Anda di halaman 1dari 17

Kelompok 6

Linguistik
Dinda Duwi Kreschayanti (09) 126210211009
Eli Fitriana Ningsih (32) 126210212068
Elsa Amanda (36) 126210212073
Ilham Al Mahmud (21) 126210212056
Alat Ucap
Dalam fonetik artikulatoris hal pertama yang harus dibicarakan adalah alat ucap manusia untuk menghasilkan
bunyi Bahasa. Alat yang menghasilkan bunyi bahasa mempunyai fungsi utama yang bersifat biologis.

Contoh :

-Paru-paru untuk bernafas

-Lidah untuk mengecap

-Gigi untuk mengunyah


Nama-nama alat ucap atau alat yang terlibat dalam produksi bunyi Bahasa adalah
sebagai berikut :

- Pangkal lidah (back of the the tongue, dorsum)


- Daun lidah (blade of the tongue, laminum)
- Gigi atas (upper teeth, dentum)

Bunyi-bunyi yang terjadi pada alat-alat ucap biasanya diberi nama sesuai dengan
anam alat ucap itu. Namun, tidak biasa disebut “bunyi gigi” atau “bunyi bibir”,
melainkan bunyi dental dan bunyi labial,yaitu istilah berupa bentuk ajektif dari
Bahasa latinya.Bentuk ajektif untuk nama-nama yang sering muncul dalam studi
fonetik sebagai berikut :

- Pangkal lidah (dorsum) – dorsal


- Daun lidah (laminum) – laminal
- Gigi (dentum) – dental

Selanjutnya, sesuai dengan bunyi Bahasa itu yang dihasilkan, maka harus kita
gabungkan istilah dari dua nama alat ucap itu.

Misalnya :

- Bunyi apicodental yaitu gabungan antara ujung lidah dengan gigi atas.
- Labiodental yaitu gabungan antara bibir bawah dengan gigi atas.
- Laminopalatal yaitu gabungan antara daun lidah dengan langit-langit keras.
Proses Fonasi
Terjadinya bunyi Bahasa pada umumnya dimulai dengan proses pemompaan udara keluar dari paru-
paru melalui batang tenggorokan ke pangkal tenggorokan,yang di dalamnya terdapat pita suara. Kalau
udara yang yang dari paru-paru itu keluar tanpa mendapat hambatan apa-apa,maka kita tidak akan
mendengar bunyi apapun,selain bunyi napas. Ada empat macam posisi pita suara yaitu :

- Pita suara terbuka

- Pita suara tertutup rapat-rapat

- Pita suara terbuka sedikit

- Pita suara tertutup rapat-rapat


Setelah melewati pita suara, tempat awal terjadinya bunyi bahasa,arus udara
diteruskan ke alat-alat ucap tertentu yang terdapat di ronga mulut atau rongga
hidung,di mana bunyi Bahasa tertentu akan dihasilkan.Tempat bunyi Bahasa
ini terjadi atau dihasilkan disebut tempat artikulasi,proses terjadinya disebut
proses artikulasi, dan alat-alat yang digunakan juga disebut alat artikulasi,
atau lebih lazim disebut articulator.
Dalam proses artikulasi terlibat dua macam articulator,yaitu articulator aktif
dan articulator pasif.

Contoh :

Kalau arus udara dihambat pada kedua bibir,dengan cara bibir bawah sebagai
articulator aktif,merapat pada bibir atas,yang menjadi articulator pasif,maka
akan terjadi bunyi Bahasa yang disebut bilabial,seperti [b],[p], dan [w]. Kalau
bibir bawah sebagai articulator aktif, merapat pada gigi atas yang menjadi
articulator pasifnya,maka akan terjadi bunyi labiodental, yakni bunyi [f] dan
[v]. Kalau ujung lidah sebagai articulator aktif merapat pada gigi atas yang
menjadi articulator pasifnya,maka terjadilah bunyi apicodental, yaitu bunyi
[t] dan [d].
Tulisan Fonetik
Dalam studi linguistik dikenal adanya beberapa macam sistem tulisan
dan ejaan, di antaranya tulisan fonetik untuk ejaan fonetik, tulisan
fonemis untuk ejaan fonemis, dan sistem aksara tertentu (seperti
aksara Latin, dan sebagainya) untuk ejaan ortografis.

Dalam tulisan fonetik setiap huruf atau lambang hanya digunakan


untuk melambangkan satu bunyi bahasa. Atau, kalau dibalik, setiap
bunyi bahasa, sekecil apapun bedanya dengan bunyi yang lain, akan
juga dilambangkan hanya dengan satu huruf atau lambang.
Bandingkan dengan sistem ejaan bahasa Indonesia yang berlaku
sekarang, misalnya, huruf e digunakan untuk melambangkan lebih dari
satu bunyi. Samakah bunyi huruf e pada kata kera, monyet, dan sate?
Samakah juga bunyi huruf u pada kata-kata Inggris but, put dan hurt?
Tentu saja tidak, sebab huruf e dan huruf u dalam bahasa Indonesia
dan bahasa Inggris tidak digunakan secara fonetis.
Klasifikasi Bunyi
Pada umumnya bunyi bahasa pertama-tama dibedakan
atas vokal dan konsonan. Bunyi vokal dihasilkan dengan
pita suara terbuka sedikit. Pita suara yang terbuka sedikit
ini menjadi bergetar ketika dilalui arus udara yang
dipompakan dari paru-paru. Selanjutnya arus udara itu
keluar melalui rongga mulut tanpa mendapat hambatan
apa-apa, kecuali bentuk rongga mulut yang berbentuk
sesuai dengan jenis vokal yang dihasilkan. Bunyi
konsonan terjadi, setelah arus udara melewati pita suara
yang terbuka sedikit atau agak lebar, diteruskan ke rongga
mulut atau rongga hidung dengan mendapat hambatan di
tempat-tempat artikulasi tertentu. Jadi,beda terjadinya
bunyi vokal dan konsonan adalah; arus udara dalam
pembentukan bunyi vokal, setelah melewati pita suara,
tidak mendapat hambatan apa-apa; sedangkan dalam
pembentukan bunyi konsonan arus udara itu masih
mendapat hambatan dan gangguan. Bunyi konsonan ada
yang bersuara ada yang tidak; Yang bersuara terjadi
apabila pita suara terbuka agak lebar. Bunyi vokal,
semuanya adalah bersuara,sebab dihasilkan dengan pita
suara terbuka agak lebar. Bunyi vokal, semuanya adalah
bersuara, sebab dihasilkan dengan pita suara terbuka
Klasifikasi Vokal
Bunyi vokal biasanya diklasifikasikan dan diberi nama berdasarkan posisi
lidah dan bentuk mulut. Posisi lidah bisa bersifat vertikal bisa bersifat
horizontal. Secara vertikal dibedakan adanya vokal tinggi (misalnya bunyi [i]
dan [u] ), vokal tengah (misalnya bunyi [e] )dan vokal rendah (misalnya bunyi
[a]). Secara horizontal dibedakan adanya vokal depan (misalnya bunyi [i] dan
[e] ), vokal pusat dan vokal belakang (misalnya bunyi [u] dan [o] ). Kemudian
bentuk mulut dibedakan menjadi adanya vokal bundar dan vokal tak bundar.
Disebut vokal bundar karena bentuk mulut membundar ketika mengucapkan
vokal itu, misalnya, vokal [o] dan vokal [u]. Disebut vokal tak bundar karena
bentuk mulut tidak membundar, melainkan melebar, pada waktu mengucapkan
vokal tersebut, misalnya, vokal [i] dan vokal [e].
Diftong atau Vokal Rangkap
Disebut diftong atau vokal rangkap karena posisi lidah ketika memproduksi bunyi ini pada
bagian awal dan bagian akhir tidak sama. Ketidaksamaan itu menyangkut tinggi rendahnya lidah
dan bagian lidah yang bergerak. Namun, yang dihasilkan bukan dua buah bunyi, melainkan hanya
sebuah bunyi karena berada dalam satu silabel. Contoh diftong dalam bahasa Indonesia bunyi [au]
seperti terdapat pada kata kerbau dan harimau. Contoh lain, bunyi [ai] seperti terdapat pada kata
cukai dan landai. Apabila ada dua buah vokal berurutan, namun yang pertama terletak pada suku
kata yang berlainan dari yang kedua, maka di situ tidak ada diftong. Jadi, vokal [au] dan [ai] pada
kata seperti bau dan lain itu berarti bukan diftong. Diftong sering dibedakan berdasarkan letak atau
posisi unsur-unsurnya, sehingga dibedakan adanya diftong naik dan diftong turun. Disebut diftong
naik karena bunyi pertama posisinya lebih rendah dari posisi bunyi kedua; sebaliknya disebut
diftong turun karena posisi bunyi pertama lebih tinggi dari posisi bunyi kedua. Dalam bahasa
Indonesia hanya ada diftong naik. Dalam bahasa Inggris ada diftong naik dan diftong turun.
Diftong naik dan diftong turun didasarkan atas kenyaringan (sonoritas) bunyi itu. Kalau
sonoritasnya berada pada unsur pertama, maka dinamakan diftong turun; kalau sonoritasnya berada
pada unsur kedua, maka namanya diftong naik.
Klasifikasi Konsonan

Bunyi-bunyi konsonan biasanya dibedakan berdasarkan tiga patokan atau kriteria, yaitu
posisi pita suara, tempat artikulasi, dan cara artikulasi. Berdasarkan posisi pita suara dibedakan
adanya bunyi bersuara dan bunyi tak bersuara. Bunyi bersuara terjadi apabila pita suara hanya
terbuka sedikit, sehingga terjadi getaran pada pita suara itu. Yang termasuk bunyi bersuara, antara
lain, bunyi [b], [d], [g], [c]. Bunyi tidak bersuara terjadi apabila pita suara terbuka agak lebar,
sehingga tidak ada getaran pada pita suara itu. Yang termasuk bunyi tidak bersuara, antara lain,
bunyi [s], [k], [p], dan [t].

Tempat artikulasi tidak lain daripada alat ucap yang digunakan dalam pembentukan bunyi itu.
Berdasarkan tempat artikulasinya, antara lain, konsonan: bilabial, labiodental, laminoalveolar, dan
dorsovelar.
Berdasarkan cara artikulasinya, dibedakan menjadi
tujuh, diantaranya :
1. Hambat (letupan, plosif, stop);
2. Geseran atau frikatif;
3. Paduan;
4. Sengauan atau nasal;
5. Getaran atau trill;
6. Sampingan atau lateral;
7. Hampiran atau aproksiman.
Unsur Suprasegmental
Arus ujaran merupakan suatu runtunan bunyi yang sambung-bersambung terus-
menerus diselang-seling dengan jeda singkat, disertai dengan keras lembut bunyi,
tinggi rendah bunyi, panjang pendek bunyi, dan sebagainya. Dalam arus ujaran itu ada
bunyi yang dapat disegmentasikan, sehingga disebut bunyi segmental; tetapi yang
berkenaan dengan keras lembut, panjang pendek, dan jeda bunyi tidak dapat
disegmentasikan. Bagian dari bunyi tersebut disebut bunyi suprasegmental atau
prosodi. Dalam studi mengenai bunyi atau unsur suprasegmental itu dibedakan atas :
tekanan atau stres, nada atau pitch, serta jeda atau persendian,
NADA atau PITCH
Nada berkenaan dengan tinggi rendahnya suatu bunyi. Bila suatu bunyi
segmental diucapkan dengan nfrekuensi getaran yang tinggi. Begitupun
sebaliknya.nada dalam bahasa-bahasa tertentu bisa bersifat fonemis
maupun morfemis, tetapi dalam bahasa lain ada yang tidak.
Dalam bahasa-bahasa bernada atau tonal, seperti bahasa Thai dan
vietnam nadanya bersifat morfemis, dapat membedakan makna. Dalam
bahasa tonal biasanya dikena lima macam nada,yaitu:
1. Nada naik/meninggi bertanda ( ∕ )
2. Nada datar bertanda (−)
3. Nada turun/merendah bertanda ( \ )
4. Nada turun naik bertanda ( \/ )
5. Nada naik turun bertanda ( /\ )
Nada yang menyertai bunyi segmental di dalam kalimat disebut
intonasi.dalam hal ini ada empat nada, yaitu:

1. Nada paling tinggi, diberi tanda dengan angka 4


2. Nada tinggi diberi tanda dengan angka 3
3. Nada sedang atau biasa diberi tanda dengan angka 2
4. Nada rendah diberi tanda dengan angka 1
JEDA atau PERSENDIAN

Jeda atau persendian berkenaan dengan hentian bunyi dalam arus ujar. Disebut
jeda karena adanya hentian itu dan disebut persendian karena tempat
persambungan antara segmen yang satu dengan segmen yang lain. Jeda ini
bisa bersifat penuh atau sementara. Biasanya dibedakan jadi sendi dalam dan
sendi luar.
1. Sendi dalam menunjukan batas antara satu silabel , dengan silabel yang lain. Sendi dalam ini yang
menjadi batas silabel, dan diberi tanda (+). Misalnya: /am+bil/
/lam+pu/
/pe+lak+sa+na/
2. Sendi luar menunjukan batas yang lebih besar dari segmen silabel. Dalam hal ini, biasanya
dibedakan :
1. Jeda antar kata dalam frase bertanda garis miring ( / )
2. Jeda antarfrase dalam klausa bertanda garis miring ganda ( // )
3. Jeda antarkalimat dalam wacana bertanda garis silang ganda ( # ).
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai