Ø Penyakit jantung reumatik adalah penyakit yang di tandai dengan kerusakan pada katup
jantung akibat serangan karditis reumatik akut yang berulang kali. (kapita selekta, edisi 3,
2000)
B. ETIOLOGI
Terjadinya jantung rematik disebabkan langsung oleh demam rematik, suatu penyakit
sistemik yang disebabkan oleh infeksi streptokokus grup A. demam rematik
mempengaruhi semua persendian, menyebabkan poliartritis. Jantung merupakan organ
sasaran dan merupakan bagian yang kerusakannya paling serius.
D. MANIFESTASI KLINIS
Gejala jantung yang muncul tergantung pada bagian jantung yang terkena. Katup mitral
adalah yang sering terkena, menimbulkan gejala gagal jantung kiri: sesak napas dengan
krekels dan wheezing pada paru. Beratnya gejala tergantung pada ukuran dan lokasi
lesi.
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pasien demam rematik 80% mempunyai ASTO positif. Ukuran proses inflamasi
dapat dilakukan dengan pengukuran LED dan protein C-reaktif.
F. PENATALAKSANAAN
Tata laksana demam rematik aktif atau reaktivitas adalah sebagai berikut:
3. Antiinflamasi Salisilat biasanya dipakai pada demam rematik tanpa karditis, dan
ditambah kortikosteroid jika ada kelainan jantung.
G. PENCEGAHAN
A. PENGKAJIAN
a. Aktivitas/istrahat
Gejala : Kelelahan, kelemahan.
Tanda : Takikardia, penurunan TD, dispnea dengan aktivitas.
b. Sirkulasi
Gejala : Riwayat penyakit jantung kongenital, IM, bedah jantung. Palpitasi, jatuh pingsan.
Tanda : Takikardia, disritmia, perpindahan TIM kiri dan inferior, Friction rub, murmur, edema, petekie,
hemoragi splinter.
c. Eliminasi
Gejala : Nyeri pada dada anterior yang diperberat oleh inspirasi, batuk, gerakan menelan, berbaring;
nyeri dada/punggung/ sendi.
e. Pernapasan
Tanda : takipnea, bunyi nafas adventisius (krekels dan mengi), sputum banyak dan berbercak darah
(edema pulmonal).
f. Keamanan
Tanda : Demam.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
b. Intoleran aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan kebutuhan.
c. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan dalam preload/peningkatan tekanan atrium dan
kongesti vena.
C. INTERVENSI
Intervensi :
1. Selidiki laporan nyeri dada dan bandingkan dengan episode sebelumnya. Gunakan skala nyeri (0-
10) untuk rentang intensitas. Catat ekspresi verbal/non verbal nyeri, respons otomatis terhadap nyeri
(berkeringat, TD dan nadi berubah, peningkatan atau penurunan frekuensi pernapasan).
R/ : Perbedaan gejala perlu untuk mengidentifikasi penyebab nyeri. Perilaku dan perubahan tanda
vital membantu menentukan derajat/ adanya ketidaknyamanan pasien khususnya bila pasien menolak
adanya nyeri.
R/ : aktivitas yang meningkatkan kebutuhan oksigen miokardia (contoh; kerja tiba-tiba, stress,
makan banyak, terpajan dingin) dapat mencetuskan nyeri dada.
R/ : Mengarahkan kembali perhatian, memberikan distraksi dalam tingkat aktivitas individu.
4. Dorong menggunakan teknik relaksasi. Berikan aktivitas senggang.
R/ : Membantu pasien untuk istirahat lebih efektif dan memfokuskan kembali perhatian sehingga
menurunkan nyeri dan ketidaknyamanan.
R/ : Dapat menghilangkan nyeri, menurunkan respons inflamasi dan meningkatkan kenyamanan.
b. Intoleran aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan kebutuhan.
Intervensi :
1. Kaji toleransi pasien terhadap aktivitas menggunakan parameter berikut: frekuensi nadi 20/menit
diatas frekuensi istirahat; catat peningkatan TD, dispnea atau nyeri dada; kelelahan berat dan
kelemahan; berkeringat; pusing; atau pingsan.
R/ : Parameter menunjukkan respons fisiologis pasien terhadap stres aktivitas dan indikator derajat pengaruh
kelebihan kerja/jantung.
2. Kaji kesiapan untuk meningkatkan aktivitas contoh penurunan kelemahan/kelelahan, TD stabil/frekuensi nadi,
peningkatan perhatian pada aktivitas dan perawatan diri.
R/ : Stabilitas fisiologis pada istirahat penting untuk memajukan tingkat aktivitas individual.
R/ : Konsumsi oksigen miokardia selama berbagai aktivitas dapat meningkatkan jumlah oksigen yang ada. Kemajuan
aktivitas bertahap mencegah peningkatan tiba-tiba pada kerja jantung.
4. Berikan bantuan sesuai kebutuhan dan anjurkan penggunaan kursi mandi, menyikat gigi/rambut dengan duduk dan
sebagainya.
R/ : Teknik penghematan energi menurunkan penggunaan energi sehingga membantu keseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen.
5. Dorong pasien untuk berpartisipasi dalam memilih periode aktivitas.
R/ : Seperti jadwal meningkatkan toleransi terhadap kemajuan aktivitas dan mencegah kelemahan.
c. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan dalam preload/peningkatan tekanan
atrium dan kongesti vena.
Intervensi :
R/ : Indikator klinis dari keadekuatan curah jantung. Pemantauan memungkinkan deteksi dini/tindakan
terhadap dekompensasi.
2. Tingkatkan/dorong tirah baring dengan kepala tempat tidur ditinggikan 45 derajat.
R/ : Menurunkan volume darah yang kembali ke jantung (preload), yang memungkinkan
oksigenasi, menurunkan dispnea dan regangan jantung.
3. Bantu dengan aktivitas sesuai indikasi (mis: berjalan) bila pasien mampu turun dari
tempat tidur.
R/ : Melakukan kembali aktivitas secara bertahap mencegah pemaksaan terhadap
cadangan jantung.
R/ : Memberikan oksigen untuk ambilan miokard dalam upaya untuk mengkompensasi
peningkatan kebutuhan oksigen.
5. Berikan obat-obatan sesuai indikasi. Mis: antidisritmia, obat inotropik, vasodilator, diuretik.
R/ : pengobatan distritmia atrial dan ventrikuler khusnya mendasari kondisi dan simtomatologi
tetapi ditujukan pada berlangsungnya/meningkatnya efisiensi/curah jantung. Vasodilator digunakan
untuk menurunkan hipertensi dengan menurunkan tahanan vaskuler sistemik (afterload). Penurunan
ini mengembalikan dan menghilangkan tahanan. Diuretic menurunkan volume sirkulasi (preload),
yang menurunkan TD lewat katup yang tak berfungsi, meskipun memperbaiki fungsi jantung dan
menurunkan kongesti vena.
Tujuan : Menunjukkan keseimbangan masukan dan haluaran, berat badan stabil, tanda vital
dalam rentang normal, dan tak ada edema.
Intervensi :
1. Pantau pemasukan dan pengeluaran, catat keseimbangan cairan (positif atau negatif), timbang berat badan tiap
hari.
R/ : Penting pada pengkajian jantung dan fungsi ginjal dan keefektifan terapi diuretik. Keseimbangan cairan positif
berlanjut (pemasukan lebih besar dari pengeluaran) dan berat badan meningkat menunjukkan makin buruknya gagal
jantung.
2. Berikan diuretik contoh furosemid (Lazix), asam etakrinik (Edecrin) sesuai indikasi.
R/ : Menghambat reabsorpsi natrium/klorida, yang meningkatkan ekskresi cairan, dan menurunkan kelebihan cairan
total tubuh dan edema paru.
3. Pantau elektrolit serum, khususnya kalium. Berikan kalium pada diet dan kalium tambahan bila diindikasikan.
R/ : Nilai elektrolit berubah sebagai respons diuresis dan gangguan oksigenasi dan metabolisme. Hipokalemia
mencetus pasien pada gangguan irama jantung.
4. Berikan cairan IV melalui alat pengontrol.
Intervensi :
1. Pantau respons fisik, contoh palpitasi, takikardi, gerakan berulang, gelisah.
R/ : Membantu menentukan derajat cemas sesuai status jantung. Penggunaan evaluasi seirama dengan respons
verbal dan non verbal.
2. Berikan tindakan kenyamanan (contoh mandi, gosokan punggung, perubahan posisi).
3. Dorong ventilasi perasaan tentang penyakit-efeknya terhadap pola hidup dan status kesehatan akan
datang. Kaji keefektifan koping dengan stressor.
R/ : Mekanisme adaptif perlu untuk mengkoping dengan penyakit katup jantung kronis dan secara
tepat mengganggu pola hidup seseorang, sehubungan dengan terapi pada aktivitas sehari-hari.
4. Libatkan pasien/orang terdekat dalam rencana perawatan dan dorong partisipasi maksimum pada
rencana pengobatan.
R/ : Keterlibatan akan membantu memfokuskan perhatian pasien dalam arti positif dan memberikan
rasa kontrol.
5. Anjurkan pasien melakukan teknik relaksasi, contoh napas dalam, bimbingan imajinasi, relaksasi
progresif.
R/ : Memberikan arti penghilangan respons ansietas, menurunkan perhatian, meningkatkan relaksasi dan
meningkatkan kemampuan koping.
D. EVALUASI
d. Menunjukkan keseimbangan masukan dan haluaran, berat badan stabil, tanda vital dalam rentang
normal, dan tak ada edema.