Anda di halaman 1dari 68

FARMAKOLOGI

ANESTESI

K Sudiarta, Ns, CAN, CPM


 Anestetik lokal yang merupakan penghilang rasa
sakit tanpa disertai hilang kesadaran
 Anestetik umum sebagai penghilang rasa sakit
yang disertai hilangnya kesadaran
 Guedel (1920) membagi anestesi umum dengan
eter menjadi 4 stadium, yaitu stadium analgesia,
stadium delirium, stadium pembedahan, dan
stadium paralisis medulla
Prinsip dasar farmakologi klinik
obat anestesi

 Transfer Membran Obat Anestetik


 Transport lintas membran
 Difusi pasif dan transport aktif
Prinsip dasar farmakologi klinik
obat anestesi

 Absorbsi dan Bioavailabilitas Obat


 Proses penyerapan obat dari tempat pemberian,
menyangkut kelengkapan dan kecepatan trasfer obat
dari tempat pemberiannya
 Jumlah obat, dalam persen terhadap dosis, yang
mencapai tempat kerjanya atau sirkulasi sistemik
 Pemberian intravena tidak mengalami absorpsi, maka
kadar obat dalam darah diperoleh secara tepat, cepat
dan dapat disesuaikan dengan renspon penderita
Prinsip dasar farmakologi klinik
obat anestesi

 Distribusi Obat
 Fase pertama terjadi segera setelah penyerapan, yaitu ke
organ yang perfusinya sangat baik (jantung, hati, ginjal
dan otak)
 Fase kedua mencakup organ yang perfusinya tidak sebaik
organ di atas (otot, vicera, kulit dan jaringan lemak)
 Derajat ikatannya ditentukan oleh afinitas obat terhadap
protein, kadar obat dan kadar proteinnya sendiri,
sehingga Pengikatan obat ini akan berkurang jika terjadi
malnutrisi berat karena akan terjadi defisiensi protein
Prinsip dasar farmakologi klinik
obat anestesi

 Eliminasi Obat
 Filtrasi di glomerulus, sekresi aktif di tubuli proksimal,
dan reabsorpsi pasif di tubuli proksimal dan distal
Prinsip dasar farmakologi klinik
obat anestesi

 Metabolisme Obat
 Biotransformasi atau metabolisme obat  proses
perubahan struktur kimia obat dalam tubuh dan
dikatalisis oleh enzim
Prinsip dasar farmakologi klinik
obat anestesi

 Prinsip Farmakokinetik Klinik


 Farmakologi klinik adalah cabang farmakologi yang
mempelajari efek obat pada manusia
 Farmakokinetik klinik adalah bagian farmakologi
klinik yang membahas obat dari segi
farmakokinetiknya
 Hubungan antara toksisitas obat dengan cara
penentuan kadar obat tersebut di dalam tubuh
 Bersihan obat
 Konsep yang terpenting dalam menentukan dosis
dari suatu obat
Dosis = CL x Css
 CL adalah bersihan obat secara keseluhan (bersihan
sistemik) dan Css adalah konsentrasi dalam sirkulasi
yang dikehendaki
 Bersihan sistemik dapat dihitung
CL sistemik = CL renal + CL hepar + CL organ lain
 Volume distribusi
 Volume distribusi dari suatu obat berhubungan
dengan jumlah obat yang ada dalam tubuh dan
konsentrasi obat tersebut dalam plasma
VD = Xd / C
 Xd adalah jumlah obat yang baru saja diberikan
dan C adalah konsentrasinya dalam plasma sesaat
setelah itu (t=0)
 Waktu paruh
 Waktu yang dibutuhkan untuk menurunkan
konsentrasi obat dalam plasma sampai setengah
jumlah semula. Waktu paruh dipengaruhi baik oleh
nilai bersihan maupun nilai volume distribusi
t 1/2 = 0,693 x Vss / CL
 Bioaviabilitas
 Jumlah obat yang mencapai sirkulasi sistemik
dapat dinyatakan sebagai fraksi dari suatu dosis
 Penentuan dosis obat
 Seberapa besar jumlah yang diperlukan, ditentukan dengan menentukan
tingkat konsentrasi minimal yang dapat menimbulkan efek separuh dari
efek terapi yang diharapkan, dan tingkat konsentrasi maksimal yang
umumnya ditentukan pada jumlah konsentrasi obat dimana akan
menimbulkan efek toksik pada 5-10 % dari seluruh penderita

 Dosis awal adalah dosis yang diperlukan untuk mencapai tingkat


konsentrasi optimal dalam waktu singkat

 Dosis pemeliharaan adalah jumlah obat yang diperlukan untuk


mempertahankan konsentrasi obat dalam sirkulasi sistemik dalam
keadaan stabil
Farmakologik Anestetik Umum
Anestetik Inhalasi

Ether
 Eter tidak berwarna , mudah menguap, dan berbau khas.
Eter tidak bereaksi dengan soda lime, mudah terbakar atau
meledak, dan dapat terurai oleh cahaya, panas, atau udara
 Mampu meningkatkan denyut nadi, merangsang simpatis,
dan mendepresi vagal.
 Aritmia jarang terjadi. Frekuensi napas bertambah pada
permulaan anestesi, dan kemudian melambat. S
 ekresi saluran napas meningkat. Tekanan intrakranial juga
meningkat akibat dilatasi pembuluh darah otak
 Keuntungan: harganya murah dan mudah didapat,
tidak perlu digabung dengan obat anestesi lain,
karena memenuhi trias anestesi.
 Batas keamanan eter cukup lebar sehingga mudah
digunakan
 Kelemahan: mudah terbakar dan meledak, bau
yang tidak enak dan iritatif, hipersekresi kelenjar
ludah, serta menyebabkan hiperglikemia dan mual
muntah
Halotan
 Nama kimia IUPAC 2bromo-2-kloro-1,1,1-
trifluoroetan.
 Agen anestetik yang bersifat terfluorinasi
 Karakter fisik bersih, tidak berwarna, tidak mudah
terbakar, dan tidak iritatif.
 Titik didih 50,3 oC. Dekomposisi dapat terjadi
setelah pemajanan sinar, dan untuk menghindari hal
ini, halotan perlu ditambahkan timol 0,01%
 Untuk induksi anestesi, diberikan dengan konsentrasi 2-4%
v/v pd dewasa, dan 1,5-2 % v/v pada anak-anak, dan
diberikan bersama oksigen atau campuran oksigen-nitrous
oksida.
 Induksi dapat dimulai dengan konsentrasi 0,5% v/v dan
secara bertahap dititrasi dengan meningkatkan dosis ke level
tertentu.
 Untuk dosis pemeliharaan dewasa dan anak-anak adalah 0,5-
2 % v/v. Untuk orang tua, dosis dapat dikurangi
 Perlu mempertimbangkan fisiologis hepar, karena halotan
secara bermakna dapat memicu hepatitis fulminan.
 Halotan juga bersifat mendepresi miokardial
sehingga menyebabkan bradikardi dan hipotensi.
 Peningkatan sensitivitas terhadap katekolamin
mampu menyebabkan aritmia jantung.
 Efek samping lainnya adalah PONVS (Post
operative nausea, vomiting, and Shivering),
peningkatan tekanan intrakrnial, penurunan aliran
darah renal dan GFR, hipertermia
Enfluran
 Nama kimia 1-kloro-1,1,2,-trifluoroetil-difluorometil-
eter.
 Nilai MAC adalah 1,68. Induksi dengan enfluran terjadi
secara cepat dan lancar. Jarang terdapat mual dan
muntah. Pemulihan paska anestesi enfluran juga cepat
 Poten, mendepresi SSP dan menimbulkan efek hipnotik
 Konsentrasi inspirasi 3-3,5% dapat timbul perubahan
pada EEG, berupa gelombang epileptiform
 Menimbulkan penurunan tekanan darah disebabkan
depresi pada miokard
 Mendepresi napas dengan menurunkan volume
tidal
 Efek relaksasi sedang
 Tidak memiliki efek hepatotoksik atau nefrotoksik
Desfluran
 Nama kimia 2,2,2-trifluoro-1-fluoroetil-
difluorometil eter
 Onset kerja yang sangat singkat dan kelarutan
dalam darahnya sangat rendah
 Kelemahan potensinya yang kurang kuat, perih,
dan harga yang mahal
 Menyebabkan takikardi dan iritasi saluran napas
bila digunakan pada konsentrasi lebih dari 10%.
 Sangat stabil dan tahan terhadap degradasi soda
lime dan hepar
 Konsentrasi rata-rata setelah pemberian 1.0 MAC
(minimum alveolar concentration) / jam desflurane
adalah kurang dari 1 mmol/L
Isofluran
 Isomer dari enfluran dengan efek-efek samping
yang minimal. Isofluran memiliki nama kimia 2-
kloro-2-(difluorometoksi)-1,1,1trifluoro-etan
 Karakteristik fisik isofluran antara lain titik didih
48,5 OC, nilai MAC 1,15 vol %
 Isofluran mengikat reseptor GABA, reseptor
glutamat, dan reseptor glisin, serta menghambat
konduksi kanal kalium
 Memiliki efek relaksasi otot yang baik dan
berpotensiasi dengan obat relaksan otot, namun
tidak terlalu merelaksasi otot uterus pada kasus
obstetri
 Tidak menimbulkan perubahan gambaran
epileptiform pada EEG, serta tidak begitu
mempengaruhi aliran darah otak
Sevofluran
 Nama kimia fluorometil heksafluoroisopropil eter,
merupakan agen anestesi inhalasi berbagu manis,
tidak mudah meledak, yang merupakan hasil
fluorinasi metil isopropil eter
 Titik didih 58,6 oC dan nilai MAC 2 vol%.
 Dapat diberikan bersama O2 dan N2O.
 Onset kerja obat sangat cepat, dan konsentrasinya
dalam darah relatif rendah
Metoksifluran
 Tahun 1960 dan 1970an kontra indikasi terhadap
pasien dengan penyakit ginjal karena
biotransformasinya menjadi nephrotoksik, florida
inorganik, dan asam oksalik
Nitrous Oksida (N2O)
 Diserap dengan cepat dalam tubuh, yaitu 1
liter/menit dalam menit pertama
 Zat anestesi lemah, menimbulkan efek analgesia
dan hipnotik lemah
 Efek analgetik sangat kuat
 Efek kardiovaskular minimal, sehingga perubahan
pada frekuensi jantung, irama, dan curah jantung
maupun EKG juga minimal
Xenon
 Xenon memiliki nilai MAC 71 vol%, menyebabkan
unsur ini lebih poten 50% dibanding N2O.
 Penggunaan bersama oksigen akan meminimalisir
risiko hipoksia
 Adanya penghambatan pompa kalsium ATP-ase,
yang menyebabkan hilangnya kalsium sel,
termasuk membran sel sinaptik
 Xenon memiliki interaksi nonspesifik dengan lipid
membran
Anestetik Intravena
 Anestesi yang ideal akan bekerja secara cepat dan
baik serta mengembalikan kesadaran dengan cepat
segera sesudah pemberian dihentikan
Propofol
 Derivat fenol yang banyak digunakan sebagai
anastesia intravena
 Mengandung lecitin, glycerol dan minyak soybean,
sedangkan pertumbuhan kuman dihambat oleh
adanya asam etilendiamintetraasetat atau sulfat
 Bersifat lipofilik dimana 98% terikat protein
plasma, eliminasi dari obat ini terjadi di hepar
menjadi suatu metabolit tidak aktif
 Dosis induksi cepat menyebabkan sedasi (rata-rata 30-45 detik)
dan kecepatan untuk pulih juga relatif singkat
 Satu ampul 20 ml mengandung propofol 10mg/ml.
 Bersifat hipnotik murni tanpa disertai efek analgetik ataupun
relaksasi otot
 dosis induksi (2mg /kgBB)
 Pemulihan kesadaran berlangsung cepat
 Menyebakan depresi pada jantung dan pembuluh darah dimana
tekanan dapat turun sekali disertai dengan peningkatan denyut
nadi
 Pengaruh terhadap frekuensi jantung juga sangat minim
Dosis dan penggunaan propofol sebagai agen anestesi, yaitu:
 Induksi : 2,0 sampai 2.5 mg/kg IV.

 Sedasi : 25 to 75 µg/kg/min dengan I.V infus

 Dosis pemeliharaan pada anastesi umum : 100 - 150 µg/kg/min IV

(titrasi).
 Turunkan dosis pada orang tua atau gangguan hemodinamik atau

apabila digabung penggunaanya dengan obat anastesi yang lain.


 Dapat dilarutkan dengan Dextrosa 5 % untuk mendapatkan konsentrasi

yang minimal 0,2%


 Profofol mendukung perkembangan bakteri, sehingga harus berada

dalam lingkungan yang steril dan hindari profofol dalam kondisi sudah
terbuka lebih dari 6 jam untuk mencegah kontaminasi dari bakteri.
 Menyebabkan nyeri selama pemberian pada 50%
sampai 75%. Nyeri ini bisa muncul akibat iritasi
pembuluh darah vena, nyeri pada pemberian
propofol dapat dihilangkan dengan menggunakan
lidocain (0,5 mg/kg)
Etomidate
 Agen anestetik intravena kerja cepat yang
digunakan sebagai induksi dan sedasi dalam
prosedur operasi singkat
 Etomidate bekerja dalam rentang 5-10 menit dan
memiliki waktu paruh 2-5 menit dan akan habis
setelah 75 menit
 Dosis anestetik induksi rata-rata untuk dewasa adalah
0,3 mg/Kg intravena, dengan dosis tipikal antara 20-
40 mg.
 Dosis inisial adalah 0,2-0,6 mg/Kg dengan masa kerja
30-60 menit.
 Dosis pemeliharaan adalah 5-20 µg/Kg/menit
intravena. Seperti halnya anestesi umum lainnya,
etomidat menyebabkan hilangnya kesadaran. Untuk
prosedur kardioversi, dosis yang digunakan adalah 10
mg dan pemberian ini dapat diulang
Barbiturat
 Efek utama barbiturat ialah depresi SSP
 Efek hipnotik barbiturat dapat dicapai dalam waktu
20-60 menit dengan dosis hipnotik
 Pemberian barbiturat dosis sedatif hampir tidak
berpengaruh terhadap pernafasan,
 Dosis hipnotik menyebabkan pengurangan
frekuensi nafas. Pernafasan dapat terganggu karena
 Tiopental :
 Di gunakan untuk induksi pada anestesi umum.
 Operasi yang singkat (reposisi fraktur, insisi, jahit luka).
 Sedasi pada analgesik regional
 Mengatasi kejang-kejang pada eklamsia, epilepsi, dan
tetanus
 Fenobarbital :
 Untuk menghilangkan ansietas
 Sebagai antikonvulsi (pada epilepsi)
 Untuk sedatif dan hipnotik
Benzodiazepin
 Diazepam (valium), Lorazepam (Ativan) dan
Midazolam (Versed)
 Diazepam dan lorazepam tidak larut dalam air dan
kandungannya berupa propylene glycol
 Dimetabolisme di hepar, efek puncak akan muncul
setelah 4 - 8 menit setelah diazepam disuntikkan
secara I.V dan waktu paruh dari benzodiazepine ini
adalah 20 jam
 Dosis midazolam bervariasi tergantung dari pasien
itu sendiri
 Untuk preoperatif digunakan 0,5 – 2,5mg/kgbb
 Untuk keperluan endoskopi digunakan dosis 3 – 5
mg
 Sedasi pada analgesia regional, diberikan intravena
 Menghilangkan halusinasi pada pemberian
ketamin.
Ketamin
 Rapid acting non barbiturat general anesthethic
termasuk golongan fenyl cyclohexylamine dengan
rumus kimia 2-(0-chlorophenil) 2 (methylamino)
cyclohexanone hydrochloride
 Ketamin mempunyai efek analgesi yang kuat sekali
akan tetapi efek hipnotiknya kurang (tidur ringan)
yang disertai penerimaan keadaan lingkungan yang
salah (anestesi disosiasi)
 Dosis intravena ketamin, yaitu 1-4 mg/kgBB, dengan
dosis rata-rata 2 mg/kgBB dengan lama kerja 15-20 menit
 Dosis tambahan 0,5 mg/kgBB sesuai kebutuhan.
 Dosis intramuskular, yaitu 6-12, mg/kgBB, dosis rata-rata
10 mg/kgBB dengan lama kerja 10-25 menit,
 Anak dengan ulangan 0,5 dosis permulaan
 Merupakan analgesi yang sangat kuat
 Ketamin baik untuk analgesi pada bayi/anak tanpa
menyebabkan efek hipnotik-sedasi (menggunakan
subdose 2,5 mg/kgBB, IM)
 Tidak mempunyai daya pelemas otot, kadang-kadang malah
tonus otot meningkat disertai gerakan-gerakan yang tidak
terkendali, sehingga ketamin tidak begitu baik bila digunakan
sebagai obat tunggal
 Menggunakan ketamin menyebabkan desosiasi karena obat ini
mempengaruhi asosiasi di korteks serebri
 Eksitasi dapat terjadi pada pemberian ketamin (seperti mimpi
yang menakutkan), pencegahannya dengan pemberian obat
tranquilizer
 Ketamin juga berefek gangguan psikis setelah siuman dan gejala
kejang sewaktu dalam anestesi. Efek ini dapat dicegah dengan
pemberian valium
 Merangsang pelepasan katekolamin endogen dengan
akibat terjadi peningkatan denyut nadi, tekanan darah
dan curah jantung
 Menguntungkan untuk anestesi pada pasien syok /
renjatan
 Menyebabkan dilatasi bronkhus dan bersifat antagonis
terhadap efek kontraksi bronkhus oleh histamin
 Baik untuk penderita asma dan untuk mengurangi
spasme bronkhus pada anestesi umum yang ringan
 Tekanan darah akan naik baik sistole maupun
diastole.
 Kenaikan rata-rata antara 20-25 % dari tekanan
darah semula, mencapai maksimal beberapa menit
setelah suntikan dan akan turun kembali dalam 15
menit kemudian
 Ketamin dapat meningkatkan gula darah 15 % dari
keadaan normal
Obat Anestesi Lokal
 Merintangi secara bolak-balik penerusan impuls-
impuls saraf ke Susunan Saraf Pusat (SSP) dan
dengan demikian menghilangkan atau mengurangi
rasa nyeri, gatal-gatal, rasa panas atau rasa dingin
 Mempunyai efek yang penting terhadap SSP,
ganglia otonom, cabang-cabang neuromuskular dan
semua jaringan otot
Persyaratan obat yang boleh digunakan sebagai
anestesi regional

 Tidak mengiritasi dan tidak merusak jaringan saraf


secara permanen
 Batas keamanan harus lebar
 Efektif dengan pemberian secara injeksi atau
penggunaan setempat pada membran mukosa
 Mulai kerjanya harus sesingkat mungkin dan
bertahan untuk jangka waktu yang yang cukup lama
 Dapat larut air dan menghasilkan larutan yang
stabil, juga stabil terhadap pemanasan
Golongan obat anestesi lokal
 Senyawa ester
Tetrakain, benzokain, kokain, prokain dengan
prokain sebagai prototip
 Senyawa amida
Dibukain, lidokain, mepivakain dan prilokain
 Lainnya
fenol, benzilalkohol, etilklorida, cryofluoran
Jenis anestesi lokal dalam bentuk parenteral yang
paling banyak digunakan
 Anestesi permukaan
 Anestesi Infiltrasi
 Anestesi Blok
 Anestesi Spinal
 Anestesi Epidural
 Anestesi Kaudal
Amida Topikal Infiltrasi Blok Saraf ARIV Epidural Spinal
intratekal
Lidokain + + + + + +
Etidokain - + + - + -
Prilokain - + + + + -
Mepivakain - + + - + -
Bupivakain - + + - + +
Ropivakain - + + - + +
levobupiva - + + - + +
kain
Dibukain
 Merupakan anestetik lokal yang paling kuat, paling
toksik dan mempunyai masa kerja panjang.
 Dibandingkan dengan prokain, dibukain kira-kira 15
kali lebih kuat dan toksik dengan masa kerja 3 kali
lebih panjang.
 Digunakan untuk anesthesia suntikan pada kadar 0,05-
0,1%; untuk anesthesia topical telinga 0,5-2%; dan
untuk kulit berupa salep 0.5-1%.
 Dosis total dibukain pada anesthesia spinal ialah 7,5-
10mg
Lidokain
 Merupakan aminoetilamid.
 Pada larutan 0,5% toksisitasnya sama, tetapi pada
larutan 2% lebih toksik daripada prokain.
 Larutan lidokain 0,5% digunakan untuk anesthesia
infiltrasi,
 Larutan 1,0-2% untuk anesthesia blok dan topical
 Efek samping lidokain: mengantuk, pusing,
parestesia, gangguan mental, koma, dan seizures
 Anesthesia infiltrasi dengan mula kerja 5 menit
 Masa kerja kira-kira satu jam dibutuhkan dosis 0,5
– 1,0 ml. untuk blockade saraf digunakan 1 – 2 ml.
 Dapat menurunkan iritabilitas jantung, karena itu
juga digunakan sebagai aritmia
Mepivakain HCl
 Digunakan untuk anesthesia infiltrasi, blokade saraf regional
dan anesthesia spinal.
 Sediaan untuk suntikan merupakan larutan 1,0; 1,5 dan 2%
 Mula kerjanya hampir sama dengan lidokain, tetapi lama
kerjanya lebih panjang sekitar 20%.
 Tidak efektif sebagai anestetik topikal.
 Toksisitas setara dengan lignokain (lidokain) namun bila
mepivacain dalam darah sudah mencapai tingkat tertentu,
akan terjadi eksitasi sistem saraf sentral bukan depresi, dan
eksitasi ini dapat berakhir berupa konvulsi dan depresi
respirasi
Prilokain
 Formula kimiawi dan farmakologi yang mirip
dengan lignokain dan mepivakain
 Dapat menimbulkan methemoglobinemia
 Metahaemoglobin yang cukup besar hanya dapat
terjadi bila dosis obat yang dipergunakan lebih dari
400 mg. metahaemoglobin 1% terjadi pada
penggunaan dosis 400 mg
Bupivakain (Markain)
 Mengandung amin dan butyl piperidin
 Anestetik lokal yang mempunyai masa kerja yang
panjang
 Efek blockade terhadap sensorik lebih besar
daripada motorik
 Dosis maksimum untuk anestesia infiltrasi adalah
sekitar 2 mg/KgBB
Ropivakain HCl (Naropin)
 Naropin injeksi tidak mengandung bahan pengawet
dan tersedia dalam bentuk sediaan dosis tunggal
dengan konsentrasi masing-masing 2,0 mg/mL
(0,2%), 5,0 mg/mL (0,5%), 7,5 mg/mL (0,75%),
dan 10 mg/mL (1,0%)
 Efek samping akut yang Paling sering dijumpai dan
memerlukan penanganan yang cepat adalah efek
sampingnya pada sistem saraf pusat (SSP) dan
sistem kardiovaskuler
Etidokain (Duranest)
 Indikasi untuk anastesi infiltrasi, perpheral nerve
blok (pada Brachial Plexus, intercostals,
retrobulbar, ulnar dan inferior alveolar) dan pusat
neural blok (Lumbal atau Caudal epidural blok)
Analgetika
 Mekanisme terjadinya nyeri melewati 4 tahapan
 Transduksi
Perubahan patofisiologis karena mediator-mediator nyeri mempengaruhi
juga nosiseptor diluar daerah trauma sehingga lingkaran nyeri meluas
 Transmisi
Proses penerusan impuls nyeri dari nosiseptor saraf perifer melewati kornu
dorsalis, korda spinalis menuju korteks serebri
 Modulasi
Proses pengendalian internal oleh sistem saraf, dapat meningkatkan atau
mengurangi penerusan impuls nyeri
 Persepsi
Hasil rekonstruksi susunan saraf pusat tentang impuls nyeri yang diterima
Opioid
 Zat sintetik atau natural yang dapat berikatan
dengan reseptor Morfin
 Morfin
 Meperidin / petidin
 Fentanyl
Beberapa indikasi penggunaan Fentanil, yaitu :
 Nyeri hebat karena luka bakar.

 Pasien-pasien yang alergi dengan Morfin.

 Nyeri hebat karena fraktur tulang.

 Nyeri non-traumatik seperti batu pada ginjal.

 Pasien-pasien yang menderita kanker.


Beberapa kontra indikasi penggunaan Fentanil,
yaitu:
 Adanya gangguan atau depresi pernafasan.
 Hipotensi yang tidak terkoreksi.
 Alergi terhadap zat-zat narkotik.
 Pasien-pasien dengan curiga klinis cedera kepala,
dada, atau cedera perut.
Non steroid analgetic
anti inflamation drugs (NSAID)
Relaksan
 Digunakan untuk melemaskan otot rangka atau
untuk melumpuhkan otot
 Golongan obat yang menimbulkan depolarisasi,
secara fisik menyerupai asetilkolin (ACh)
 Golongan non-depolarisasi juga terikat pada
reseptor ACh namun tidak menyebabkan
terbukanya kanal natrium sehingga tidak terjadi
kontraksi otot skeletal, karena tidak timbul
potensial aksi pada lempeng akhir motori
Obat golongan depolarisasi

Masa kerja singkat :

Succinylcholine

Decamethonium

Obat golongan non-depolarisasi

Masa kerja lama :

Tubocurarine

Metocurine

Doxacurium

Pancuronium

Pipecuronium

Gallamine

Masa kerja sedang :

Atracurium

Vecuronium

Rocuronium

Masa kerja singkat :

Mivacurium
Succinylcholine
 Hidrolisis secara cepat oleh plasma cholinesterase menjadi
succinylmonocholine
 Waktu paruhnya sekitar 2-4 menit
 Dosis efektif pada otot adductor pollicis adalah 0,3 - 0,5 mg / kg.
Sedangkan dosis efektif yang menimbulkan efek pada 50 % penderita
adalah 0,2 - 0,3 mg / kg
 Mula kerja obat ini dengan dosis subparalisis (kurang dari 0,3 - 0,5 mg/kg)
sekitar 1,5-2 menit.
 Dosis yang lebih besar ( 1-1,5 mg/kg ) akan menimbulkan efek dalam
waktu 1 menit.
 Mula kerjanya lebih cepat berefek pada diafragma dan otot laring, serta
akan lebih cepat pada anak-anak dari pada dewasa.
 Lama kerjanya dengan dosis 1 mg/kg adalah 10-12 menit
Pancuronium bromide (Pavulon)
 Pelumpuh otot golongan non-depolarisasi dengan
mula kerja yang lambat dan masa kerja panjang
 Dosis 0,1 mg/kg
 Dosis efektif dari pancuronium adalah 60 mg/kg
dan sebagaimana pelumpuh otot nondepolarisasi
yang lain, mula kerjanya bertambah singkat pada
bayi dan anak-anak
Vecuronium (Norcuron / Ecron)
 Dosis awal yang dibutuhkan adalah 0,1 mg/kg dan dapat
ditingkatkan sampai 0,3 mg/kg, namun dosis 0,15 mg/kg
sudah cukup untuk memberikan efek blok dengan mula kerja
1-2 menit setelah pemberian sebagai sarana intubasi trakhea.
 Dosis efektif dari obat ini adalah 50 mg/kg dan akan
mempunyai mula kerja yang lebih singkat pada anak-anak,
namun akan memanjang pada bayi dan orang tua karena
adanya penurunan bersihan plasma. Masa kerjanya dengan
dosis pemeliharaan 0,1 mg/kg adalah 23 menit
 Sebagai alternatif dapat diberikan secara terus menerus
melalui infus dengan dosis 1-2 m g/kg
Atracurium
 Pelumpuh otot dengan masa kerja yang relatif singkat
 Waktu paruhnya adalah 20 menit.
 Dosis efektif obat ini adalah 200 mg/kg dengan efek blok
maksimal dicapai setelah 5-6 menit.
 Dosis 0,5 mg/kg diperlukan untuk intubasi trakhea dengan
efek maksimal dicapai setelah 30-60 detik setelah pemberian.
 Dosis awal yang dibutuhkan untuk menimbulkan relaksasi
otot adalah 0,25 mg/kg dan dilanjutkan dengan dosis
pengulangan sebesar 0,1 mg/kg setiap 10-20 menit dengan
pemberian perinfus sebanyak 5-10 mg/kg

Anda mungkin juga menyukai