Anda di halaman 1dari 10

PRESENTASI KELOMPOK 1

PENGANTAR SOSIOLOGI AGAMA C


NAMA ANGGOTA KELOMPOK
 Andrew Wahyu Bantika_712021154
 Komang Angel Trifena Dewi_712022017
 Astri Nilawati Sormin712022027
 Hana Melany Kune _712022103
 Bilmar Silalahi _712022095
 Feby Cristina Farady 712022022
 Ranto Maxwel F.P_712022014
 Imanuel A Tlonaen_712021055
 Cindynia G J P Djo rake_712022101
Definisi Dimensi Sosiologi Agama
 Sosiologi agama ialah bagian dari sosiologi umum yang mempelajari suatu ilmu budaya
empiris, profan dan positif menuju kepada pengetahuan umum, yang jernih dan pasti dari
struktur, fungsi-fungsi dan perubahan-perubahan kelompok keagaman dan gejala-gejala
kekelompokan keagamaan. Sasaran langsung (objek material): Sasaran dari sosiologi agama
sndri ialah masyarakat luar pada umumnya dan tentang bagaimana kita bersosialisasi dengan
orang-orang beragama di luar kristen.
Dimensi Sosiologi Agama menurut
Ninian Smart
Dimensi sosial dari agama melingkupi aspek-aspek agama yang dapat
diobservasi secara empirik melalui memeluk atan komunitas
keagamaan. Pada akhir 1960-an, sejarawan agama Ninian Smart
(1968) menyajikan seperangkat klasifikasi berdasarkan enam dimensi.
Tiga dimensi diberi label para-historis, artinya mereka melampaui
batas sejarah, seperti kata Smart, dengan formulasi yang agak
etnosentris. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah dimensi
dogmatis, dimensi mitotologis dan dimensi etik. Sedangkan kelompok
kedua merupakan dimensi historis yang meliputi: dimensi ritual,
dimensi experiensial, dan dimensi sosial.
Tiga dimensi para-historis:
1. Dimensi dogmatis
2. Dimensi mitologis
3. Dimensi etis
Tiga Dimensi Historis:
• Dimensi ritual, yang sebagaimana tampak dalam upacara suci,
perayaan hari besar, pantang dan puasa untuk pertobatan, doa,
kebaktian, dan sebagainya yang berkenaan dengan ritualiatas
agama.
• Dimensi pengalaman, berkaitan dengan seberapa jauh tingkat anda
dalam merasakan dan mengalami perasaan-perasaan dan
pengalaman religius.
• Dimensi social, menertibkan kehidupan bareng menyangkut
kepemerintahan keorganisasian, pemilihan dan penahbisan
pemimpin, kejemaatan, dan penggembalaan. Akhirnya dimensi
material menyangkut barang-barang, alat-alat yang dipakai untuk
pemujaan atau untuk pelaksanaan kehidupan agama itu. Termasuk
di sini bangunan-bangunan, daerah-kawasan ibadah
Dimensi Sosiologi Agama menurut
Glock
Charles Glock dan Rodney Stark (1968) yang mengidentifikasi lima dimensi saling
berlawanan, tetapi cuma dengan kelimanya seseorang disebut “religious”: eksperimental,
ideologis, ritualistic, intelektual, dan konsekuensional. Stark dan Glock memberikan
beberapa saran terkait penggunaan dimensi tersebut. Mereka mengklaim bahwa dimensi
kepercayaan merupakan hal yang sangat penting dalam kekristenan, diikuti oleh praktik
keagamaan.
• Dimensi kepercayaan mencakup lebih atau kurang ide-ide sistematis yang diyakini
dan dipegang oleh orang yang religius sebagai kebenaran. Mungkin solusi yang lebih
baik adalah memberi label pada dimensi isi iman atau dimensi dogmatis ini, karena
ini menekankan Apa seseorang percaya, bukan hanyaitumereka percaya.
• Praktek keagamaan mencakup dua bentuk, ritual dan pengabdian. Ritual adalah
tindakan keagamaan yang diformalkan khusus yang diharapkan dilakukan oleh
penganut suatu agama. Ritual dalam agama Kristen termasuk kebaktian gereja,
baptisan, dan Perjamuan Kudus. Stark dan Glock menunjukkan bahwa pengabdian,
atau kasih sayang dan pemujaan, kurang formal dan bersifat publik dibandingkan
ritual. Contoh pengabdian Kristen adalah doa pribadi dan membaca Kitab Suci.
• Dimensi pengalaman berkaitan dengan pengalaman religius yang subyektif, misalnya
perasaan akan kehadiran Tuhan.
• Dimensi pengetahuan merupakan pengetahuan yang diharapkan dimiliki oleh umat
beragama tentang dogma, ritual, dan teks-teks agama.
• Dimensi konsekuensial mencakup efek yang dimiliki agama dalam kehidupan
individu, dalam kehidupan sehari-hari mereka.
Dimensi Sosilogi Agama menurut Richard Clayton
Pada awal 1970-an, Richard Clayton (1971) mengkritik gagasan multidimensi. Dia melakukan
analisis statistik, yang disebut analisis faktor, data tentang agama di kalangan orang Amerika.
Clayton menemukan bahwa dimensi keyakinan membentuk dasar bagi semua dimensi lainnya.
Keyakinan agama menyebabkan skor yang lebih tinggi pada dimensi lainnya. Namun kesimpulan
Clayton hampir tidak dapat dilihat sebagai kesimpulan yang valid secara universal, bahkan jika
keyakinan agama penting untuk praktik ritual dan bentuk keterlibatan lainnya. Pertama, besar
kemungkinan bahwa hubungan antara dimensi-dimensi tersebut berjalan dua arah. Keyakinan
memperkuat praktik ritual, yang kembali memperkuat keyakinan, dan seterusnya. Kedua, komunitas
agama berbeda-beda mengenai signifikansi yang mereka lekatkan pada dogma.
Dimensi Sosiolog Agama menurut
Gustafsson
Sosiolog Swedia Göran Gustafsson (1997) menguraikan beberapa
temuan empiris berdasarkan data survei dari Swedia di mana dimensi
Stark dan Glock digunakan. Studi-studi ini menemukan bahwa dimensi
pengetahuan dan dimensi konsekuensial menunjukkan korelasi statistik
terendah dengan dimensi lainnya. Dengan kata lain, pengetahuan agama
yang mendetail belum tentu mengarah pada komitmen keagamaan atau
pengalaman keagamaan. Temuan semacam itu mendukung pengamatan
umum: seorang profesor agama yang sangat terspesialisasi tidak serta
merta berbagi keyakinannya atau berpartisipasi dalam ritualnya.
Korelasi yang rendah antara dimensi konsekuensial dan dimensi
keyakinan dapat diinterpretasikan dalam beberapa hal. Salah satu
interpretasi yang mungkin adalah bahwa dalam masyarakat yang
diresapi oleh tradisi Kristen, seluruh masyarakat dipengaruhi oleh
budaya Kristen sedemikian rupa sehingga orang percaya yang aktif
tidak menonjol. Kemungkinan lain adalah bahwa dalam masyarakat
yang relatif sekuler dan majemuk agama, para penganut aktif tidak
menunjukkan gaya hidup yang berbeda, tetapi hidup seperti orang lain,
karena mereka semua dipengaruhi oleh modernitas.
Definisi Sosiologi Agama menurut
Grace
Dimensi agama yang paling terintegrasi adalah keyakinan agama,
praktik keagamaan, dan pengalaman keagamaan. Ini juga harus
memenuhi syarat. Beberapa orang, tidak terkecuali di Eropa utara,
percaya pada unsur-unsur tradisi Kristen tanpa berpartisipasi dalam
kegiatan keagamaan secara teratur. Mereka adalah apa yang biasa
disebut "orang Kristen pribadi" yang mempraktekkan "percaya tanpa
rasa memiliki", Dalam situasi individualisme keagamaan, mungkin
benar bahwa pengalaman keagamaan cenderung dipisahkan dari
keyakinan dan praktik institusional. Pada saat yang sama, tingkat
individualisasi tidak boleh dibesar-besarkan. Bahkan dalam
masyarakat yang relatif sekular, individu mengembangkan semesta
makna religius mereka dalam komunikasi dengan tradisi religius yang
dikembagakan. Dimensi keagamaan juga dapat menjadi alat yang
berguna untuk menggambarkan komunitas keagamaan dan ciri
khasnya. Berbagai komunitas memberikan penekanan yang berbeda
pada setiap dimensi yang dibahas di sini.
Sekian Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai