Anda di halaman 1dari 37

MODUL 5

PENGEMBANGAN ORGANISASI DAN


ORGANISASI PEMBELAJAR
Nama Kelompok 3 :
1. DWIKA APRILIA (042084887)
2. DEWI SETIAWATI (042085327)
3. EVA SAVITRI (041704348)
4. NURUL HIKMAH [042086802]
5. RICHA RICITA CAHYA W [042085667]
6. RINATA JULIANA [042091259]
Kegiatan Belajar 1- Faktor Manusia Dan
Perubahan Organisasi
A. DAMPAK PERUBAHAN TERHADAP KARYAWAN
Bagi karyawan, perubahan sesungguhnya seperti dua sisi dari satu mata uang. Dari
satu sisi perubahan mampu membebaskan karyawan dari situasi yang membosankan,
memberi peluang karyawan untuk berkembang dan memperoleh pengalaman baru,
memberi kesempatan karyawan memikul tanggungjawab baru dan bersinar masa
depannya. Disisi lain perubahan juga bisa memberi ancaman kepada individu
karyawan, baik riil maupun sebatas dugaan. Paling tidak perubahan organisasi
menyebabkan karyawan merasa khawatir akan kehilangan masa depannya, takut
akan kehilangan kebanggaan yang selama ini telah mereka raih dan takut kehidupan
sosial nya terganggu. Oleh karena itu, dalam mengimplementasikan proses
perubahan, sejak awal sejak sebelum melontarkan ide-idenya tentang perubahan
kepada karyawan seorang manajer sebaiknya mulai memikirkan cara-cara yang
tepay untuk mengatasi kemungkinan terjadinya hal buruk dari perubahan ketimbang
menganggap bahwa semuanya akan baik-baik saja.
B. DIMENSI TERSEMBUNYI DALAM PERUBAHAN
Dengan menggunakan metafora gunung es, Sobirin (2010) membagi organisasi
menjadi dua bagian yaitu bagian yang bersifat formal rasional dan bagian yang
bersifat informal behavioral. Kedua bagian tersebut memiliki sifat berbeda. Bagian
pertama mudah diakses oleh pihak luar organisasi sedang bagian kedua cenderung
tersembunyi. Meski demikian keduanya selalu hadir berdampingan dan memiliki
peran yang seimbang dalam memajukan kehidupan organisasi. Sayangnya dalam
praktik perhatian terhadap aspek formal rasional biasanya lebih menonjol
dibandingkan dengan perhatian terhadap aspek informal behavioral seperti emosi
(Marshak, 2009). Berdasarkan pengalamannya berhubungan dengan berbagai
eksekutif lintas dunia, marshak lebih lanjut mengatakan :
 Sebagian besar agen perubahan lebih mengutamakan pendekatan rasional dalam
mendorong perubahan organisasi.
 Sebagian besar inisiatif perubahan sesungguhnya melibatkan dinamika nonrasional
dan dinamika proses secara signifikan.
 Sebagian besar agen perubahan tetap menuntut agar dalam menjalankan perubahan
organisasi menganggap bahwa perubahan organisasi murni bersifat rasional.
Akibat terlalu fokus pada aspek formal rasional, pada umumnya manajer tidak
dapat melihat sisi lain yang bersifat nonrasional. Padahal dampak yang ditimbulkan
aspek nonrasional terhadap keberhasilan perubahan organisasi sering kali justru jauh
lebih besar. Kecenderungan seperti inilah yang ditengarai menjadi penyebab utama
kegagalan dalam organisasi. Aspek rasional seperti dikatakn Marshak sesungguhnya
hanya salah satu dari enam elemen dimensi perubahan organisasi. Kelima dimensi
lainnya adalah politik, inspirasi, emosi, mindset, dan psikodinamik.

Enam dimensi perubahan organisasi :

Reason Politik Inspirasi Emosi Mindset Psikodinamik


/Akal

Rasional, Kepentinga Aspirasi Perasaan Berpedoman Pertahanan dari


analitik dan n individu berbasis nilai afektif pada keyakinan berbasis pada
logis dan dan visi dan dan sumsi kekhawatiran dan
kelompok reaktif mendasar alam bawah sadar
Karena terkungkung dengan pemikiran rasional , konsekuensinya ketika
memaparkan ide-idenya untuk perubahan organisasi para manajer juga
menggunakan alasan-alasan yang rasional. Dimensi yang tersembunyi
menjadi terabaikan dan tidak pernah dibicarakan secara terbuka. Barngkali
manajer lupa bahwa yang memiliki kepentingan bukan hanya pemilik atau
investor. Dalam kehidupan organisasi setiap individu termasuk karyawan
pada umumnya dan diri para manajer juga, masing-masing mempunyai
kepentingan. Karena kepentingan masing-masing berbeda maka berpolitik di
dalam organisasi sesungguhnya merupakan hal yang lumrah terjadi
mengingat politik identic dengan kepentingan.
Para manajer juga lupa menyampaikan kepada karyawan jika perubahan yang
diusulkannya masih dalam ranah nilai dan visi organisasi yang sebelumnya
telah disepakati bersama. Akibatnya usulan perubahan tersebut gagal
memberikan inspirasi dan motivasi karyawan untuk merubah perilakunya
karena karyawan merasa bahwa manajer mengingkari kesepakatan yang telah
mereka buat. Demikian juga apakah manajer mempertimbangkan aspek
emosi karyawan? Bbelum tentu atau bahkan tentu tidak.
Demikian juga, karena mengajukan ide-ide perubahan murni
berbasiskan rasionalitas, sering kali para manajer justru lupa menyampaikan
hal yang paling esensial dalam kehidupan organisasi yakni mindset atau
budaya organisasi yang terlanjur dijadikan landasan berpikir dan bertindak
karyawn. Padahal terbentuknya mindset tersebut sesungguhnya para manajer
pula yang menjadi pemandunya. Akibatnya tidak jarang karyawan menuduh
manajer mereka bertindak tidak konsisten kalau tidak dikatakan narsis
mereka yang mendorong mereka juga yang merubah mindset.
Terkahir, dimensi tersembunyi yang kerap menyebabkan kegalauan dan
menjadi sumber penurunan kinerja karyawan tetapi tidak dipikirkan para
manajer dalam perubahan organisasi adalah psikodinamika yang
bersemayam di bawah alam bawah sadar karyawan. Sebagai langkah awal
manajer perubahan perlu memahami bagaimana terjadinya proses perubahan
individu saat mereka menghadapi perubahan organisasi.
Untuk itu, model perubahan individu yang dibangun oleh George & Jones (2001)
yang pembangunannya didasarkan pada teori schema akan dijadikan rujukan dan
akan dijelaskan lebih rinci. Per definisi shecama adalah struktur kognitif yang bersifat
abstrak yang berisi pengetahuan tentang stimulus atau konsep, fitur atau atribut-
atribut dari konsep tersebut, dan saling keterkaitan antara atribut yang dimaksud
(lihaty von Hoppel, et al,. 1993).setiap individu akan mengembangkan shecama
ketika menghadapi stimulus yang datang secara berulang-ulang kepadanya. Schema
memiliki beberapa fungsi (Conover & Feldman, 1984), diantaranya ;
 Schema memungkinkan seseorang memiliki pengalaman dalam organisasi dalam hal
orang tersebut mampu mengurutkan elemen-elemen lingkungan yang merefleksikan
struktur schema yang relevan dengan pengetahuannya
 Schema memperoleh jenis-jenis informasi yang akan diingat kembali dari ingatan-
ingatan yang sebelumnya telah tersimpan dalam memori
 Struktur dari schema merupakan dasar untuk mengisi informasi yang hilanh
sehingga seseorang tidak sekedar menerima informasi yang ada
 Schema menjadi alat untuk memecahkan sebuah masalah dengan cara jalan pintas
sebagai upaya untuk menyeederhanakan proses penyelesaian masalah
 Dengan membandingkan realitas dengan harapan, schema dapat digunakan sebagai
dasar untuk mengevaluasi pengalaman seseorang.
George & Jones mengatakan bahwa proses perubahan individu saat
menghadapi perubahan terdiri dari 7tahapan yaitu :
 Tahap 1 terjadi discrepancy atau inkonsistensi
 Tahap 2 karyawan mulai menunjukkan reaksi emosional terhadap
inkonsistensi
 Tahap 3 karyawan mencoba menelusuri sebab-sebab terjadinya
inkonsistensi
 Tahap 4 karyawan mulai mengumpulakn informasi-informasi baru
 Tahap 5 karyawan mulai mempertanyakan apakah schema yang dibangun
sebelumnya masih relevan
 Tahap 6 karyawan mulai mencari tambah informasi baru
 Tahap 7 terjadinya perubahan schema dalam pengertian karyawan
C. FAKTOR EMOSI DALAM PERUBAHAN ORGANISASI
Emosi pada dasarnya merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
kehidupan manusia. Emosi bersumber pada unsur biologis seseorang yang akan
muncul keika orang tersebut menghadapi tantangan atau kesempatan baik secara
fisik maupun sosial.
Salah satu indikator munculnya emosi adalah karyawan mengalami shock ketika
mendengar bahwa organisasi akan melakukan perubahan. Reaksi emosional akan
muncul dengan intensitas semakin kuat manakala karyawan mempersepsi bahwa
perubahan organisasi diayakini akan berdampak negative kepada mereka.
Karyawan merasa akan kehilangan banyak hal ketika organisasi mengalami
perubahan.
Beberapa bentuk kehilangan yang akan dialamai oleh karyawan yaitu ;
 Loss of attachment ; perubahan organisasi dapat saja merubah pola hubungan yang
sudah terbentuk selama ini, sehingga pola hubungan informal yang membentuk
keterikatan sudah berubah.

 Loss of structure : perubahan pada pola pekerjaan, struktur organisasi, kebijakan


organisasi, jadwal kerja mengakibatkan orang merasa kehilangan atas struktur dan
keteraturan kerja yang selama ini diakrabinnya
 Loss of control ; dalam proses perubahan menuju kea rah yang diinginkan, kerap
anggota organisasi merasa kehilangan control atas pekerjaan yang selama ini
dimilikinya
 Loss of meaning ; perubahan akan mengubah makna yang selama ini menjadi
pegangan anggota organisasi, sementra makna yang baru belum diterima dan masih
terbentuk.
 Loss of future ; perubahan yang dialkukan akan menyebabkan kekacauan mengenai
masa depan yang sudah dimiliki anggota organisasi dalam bentuk harapaan,
sementara masa depan perubahan itu sendiri belum jelas bagi dirinya.
Disisi lain boleh jadi sebagian karyawan yang lainmenganggap bahwa
perubahan merupakan bentuk kesempatan yang tidak boleh disia-siakan.
Respon seperti ini akan mendorong seseorang secara emosional untuk terlibat
dalam perubahan. Atau dengan kata lain, karyawan merespon perubahan
dengan emosi positif. Dengan demikian, emosi apakah positif atau negative
merupakan bagian integral dari perubahan organisasi yang perlu dikelola,
terutama agar tidak menimbulkan efek negative terhadap perubahan. Untuk
memahami bahwa emosi sebagai bagian integral dalam perubahan organisasi
maka beberapa hal mengenai peran emosi dalam organisasi ;
 Emosi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari proses pemaknaan
dalam proses keorganisasian, termasuk perubahan organisasi.
 Emosi merupakan bagian integral dari proses adaptasi dan motivasi.
Sekarang emosi mulai mendapatkan tempat dalam kehidupan organisasi dan
bahkan dianggap sebagai invisiable asset-asset yang tidak tampak (Eide,
2005) yang membantu proses kehidupan organisasi. Dalam konteks
perubahan organisasi dengan demikian emosi khususnya emosi positif
diharapkan bisa memperlancar proses perubahan jika dikelola dengan baik.
Organisasi pada era sekarang ini lebih menekankan pada jaringan
(network) sehingga pendekatan command and control kurang sesuai pada
masa dimana organisasi berada pada lingkungan yang cepat berubah.
Koordinasi horizontal&vertikal menghendaki sikap aktif anggota organisasi,
yang lebih menekankan pada terbentuknya pola hubungan antar individu/antar
unit organisasi. Hal ini bisa diartikan bahwa anggota organisasi akan lebih
mudah mengalami konflik antar sesama&konflik selalu melibatkan faktor
emosi. Pola hubungan yang akhirnya tercipta mengandung beberapa implikasi,
antara lain:
1. Tidak mudah untuk memberikan prescriptive solutions, yang menyatakan
apabila dilakukan dan tidak boleh dilakukan ketika faktor emosi ikut bermain.
2. Pola pengelolaan emosi mengandalkan hubungan dengan pola saling
ketergantungan.
3. Cara pengelolaan emosi bukanlah sesuatu yang fixed, namun harus bersifat
fleksibel dan kontekstual.
4. Emosi tidak jarang merupakan pendorong perilaku individu dalam
organisasi.
5. Pengelolaan emosi akan menjadikan organisasi lebih fleksibel, adaptif dan
memudahkan pengelolaan saling ketergantungan antar unit organisasi maupun
antar individu.
Sementara itu dalam upayanya untuk menjelaskan peran emosi dalam perubahan, Huy
(2005) memperkenalkan dua konsep organisasi berbasis emosi yaitu keseimbangan
emosional (emotional balancing) dan kapabilitas emosional (emotional cabality).
Keseimbangan emosional melibatkan manajemen emosi 2 kelompok di dalam organisasi :
agen perubahan dan penerima perubahan. Tujuan diterapkan keseimbangan emosional
adalah agar emosi mampu mendorong terjadinya perubahan dan di saat yang sama kegiatan
organisasi bisa terus berjalan seperti biasanya - businnes as usual.

Berdasarkan pilihan emosi, motivasi anggota organisasi dalam menyikapi perubahan


sesungguhnya bisa dikelompokkan menjadi dua.

1. Ketika fokus perhatian seseorang ditujukan pada perubahan atau pertumbuhan, muncul
kebutuhan untuk tumbuh.

2. Ketika fokus mereka adalah keamanan atau kontinuitas kehidupan kerja, mereka akan
mengaitkan aktualisasi dirinya dengan tugas-tugas dan tanggung jawab yang selama ini
mereka emban.
Emosi dapat dikategorikan dengan menggunakan dua dimensi yaitu dimensi
hedonistik (menyenangkan vs tidak menyenangkan) dan dimensi kesiapan
bertindak (aktivasi tinggi vs aktivasi rendah). 4 kategori yang dihasilkan oleh dua
dimensi tersebut adalah :
1. Emosi menyenangkan aktivasi tinggi. Termasuk dalam kategori ini adalah
antusiasme dan kegembiraan (excitement)
2. Emosi menyenangkan aktivitas rendah. Pada kategori ini seseorang cenderung
kalem dan merasa nyaman.
3. Emosi tidak menyenangkan aktivasi tinggi ditunjukkan oleh kemarahan,
kekhawatiran dan rasa takut.
4. Emosi tidak menyenangkan aktivasi rendah meliputi kondisi emosi dalam
bentuk kekecewaan, rasa malu dan kesal.
Konsep kedua adalah kapabilitas emosional. Pada level organisasi nasional
yang dimaksud dengan kapabilitas emosional adalah kemampuan organisasi untuk
mengetahui, mengakui, memonitor, memilah dan memberi perhatian terhadap
emosi baik yang terjadi pada tataran individu maupun organisasi.
Kontrak Psikologis

Sobirin (2009) menyatakan bahwa manusia yang berada di dalam lingkungan internal
organisasi dapat dibedakan menjadi tiga kelompok yakni pemilik organisasi, manajer dan
karyawan. Pemilik disebut juga investor adalah seseorang atau sekelompok orang yang dengan
sukarela memunculkan dana untuk berdirinya sebuah organisasi atau perusahaan. Pada
umumnya pemilik tidak terlibat langsung dalam kehidupan sehari-hari organisasi. Keberadaan
mereka diwakili oleh sekelompok orang yang disebut dewan komisaris.

Dewan komisaris adalah sekelompok orang yang bertugas menjaga agar organisasi tetap
eksis sesuai nilai-nilai yang dianut para pemilik dan terus berkembang seperti yang dicita-
citakan pemilik. Untuk itu dewan komisaris merekrut atau menunjuk para eksekutor yang
populer disebut eksekutif. Mereka biasanya adalah manajer profesional yang diberi tugas
untuk menyusun rencana, mengelola, memantau dan mengawasi organisasi beserta aset yang
ditanamkan para pemilik. Meski belakangan para manajer juga dituntut secara transparan dan
akuntabel untuk bertanggung jawab kepada pemangku kepentingan (stakeholders) lain tetap
saja pemilik adalah stakeholder utama sebuah organisasi.
Kissler (1994) misalnya membedakan pola kesepakatan kerja antara
karyawan dengan perusahaan untuk periode sebelum tahun 1990-an
dengan periode setelah 1990-an seperti :
Secara definitif, Kotter (1973) mengatakan bahwa kontrak psikologis adalah
sebuah kontrak yang bersifat implisit dibuat dua belah pihak antara seseorang
(seorang karyawan) dengan organisasi tempat kerja, yang menjelaskan ekspektasi
masing-masing pihak tentang apa yang bisa mereka berikan dan apa akan diterima
dalam kaitannya dengan hubungan kerja.

Morrison menyebutkan 5 karakteristik psikologis :

1. Kontrak psikologis bersifat implisit dalam pergantian kontrak tersebut tidak


tertulis secara eksplisit seperti halnya kontrak kerja (legal contract) yang serba
jelas dan dipahami masing-masing pihak yang terlibat dalam hubungan kerja.

2. Kontrak psikologis berisi harapan-harapan dari salah satu pihak kepada pihak
lainnya.
Contoh tentang harapan karyawan terhadap perusahaan dan harapan perusahaan terhadap karyawan
adalah sebagai berikut (Kotter, 1973):
Harapan karyawan terhadap perusahaan
 Pekerjaan akan memberi makna atau tujuan bagi diri karyawan

 Karyawan memiliki kesempatan untuk mengembangkan diri

 Perusahaan memberikan pekerjaan yang sangat menarik

 Perusahaan memberikan pekerjaan yang menantang

 Karyawan memiliki daya dan tanggung jawab terhadap pekerjaan

Harapan perusahaan terhadap karyawan :


 Kemampuan untuk mengerjakan tugas-tugas di luar pekerjaan pokok

 Kemampuan untuk memahami berbagai aspek pekerjaan lain selama ia bekerja

 Kemampuan untuk menemukan cara-cara baru dalam menyelesaikan pekerjaan

 Kemampuan untuk menyajikan cara pandang secara efektif dan meyakinkan

 Kemampuan menyampaikan gagasan baik secara lisan maupun tulisan


3. Kontrak psikologis bersifat saling bergantung (interdependent)
4. Kontrak psikologis mengandung unsur jarak psikologis
5. Kontrak psikologis tidak hanya terjadi pada saat kedua belah pihak pertama kali
menjalin hubungan kerja
Kontrak psikologis dapat berubah setiap saat dan perubahannya biasanya
dilakukan tanpa adanya pemberitahuan ke pihak lain secara formal. Robinson,
Kraatz & Rousseau (1994) misalnya mengatakan selama 2 tahun pertama seorang
karyawan bekerja, mereka merasa kurang memiliki kewajiban kepada perusahaan;
sebaliknya perusahaan merasa memiliki Kewajiban lebih besar kepada karyawan.
Yang perlu menjadi catatan di sini adalah perubahan kontrak psikologis bukan
hanya terjadi karena harapan masing-masing berubah, tetapi perubahan kontrak
psikologis bisa disebabkan karena perubahan organisasi. Kontrak psikologis
adalah sebuah keyakinan atau persepsi masing-masing pihak bahwa kedua belah
pihak telah membuat kontrak meski sekali lagi kontrak tersebut bersifat informal
dan tidak tertulis.
Di sinilah uniknya kontrak psikologis yang bersifat implisit dan tidak tertulis,
kedua belah pihak belum tentu mempunyai pemahaman yang sama terhadap semua
isi kontrak. Akibatnya kontrak psikologis rentan terhadap pelanggaran di antara
mereka tidak merasa telah melakukan pelanggaran terhadap isi kontrak sehingga
tidak jarang pula terjadi pemutusan kontrak bagi karyawan perusahaan organisasi
dianggap mengganggu kehidupan kerja dan hubungan kerja dengan perusahaan,
minimal mengganggu rutinitas kehidupan kerja mereka. Dampak kelanjutannya
adalah karyawan merasa saatnya untuk melakukan pemutusan kontrak psikologis.

D. PERUBAHAN ORGANISASI TERHADAP KONTRAK PSIKOLOGIS

Dampak perubahan organisasi terhadap pelanggaran kontrak psikologis


misalnya ditemukan oleh turnley & feldam (1998). Mengelompokkan 4 macam
respon karyawan terhadap restrukturisasi perusahaan antara lain: kelompok pertama,
menganggap bahwa perusahaan tepat mereka bekerja masih memiliki komitmen
untuk memenuhi kontrak yang telah mereka buat. Kelompok kedua ,merasa tidak
ada kontrak yang dilanggar karena sejak semula mereka merasa tidak pernah
membuat kontrak psikologis.
Kelompok ketiga, menganggap bahwa perubahan organisasi merupakan sesuatu yang
normal dalam kehidupan bisnis sehingga kalaulah terjadi perubahan dalam
kehidupan kerja hal ini merupakan kejadian yang juga normal. Kelompok keempat,
merasa bahwa perusahaan telah membuat pelanggaran serius terhadap kontrak
psikologis saat perubahan melakukan restrukturisasi perubahan.

Turnley & Feldam (1998) mengatakan bahwa ketika karyawan merasa terjadi
pelanggaran terhadap kontrak psikologi sebagai akibat restrukturisasi perusahaan
maka kelompok kontrak yang umumnya dilanggar menurut menurut persepsi
karyawan adalah : keamanan kerja, keputusan perusahaan yang dilakukan sepihak
tanpa melibatkan karyawan, kesempatan karyawan untuk mengembangkan diri,
tunjangan kesehatan dan kekuatan serta tanggung jawab karyawan. Tidak kalah
pentingnya adalah jaminan kesehatan yang tidak lagi akan diperoleh karyawan jika
sampai restrukturisasi mengakibatkan mereka dipecat. Selanjutnya karyawan juga
merasa tidak lagi memiliki kekuasaan dalam menjalankan tugas dan kehilangan
tanggung jawab manakala restrukturisasi menyebabkan dirinya diberhentikan dari
pekerjaan.
E. PROSES TRANSISI INDIVIDU
Dampak perubahan organisasi terhadap individu karyawan seperti telah dijelaskan
pada uraian sebelumnya menghasilkan dua situasi yang berlawanan. Di satu sisi
sebagian karyawan merasa tidak ada masalah dengan perubahan dan bahkan mereka
sangat antusias untuk terlibat di dalamnya. Penyebabnya tidak lain karena bayangan
suram tentang masa depannya yang serba tidak pasti jika perubahan betul-betul
terealisir. Dengan menggunakan model yang dibangun Elizabeth kulber- Ross yang
dikenal dengan proses transisi 5 tahap , Freeman (1996) misalnya mengatakan adanya
lima tahapan yang akan dialami seseorang ketika mereka menghadapi perubahan :
1. Mengingkari ( Denial ) : seseorang mengingkari atau tidak mau mengakui jika
kehilangan sesuatu betul-betul tidak bisa dihindarkan.
2. Marah atau gampang marah : seseorang mulai mempertanyakan mengapa semua
ini harus terjadi sehingga perasaan marah tidak terhindarkan.
3. Tawar-menawar ( bargaining ) : orang terus mencoba menunda apa yang
sesungguhnya tidak bisa dihindari dengan memohon kepada otoritas yang lebih
tinggi.
4. Depresi dan mulai bisa menerima keadaan : periode ketigaberdayaan yang
dialami selama ini pada akhirnya menghasilkan sebuah pengakuan bahwa
kehilangan betul-betul Tidak bisa dihindarkan.

5. Bisa menerima keadaan ( acceptance ) : menunjukkan sikap yang lebih positif


terhadap kehilangan dan ia mulai mau beranjak dari situasi saat ini.

F. MENGELOLA MANUSIA PADA SAAT IMPLEMENTASI PERUBAHAN

Setelah memahami berbagai masalah yang dihadapi karyawan saat mereka


berhadapan dengan perubahan kini perhatian kita arahkan kepada cara mengelola
faktor manusia agar semua dampak negatif yang ditimbulkan perubahan bisa
diminimalisir sekecil mungkin sehingga tujuan perubahan bisa tercapai. Bahkan
karyawan yang memiliki motivasi diri yang sangat tinggi sekalipun bisa jadi
merespon perubahan dengan resistensi jika mereka tidak melihat keuntungan yang
bakal mereka peroleh. Uraian akan difokuskan pada peran manajer lini dalam
memadu pengelolaan manusia dalam implementasi perubahan organisasi.
Holbeche (2006) misalnya mengatakan bahwa peran yang harus dimainkan
seseorang manajer lini saat implementasi berubahan adalah :
1. Menciptakan iklim yang mendukung perubahan organisasi.
2. Mengelola resistensi karyawan terhadap perubahan.
3. Membangun kembali energi karyawan yang mengalami dimotivasi karena
perubahan.
4. Membekali karyawan keterampilan yang dibutuhkan agar bisa berpartisipasi
dalam peranan dan implementasi perubahan.
5. Mengelola kinerja.
6. Mendorong karyawan agar mau mencoba cara kerja baru dalam menjalankan
kegiatan organisasi.
7. Menerapkan perbaikan berkelanjutan ( continuous improvement)
8. Memastikan bahwa load pekerja dikelola secara efektif sehingga karyawan tidak
tenggelam dalam kegiatan kerja.
Kegiatan Belajar 2- KEPEMIMPINAN DALAM PERUBAHAN ORGANISASI
A. PENGERTIAN PEMIMPIN DAN KEPEMIMPINAN
Pemimpin dan kepemimpinan adalah dua kata yang saling berkaitan,
masing-masing dengan kata dasar pimpin. Dengan awalan pe kata pimpin
menjadi pemimpin yang berarti orang yang memimpin dan kepemimpinan
adalah hal-hal yang berhubungan dengan pemimpin. Namun dalam
keseharian, istilah kepemimpinan sering digunakan untuk tujuan berbeda pada
situasi berbeda. Tidak bisa dipungkiri bahwa mendefinisikan kepemimpinan
bukan pekerjaan mudah karena masing-masing pakar memberi tekanan
berbeda untuk kata yang sama-sama kepemimpinan. Bass (1990) misalnya
mengidentifikasi beragam definisi kepemimpinan sebagai berikut :
1. Pemimpin sebagai fokus atau tidak sentral dari proses kelompok.

2. Kepemimpinan sebagai kepribadan yang berdampak pada orang lain.


3. Kepemimpinan sebagai tindakan yang menyebabkan orang lain patuh.
4. Kepemimpinan sebagai pelaksanaan mempengaruhi mempengaruhi.
5. Pemimpinan sebagai sebuah tindakan atau perilaku.
6. Kepemimpinan sebagai bentuk persuasi.
7. Kepemimpinan sebagai hubungan kekuasaan.
8. Kepemimpinan sebagai instrumen untuk mencapai tujuan.
9. Kepemimpinan sebagai dampak dari sebuah interaksi.
10. Kepemimpinan sebagai bentuk peran yang berbeda.
11. Kepemimpinan sebagai proses terciptanya struktur
Dari beragam pandangan tentang kepemimpinan pada akhirnya dapat diambil inti dari
kepemimpinan antara lain : pertama, kepemimpinan merupakan sebuah fenomena
kelompok. Oleh karena itu kepemimpinan selalu melibatkan persuasi atau pengaruh,
kepemimpinan hanya akan terjadi jika orang yang dipengaruhi mau melakukan tindakan
yang bersifat sukarela. Kedua, pemimpin menggunakan pengaruhnya untuk menuntun
orang lain atau anggota kelompok melakukan tindakan tertentu, termasuk perubahan
organisasi, dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Ketiga, seringkali tidak
bisa dihindari jika kehadiran seseorang pemimpin karena kedudukan seseorang di dalam
hierarki organisasi.
B. PERBEDAAN ANTARA KEPEMIMPINAN DAN MANAJEMEN

Perbedaan antara manajer dan pemimpin/Leader


Manajer Leader

-Mengelola (administers) -Menemukan (innovates)

-Meniru (a copy) -Orisinal (origina)

-Mempertahankan -Mengembangkan

-Berfokus pada sistem dan struktur -Berfokus pada orang

-Bergantung pada pengawasan -Membangkitkan kepercayaan

-Berorientasi jangka pendek Memiliki perspektif jauh ke depan

-Bertanya bagaimana dan kapan -Bertanya apa dan mengapa

-Berorientasi pada hasil akhir -Berorientasi ke masa depan

-Meniru (imitates) -Memulai (originates)

-Menerima status quo Menerima tantangan (challenges it)

-Melakukan hal-hal dengan benar -Melakukan hal-hal yang benar

(the manager does this rights) (The Leader does ring things)
C. MENGAPA KEPEMIMPINAN DIPERLUKAN?

Katz and Khan mengajukan empat alasan mengapa kepemimpinan masih diperlukan.

Pertama, meski telah memiliki struktur organisasi yang menjelaskan kedudukan


masing-masing individu di dalam organisasi dan pembagian kerja di antara mereka,
namun harus diakui bahwa dalam batas tertentu desain organisasi sering tidak lengkap.

Kedua, organisasi tidak hidup dalam ruang isolasi yang terbebas dari pengaruh
lingkungan luar.

Ketiga, sebagai implikasi dari perubahan lingkungan eksternal, seringkali Tidak Bisa
dihindarkan lingkungan internal pun harus mengalami perubahan.

Keempat, Kehadiran seorang pemimpin sangat diperlukan terutama untuk memberi


motivasi, menginspirasi dan menjaga agar karyawan mau terus terlibat dalam
kehidupan organisasi.
E. KEPEMIMPINAN BEORIENTASI PERUBAHAN
Istilah kepemimpinan berorientasi perubahan ini diambil dari buku "The art
and science of leadership" yang ditulis oleh Nahavandi (1997). Menurut
mahavandi teori-teori yang telah berkembang selama ini bisa dikelompokkan
menjadi dua yaitu teori klasik dan teori kontingensi. Dalam perkembangan
selanjutnya meski teori-teori tersebut masih banyak digunakan untuk
menjelaskan fenomena kepemimpinan, muncul teori-teori baru yang berorientasi
perubahan.
F. METAFORA KEPEMIMPINAN PERUBAHAN
Istilah metafora sebelumnya telah digunakan Morgan (1996) untuk
menggambarkan sosok sebuah organisasi dengan menggunakan objek lain
sebagai pandanannya. Misalnya organisasi sebagai mesin bisa diartikan
organisasi memiliki perilaku layaknya perilaku sebuah mesin. Implementasinya
dalam konteks perubahan organisasi, konsep metafora bisa digunakan untuk
membedakan tipe kepemimpinan perubahan (Palmer, Dunford & Akin, 2006).
Hasil yang diharapkan dari perubahan organisasi dapat dibedakan menjadi tiga yaitu:

 Perubahan menghasilkan outcome seperti yang diharapkan

 Perubahan menghasilkan outcome yang sebagiannya sesuai dengan harap dan


sebagiannya lagi tidak sesuai dengan harapan
 Perubahan tidak menghasilkan outcome seperti yang diharapkan.

Berdasarkan kriteria-kriteria tersebut, tipologi pemimpin yang cocok untuk mengelola


perusahaan adalah:

1. Pimpinan sebagai Direktur

Ketika seorang pemimpin dianggap sebagai seorang direktur, asumsi yang


melatarbelakanginya adalah tugas seorang pimpinan adalah mengendalikan semua
aktivitas organisasi dan dengan cara ini perubahan bisa memperoleh hasil seperti yang
diharapkan. Hari ini bisa diartikan bahwa seorang pimpinan memiliki posisi sentral
dalam pengertian berhasil atau gagalnya perubahan sangat bergantung Bagaimana
arahan dari pimpinan tersebut.
2. Pimpinan sebagai navigator
Seperti halnya anggapan pemimpin sebagai seorang direktur, asumsi pimpinan
sebagai navigator juga sama yakni pimpinan memiliki kendali terhadap
kehidupan organisasi. Yang sedikit membedakan pimpinan sebagai navigator
dengan pimpinan sebagai Direktur adalah sebagai navigator ada hal-hal tertentu
yang berada di luar kendali pimpinan. Oleh karenanya Hasil perubahan juga tidak
sepenuhnya terkendali seperti yang diharapkan meski sebagiannya bisa dicapai.
3. Pimpinan sebagai caretaker
Caretaker atau pelaksana tugas merupakan metafora yang digunakan untuk
menggambarkan peran pimpinan yang sesungguhnya masih memiliki kendali
terhadap organisasi tetapi dalam upayanya untuk mengeksekusi kekuasaannya
terkendala berbagai faktor penghambat baik faktor internal maupun faktor
eksternal organisasi. Akibatnya perubahan organisasi seolah-olah di luar kendali
pimpinan.
4. Pimpinan sebagai pembina (coach)
Sebagai seorang pembinaan atau pelatihan (coach) layaknya seorang pelatih
olahraga, pimpinan secara internasional diyakini mampu membentuk kapabilitas
organisasi dalam melakukan hal-hal tertentu agar dalam situasi persaingan organisasi
bisa menenangkan persaingan tersebut.
5. Pimpinan sebagai penerjemah (Intwepreter)
Tugas utama pimpinan sebagai seorang penerjemah (interpreter) adalah membantu
anggota organisasi mengintreprestasikan dan memberi makna terhadap kejadian-
kejadian dan tindakan yang dilakukan organisasi.
6. Pimpinan sebagai pengayoman (Nurturer)
Asumsi yang melandasi pimpinan sebagai seorang pengayoman (nurturer) adalah
sekecil apapun sebuah perubahan dampaknya terhadap organisasi bukan tidak
mungkin sangat besar namun sayangnya seorang manajer tidak mampu mengendalikan
dampak perubahan tersebut.
7. Kepempimpinan Kharismatik
Istilah karisma sesungguhnya bukan istilah baru, istilah ini sudah digunakan oleh
Max Weber ketika menjelaskan pentingnya teori birokrasi.
G. Proses Mempengaruhi Dan Dukungan Situasi
Beberapa situasi yang mendukung keberhasilan kepemimpinan karismatik
adalah :
 Adanya situasi yang sedang mengalami krisis
 Adanya anggapan perlunya perubahan.
 Adanya kesempatan untuk mengartikulasikan tujuan ideologis
 Tersedianya simbol-simbol yang dramatik.
 Adanya kesempatan untuk mengartikulasikan peran para pengikut secara jelas.

H. Sisi Positif dan Negatif Kepemimpinan Kharismatik


Conger (1990) misalnya melakukan penelitian terhadap kepemimpinan
karismatik dan menemukan beberapa kelemahan dari kepemimpinan karismatik
yang negatif. Diantara kelemahan tersebut adalah :
 Kepemimpinan karismatik biasanya memiliki hubungan interpersonal yang
kurang baik.
 Perilaku pemimpin yang cenderung implusif dan tidak konvensional.
 Pemimpin karismatik biasanya hanya menjaga kesan agar tampak baik
(membangun manajemen impresi) walaupun semu.
 Pemimpin karismatik biasanya tidak memiliki kapabilitas untuk melakukan
kegiatan administratif.
 Percaya diri berlebihan biasanya banyak dampak negatif ketimbang
dampak positifnya.
 Pemimpin karismatik sering kalu gagal untuk mencari pengganti dirinya.

I.Kepemimpinan Transaksional-Transformasional
Kepemimpinan transaksional adalah tipikal kepimpinan yang lebih
menekankan pada transaksi interpersonal antara pemimpin dan karyawan yang
melibatkan hubungan pertukaran (exchange).
Karisma dan inspirasi. Konsep karisma yang dibahas di muka merupakan
salah satu dari tiga komponen pokok kepemimpinan trasformasional.
Stimulasi intelektual. Faktor kedua dalam kepemimpinan transformasional
adalah kemampuan pemimpin memberi tantangan kepada para pengikutnya.
Konsderasi individual. Faktor terakhir sangat erat kaitannya dengan teori
LMX (Leader Member Exchange = teori pertukaran antara pemimpin dengan
anggota).
J. Tahapan Dalam Kepemimpinan Transformasional
Menurut Tichy & Devanna (1990) ada tiga tahapan yang secara berurutan
seharusnya dilakukan oleh seorang pemimpin transformasional yaitu :
1. Harus ada pengakuan bahwa perubahan itu perlu.
2. Menciptakan visi baru.
3. Melembangkan perubahan.
 
 Mengikuti kebutuhan perubahan
Dalam hal perubahan strategik, dorongan untuk melakukan perubahan bisa datang
dari dua arah : dari dalam perusahaan dan dari luar perusahaan. Meski demikian
dari lingkungan eksternal pada umumnya menjadi pemicu utama yang mendorong
organisasi melakukan perubahan.
 Menciptakan Visi Baru
Dengan visi baru berarti apa yang ingin dicapai perusahaan bukan hanya capaian
tujuan jangka pendek tetapi capaian jangka panjang yang kadang-kadang tidak
dipungkiri sulit untuk dilaksanakan.
 Institusionalisasi Perubahan
Hal yang sesuai dengan definisi perubahan transformasional yang dikemukakan
oleh Blumenthal & Haspeslagh (1994). Menurut mereka untuk dikatakan bahwa
organisasi melakukan perubah trasformasional maka sebagian besar orang yang
berada di dalam organisasi harus merubah perilaku panjang terbentuknya budaya
baru ( penjelasan lebih detail tentang perubahan budaya lihat misalnya
Sobirin,2009).
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai