Anda di halaman 1dari 4

AKHLAK RASULULLAH

 
Alkisah, Rasulullah SAW pernah ditanya, "Perbuatan apakah yang paling banyak
memasukkan manusia ke dalam surga?" Beliau menjawab, "Bertakwa kepada Allah dan
berbudi pekerti yang baik" (HR Tirmidzi).

Hal ini berarti pentingnya akhlak mulia bagi seorang mukmin semata-mata demi
mendatangkan ridha dan cinta Allah SWT serta meraih cinta dari hamba Allah lainnya
di alam fana ini. Sebagaimana Allah mencintai orang-orang yang bertakwa dan
menebarkan kebaikan dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam konsep struktur ajaran Islam, akhlak menempati urutan kedua setelah ajaran
inti, yakni tauhid. Artinya, akhlak Islami seharusnya dijiwai oleh makna
laailaahaillallah. Sementara, syariah menempati urutan ketiga dari inti tauhid demikian.
Oleh karena itu, syariah dalam Islam harus dijiwai tauhid sekaligus akhlak. Adapun
masalah-masalah kehidupan--misalnya kebebasan dan sebagainya--harus terikat atau
dijiwai syariat Islam.
Dengan demikian, perilaku umat Islam hendaknya sesuai syariat Islam, yang
berintikan akhlak dan berpusat pada tauhid. Dengan demikian, kita memandang
manusia bukan hanya soal jasmani, melainkan juga rohani manusia berasal dari
pancaran cahaya Allah.
Diutusnya Rasulullah SAW ke muka bumi membawa risalah paling utama, yakni
innama bu'its tu li utamima makarimal akhlaq, yang intinya untuk perbaikan
akhlak manusia. Oleh karena itu, pengurus takmir masjid, khatib, mubaligh, dan
dai sebagai pewaris ajaran Nabi Muhammad SAW mengemban misi penting
menerjemahkan akhlak sebagai perilaku sehari- hari sebagaimana risalah
kenabian. Peran itu sangat penting digembleng melalui masjid, pesantren, dan
perguruan Islam untuk melakukan gerakan perbaikan etika, akhlak, dan moral
guna menyelamatkan bangsa dari bahaya kehancuran.

Kata akhlak merupakan bentuk jamak dari kata al- khuluq, atau al-khulq, yang
secara etimologis berarti (1)tabiat, budi pekerti, (2)kebiasaan atau adat,
(3)keperwiraan, kesatriaan, kejantanan, (4) agama, dan (5)kemarahan (al-
gadab).

Karena akhlak merupakan suatu keadaan yang melekat di dalam jiwa, maka
suatu perbuatan baru disebut akhlak kalau memenuhi beberapa syarat.
Pertama, perbuatan itu dilakukan secara berulang-ulang. Bila dilakukan
sesekali saja, tidak dapat disebut akhlak. Kedua, perbuatan itu timbul dengan
mudah tanpa dipikirkan atau diteliti lebih dulu sehingga benar-benar telah
menjadi suatu kebiasaan.
Akhlak menempati posisi yang sangat penting dalam Islam sehingga setiap aspek
dari ajaran agama ini selalu berorientasi pada pembentukan dan pembinaan
akhlak yang mulia, yang disebut akhlakul karimah. Hal ini antara lain tercantum
dalam hadis Rasulullah SAW, Sesungguhnya saya diutus untuk
menyempurnakan akhlak yang mulia. (HR Ahmad, Baihaki, dan Malik). Pada
riwayat lain Rasulullah SAW bersabda, Mukmin yang paling sempurna imannya
adalah orang yang paling baik akhlaknya (HR Tirmizi).
Akhlak Nabi SAW disebut dengan akhlak Islam karena bersumber dari Alquran
dan Alquran datang dari Allah SWT. Karena itu, akhlak Islam berbeda dengan
akhlak ciptaan manusia
 
(wad'iyah). Ayat Alquran paling sarat memuji Nabi Muhammad SAW adalah ayat
berbunyi, "Wa innaka la'ala khuluqin `azhim", yang artinya sesungguhnya
engkau (hai Muhammad) memiliki akhlak yang sangat agung.
Kata khuluqberarti akhlak secara linguistik mempunyai akar kata yang sama
dengan khalqyang berarti ciptaan. Bedanya kalau kalau khalqlebih bermakna
ciptaan Allah yang bersifat lahiriah dan fisikal, maka khuluqadalah ciptaan
Allah yang bersifat batiniah.
Seorang sahabat pernah mengenang Nabi Muhammad SAW yang mulia dengan
kalimat kana rasulullah ahsanan nasi khalqan wa khuluqanbahwa Rasulullah
SAW adalah manusia yang terbaik secara khalqdan khuluq.  Dengan demikian,
Nabi Muhammad SAW adalah manusia sempurna dalam segala aspek, baik
lahiriah maupun batiniah.
Kesempurnaan lahiriah beliau sering kita dengar dari riwayat para sahabat yang
melaporkan tentang sifat-sifat beliau. Hindun bin Abi Halah, misalnya,
mendeskripsikan sifat-sifat lahiriah beliau bahwa Nabi Muhammad SAW adalah
seorang manusia yang sangat anggun, yang wajahnya bercahaya bagaikan bulan
purnama pada saat sempurnanya. Badannya tinggi sedang.
Akhlak Nabi Muhammad SAW adalah cerminan Alquran. Bahkan, beliau sendiri
adalah Alquran hidup yang hadir di tengah-tengah umat manusia. Membaca dan
menghayati akhlak beliau berarti membaca dan menghayati isi kandungan
Alquran. Itulah mengapa Siti Aisyah berkata akhlak Nabi adalah Alquran. 
 

Anda mungkin juga menyukai