Anda di halaman 1dari 44

Dandy-Walker Kompleks

dan Kista Araknoid


Penyaji :
Dr. Herdyansyah Nugroho

Pembimbing :
Dr. Abdurrahman Mousa Arsyad Sp.BS(K)
Mewujudkan program studi Ilmu Bedah Saraf FK USU menjadi institusi penyelenggara Pendidikan Ilmu
Visi Bedah Saraf yang bermutu pada tahun 2024, yang memiliki keunggulan neuroonkologi dalam mendukung
visi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara menuju Centre of Excellence

1. Meningkatkan mutu pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat dengan konsisten, efektif dan
efesien, serta sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran, dengan tatakelola
organisasi (good faculty governance) dan sistem penjaminan mutu yang baik.
2. Menghasilkan lulusan yang menjadi pelaku perubahan sebagai kekuatan modernisasi dalam kehidupan
masyarakat luas, yang memiliki kompetensi keilmuan, relevansi, dan daya saing yang kuat serta

Misi berperilaku kecendekiawanan yang professional dan beretika dalam bingkai inter professional education/
collaboration (IPE/IPC).
3. Mewujudkan kepemimpinan publik melalui kebermanfaatan penelitian, serta pengabdian kepada
masyarakat yang memberi dampak pada epidemiologi terutama bidang ilmu neuroonkologi, yang
berorientasi produk dan pengembangan keilmuan.
4. Mewujudkan program studi yang mandiri dan profesional dalam pengelolaan dan pengembangan
institusi serta membangun kerjasama dengan institusi lain yang berada di dalam maupun luar negeri
terutama di bidang neuroonkologi.
KOMPLEKS DANDY-WALKER
• Kompleks Dandy-Walker (DWC) merupakan sekelompok
kelainan anatomis (dan embriologis) berupa distorsi pada
anatomi vermis serebelum dengan adanya kista fossa posterior
yang besar.
• Terdapat beberapa entitas yang termasuk dan berhubungan
dalam Kompleks Dandy-Walker:

Kista Dandy- Varian Dandy- Persistent Mega cisterna


Walker (DVM) Walker (DWV) Blake pouch magna

A. Leland Albright, Ian F. Pollack, P. David Adelson - Principles and Practice of Pediatric Neurosurgery-Thieme: 2014.
KISTA DANDY-WALKER (DWM)
Dilatasi kistik akibat ekspansi ventrikel 4 yang diasosiasikan dengan
agenesis vermis serebelum.

Fossa posterior umumnya melebar, dengan elevasi tentorium


serebeli dan torcular herophili.

Kista dapat menyebabkan kompresi hemisfer serebelum dan, batang


otak.

Kebanyakan pasien mengalami hidrosefalus, dengan atau tanpa


obstruksi akueduktus Sylvi.
Patel S, Barkovich AJ. Analysis and classification of cerebellar malformations. AJNR Am J Neuroradiol 2002; 23: 1074–1087
Barkovich AJ, Kjos BO, Norman D, Edwards MS. Revised classification of pos- terior fossa cysts and cystlike malformations based on the results of
multipla- nar MR imaging. AJR Am J Roentgenol 1989; 153: 1289–1300
VARIAN DANDY-WALKER (DWV)
Kondisi di mana terdapat residu (remnan) vermis serebelum
superior dengan penumpukan cairan pada fossa posterior yang
berhubungan dengan ventrikel 4 melalui valekula yang melebar
(dengan ekspansi lebih ringan dibandingkan ekspansi fossa
posterior)..
Remnan vermis serebelum terotasi ke superoanterior.

Dapat terdapat komunikasi CSF antara ventrikel 4 dan rongga


subaraknoid.

Lebih jarang ditemukan hidrosefalus.

Yildiz H, Yazici Z, Hakyemez B, Erdogan C, Parlak M. Evaluation of CSF flow patterns of posterior fossa cystic malformations using CSF flow MR
imaging. Neuroradiology 2006; 48: 595–605
PERSISTENT BLAKE POUCH
Kondisi di mana kista fossa posterior yang berhubungan dengan
ventrikel 4, seringkali melalui valekula yang melebar.

Vermis inferior dapat terelevasi dan terkompresi.

Calabrò F, Arcuri T, Jinkins JR. Blake’s pouch cyst: an entity within the Dandy- Walker continuum. Neuroradiology 2000; 42: 290–295 Tortori-Donati
P, Fondelli MP, Rossi A, Carini S. Cystic malformations of the posterior cranial fossa originating from a defect of the posterior membranous area.
Mega cisterna magna and persisting Blake’s pouch: two separate enti- ties. Childs Nerv Syst 1996; 12: 303–308
MEGA CISTERNA MAGNA
Kondisi berupa ekspansi rongga subaraknoid pada fossa posterior,
yang memiliki hubungan bebas dengan rongga subaraknoid lainnya
dan ventrikel 4.

Serebelum normal atau tergeser ke anterior dengan valekula normal


atau sedikit melebar.

Yildiz H, Yazici Z, Hakyemez B, Erdogan C, Parlak M. Evaluation of CSF flow patterns of posterior fossa cystic malformations using CSF flow MR
imaging. Neuroradiology 2006; 48: 595–605
PATOGENESIS
• Disgenesis serebelum, kista fossa posterior besar, dan
Sutton (1887)
hidrosefalus.
Dandy & • Atresia foramen Magendie dan Luschka  dilatasi kistik
Blackfan
(1914) fossa posterior.
Benda (1954) • Gangguan perkembangan vermis serebelum.
Brodal & • Defek pada anterior membranous area (AMA) yang
Hauglie-Hanssen
(1959) merupakan prekursor vermis serebelum.
Tortoni- • Ekspansi posterior membranous area (PMA) berupa Blake
Donati & pouch yang tidak mengalami regresi sehingga
Calabro menyebabkan penumpukan cairan di fossa posterior.
Dandy WE. The diagnosis and treatment of hydrocephalus due to occlu- sion of the foramina of Magendie and Luschka. Surg Gynecol Obstet 1921; 32: 112–124
Taggart JK, Walker AE. Congenital atresia of the foramens of Luschka and Ma- gendie. Arch Neurol Psychiatry 1942; 48: 583–612
Sahs A. Congential anomaly of the cerebellar vermis. Arch Pathol (Chic) : unification of the Dandy-Walker complex and the Blake’s pouch cyst. Pediatr Radiol 1993.
KONTINUUM KOMPLEKS DANDY-WALKER
a) Malformasi Dandy-Walker: fossa posterior
• Slide isi melebar, remnan vermis tidak ada/minimal dan
berotasi ke superoanterior
b) Varian Dandy-Walker: fossa posterior melebar,
vermis serebelum superior sebagian menetap
dan terlobulasi
c) Persistent Blake pouch: volume fossa
posterior sedikit melebar, vermis serebelum
terbentuk sepenuhnya dan terlobulasi dengan
vermis inferior terkompresi dan valekula
melebar.
d) Mega cisterna magna: volume fossa posterior
sedikit melebar atau normal, vermis serebelum
terbentuk sepenuhnya dan terlobulasi, ukuran
valekula normal.
A. Leland Albright, Ian F. Pollack, P. David Adelson - Principles and Practice of Pediatric Neurosurgery-Thieme: 2014.
EPIDEMIOLOGI
• Studi di Saudi Arabia menunjukkan insidensi DWM 1:100.000
kelahiran hidup
• Studi di Inggris menunjukkan insidensi DVM dan DWV
9:100.000 kelahiran hidup.
• Kebanyakan kasus terdeteksi pada ultrasonografi prenatal
• 47% kasus memiliki malformasi kongenital lainnya
• Beberapa studi menunjukkan insidensi lebih banyak pada
perempuan.
• Terdapat beberapa laporan kasus DWM familial namun belum
ditemukan adanya pola pewarisan yang jelas.
Ohaegbulam SC, Afifi H. Dandy-Walker syndrome: incidence in a defined population of Tabuk, Saudi Arabia. Neuroepidemiology 2001; 20: 150–152 Long A, Moran P, Robson S.
Outcome of fetal cerebral posterior fossa anoma- lies. Prenat Diagn 2006; 26: 707–710
Bragg TW, St George EJ, Wynne-Jones GA, Hockley A, Morton JE. Familial Dandy-Walker syndrome: a case report supporting an autosomal inheritance. Childs Nerv Syst
2006;
Lehman RM. Dandy-Walker syndrome in consecutive siblings: familial hind- brain malformation. Neurosurgery 1981; 8: 717–719
EPIDEMIOLOGI
Faktor-faktor yang berhubungan:
• Penggunaan klomifen sitrat.
• Paparan benzodiazepin dan koumadin prenatal.

Terdapat beberapa variasi abnormalitas genetik yang dilaporkan


pada pasien DWM, seperti:
• Abnormalitas kromosom 3q24 (gen pengkode formasi
serebelum).
• Trisomi kromosom 9, 13, dan 18.
Reefhuis J, Honein MA, Schieve LA, Rasmussen SA National Birth Defects Pre- vention Study. Use of clomiphene citrate and birth defects, National
Birth De- fects Prevention Study, 1997–2005. Hum Reprod 2011; 26: 451–457
Imataka G, Yamanouchi H, Arisaka O. Dandy-Walker syndrome and chromo- somal abnormalities. Congenit Anom (Kyoto) 2007; 47: 113–118
MANIFESTASI KLINIS
• Manifestasi klinis umumnya muncul 1-2 tahun setelah lahir.
Bayi: makrokrania progresif, penonjolan fontanel, upward gaze palsy,
nistagmus bilateral, kelemahan, gangguan pernapasan
Anak: ataksia sesuai derajat malformasi serebelum.
Dewasa: hidrosefalus dan gejala serebelum lainnya
• Manifestasi klinis lainnya dapat berhubungan dengan abnormalitas
kongenital lain yang dapat ditemukan pada pasien.
• Sebagian pasien asimptomatik dan teridentifikasi secara insidental.

Raimondi AJ, Samuelson G, Yarzagaray L, Norton T. Atresia of the foramina of Luschka and Magendie: the Dandy-Walker cyst. J Neurosurg 1969; 31: 202– 216
Sato K, Kubota T, Nakamura Y. Adult onset of the Dandy-Walker syndrome. Br J Neurosurg 1996; 10: 109–112
Warwick CT, Reyes BJ, Ayoob MR, Subit M. Adult diagnosed Dandy Walker malformation presenting as an acute bJha VC, Kumar R, Srivastav AK, Mehrotra A, Sahu RN. A case series of 12
pa- tients with incidental asymptomatic Dandy-Walker syndrome and manage- ment. Childs Nerv Syst 2012; 28: 861–867
rainstem event—a case report and re- view of the literature. W V Med J 2008; 104: 25–27
KONDISI YANG BERKAITAN DENGAN
KOMPLEKS DANDY-WALKER
• 50-80% pasien dengan Kompleks Dandy-Walker memiliki
anomali sistem saraf pusat atau sistemik lainnya.

23% pasien DWM dan 42% pasien Anomali sistemik 


DWV memiliki malformasi sistem malformasi kardiak (42%)
saraf pusat (SSP)  agenesis dan gastrointestinal (33%).
korpus kalosum (21%), skizensefali,
kejang, dan kebutaan.

Has R, Ermiş H, Yüksel A et al. Dandy-Walker malformation: a review of 78 cases diagnosed by prenatal sonography. Fetal Diagn Ther 2004; 19: 342–347
Sasaki-Adams D, Elbabaa SK, Jewells V, Carter L, Campbell JW, Ritter AM. The Dandy-Walker variant: a case series of 24 pediatric patients and evaluation of
associated anomalies, incidence of hydrocephalus, and developmental out- comes. J Neurosurg Pediatr 2008; 2: 194–199
Hirsch JF, Pierre-Kahn A, Renier D, Sainte-Rose C, Hoppe-Hirsch E. The Dandy-Walker malformation. A review of 40 cases. J Neurosurg 1984; 61: 515–522
KONDISI YANG BERKAITAN DENGAN
KOMPLEKS DANDY-WALKER

A. Leland Albright, Ian F. Pollack, P. David Adelson - Principles and Practice of Pediatric Neurosurgery-Thieme: 2014.
RADIOLOGI
Pada foto polos tengkorak dapat Ultrasonografi prenatal memiliki
ditemukan pelebaran fossa posterior dan akurasi 40-92% dalam diagnosa
penipisan kranium. Pada DWC dapat DWM/DWV, dengan akurasi lebih
terlihat confluence of sinuses berada di tinggi pada usia gestasi >18
atas sutura lambdoid. minggu.

MRI fetal memiliki sensitivitas 50% pada CT dengan injeksi kontras pada
usia fetus <24 minggu dan 100% pada sistem ventrikel atau kista dapat
usia fetus >24 minggu. MRI merupakan digunakan untuk melihat
pilihan pencitraan pada kondisi komunikasi rongga-rongga (fluid
postnatal. spaces).
Domínguez RO, González SE, Saenz Valiente A. Agenesis of posteri- or inferior cerebellar arteries in an asymptomatic adult with Dandy-Walker malformation. Neurologia 2012.
Long A, Moran P, Robson S. Outcome of fetal cerebral posterior fossa anoma- lies. Prenat Diagn 2006; 26: 707–710
Carroll SG, Porter H, Abdel-Fattah S, Kyle PM, Soothill PW. Correlation of pre- natal ultrasound diagnosis and pathologic findings in fetal brain abnormal- ities. Ultrasound Obstet
Gynecol 2000; 16: 149–153
TATALAKSANA
PILIHAN SURGIKAL
CSF shunt (pilihan)

Endoskopi

Operasi terbuka

Raimondi AJ, Samuelson G, Yarzagaray L, Norton T. Atresia of the foramina of Luschka and Magendie: the Dandy-Walker cyst. J Neurosurg 1969; 31:
202– 216
Fischer EG. Dandy-Walker syndrome: an evaluation of surgical treatment. J Neurosurg 1973; 39: 615–621
TATALAKSANA
• Lokasi pemasangan CSF shunt, pada sistem ventrikel atau pada kista
masih menjadi perdebatan dengan berbagai hasil penelitian yang
menunjukkan hasil yang berbeda-beda.
Kumar et al: 32% pasien dengan shunt pada ventrikel selanjutnya
memerlukan shunt pada kista, sedangkan 86% pasien dengan shunt pada
kista selanjutnya memerlukan shunt pada ventrikel.

Mohanty et al: 50% shunt pada kista mengalami kegagalan dibandingkan


dengan 19% pasien dengan shunt pada ventrikel.

Osenbach dan Menezes: 75% pasien DWM non-komunikans sehingga


memerlukan shunt di kedua kompartemen.
Kumar R, Jain MK, Chhabra DK. Dandy-Walker syndrome: different modal- ities of treatment and outcome in 42 cases. Childs Nerv Syst 2001; 17: 348–352
Osenbach RK, Menezes AH. Diagnosis and management of the Dandy-Walker malformation: 30 years of experience. Pediatr Neurosurg 1992; 18: 179–189
Mohanty A, Biswas A, Satish S, Praharaj SS, Sastry KV. Treatment options for Dandy-Walker malformation. J Neurosurg 2006; 105 Suppl: 348–356
TATALAKSANA
• Komplikasi pemasangan shunt:
• Kegagalan shunt dilaporkan pada 4-60% kasus.
• Cedera pada batang otak atau nervus kranial saat pemasangan kateter
• Perdarahan intrakistik

Kumar R, Jain MK, Chhabra DK. Dandy-Walker syndrome: different modal- ities of treatment and outcome in 42 cases. Childs Nerv Syst 2001; 17: 348–352
Osenbach RK, Menezes AH. Diagnosis and management of the Dandy-Walker malformation: 30 years of experience. Pediatr Neurosurg 1992; 18: 179–189
Mohanty A, Biswas A, Satish S, Praharaj SS, Sastry KV. Treatment options for Dandy-Walker malformation. J Neurosurg 2006; 105 Suppl: 348–356
TATALAKSANA
• Endoscopic third ventriculostomy (ETV) menjadi pilihan yang
dapat dilakukan pada pasien DWM dengan akueduktus paten,
dengan asumsi bahwa obstruksi terjadi pada aliran ke ventrikel
4 atau kista.
• Pada kasus DWM non-komunikans, dapat dilakukan fenestrasi
endoskopik sebagai tambahan dari ETV.

Mohanty A, Biswas A, Satish S, Praharaj SS, Sastry KV. Treatment options for Dandy-Walker malformation. J Neurosurg 2006; 105 Suppl: 348–356
Naidich TP, Radkowski MA, McLone DG, Leestma J. Chronic cerebral hernia- tion in shunted Dandy-Walker malformation. Radiology 1986; 158:
431–434
TATALAKSANA
• Operasi reseksi direk dinding kista dilakukan sebelum shunts
CSF tersedia.
• Operasi ini memiliki tingkat kegagalan (75%) dan tingkat
mortalitas (10%) yang tinggi.

Hirsch JF, Pierre-Kahn A, Renier D, Sainte-Rose C, Hoppe-Hirsch E. The Dandy-Walker malformation. A review of 40 cases. J Neurosurg 1984; 61: 515–522
OUTCOME
• Tingkat mortalitas: 16% pada pasien dengan DWC saja, 32% pada
pasien dengan DWC dan anomali 1 sistem organ lainnya, dan 42%
pada pasien dengan DWC dan anomali ≥2 sistem organ lainnya.
• Intelektual:
• Hirsch et al (1984): 49% pasien yang bertahan hidup memiliki skor IQ >90.
• Gerszten dan Albright (1995): 45% pasien DWC memiliki intelegensi normal.
• Boddaert et al (2003): 82% pasien DWC dengan lobulasi serebelum yang
normal memiliki intelegnsi normal, sedangkan 0% pasien dengan lobulasi
serebelum abnormal memiliki intelegensi normal.
• Perkembangan pada pasien DWV memiliki prognosis lebih baik dibandingkan
DWM.
Salihu HM, Kornosky JL, Druschel CM. Dandy-Walker syndrome, associated anomalies and survival through infancy: a population-based study. Fetal Di- agn Ther 2008;
24: 155–160
Hirsch JF, Pierre-Kahn A, Renier D, Sainte-Rose C, Hoppe-Hirsch E. The Dandy-Walker malformation. A review of 40 cases. J Neurosurg 1984; 61: 515–522
Boddaert N, Klein O, Ferguson N et al. Intellectual prognosis of the Dandy- Walker malformation in children: the importance of vermian lobulation. Neuroradiology 2003; 45:
320–324
KISTA ARAKNOID
Kista araknoid intrakranial adalah ekspansi dari subaraknoid normal,
dan pada beberapa kasus, rongga intraventrikular.

Kista araknoid lebih sering ditemukan pada anak laki-laki, pada sisi
kiri, dan di atas tentorium.

Lokasi yang umum ditemukan: fossa media, suprasella,


quadrigeminal plate, dan fossa posterior.

Umumnya bersifat asimptomatik, namun beberapa kasus


menimbulkan gejala dan memerlukan terapi.

A. Leland Albright, Ian F. Pollack, P. David Adelson - Principles and Practice of Pediatric Neurosurgery-Thieme: 2014.
PATOGENESIS
• Mayoritas kista araknoid terjadi secara kongenital dan dapat
terdeteksi sejak trimester pertama.
• Secara mikroskopis, kista ini tampak sebagai lapisan ganda
jaringan araknoid yang membentuk dinding kista.
• Wester (1999) menduga bahwa kista terbentuk akibat kegagalan
fusi jaringan araknoid lobus frontal dan temporal
• Fox dan Al-Mefty (1980) mengajukan teori bahwa kista araknoid
suprasella terbentuk dari divertikulum membran Liliequist yang
mengarah ke atas.
Bretelle F, Senat MV, Bernard JP, Hillion Y, Ville Y. First-trimester diagnosis of fetal arachnoid cyst: prenatal implication. Ultrasound Obstet Gynecol 2002; 20:
400–402
Wester K. Peculiarities of intracranial arachnoid cysts: location, sidedness, and sex distribution in 126 consecutive patients. Neurosurgery 1999; 45: 775–779
 Fox JL, Al-Mefty O. Suprasellar arachnoid cysts: an extension of the mem- brane of Liliequist. Neurosurgery 1980; 7: 615–618
PATOGENESIS
• Terdapat 3 teori mengenai akumulasi cairan pada kista araknoid:

Jaringan araknoid
Cairan kista Membran araknoid
membentuk katup 1
berakumulasi dapat secara aktif
arah sehingga cairan
sebagai hasil dari mensekresikan isi
dapat masuk namun
gradien osmotik. kista.
tidak dapat keluar.

• Cairan yang terperangkap dalam kista araknoid  distorsi struktur-


struktur di sekitarnya  gejala yang muncul dapat bervariasi sesuai
dengan lokasi kista dan struktur yang berada di sekitarnya.
Schroeder HW, Gaab MR. Endoscopic observation of a slit-valve mechanism in a suprasellar prepontine arachnoid cyst: case report. Neurosurgery 1997; 40: 198–200
Dagain A, Lepeintre JF, Scarone P, Costache C, Dupuy M, Gaillard S. Endoscopic removal of a suprasellar arachnoid cyst: an anatomical study with special reference to skull
base. Surg Radiol Anat 2010; 32: 389–392
Hubele F, Imperiale A, Kremer S, Namer IJ. Asymptomatic giant arachnoid
cyst. Clin Nucl Med 2012; 37: 982–983
EPIDEMIOLOGI
• Insidensi kista araknoid pada anak-
anak (2,6%) dan dewasa (1,4%).
• Lebih sering ditemukan pada laki-
laki.
• Lokasi tersering yaitu fossa media
dan lebih sering pada sisi kiri.
• Jenis kista fossa media: tipe 1 (68%),
tipe 2 (15%), dan tipe 3 (17%).
• Berhubungan erat dengan kejadian
autosomal-dominant polycystic
kidney disease (ADPKD) dan glutaric
aciduria tipe 1.
Al-Holou WN, Yew AY, Boomsaad ZE, Garton HJ, Muraszko KM, Maher CO. Prevalence and natural history of arachnoid cysts in children. J Neurosurg Pe- diatr 2010.
Weber F, Knopf H. Incidental findings in magnetic resonance imaging of the brains of healthy young men. J Neurol Sci 2006; 240: 81–84
Schievink WI, Huston J, Torres VE, Marsh WR. Intracranial cysts in autosomal dominant polycystic kidney disease. J Neurosurg 1995; 83: 1004–1007
A. Leland Albright, Ian F. Pollack, P. David Adelson - Principles and Practice of Pediatric Neurosurgery-Thieme: 2014.
PERJALANAN PENYAKIT
• Kebanyakan kista araknoid memiliki ukuran yang tetap sejak
pertama kali terdiagnosis secara radiografi.
• Pada sebagian kecil kasus, kista araknoid dapat ruptur dan
menyebabkan penumpukan CSF subdural.
• Faktor risiko rupturnya kista araknoid: ukuran kista >5 cm dan riwayat
trauma kepala dalam 30 hari terakhir.
• Ruptur kista araknoid diasosiasikan dengan perdarahan subdural. Hal
ini diasumsikan terjadi akibat robeknya bridging veins yang
berhubungan dengan dinding kista.

Al-Holou WN, Yew AY, Boomsaad ZE, Garton HJ, Muraszko KM, Maher CO. Prevalence and natural history of arachnoid cysts in children. J Neurosurg Pe-
diatr 2010; 5: 578–585
Bristol RE, Albuquerque FC, McDougall C, Spetzler RF. Arachnoid cysts: spon- taneous resolution distinct from traumatic rupture. Case report. Neurosurg
Focus 2007; 22: E2
Cress M, Kestle JR, Holubkov R, Riva-Cambrin J. Risk factors for pediatric arachnoid cyst rupture/hemorrhage: a case-control study. Neurosurgery 2013
MANIFESTASI KLINIS
• Umumnya asimptomatik
• 6,8% pasien memiliki manifestasi klinis, umumnya terkait
peningkatan tekanan intrakranial atau gejala fokal akibat kompresi
struktur tertentu oleh kista araknoid.
Anak <2 tahun: hidrosefalus, makrosefali progresif, sutura yang terbuka,
dan sindrom Parinaud.
Anak yang lebih besar: nyeri kepala, mual, muntah, letargi, palsi nervus
kranial VI, papiledema.
Manifestasi lainnya sesuai lokasi kista araknoid.
Al-Holou WN, Yew AY, Boomsaad ZE, Garton HJ, Muraszko KM, Maher CO. Prevalence and natural history of arachnoid cysts in children. J
Neurosurg Pe- diatr 2010; 5: 578–585
Jallo GI, Woo HH, Meshki C, Epstein FJ, Wisoff JH. Arachnoid cysts of the cere- bellopontine angle: diagnosis and surgery. Neurosurgery 1997; 40:
31–37, discussion 37–38
MANIFESTASI KLINIS
• Gejala yang paling sering ditemukan.
Nyeri kepala • Diduga akibat kompresi atau pergeseran dura.

• Kejang dapat terjadi pada 16% kasus kista araknoid.


• Hubungan kista araknoid dan kejang belum jelas,
Epilepsi namun diduga berkaitan dengan lokasi kista pada lobus
temporal yang lebih rentan pada epilepsi.

Keterlambatan • Dilaporkan pada 25% pasien yang menjalani terapi.


Perkembangan • Pada dewasa, terdapat perbaikan memori verbal secara
& Defisit signifikan setelah dekompresi kista, namun hanya
Kognitif dilaporkan sedikit perbaikan kognitif pada anak.

A. Leland Albright, Ian F. Pollack, P. David Adelson - Principles and Practice of Pediatric Neurosurgery-Thieme: 2014.
MANIFESTASI KLINIS
• Kista suprasella dan kista fossa media yang besar 
gangguan aksis hipotalamus-pituitari  gangguan
endokrin (pubertas prekoks sentral, produksi hormon
Kista pertumbuhan inadekuat, hipotiroidisme, kadar
suprasella testosteron rendah, diabetes insipidus, amenorea).
• Bobble head doll syndrome: head bobbing dengan
frekuensi 2-3 Hz.

Kista sudut • 15% dari kista araknoid pada anak


serebeloponti • Nyeri kepala, muntah, kelemahan wajah, ketulian,
n tinitus, ataksia.

A. Leland Albright, Ian F. Pollack, P. David Adelson - Principles and Practice of Pediatric Neurosurgery-Thieme: 2014.
RADIOLOGI
• Pilihan pencitraan diagnostik: MRI dan CT.
• CT scan:
• Kista tanpa perdarahan memiliki densitas = CSF
• (-): lemak memiliki densitas mirip CSF sehingga kista
dermoid/epidermoid di sudut serebelopontin sulit untuk dinilai.
• (+): dapat mengidentifikasi kalsium pada lesi suprasella yang kadang
sulit terlihat pada MRI.
• CT sisternografi dan phase-contrast MRI: dapat menilai
komunikasi kista araknoid dengan rongga suabaraknoid lainnya.
Maeda M, Kawamura Y, Handa Y, Kubota T, Ishii Y. Value of MR imaging in middle fossa arachnoid cyst with intracystic and subdural hematoma. Eur J Radiol 1993; 17:
145–147
onneville F, Savatovsky J, Chiras J. Imaging of cerebellopontine angle lesions: an update. Part 2: intra-axial lesions, skull base lesions that may invade the CPA region,
and non-enhancing extra-axial lesions. Eur Radiol 2007; 17: 2908–2920
Li L, Zhang Y, Li Y, Zhai X, Zhou Y, Liang P. The clinical classification and treat- ment of middle cranial fossa arachnoid cysts in children. Clin Neurol Neuro- surg 2013;
115: 411–418
RADIOLOGI

A. Leland Albright, Ian F. Pollack, P. David Adelson - Principles and Practice of Pediatric Neurosurgery-Thieme: 2014.
TATALAKSANA
Pasien dengan kista ukuran kecil dan asimptomatik  observasi.

Pasien dengan gejala peningkatan TIK yang jelas dengan tanda yang
berkorelasi dengan ekspansi ukuran kista (makrosefali progresif,
papiledema, neuropati kranial progresif)  kandidat operasi.
Pasien dengan kista yang cukup besar dan nyeri kepala kronis tanpa
tanda peningkatan TIK, atau pasien dengan kejang yang tidak dapat
dilokalisasi secara tepat pada area otak sekitar kista, ganggua
perkembangan statis, gejala neurologis statis yang mungkin
berhubungan dengan lokasi kista  belum ada panduan terapi.
Sommer IE, Smit LM. Congenital supratentorial arachnoidal and giant cysts in children: a clinical study with arguments for a conservative approach.
Childs Nerv Syst 1997; 13: 8–12
TATALAKSANA
Pasien anak dengan ukuran kista yang besar atau sangat besar pada
temuan insidental dan asimptomatik  terapi kontroversial (intervensi
vs observasi)
• Intervensi: menurunkan risiko perdarahan dan defisit neurologis
• Observasi: pasien asimptomatik dan risiko komplikasi rendah (risiko
perdarahan intrakranial 0,3-6%)

Pilihan terapi surgikal  operasi fenestrasi terbuka (open surgical


fenestration), pemasangan shunt kista-peritoneum, dan fenestrasi
endoskopik.
A. Leland Albright, Ian F. Pollack, P. David Adelson - Principles and Practice of Pediatric Neurosurgery-Thieme: 2014.
Sommer IE, Smit LM. Congenital supratentorial arachnoidal and giant cysts in children: a clinical study with arguments for a conservative approach.
Childs Nerv Syst 1997; 13: 8–12
FENESTRASI SURGIKAL DENGAN OPEN
MICROSURGERY
Keuntungan: visualisasi surgikal baik, risiko komplikasi
intraoperatif lebih rendah dibandingkan dengan teknik endoskopi,
dan penggunaan jalur CSF alamiah.
• Merupakan teknik pilihan untuk kista kecil pada lokasi tertentu,
seperti sudut serebopontin.

Levy ML, Wang M, Aryan HE, Yoo K, Meltzer H. Microsurgical keyhole ap- proach for middle fossa arachnoid cyst fenestration. Neurosurgery 2003;
53: 1138–1144, discussion 1144–1145
FENESTRASI SURGIKAL DENGAN OPEN
MICROSURGERY
• Helland dan Wester: 82% pasien • Ciricillo et al: dari 40 anak yang
mengalami perbaikan gejala. menjalani operasi, 2/3 tidak
• Levy et al: 50% anak dengan epilepsi, 67% mengalami perbaikan klinis atau
dengan nyeri kepala, dan 50% dengan radiografi.
gangguan hipotalamus dan defisit • Beberapa komplikasi yang
neurologis fokal mengalami perbaikan. dilaporkan berupa meningitis
Namun pasien dengan gangguan perilaku aseptik, kejang, palsi nervus
tidak mengalami perubahan. kranial III, dan hematoma subdural
• Holst et al: tingkat relaps microsurgery lebih
rendah (28%) dibandingkan dengan shunt
(36%) atau endoskopi (73%).
Helland CA, Wester K. A population based study of intracranial arachnoid cysts: clinical and neuroimaging outcomes following surgical cyst decom- pression in adults. J Neurol Neurosurg
Psychiatry 2007; 78: 1129–1135
Levy ML, Wang M, Aryan HE, Yoo K, Meltzer H. Microsurgical keyhole ap- proach for middle fossa arachnoid cyst fenestration. Neurosurgery 2003; 53: 1138–1144.
Ciricillo SF, Cogen PH, Harsh GR, Edwards MS. Intracranial arachnoid cysts in children. A comparison of the effects of fenestration and shunting. J Neuro- surg 1991.
Alexiou GA, Varela M, Sfakianos G, Prodromou N. Shunting for the treatment of arachnoid cysts in children. Neurosurgery 2010; 67: 1632–1636
SHUNT KISTA-PERITONEUM
Keuntungan: perdarahan
minimal, memungkinkan
dekompresi kista lebih
maksimal
Kekurangan: risiko
ketergantungan shunt

Arai H, Sato K, Wachi A, Okuda O, Takeda N. Arachnoid cysts of the middle cranial fossa: experience with 77 patients who were treated with
cystoperi- toneal shunting. Neurosurgery 1996; 39: 1108–1112, discussion 1112–1113
SHUNT KISTA-PERITONEUM
• Alexiou et al: 100% pasien mengalami • Arai et al: 100% pasien
resolusi gejala awal dengan ukuran kista mengalami perbaikan gejala
berkurang pada saat pemasangan hipertensi intrakranial, namun
shunt. 39% pasien memerlukan revisi tidak terjadi perbaikan kognitif.
pemasangan shunt dengan 30% di • 14% pasien mengalami
antaranya menjalani revisi >1 kali. komplikasi, di mana 72% di
• 8,7% pasien mengalami infeksi shunt, antaranya perlu menjalani 13
2,3% pasien mengalami hematoma kali revisi shunt dalam 7 tahun.
subdural, dan 1,2% pasien mengalami
perdarahan intrakranial posttraumatik
setelah pemasangan shunt.
Alexiou GA, Varela M, Sfakianos G, Prodromou N. Shunting for the treatment of arachnoid cysts in children. Neurosurgery 2010; 67: 1632–1636
Arai H, Sato K, Wachi A, Okuda O, Takeda N. Arachnoid cysts of the middle cranial fossa: experience with 77 patients who were treated with
cystoperi- toneal shunting. Neurosurgery 1996; 39: 1108–1112, discussion 1112–1113
FENESTRASI ENDOSKOPIK
Keuntungan: tidak memerlukan shunt, disrupsi jaringan eskternal
lebih minimal
Kekurangan: visualisasi lebih sulit, kontrol perdarahan lebih sulit,
fenestrasi bisa lebih terbatas.
• Pasien melaporkan perbaikan gejala, namun tidak terdapat perbaikan
pada keterlambatan perkembangan.
• Komplikasi yang dilaporkan: higroma subdural (16,7%), meningitis
(3,33%). Higroma subdural lebih sering ditemukan pada pasien yang
menjalani teknik endoskopi (47%) dibandingkan dengan microsurgical
(23%).
Turhan T, Erşahin Y, Akıntürk N, Mutluer S. Fenestration methods for Sylvian arachnoid cysts—endoscopy or microsurgery. Childs Nerv Syst 2012; 28: 229–
235
Mottolese C, Szathmari A, Simon E, Ginguene C, Ricci-Franchi AC, Hermier M. The parallel use of endoscopic fenestration and a cystoperitoneal shunt with
programmable valve to treat arachnoid cysts: experience and hypothesis. J Neurosurg Pediatr 2010; 5: 408–414
TATALAKSANA KISTA ARAKNOID
SUPRASELLA
• Kista suprasella lebih sering menyebabkan hidrosefalus 
seringkali memerlukan tatalaksana.
• Microsurgery terbuka yang pernah dilaporkan antara lain
dengan pendekatan subfrontal, pterional, transventrikular, dan
transkalosal. Pendekatan transkalosal dinilai cukup baik karena
dapat menghubungkan kista dengan sistem ventrikel dan
rongga subaraknoid.
• Prosedur endoskopi juga memungkinkan fenestrasi kista
araknoid ke dalam sistem ventrikel dan rongga subaraknoid.
Gangemi M, Colella G, Magro F, Maiuri F. Suprasellar arachnoid cysts: endos- copy versus microsurgical cyst excision and shunting. Br J Neurosurg
2007; 21: 276–280
Hoffman HJ, Hendrick EB, Humphreys RP, Armstrong EA. Investigation and management of suprasellar arachnoid cysts. J Neurosurg 1982; 57: 597–
602
TATALAKSANA KISTA ARAKNOID
QUADRIGEMINAL DAN FOSSA POSTERIOR
• Kista araknoid quadrigeminal seringkali menyebabkan hidrosefalus
akibat obstruksi ventrikel 3 posterior, sehingga tatalaksana yang
dilakukan umumnya berupa kombinasi fenestrasi dengan ETV atau
shunt CSF.
• Dengan menggunakan bur hole koronal, dilakukan fenestrasi kista ke
dalam ventrikel lateral, kemudian dilanjutkan dengan prosedur ETV
melalui lubang yang sama.
• Pasien dengan kista araknoid fossa posterior, terutama di sudut
sereblopontin, merupakan kandidat yang sesuai untuk fenestrasi
terbuka, karena ruang kerja yang lebih sempit dan berdekatan
dengan banyak nervus kranial dan struktur vaskular. Prosedur shunt
pada
Erşahin kasus
Y, Kesikçi ini
H. Endoscopic berisiko
management menyebabkan
of quadrigeminal arachnoid cysts. Childs Nervcedera nervus kranial.
Syst 2009; 25: 569–576
Starzyk J, Kwiatkowski S, Urbanowicz W et al. Suprasellar arachnoidal cyst as a cause of precocious puberty—report of three patients and literature over- view. J
Pediatr Endocrinol Metab 2003; 16: 447–455
PEMILIHAN TEKNIK
• Tidak ada perbedaan besar dalam resolusi gejala di antara
berbagai teknik surgikal yang ada.
• Pemilihan teknik dilakukan berdasarkan:

Manajemen Pengalaman Harapan jangka


komplikasi operator panjang pasien

A. Leland Albright, Ian F. Pollack, P. David Adelson - Principles and Practice of Pediatric Neurosurgery-Thieme: 2014.
OUTCOME
• Kebanyakan kista araknoid bersifat asimptomatik dan ukurannya
jarang membesar, dengan risiko komplikasi perdarahan yang
rendah.
• Tatalaksana surgikal memiliki tingkat kesuksesan yang besar dalam
mengurangi gejala terkait peningkatan TIK pada pasien yang
simptomatik. Namun pengaruhnya terhadap kejadian epilepsi dan
kognitif masih kontroversial.
• Beberapa laporan kasus menyatakan bahwa risiko perdarahan
posttraumatik masih dapat terjadi setelah tatalaksana surgikal pada
kista, dan kebanyakan pasien yang mengalami perdarahan dapat
pulih sepenuhnya tanpa operasi.
A. Leland Albright, Ian F. Pollack, P. David Adelson - Principles and Practice of Pediatric Neurosurgery-Thieme: 2014.
TERIMA KASIH
ILMU BEDAH SARAF FK USU
Gedung Rindu B Lantai 2 RSUP H. Adam Malik
Jl. Bunga Lau No.17, Kemenangan Tani, Kec. Medan Tuntungan, Kota Medan
Sumatera Utara 20136
bedahsaraf.usu
Bedah Saraf FK USU Conference
psbedahsaraf@usu.ac.id
Asian Australasian Neuro and Health Science Journal
https://talenta.usu.ac.id/AANHSJ

Anda mungkin juga menyukai