Anda di halaman 1dari 30

 

REFERAT
POLYCYSTIC OVARY SYNDROME (PCOS)
Bab I
Pendahuluan
Latar Belakang

﹡ Polycystic Ovary Syndrome (PCOS) / Sindroma Ovarium


Polikistik (SOPK) merupakan kelainan endokrin pada wanita
usia reproduktif
﹡ Ditandai kombinasi :
○ Hiperandrogenisme
○ Oligo/anovulasi kronis
○ Ovarium polikistik
○ Penyebab paling umum dari infertilitas anovulatori
﹡ Diagnosis dan tatalaksana PCOS perlu diperhatikan, khususnya
pada penanganan infertilitas karena PCOS merupakan salah
satu penyebab pada kasus infertilitas
Bab II
Tinjauan Pustaka
Definisi

﹡ Kelainan endokrin ginekologi yang umum dengan etiologi


yang tidak diketahui
﹡ PCOS terjadi pada wanita dengan usia produktif, paling sering
pada periode pasca pubertas
﹡ Sindrom Stein - Leventhal : kondisi kompleks ditandai dengan
peningkatan kadar androgen, ketidakteraturan menstruasi, dan
kista kecil pada ovarium yang mempengaruhi sekitar 6 - 8%
wanita secara global
Epidemiologi dan Etiologi

﹡ European Society for Human Reproduction and Embryology :


prevalensi PCOS sebesar 15 - 20% pada wanita usia produktif
﹡ Belum ada angka kejadian pasti PCOS di Indonesia, namun
PCOS biasanya terjadi pada perempuan usia reproduktif
frekuensi tertinggi pada rentang usia 26 - 30 tahun sebesar
45,7%
﹡ Etiologi PCOS tidak diketahui secara pasti, namun
diperkirakan sangat dipengaruhi oleh genetik
﹡ Berbagai sumber menjelaskan bahwa PCOS terjadi akibat
interaksi kompleks antara faktor genetik dan lingkungan
Patofisiologi
PCOS
Manifestasi Klinis

Gangguan Menstruasi dan Infertilitas


• 60 – 85% pasien dengan keluhan gangguan menstruasi : oligomenorea,
amenorea, infertilitas
• Disebabkan anovulasi kronik dan hiperandrogenisme
Obesitas
• 50% - 80% wanita dengan PCOS mengalami obesitas

Hiperandrogenisme
• Hirsutisme
• Jerawat
• Alopecia androgenetic
• Acantosis nigricans
Hiperandrogenisme

Hirsutisme
﹡ Pertumbuhan rambut terminal yang
berlebihan di area wanita yang
bergantung pada androgen
﹡ Meningkatkan aktivitas 5a-reduktase
di folikel rambut
﹡ Skala Ferriman - Gallwey digunakan
untuk diagnosis hirsutisme

Jerawat
﹡ Kelainan pada unit pilosebaceous,
dengan lesi pada area wajah, leher,
punggung, dan dada
Hiperandrogenisme

Androgenetic alopecia
﹡ Pada wanita ditandai dengan
kerontokan rambut dibagian
tengah kulit kepala
﹡ Kebanyakan penderita
androgenetik alopecia memiliki
fungsi endokrin normal

Acantosis nigricans
﹡ Ditandai dengan adanya pelat
coklat dan beludru dengan
aksentuasi di alur kulit
Diagnosis

Anamnesis dan Pemeriksaan


Pemeriksaan Fisik Penunjang

• Oligomenorrhea berkepanjangan pada remaja • USG (Ultrasonography)


• Pemeriksaan Hormonal
usia 14 – 19 tahun 🡪 prediksi disfungsi
• Skor Ferriman Gallwey
ovarium persisten
• AMH (Anti Mullerian
• Oligomenorreha/amenorrhea minimal selama
2 tahun setelah menarche dan/atau amenorrhea Hormone)
• Resistensi Insulin
primer hingga usia 16 tahun, 🡪 diperhatikan
sebagai gejala PCOS
USG (Ultrasonography)

Kriteria Rotterdam 2003 :

﹡ Ditemukan folikel sejumlah


12 atau lebih dengan diameter
2 – 9 mm pada masing –
masing ovarium dan/atau
peningkatan volume ovarium (
> 10 ml)
﹡ Individu konsumsi pil
kontrasepsi oral 🡪 hanya
diperlukan salah satu ovarium
untuk dapat memenuhi kriteria
tersebut
Pemeriksaan Hormonal

﹡ Pemeriksaan hormonal yang dapat digunakan untuk


mendiagnosis PCOS :
○ Kadar progesterone
○ Kadar LH
○ Kadar testosterone
○ Kadar androsterone
○ Kadar insulin puasa
﹡ Peningkatan kadar serum hormon LH, testosteron dan
androstenedion, terkait dengan kelainan sekresi estrogen dan
terkadang profil endokrin mungkin normal
Skor Ferriman - Gallwey

﹡ Digunakan untuk pemeriksaan


hirsutisme
﹡ Terdapat 9 area dengan
penilaian diberikan skor 0 – 4
yang kemudian dijumlahkan
﹡ Total skor penilaian
diklasifikasikan menjadi
hirsutisme ringan, sedang, dan
berat
Anti Mullerian Resistensi
Hormone (AMH) Insulin

﹡ Nilai AMH serum : cerminan Pengukuran untuk menentukan


kuantitas dan kualitas adanya resistensi insulin
simpanan folikel di dalam ﹡ Uji Toleransi Glukosa Oral
ovarium ﹡ Uji Toleransi Insulin
﹡ Dapat digunakan sebagai ﹡ Frequently sampled IV glucose
penanda cadangan ovarium tolerance test
(ovarian reserve) ﹡ HOMA (Homeostatic Model
﹡ PCOS : kadar AMH serum Assessment)
meningkat 2 – 3 kali lipat lebih ﹡ QUICKI (Quantitative Insulin
tinggi dibandingkan pada Sensitivity Check Index)
perempuan normal ﹡ Euglycemic hyperinsulinemic
clamp
Karakteristik teknik pengukuran
sensitivitas insulin
Tatalaksana

Farmakologi
• Kontrasepsi Oral
• Klomifen Sitrat
• Insulin Sensitizing Agent
• Aromatase Inhibitor
• Gonadotropin

Pembedahan
• Laparoskopi Ovarium

Non-Farmakologi
• Edukasi
• Modifikasi gaya hidup
Farmakologi
Kontrasepsi Oral

Terapi dengan kontrasepsi oral memiliki beberapa manfaat,


diantaranya:
﹡ Komponen progestin menekan LH, mengakibatkan
penurunan produksi androgen ovarium
﹡ Estrogen meningkatkan produksi hepatik SHBG,
menghasilkan penurunan testosteron bebas
﹡ Mengurangi kadar androgen sirkulasi
﹡ Estrogen mengurangi konversi testosteron menjadi
dehidrotestosteron pada kulit dengan menghambat 5a-
reduktase
Farmakologi
Klomifen Sitrat

﹡ Dosis : ﹡ Efek samping :


o 50 mg/hari (PO) selama 5 o Ganggguan pengelihatan
hari, dimulai pada hari ke o Hot flushes
- 2 hingga ke - 5 siklus
o Perut kembung
menstruasi
o Perubahan mood
o Dosis dapat ditingkatkan
o Pusing
hingga 100 mg/hari jika
tidak terdapat respons o Mual
o Dosis dapat dikurangi
menjadi 25 mg/hari jika
respons terlalu berlebihan
Farmakologi
Insulin Sensitizing Agent

﹡ Metformin, pioglitazon, rosiglitazon, inositol


﹡ Bekerja dengan cara meningkatkan sensitivitas jaringan
perifer terhadap insulin sehingga kadar insulin menjadi
rendah dalam sirkulasi
﹡ Dosis : 250-500 mg/hari (PO), ditingkatkan hingga dosis
optimal yaitu 1500 - 2250 mg dibagi dalam 3 kali pemberian
﹡ Efek samping :
o Mual
o Muntah
o Gangguan gastrointestinal lainnya seperti kembung
﹡ Kontraindikasi : bagi pasien dengan gangguan ginjal
Aromatase Inhibitor Gonadotropin

﹡ Letrozol dan anastrozol : obat ﹡ Dosis :


golongan AI yang digunakan ○ Dosis rendah 50-70 IU/hari
untuk induksi ovulasi selama 7 - 14 hari
﹡ Dosis : 2.5-7.5 mg/hari (PO) ○ Dosis ditingkatkan bertahap
diberikan selama 5 hari dan setiap minggu hingga terjadi
dimulai di hari ke-3 pada siklus perkembangan folikel
ovulasi ﹡ Pilihan regimen :
﹡ Letrozol diduga memiliki o Step - up regimen
potensi meningkatkan risiko o Step - down regimen
timbulnya kelainan jantung dan
tulang pada bayi baru lahir
Pembedahan
Laparoskopi Ovarium
﹡ Metode pembedahan :
o Elektrokauterisasi
(diatermi)
o Laser
﹡ Ovarium ditusuk
menggunakan elektokauter
atau laser di 4 - 10 titik
dengan kedalaman 4 - 10
mm pada masing - masing
ovarium
﹡ Komplikasi jangka panjang :
perlekatan dan kegagalan
ovarium dini
Tatalaksana
Non - Farmakologi

﹡ Edukasi
﹡ Modifikasi gaya hidup :
○ Penurunan berat badan
○ Olahraga
○ Makanan sehat dan gizi
seimbang
○ Pertahankan berat badan
yang sehat
○ Hentikan kebiasaan
merokok
Algoritma
penanganan
infertilitas dengan
PCOS
Bab III
Kesimpulan
Kesimpulan

﹡ Polycystic Ovary Syndrome (PCOS) / Sindroma Ovarium Polikistik


(SOPK) : kelainan kompleks endokrin dan metabolik ditandai dengan
ovarium polikistik, anovulasi kronis, hiperandrogenisme, kelainan
gonadotropin
﹡ Belum ada angka kejadian pasti PCOS di Indonesia, terjadi pada
perempuan usia reproduktif sebesar 5 - 10%, frekuensi tertinggi pada usia
26 - 30 tahun
﹡ Etiologi PCOS belum diketahui secara pasti, diperkirakan genetik
berkontribusi
﹡ PCOS dapat menyebabkan infertilitas dan bersifat hiperandrogenik
Kesimpulan

﹡ Manifestasi klinik : gangguan menstruasi dan infertilitas,


obesitas, hiperandrogenisme (hirsutisme, jerawat, akne,
Androgenetic alopecia, Acanthosisnigricansis)
﹡ Tatalaksana farmakologi : pemberian kontrasepsi oral,
Klomifen sitrat, Insulin Sensitizing Agent, Aromatase
Inhibitor, Gonadotropin
﹡ Terapi pembedahan dapat dengan Laparoskopi Ovarium
﹡ Tatalaksana non farmakologi : edukasi dan modifikasi gaya
hidup
TERIMAKASIH
Daftar Pustaka

1. Kriedt K, Alchami A, Davies M. PCOS: diagnosis and management of related infertility.


Obstetrics, Gynaecology & Reproductive Medicine. 2019;29(1):1-5.
2. Williams, MD, T., Mortada, MD, R. and Porter, MD, S., 2016. Diagnosis and Treatment of
Polycystic Ovary Syndrome. American Family Physician, [online] Volume 94 (Number 2),
pp.106-113. Available at: <https://www.aafp.org/afp/2016/0715/p106.html> [Accessed 9
November 2020].
3. Konsensus Tata Laksana Sindrom Ovarium Polikistik [Internet]. Staff.ui.ac.id. 2016 [cited 12
August 2020]. Available from: http://staff.ui.ac.id/system/files/users/kemal.harzif/publication/
konsensus_sopk.pdf
4. Witchel S, Oberfield S, Peña A. Polycystic Ovary Syndrome: Pathophysiology, Presentation,
and Treatment with Emphasis on Adolescent Girls. Journal of the Endocrine Society.
2019;3(8):1545-1573.
5. Pasquali, R., 2018. Contemporary approaches to the management of polycystic ovary
syndrome. Therapeutic Advances in Endocrinology and Metabolism, [online] 9(4), pp.123-134.
Available at: <https://journals.sagepub.com/doi/full/10.1177/2042018818756790> [Accessed 9
November 2020].
6. Andrade V, Mata A, Borges R, Costa-Silva D, Martins L, Ferreira P et al. Current aspects of
polycystic ovary syndrome: A literature review. 2020.
Daftar Pustaka

7. Londonkar R. Polycystic Ovary Syndrome (PCOS) - A Mini Review. Open Access Journal
of Gynecology. 2018;3(1).
8.  Bergh, C., Moore, M. and Gundell, C., 2016. Evidence-Based Management of Infertility in
Women With Polycystic Ovary Syndrome. Journal of Obstetric, Gynecologic & Neonatal
Nursing, [online] 45(1), pp.111-122. Available at: <https://www.jognn.org/article/S0884-
2175(15)00002-7/fulltext> [Accessed 10 November 2020].
9. Mustari A, Rostini T, Indrati A, Bayuaji H, Rachmayati S. Korelasi Jumlah Folikel Antral
dengan Kadar 25(OH)D Serum pada Penderita Sindrom Ovarium Polikistik. 2018.
10. Balen, A., 2017. Polycystic ovary syndrome (PCOS). The Obstetrician & Gynaecologist,
[online] 19(2), pp.119-129. Available at:
<https://obgyn.onlinelibrary.wiley.com/doi/full/10.1111/tog.12345> [Accessed 10
November 2020].
11. Bergh C, Moore M, Gundell C. Evidence-Based Management of Infertility in Women with
Polycystic Ovary Syndrome. 2020.
12. Barbosa G, de Sá L, Rocha D, Arbex A. Polycystic Ovary Syndrome (PCOS) and Fertility.
Open Journal of Endocrine and Metabolic Diseases. 2016;06(01):58-65.
13. Havelock, MD, FRCSC J. Polycystic ovary syndrome. BCMJ, vol. 60, No. 4; 2018.

Anda mungkin juga menyukai