyeri di bagian lambung, mual, dan muntah
MONITORING Monitoring efek samping :
Sakit kepala (7%), nyeri abdominal (5%)
Hyperphosphataemia
Kondisi ini merupakan prediktor independen penyakit kardiovaskular dan mortalitas pada pasien dengan penyakit
ginjal kronis (stadium 4 dan 5)dan karena gangguan ekskresi fosfat oleh ginjal. Hal tersebut dapat diterapi dengan
pengikat fosfat oral dan diet retriksi fosfat. Obat tersebut bertujuan untuk menurunkan serum fosfat dengan cara
menurunkan absorbsi fosfat di intestinal. Hiperfosfatemia biasanya tidak menunjukkan gejala (Samuel, 2017)

PROBLEM MEDIK

Samuel C., Phosphate Binders in Patient with Chronic Kidney Disease. Aust Prescr. 2017 Feb; 40(1): 10-14

SUBJECTIVE (S) -

OBJECTIVE (O) -

TERAPI Injeksi CaCO3 3 x 1 pada tanggal 30 Mei – 1 Juni 2018

DRP : -
ASSESMENT (A)
Pengikat fosfat adalah kelas obat yang umum diresepkan untuk pasien yang menjalani dialisis. Kalsium karbonat
(CaCO3) adalah fosfat binder yang paling umum digunakan, terutama pada penyakit ginjal kronis. Biasanya
diberikan kepada pasien dengan penyakit ginjal kronis lanjut, termasuk mereka yang menerima dialisis.
Sedangkan pengikat fosfat lini kedua adalah binder berbasis alumunium. Obat ini digunakan pada penyakit ginjal
kronis non-dialisis. Pemberian fosfat binder ini tidak boleh bersamaan dengan obat lainnya karena obat ini dapat
mengganggu penyerapan obat-obatan seperti zat besi oral dan ciprofloxacin (Samuel, 2017)

ASSESMENT (A)
Samuel C., Phosphate Binders in Patient with Chronic Kidney Disease. Aust Prescr. 2017 Feb; 40(1): 10-14

Terapi dilanjutkan yaitu CaCO3 500 mg PO 3 x 1 bersama makan. Pemberiannya harus diberi
PLANNING (P)
jeda dengan obat yang lain terutama zat besi oral
Monitoring efek samping :
MONITORING
Hiperkalsemia
Mual Muntah
Mual dan muntah merupakan gejala yang sering muncul pada penyakit terminal dan penyakit yang sulit
disembuhkan. Ada beberapa penyebab potensial pada pasien dengan penyakit terminal, termasuk abnormalitas
PROBLEM MEDIK biokimia (contoh: gagal ginjal, kalsium yang tinggi di dalam darah), obat (contoh: suplemen besi atau morfin), atau
penyakit lain (contoh: kanker pada liver atau otak)

SUBJECTIVE (S) Pasien mengeluhkan mual pada tanggal 29-30 Mei 2018

OBJECTIVE (O) -

TERAPI Inj. Ondansentron 3 x 8 mg pada tanggal 29 Mei-2 Juni 2018

DRP :
P1.2 Efek obat tidak optimal
C1.1 Pemilihan obat tidak tepat

Pemberian injeksi Ondansentron untuk mual pada kasus ini kurang tepat, karena ondansentron merupakan pilihan
untuk mual yang disebabkan oleh kemoterapi dan radioterapi (Sweetman, 2009)
ASSESMENT (A)
Mual dan muntah pada penyakit ginjal bisa disebabkan oleh berbagai kondisi :
- Kehilangan protein pada penyakit ginjal lanjutan karena menurunnya fungsi ginjal. Dalam kondisi ini dapat
menyebabkan terjadinya edema yang dapat menyebar ke seluruh pencernaan sehingga bermanifestasi pada
mual dan muntah.
- Tingginya kadar racun pada gagal ginjal, karena kemampuan ekskresi menurun maka akan semakin tinggi
BUN, kreatinin, asam urat, fenol, guanidin yang menumpuk dalam tubuh. Hal tersebut dapat menstimulasi
saluran gastrointestinal.
- Adanya perubahan metabolisme yang menyebabkan enzim urea menguraikan urin menjadi amonia dan zat ini
dapat mengiritasi saluran pencernaan

ASSESMENT (A)
Burrard. Management of Nausea in Patient with Chronic Kidney Disease. Chronic Kidney Disease Symptom
Management Resource. 2017 Aug: 1-2
Johnston S. Symptom Management in Patients with Stage 5 CKD Opting for Conservative Management.
Healthcare. 2016 Dec; 4(4): 72
 

Halopuridol merupakan oabat golongan butyrophenone dan bekerja sebagai antagonis reseptor dopamin. Dopamin
merupakan neurotransmitter penting pada pusat muntah di otak. Haloperidol bekerja sebagai antagonis pada
reseptor dopamin di otak (Murray and Dorman, 2015).

ASSESMENT (A)

Murray B.F., and Dorman S., Haloperidol for The Treatment of Nausea and Vomiting in Palliative Care Patient
(Review). Cochrane Database of Systematic Reviews. 2015 Dec (2): 3
Apoteker menghentikan pemberian injeksi ondansentron dan digantikan dengan Halopuridol 0,25 mg 1 x 1 jika
PLANNING (P) pasien merasa mual. Namun jika pasien tidak merasakan gejala tersebut maka terapi dapat dihentikan.

Monitoring efektifitas :
Tidak ada keluhan mual dan muntah
MONITORING Monitoring efek samping :
Sedasi
Uremik Enselopati
PROBLEM MEDIK

SUBJECTIVE (S) -

OBJECTIVE (O)
Profesi Apoteker – Universitas
Brawijaya

TERAPI Hemodialisis pada tanggal 30 Mei 2018. HD dilakukan selama 2,5 jam

DRP :
-
Uremia adalah sindrom klinis yang berhubungan dengan ketidakseimbangan cairan, elektrolit, hormon dan
kelainan metabolik, yang berkembang secara paralel dengan penurunan fungsi ginjal. Ureum enselopati merupakan
salah satu komplikasi dari CKD. Mekanisme neurofisiologis dari ensefalopati meliputi gangguan jalur polysynaptic
dan penghambatan rangsangan yang merubah keseimbangan asam amino, akumulasi metabolit, gangguan
hormonal, dan ketidakseimbangan dalam rangsang dan penghambatan neurotransmitters.
ASSESMENT (A)  

Menurut guideline Miscellanea on Encephalopathies - A Second Look, Pengobatan yang dilakukan untuk
mengatasi enselopalopati uremia adalah dialisis
PLANNING (P) Terapi dialisis dilanjutkan
Monitoring efektivitas
MONITORING Kadar BUN
Kadar kreatinin
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai