1. Charles Robert Darwin (1809-1882) menetapkan manusia sejajar dengan binatang, karena
terjadinya manusia dari sebab-sebab mekanis, yaitu lewat teori descendensi (ilmu turunan) dan
teori natural selection (teori pilihan alam)
2. Ernest Haeckel (1834-1919) menyatakan manusia dalam segala hal menyerupai binatang beruas
tulang belakang, yakni binatang menyusui
3. Aristoteles (384-322) memeberikan devinisi manusia sebagai binatang yang berakal sehat yang
mampu mengeluarkan pendapatnya, dan berbicara berdasarkan pikirannya (the animal than reasons).
Disamping itu manusia juga binatang yang berpolitik (zoon politicon) dan binatang yang bersosial
(social animal)
4. Harold H. Titus menempatkan manusia sebagai organisme hewani yang mampu mempelajari
dirinya sendiri dan mampu menginterpretasi terhadap bentuk-bentuk hidup serta dapat menyelidiki
makna eksistensi insani (Endang Saifudin, dalam Muhaimin, 1993;31)
5. Ahli mantiq mendevinisikan manusia sebagai “al-insan hayawanun nathiq” (manusia adalah hewan
yang berbahasa)
PENDAPAT TOKOH ISLAM TENTANG MANUSIA
1. Al-Farabi, Al-Ghazali, dan Ibnu Rusyd menyatakan bahwa hakekat manusia itu terdiri dari dua
komponen penting, yaitu;
a) Komponen jasad. Menurut Farabi, komponen ini berasal dari alam ciptaan yang mempunyai
bentuk, rupa, berkualitas, berkadar, bergerak dan diam, serta berjasad dan terdiri atas organ. Al-
Ghazali memberikan sifat jasad manusia yang ada dalam bumi ini yaiu, dapat bergerak, memiliki
rasa, berwatak gelap dan kasar, dan ini tidak berbeda dengan benda-benda lain, sedangkan Ibnu
Rusyd berpendapat bahwa komponen jasad merupakan komponen materi. (Ahmad Daudy, 1989:58-
59)
b) Komponen jiwa. Menurut farabi, komponen jiwa berasal dari alam perintah (alam kholiq) yang
mempunyai sifat berbeda dengan jasad manusia. Hal ini karena jiwa merupakan roh dari perintah
Tuhan walaupun tidak menyamai Dzat-Nya. Menurut al-Ghazali, jiwa ini dapat berfikir, mengingat,
mengetahui, dan sebagainya, sedangkan unsur jiwa merupakan unsur rohani sebagai penggerak
jasad untuk melakukan kerjanya yang termasuk alam ghaib. Bagi Ibnu Rusyd jiwa adalah sebagai
kesempurnaan awal bagi jasad alami yang organik (Ahmad Daudy, 1989; 59)
Ibnu Miskawih, menambahkan satu unsur lagi disamping unsur jasad dan jiwa, yaitu
unsur hayah (unsur hidup). Hal ini karena pada diri manusia ketika dalam bentuk embrio (perpaduan
antara ovum dan sperma) sudah terdapat kehidupan walaupun roh belum ditiupkan,
sedangkan hayah sendiri terdapat pada sperma dan ovum yang membuat embrio hidup dan
berkembang. Jadi hayah bukan komponen jasmanai yang berasal dari tanah dan bukan pula
komponen jiwa atau rohani yang ditiupkan oleh Allah.(Syahminan Zaini, 1984:23)
MANUSIA DALAM ISLAM
Kata “khalaqa” mengandung pengertian “ibda’ al-syai’ min ghairi ashl, wa la ihtida” (penciptaan
sesuatu tanpa asal/pangkal dan tanpa contoh terlebih dahulu), sedangkan kata “ja’ala” yang biasa
diartikan menjadikan, merupakan lafadz yang bersifat umum yang berkaitan dengan semua
aktivitas dan perbuatan.
PENCIPTAAN MANUSIA
Qs.al-Mu’minun,
fase pertama, yaitu fase fisik/materi, melalui tahapan; (1)nuthfah; (2)’alaqah; (3)mudlghah atau
pembentuk organ-organ penting; (4)’idham (tulang); dan (5)lahm (daging). Dan
fase kedua yaitu fase non-materi/immateri, seperti yang ditunjuk oleh ayat “tsumma ansya’nahu
khalqan akhar”.
Pertama, tahap nuthfah. Tahap atau periode ini biasa dinamakan “periode ovum” dimana pertemuan
antara sel kelamin bapak (sperma) dan sel kelamin ibu (ovum) bersatu kedua intinya dan membentuk
suatu zat baru dalam rahim ibu (fii qaraarin makiin). Pertemuan antara kedua sel tersebut dalam al-
Qur’an disebut “nuthfah amsaj”, yakni percampuran air mani laki-laki dan sel telor perempuan, melalui
suatu proses sehingga memunculkan “ma’in da-fiq” atau air yang terpancar ketika berkumpul
(bersenggama).
Kedua, tahap ‘alaqah. Para mufassir menerjemahkan ‘alaqah dengan segumpal darah atau darah yang
membeku, seperti al-Lusi, al-Maraghi, Ath-Thabathaba’I HAMKA, dan sebagainya. Tetapi sementara
ahli kedokteran, antara lain Mauricce Bucaille menyatakan bahwa terjemahan yang tepat untuk
‘alaqah adalah “sesuatu yang melekat”, dan ini sesuai dengan penemuan sains moderen, bahwa
setelah proses nuthfah atau periode ovum terjadilah zat baru yang kemudian membelah menjadi dua,
empat, delapan dan seterusnya sambil bergerak menuju ke kantong kehamilan dan melekat,
berdempet serta masuk ke dinding rahim, inilah yang kemudian disebut ‘alaqah.
Ketiga, tahap mudlghah. Ibnu Katsir mengatakan mudlghah sebagai “qit’ah ka al-bidl’ah min al-lahm
la syaki fiha wala takhthith”, yakni sepotong daging yang tidak berbentuk dan tidak
berukuran, mudlghah inilah yang kemudian membentuk organ-organ penting dalam perkembangan
selanjutnya.
eempat, yaitu ‘idham (tulang) yang dibentuk dari elemen-elemen atau bahan-bahan yang terdapat
dalam mudlghah,
Kelima adalah lahm (daging) yang juga dibentuk dari elemen mudlghah. Setelah itu Allah
menjadikannya makhluk yang berbntuk lain (…tsumma ansya’naahu khalqan akhar”), yakni bukan
sekedar fisik/materi/jasad, tetapi juga non-fisik/immateri. “al—insya’” disini mengandung arti “I-jad al-
syai’ wa tarbiyatuh” (mewujudkan/mengadakan sesuatu dan memeliharanya). Redaksi ayat tersebut
tidak memakai kata “al-khalq” yang berarti juga menciptakan, hal ini menurut ath-Thabathaba’I,
karena pemakaian kata “al-insya’” menunjukkkan terjadinya sesuatu hal yang baru yang tidak dicakup
dan tidak diiringi oleh materi sebelumnya. Pada tahap inilah, menurut Sayyid Qutub, merupakan
tahap yang membedakan manusia dengan hewan atau makhluk lainnya, pada tahap tersebut
manusia memiliki ciri-ciri istimewa.
POTENSI MANUSIA
Dalam diri manusia terdapat alat-alat potensial dan potensi-potensi dasar yang harus diperhatikan
dalam pendidikan,
Abdul fatah Jalal (1977;103), mengkaji ayat-ayat al-Qur’an yang berkaitan dengan alat-alat potensial
yang dianugerahkan Allah kepada manusia sebagai berikut;Al-lams dan al-syum (alat peraba dab alat
pembau), seperti dalam Qs. Al-An’am;7, dan Qs.Yusuf; 94
1.Al-Sam’u (alat pendengaran), seperti; Qs. Al-Isra’;36, al-Mu,minun; 78
2.Al-Abshar (penglihatan) seperti; Qs.al-A’raf; 185, Yunus; 101 dan As-Sajdah; 27)
3.Al-Aql (akal atau daya fikir), seperti; Ali Imran; 191, al-An’am; 50, Ar-Ra’d; 19, dan Thaha; 53-54.
4.Al-Qalb (kalbu), seperti Qs. Al-Hajj; 46, Qs.Muhammad; 24, Asy-Syu’ara; 192-194.