Anda di halaman 1dari 120

PROBLEMATIKA (MASAIL FIQHIYYAH HAJI)

DAN FIQIH HAJI BAGI WANITA

DISAMPAIKAN
PADA ACARA TOT PEMBIMBNG MANASIK HAJI
KANTOR WILAYAG KEMENTERIAN AGAMA PROPINSI BANTEN
TANGGAL 27 NOVEMBER 2020

Oleh

H. AHMAD KARTONO
Landasan Penyelenggaraan Ibadah Haji

1. Berdasarkan Al-Qur’an.
a. Surat Al-Hajj ayat 27, 28 dan 29 :

‫م ويذكرون‬$‫ع له‬$‫ ليشهدوا مناف‬. ‫ق‬$‫ج عمي‬$‫ل ف‬$‫ن ك‬$‫ن م‬$‫ر يآتي‬$‫ل ضام‬$‫ي ك‬$‫ج يآتوك رجاال وعل‬$‫ا س بالح‬$‫ي الن‬$‫وآذن ف‬
‫م‬$‫م ليقضوا تفثه‬$‫ ث‬.‫س الفقير‬$‫ا وأطعموا البائ‬$‫ فكلوا منه‬, ‫ة األنعام‬$‫ن بهيم‬$‫م م‬$‫ا رزقه‬$‫ى م‬$‫ى أيام معلومات عل‬$‫ ف‬$‫هللا‬
)29-27 : ‫وليوفوا نذورهم وليطوفوا بالبيت العتيق (سورة الحج‬.
“Dan serulah manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang
kepadamu dengan berjalan kaki, atau mengendarai setiap unta yang kurus, mereka
datang dari segala penjuru yang jauh, agar mereka menyaksikan berbagai manfaat
untuk mereka dan agar mereka menyebut nama Allah pada beberapa hari yang telah
ditentukan atas rizki yang Dia berikan kepada mereka berupa hewan ternak. Maka
makanlah sebagaian darinya dan (sebagaian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-
orang yang sengsara dan fakir. Kemudian, hendaklah mereka menghilangkan
kotoran (yang ada di badan) mereka, menyempurnakan nazar-nazar mereka dan
melakukan tawaf sekililing rumah tua (Baitullah)”.
b. Surat Ali Imran ayat 97 :

‫ ومن كفر فان هللا غني عن العالمين‬.‫ج اليت من استطاع اليه سبيال‬$‫وهلل علي الناس ح‬.
“Dan (diantara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah
haji ke Baitullah, yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan perjalanan ke
sana. Barang siapa mengingkari (kewajiban ) haji, maka ketahuilah bahwa Allah
Mahakaya (tidak memerlukan seseatu) dari seluruh alam”.
c. Surat al-Baqarah ayat 196 :
, ‫تى يبلغ الهدي محله‬$‫ والتحلقوا رءوسكم ح‬, ‫ فان أحصرتم فما استيسر من الهدي‬. ‫وآتموا الحج والعمرة هلل‬
‫ع بالعمرة‬$‫ن تمت‬$‫ فم‬, ‫م‬$‫ فاذا أمنت‬. ‫ك‬$‫و نس‬$‫دقة أ‬$‫و ص‬$‫يام أ‬$‫ن ص‬$‫ة م‬$‫ه ففدي‬$‫ن رأس‬$‫ه أذى م‬$‫و ب‬$‫ا أ‬$‫م مريض‬$‫ن كان منك‬$‫فم‬
‫ تلك عشرة كاملة‬, ‫ج وسبعة اذا رجعتم‬$‫د فصيام ثالثة أيام فى الح‬$‫ فمن لم يج‬. ‫ج فما استيسر من الهدي‬$‫الى الح‬
‫ واتقوا هللا واعلموا أن هللا شديد العقاب‬, ‫د الحرام‬$‫ ذلك لمن لم يكن أهله حاضرى المسج‬, .
“Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah. Tetapi jika kamu
terkepung (oleh musuh), maka (sembelihlah) hadyu yang mudah didapat, dan
jangan kamu mencukur kepalamu sebelum hadyu sampai di tempat
penyembelihannya. Jika ada diantara kamu yang sakit atau ada gangguan di
kepalanya (lalu dia bercukur), maka dia wajib berfidyah, yaitu berpuasa,
bersedekah atau berkurban. Apabila kamu dalam keadaan aman, maka barang
siapa mengerjakan umrah sebelum haji
dia (wajib menyembelih) hadyu yang mudah didapat. Tetapi jika dia tidak mendapatkan , maka
dia (wajib) berpuasa tiga hari dalam (musim) haji dan tujuh (hari) setelah kamu kembali. Itu
seluruhnya sepuluh hari. Demikian itu, bagi orang yang keluarganya tidak ada (tinggal) di sekitar
masjidil haram. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras hukumnya”.
d. Surat al-Baqarat ayat 197:
,‫ وما تفعلوا من خير يعلمه هللا‬, ‫ فمن فرض فيهن الحج فال رفث والفسوق والجدال فى الحج‬, ‫الحج أشهر معلومات‬
)197 : ‫ (سورة البقرة‬.‫ واتقون ياأولى اآللباب‬,‫ وتزودوا فان خير الزاد التقوى‬.
“(Musim) haji itu (pada) bulan-bulan yang telah dimaklumi. Barang siapa mengerjakan (ibadah)
haji dalam (bulan-bulan) itu, maka janganlah dia berkata jorok (rafas), berbuat maksiat dan
bertengkar dalam (melaksanakan ibadah) haji. Segala yang baik yang kamu kerjakan Allah
menbgetahuinya. Bawalah bekal, karena sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa. Dan
bertakwalah kepada-Ku wahai orang-rang yang mempunyai akal sehat”.

2. Berdasarkan Hadis Nabi Saw.


a. Hadits riwayat Imam Muslim :
‫ت‬$‫و قل‬$‫لم ل‬$‫ه وس‬$‫ علي‬$‫لى هللا‬$‫ ص‬$‫ول هللا‬$‫ رس‬$‫ قال هللا‬,$‫ول هللا‬$‫ا رس‬$‫ل عام ي‬$‫ل آك‬$‫ قال رج‬. ‫ج فحجوا‬$‫م الح‬$‫ب عليك‬$‫ كت‬$‫ياآيهاالناس ان هللا‬
)‫ الحج مرة وما زاد فهو تطوع (رواه مسلم‬, ‫نعم لوجبت وما استطعتم‬.
“Wahai manusia, sesungguhnya Allah telah mewajibkan haji atas kalian, maka
laksanakanlah haji. Lalu salah seorang (sahabat ) bertanya, apakah kewajiban
haji itu setiap tahun wahai Rasulullah? Rasulullah saw menjawab : Kalau saya
menjawab “ ya” tentu menjadi kewajiban kalian (setiap tahun) yang memiliki
kemampuan (istito’ah). Kewajiban haji hanya sekali (seumur hidup),
selebihnya hukumnya sunat (H.R.Muslim ).”
b. Hadis riwayat Imam ad-Daru Quthni :
‫ الحج والعمرة فريضتان اليضرك بآيهما بدآت (رواه‬: ‫قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم‬
)‫الدارقطنى‬
“Rasulullah saw bersabda : Haji dan umrah kedua- duanya fardhu (wajib),
tidak dilarang engkau memulai (mendahulukan) mengerjakan salah satu
diantara keduanya (H.R . Ad-Daru Quthni).”
c. Hadis riwayat Muslim :
‫قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم خذوا عني مناسككم فلعلي ال آلقاكم بعد عامي هذا ( رواه‬
) ‫مسلم‬.
“ Rasulullah saw bersabda : Ambillah (ikutilah) dari aku tatacara ibadah haji
kalian, barangkali aku tidak akan berjumpa lagi dengan kalian setelah tahun ini.
(H.R., Muslim).”
d. Hadis riwayat at-Tabrani :
‫ هي شوال وذوالقعدة وذوالحجة‬: ‫أن النبي صلى هللا عليه وسلم فسر اآلشهر المعلومات فى اآلية فقال‬
) ‫( رواه الطبراني‬.
“Sesungguhnya Nabi Saw menjelaskan (menafsirkan) “al-Asyhuru al-
Ma’lumat” dalam ayat al-qur’an adalah bulan syawal, bulan dzulka’idah dan
bulan dzulhijjah (H.R. At-Thabrani ).
e. Hadis riwayat Ibnu ‘Asakir dan At-Tabrani :
‫اكر‬$‫ن عس‬$‫ رواه اب‬. ‫م‬$‫ن دينك‬$‫ا م‬$‫ك فانه‬$‫ تعلموا المناس‬:‫لم‬$‫ه وس‬$‫ علي‬$‫لى هللا‬$‫بي ص‬$‫ن الن‬$‫ن عطاء ع‬$‫ويروي ع‬
)431 ‫ جزء اآلول صحيفة‬,‫ عن ابي سعيد كما في الفتح الكبير وراه الطبراني في اآلوسط (هداية السالك‬.
“ Diriwayatkan dari ‘Atho dari Rasulullah saw : Belajarlah kalian tentang
manasik (tatacara haji) , karena sesungguhnya manasik itu bahagian dari
(ajaran) agama kalian. (H.R. Ibnu ‘Asakir dari Abi Sa’id dalam kitab al-Fath
al-Kabir, dan riwayat al-Thabrani dalam kitab al-Ausath, Hidayatus Salik jidid
1 hal 431)“
f. Hadits Nabi Saw riwayat Ibnu Murdawih :
)‫ ان هللا انما آراد بهذه اآلمة اليسر ولم يرد بهم العسر(رواه مردويه‬: ‫قال النبي صلى هللا عليه وسلم‬
“Nabi Saw bersabda : Sesungguhnya Allah menghendaki umat ini dalam
kemudahan dan Dia tidak menghendaki mereka kesulitan (H.R.
Murdawaih).”
g. Hadis riwayat Bukhari dan Muslim :
)‫ما خير رسول هللا صلعم بين آمرين اال اختار آيسرهما ما لم يكن اثما (رواه البخاري ومسلم‬
“Rasulullah Saw tidak akan memilih diantara dua perkara kecuali yang
lebih mudah dari keduanya, selagi perkara itu tidak menimbulkan
dosa. (H.R. Bukhari dan Muslim).
h. Hadis riwayat al-Thanrani:
$‫ا ولم‬$‫سع‬$‫محا وا‬$$‫هال س‬$$‫ س‬$‫جعله‬$$$‫لدينف‬$$‫رع ا‬$$‫ ش‬$$$‫نهللا‬$‫ ا‬: $‫ وسلم‬$‫ عليه‬$$$‫لىهللا‬$$‫لنبيص‬$$‫لا‬$$‫ا‬$$‫ق‬
$‫ه‬$$‫جعلل‬$$‫ي‬
)‫ضيقا (رواه الطبراني‬.
“Nabi saw bersabda : Sesungguhnya Allah mensyari’atkan Agama
Islam lalu menjadikannya kemudahan, toleran, luas, dan Dia tidak
menjadikan-nya sempit ( H.R. At-Thabrani).”
3. Berdasarkan pendapat Imam madzhab.
Syaikh Abdul Fatah Rawah al- Makky mengemukakan dalam kitab Al-
Ifshah ‘ala Masailil Idhoh ‘ala Mazahibil Aimmah al-Arba’ah, hal 219
sebagai berikut :
($‫ه‬$‫ن‬$‫د )ا‬$‫قل‬$$‫ني‬$‫د آ‬$‫ح‬$‫ل وا‬$‫ك‬$$‫ ويجوز ل‬$‫م‬$‫ عنه‬$$$‫يهللا‬$‫ة رض‬$‫آلربع‬$$‫ة ا‬$‫ ئآلم‬$$‫د منا‬$‫ح‬$‫لوا‬$$‫د ك‬$‫قلي‬$$$‫جوز ت‬$$‫ي‬
‫ل‬$$‫يك‬$$$‫ ف‬$‫ه‬$‫عين‬$$$‫د ب‬$‫ح‬$‫د وا‬$‫قلي‬$$$‫نت‬$‫تعي‬$$‫خرىوال ي‬$‫لة آ‬$$‫ا‬$‫يمس‬$$$‫ر ف‬$‫خ‬$‫ا آ‬$‫مام‬$‫د ا‬$‫لة ويقل‬$$‫ا‬$‫ىمس‬$$$‫ ف‬$‫م‬$‫حدا منه‬$‫وا‬
‫الئمة‬$$‫عضا‬$$$‫ولب‬$$‫لمذكور علىق‬$$‫الصنافا‬$$‫حد منا‬$‫لحج وا‬$‫يصح ك‬$$$‫رفتهذا ف‬$‫ اذا ع‬.‫لمسائل‬$$‫ا‬.
“Bahwa sesungguhnya diperbolehkan taklid (menginkuti) pendapat dari
salah satu Imam madzhab yang empat (Syafi’i, Maliki, Hanafi,
Hambali), dan setiap orang boleh saja mengikuti salah satu dari
pendapat mereka dalam satu masalah dan mengikuti pendapat Imam
lainnya dalam masalah yang lain. Tidak ada ketentuan yang
mengharuskan mengikuti satu Imam Mazhab dalam semua masalah.
Jika engkau telah mengetahui ketentuan ini maka sudah benar setiap
masalah haji yang disebutkan (diputuskan) berdasarkan salah satu
pendapat para Imam Madzhab” ( al-Ifshoh ‘ala-Masailil Idhoh ‘alal-
Madzahib al-Arba’ah, hal. 219).
4. Berdasarkan Kebijakan Pemerintah
a. Kebijakan pemerintah Arab Saudi yang tertuang dalam Ta’limatul
Hajj (peratuara tentang penyelenggaraan ibadah haji), antara lain
regulasi tentang :
1) Jumlah kuota haji, jumlah misi haji, dan jamaah haji khusus (hujjaj al-fanadiq).
2) Pelayanan jamaah haji di Jeddah, Madinah, Makkah dan Masya’ir (Arafah,
Muzdalifah dan Mina).
3) Dokumen/ paspor dan visa haji, general service fee (GSF)
4) Transportasi udara, Akomodasi dan katering jamaah haji, perkemahan jamaah di
Arafah, Muzdalifah dan Mina, kesehatan, bimbingan ibadah/ manasik haji, dan
keamanan.
5) Pengaturan kedatangan dan pemulangan jamaah oleh Muassasah, Imigrasi, Maktab
Wukala dan Naqabah ‘Ammah.
b. Kebijakan Pemerintah Indonesia tentang peraturan dan perundang-undangan haji dan
umrah, sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Penyelenggaraan Ibadah Haji
dan Umrah Nomor 8 Tahun 2019, Peraturan Pemerintah, dan Peraturan/ Keputusan
Menteri Aagama, antara lain :
1) Sistem pembagian kuota setiap propinsi, kabupaten/kota, pendaftaran dan
pelunasan biaya penyelenggaraan ibadah haji melalui bank penerima setoran (BPS
BPIH).
2) Pengurusan dokumen/ paspor dan visa haji.
3) Sistem pembinaan jamaah haji reguler, jamaah haji kusus dan umrah, petugas haji
(PPIH dan petugas yang menyertai jamaah).
4) Memastikan kesiapan embarkasi/debarkaksi, penentuan kloter dan
transportasi udara jamaah haji.
5) Memastikan kesiapan pemondokan (akomodasi/ hotel), katering dan
transportasi salawat di Arab Saudi.
6) Memastikan semua jamaah dapat diberangkatkan dan dipulangkan,
mendapatkan akomodasi, konsumsi, pelayanan kesehatan, bimbingan ibadah,
keamanan dan perlindungan.
Adab Perjalanan Ibadah Haji
1. Sebelum melakukan perjalanan haji/ umrah.
Bagi orang yang akan melaksanakan haji atau umrah, disebutkan dalam kitab
“al Idhah fi Manasik al-Hajj wal-Umrah” sebagai berikut :
‫تحب ان‬$$‫ ويس‬,‫ا‬$$‫ن اليعرفه‬$$‫ح العبادة مم‬$$‫ن اذ التص‬$$‫ه وهذا فرض عي‬$$‫م كيفيت‬$$‫ن يتعل‬$$‫ج أ‬$$‫اذا أراد الح‬
‫ه‬$‫ع طريق‬$‫مي‬$‫ا فج‬$‫ه ويكرره‬$‫م مطالعت‬$‫ن يدي‬$‫دها وأ‬$‫ا لمقاص‬$‫ك جامع‬$‫ى المناس‬$‫ا ف‬$‫ا واضح‬$‫ه كتاب‬$‫تصحب مع‬$‫يس‬
‫ن‬$‫ن م‬$‫ه أورك‬$‫ن شروط‬$‫ه بشرط م‬$‫ج الخالل‬$‫ع بغيرح‬$‫ن يرج‬$‫ه أ‬$‫ا علي‬$‫ل بهذا خفن‬$‫ن أخ‬$‫ وم‬, ‫ه عنده‬$‫ير محقق‬$‫لتص‬
‫م‬$‫ر به‬$‫ك فاغت‬$‫م يعرفون المناس‬$‫م أنه‬$‫ة وتوه‬$‫ض عوام مك‬$‫ن الناس بع‬$‫ر م‬$‫د كثي‬$‫ا قل‬$‫ وربم‬.‫و ذلك‬$‫ه أونح‬$‫أركان‬
,‫ن شرف النووي‬$‫ى ب‬$‫ي‬$‫ي يح‬$‫ لالمام الريان‬, ‫ج والعمرة‬$‫ك الح‬$‫ى مناس‬$‫ش ( كتاب االيضاح ف‬$‫أ فاح‬$‫ك خط‬$‫وذل‬
)57-56 ‫صحيفة‬.
Barang siapa yang hendak melaksanakan haji dianjurkan belajar tata
cara ibadah haji karena termasuk fardu ain, sebab ibadah haji tidak sah sebagi orang yang
tidak mengetahui tatacaranya, dan dianjurkan selalu membawa kitab manasik dan selalu
membacanya berulang-ulang agar hakikat ibadah dapat diraihnya. Kita khawatir jika kembali
ke tanah air tanpa memperoleh haji yang mabrur. Banyak orang awam menganggap bahwa
semua penduduk Makkah mengerti manasik, anggapan ini sangat patal/ keliru” (al-Idhah fi
Mnansik al-Hajj wal’Umrah, hal 56-57).
2. Adab memasuki kota Makkah al-Mukarramah.
Dalam kitab al- Fiqh al-Islami Wa Adillatuhu, jilid 3 hal 324-325 dikemukakan sebagai
berikut :
(‫ة‬$‫بدخولمك‬$‫ا )أدا‬$‫المحرم‬$$‫ة ا‬$‫لمك‬$‫دخ‬$$‫الي‬$$‫ أ‬$‫لحرم‬$$‫ر ا‬$‫نغي‬$‫يم‬$‫أت‬$$‫ني‬$‫م‬$$‫يل‬$‫نبغ‬$$‫ ي‬.‫دبا‬$$‫و ن‬$‫ا أ‬$‫ج أوعمرة وجوب‬$‫ح‬$$$‫الب‬$$‫د ا‬$‫ح‬$‫ا أ‬$‫يدخله‬$‫ال‬
-324 ‫ ص‬3 ‫ ج‬,$‫ه‬$‫الميوأدلت‬$‫الس‬$$‫ ا‬$‫ه‬$‫لفق‬$$‫ (ا‬$‫د غيرهم‬$‫بعن‬$‫ج‬$‫تحبووا‬$
, ‫ا مس‬$‫ا محرم‬$‫ندخوله‬$‫ة أ‬$‫لشافعي‬$$‫د ا‬$‫ح عن‬$‫آلص‬$$‫ وا‬.‫و عمرة‬$‫ج أ‬$‫ح‬$$$‫ب‬
)325
Maksudnya : Tidak diperbolehkan seseorang masuk ke Makkah kecuali dia melaksanakan
haji atau umrah, baik melaksanakan haji/umrah wajib atau sunat. Bagi orang yang bukan
penduduk tanah haram tidak diperbolehkan masuk ke Makkah kecuali dalam keadaan
berihram haji atau umrah. Menurut mazhab Syafi’i masuk ke Makkah dalam keadaan
ihram hukumnya mustahab (sunat). Sedangkan menurut mazhab lainnya (mazhab
Maliki, Hanafi dan Hambali) memasuki Makkah wajib berihram, baik ihram haji
ataupun ihram umrah.
Istitho’ah dalam Ibadah Haji
1. Dalam Al-qur’an Surat Ali Imran ayat 97 disebutkan :
)97 :‫ وهلل على الناس حج البيت من استطاع اليه سبيال ومن كفر فان هللا غني عن العالمين (ال عمران‬.
“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu bagi orang
yang sanggup mengadakanperjalanan ke Baitullah. Barang siapa mengingkari
(kewajiban haji) maka sesungguhnya Allah Mahakaya dari semesta alam” (Q.S.
Ali Imran, ayat 97).
2. Dalam hadis dari Abi Hurairah r.a :
‫ يا أيها الناس قد فرض هللا‬: ‫ خطبنا رسول هللا صلى هللا عليه وسلم فقال‬:‫عن أبي هريرة رضي هللا عنه قال‬
‫ فقال النبي صلى هللا عليه‬,‫ فقال رجل أكل عام يا رسول هللا؟ فسكت حتى قالها ثالثا‬.‫عليكم الحج فحجوا‬
‫ رواه أحمد ومسلم والنسائي‬.‫ لو قلت نعم لوجبت ولما استطعتم‬: ‫وسلم‬
“Dari Abu Hurairah r.a ia berkata : Rasulullah Saw berkhutbah di hadapan kita
seraya beliau bersabda : Wahai manusia, Allah telah mewajibkan haji atas kalian
maka laksanakan haji. lalu seorang laki-laki bertanya, apakah harus dikerjakan
setiap tahu wahai Rasulullah? Nabi Saw berdiam sejenak sampai ia betanya tiga
kali, lalu Nabi menjawab : Kalau aku mengatakan iya maka pasti wajib
dilaksanakan setiap tahun ketika kalian mampu”. (H.R. Ahmad, Muslim dan
Nasa’i).
Sedangkan dalam hadis lain riwayat Imam Muslim, pada kalimat akhir sabda
Nabi menyatakan :
... $‫ مسلم‬$‫خرجه‬$‫ أ‬. ‫طوع‬$$$‫و ت‬$‫ه‬$$$‫لحج مرة وما زاد ف‬$$‫ ا‬.
“... Kewajiban haji hanya sekali (seumur hidup) selebihnya hukumnya sunah.
(H.R. Muslim).
3. Para ahli (fuqaha) berbeda pendapat tentang Istita’ah dalam ibadah haji sebagai
berikut :
a. Menurut Imam Malik, orang yang sanggup berjalan kaki dan mencari
nafkah/bekerja selama ibadah haji serta adanya biaya yang cukup bagi
keluarga yang ditinggalkan, maka yang bersangkutan sudah termasuk
istitha’ah.
b. Imam Syafi’i berpendapat bahwa istita’ah terbagi menjadi dua yaitu
istitha’ah mubasyarah (mampu karena diri sendiri) dan istitha’ahghairu
mubasyarah ( mampu karena bantuan orang lain). (al-Fiqh ‘ala Mazahib
al Arba’ah, juz 1 hal. 635 – 639).
‫‪Berdasarkan pendapat Imam Syafi’i tersebut, maka petugas haji‬‬
‫‪termasuk istitho’ah ghairu mubasyarah, yakni diusulkan oleh‬‬
‫‪lembaga/instansi karena memiliki kemampuan bertugas melayani jamaah‬‬
‫‪dengan baik dan bertanggung jawab.‬‬
‫‪c. Ulama mazhab Hanafi dan Hanbali menyatakan bahwa istitho’ah meliputi‬‬
‫‪sehat badan, memiliki biaya dan kendaraan, aman dalam perjalanan.‬‬
‫‪d. Arti istithaah yang dikemukakan dalam “ Fatwa Ulama Nomor : 12664,‬‬
‫‪(Islam web) sebagai berikut :‬‬
‫فاالس‪$‬تطاعة ف‪$‬ى الح‪$‬ج ه‪$‬ي القدرة عل‪$‬ى ثم‪$‬ن أوأجرة الوس‪$‬يلة الموص‪$‬لة ال‪$‬ى البالد المقدس‪$‬ة‬
‫والمعيدة منه‪$‬ا‪ ,‬باالضاف‪$‬ة ال‪$‬ى م‪$‬ا يحتاج‪$‬ه الحاج م‪$‬ن نفقات‪$‬ه ونفقات م‪$‬ن تلزم‪$‬ه نفقت‪$‬ه‪ ,‬والقدرة‬
‫البدني‪$‬ة وأم‪$‬ن الطري‪$‬ق وامكان المس‪$‬ير‪ .‬ويضاف للمرأ‪$‬ة خاص‪$‬ة وجود زوج أومحرم يص‪$‬حبها‪,‬‬
‫فم‪$‬ن توف‪$‬ر لدي‪$‬ه ذل‪$‬ك وه‪$‬و بال‪$‬غ عاق‪$‬ل ح‪$‬ر فق‪$‬د وج‪$‬ب علي‪$‬ه الح‪$‬ج عل‪$‬ى الفور لتحق‪$‬ق االس‪$‬تطاعة‪.‬‬
‫وم‪$$‬ن حبس‪$$‬ه مرض مزم‪$$‬ن أوكان شيخ‪$$‬ا فاني‪$$‬ا اليس‪$$‬تطيع الس‪$$‬فر ال‪$$‬ى الح‪$$‬ج وه‪$$‬و مايس‪$$‬مى‬
‫بالمعضوب‪ ,‬فان قادرا مادي‪$‬ا لزم‪$‬ه أ‪$‬ن يني‪$‬ب غيره ليح‪$‬ج عن‪$‬ه ول‪$‬و بأجرة بشرط أ‪$‬ن يكون النائ‪$‬ب‬
‫ق‪$‬د ح‪$‬ج ع‪$‬ن نفس‪$‬ه‪ .‬فاذا ل‪$‬م يج‪$‬د المعضوب م‪$‬ن ينيب‪$‬ه أ‪$‬و وجده ولك‪$‬ن بأكث‪$‬ر م‪$‬ن أجرة المث‪$‬ل س‪$‬قط‬
‫‪.‬عنه الحج لعدم توفر االستطاعة‬
Maksudnya : Istithaah dalam haji adalah kemampuan untuk membayar
biaya haji, atau dengan mengupah (kepada orang lain) untuk menuju ke
tanah suci dan kembali ke tanah air, adanya kesiapan bekal selama dalam
perjalan dan bekal bagi keluarga yang ditinggalkan, sehat badan/fisik,
aman dalam perjalanan dan memungkinkan menempuh perjalanan yang
jauh. Bagi wanita harus didampingi suami atau mahram. Barang siapa
yang telah memenuhi ketentuan tersebut sedang dia adalah orang dewasa,
berakal sehat, merdeka, maka dia wajib melaksanakan haji dengan segera
karena telah memenuhi ketentuan istithaah. Barang siapa yang terhalang
sakit yang tidak mungkin sembuh, atau orang yang sangat tua yang tidak
mampu melakukan perjalanan haji, maka dia tergolong ma’dhub (orang
yang tidak mampu duduk di atas kendaraan). Jika dia secara finansial
mampu maka wajib mewakilkan kepada orang lain untuk
menghajikannya sekalipun dengan membayar, dengan syarat orang yang
menggantikannya telah melaksanakan haji. Apabila tidak menemukan
orang yang dapat menggantikannya atau ada orang yang mau
menggantikan tapi dengan bayaran yang mahal maka gugur untuk
mewakilkan haji karena tidak terpenuhi ketentuan istithaah.
e. Menurut Ulama Mutaakhirin (kontemporer) dalam Istitha’ah selian unsur
kesehatan juga adanya kesempatan mendapatkan kuota haji terkait dengan adanya
kebijakan negara-negara yang tergabung dalam OKI, termasuk pemerintah Arab
Saudi dan pemerintah Indonesia tentang pengaturan Kuota Haji bagi masing-masing
negara. (al- Mughni fi Fiqh al-Hajj wa al-‘Umrah, halaman 16-19).
f. Bagi kaum waria yang telah memiliki kemampuan (istitho’ah) juga diwajibkan
melaksanakan haji, sebagaimana penjelasan berikut :
‫ فان كان معه‬.‫ ويشترط فى حقه من المحرم ما يشترط فى حق المرأة‬, ‫وأما الخنثى المشكل فانه يجب عليه الحج‬
... ‫ وان كن أجنبيات عنه‬.‫ فان كن أخواته أوأمهاته أو بنات أخيه أو بنات أخته أوعماته أوخاالته جاز ذلك‬, ‫نسوة‬
‫ آلنه اليجوز الخلوة بهن (البيان فى مذهب االمام الشافعي‬, ‫لم يجز‬,
36 ‫)المجلد الرابع صحيفة‬.
“waria musykil (yang prilakunya seperti lelaki, kadang seperti wanita) dalam
keadaan ihram dia haknya seperti haknya wanita. Dia boleh berkumpul dengan
wanita yang memiliki hubungan keluarga seperti saudara perempuan, ibu, anak dari
saudara laki-laki dan saudara perempuan, dan bibi.Tidak boleh berkumpul dengan
orang-orang selain yang telah disebutkan”.
g. Istitha’ah karena bantuan orang lain ($‫غيره‬$$$‫ستطاعة ب‬$‫)ا‬
Adapun orang yang mampu karena bantuan orang lain disebutkan dalam kitab “al-
Bayan fi Madzhab al-Imam as-Syafi’i, jilid 4 hal 39” sebagai berikut :
,‫ة‬$‫ة غيرمحتمل‬$‫ب االبمشق‬$‫ى مرك‬$‫ت عل‬$‫ن يثب‬$‫ى أ‬$‫ه اليقدرعل‬$‫ى بدن‬$‫ا ف‬$‫ن يكون معضوب‬$‫ فهوأ‬: ‫تطيع بغيره‬$‫ا المس‬$‫وأم‬
‫م يكن‬$‫ فان ل‬,‫ة‬$‫ى الراحل‬$‫ق اليتمسك عل‬$‫ا نضوالخل‬$‫ أوكان شاب‬,‫ب‬$‫ى المرك‬$‫تمساك عل‬$‫بر مااليمكنه االس‬$‫ن الك‬$‫غ م‬$‫و بل‬$‫أ‬
‫حيفة‬$‫ع ص‬$‫د الراب‬$‫ المجل‬,‫ي‬$‫ب االمام الشافع‬$‫ى مذه‬$‫بيان ف‬$‫ (ال‬.‫ لألية‬, ‫ج‬$‫ه الح‬$‫ب علي‬$‫م يج‬$‫ ل‬... ‫ه‬$‫ن يطيع‬$‫ه مال والم‬$‫ل‬
)39 .
Maksudnya bahwa orang yang mampu haji karena bantuan orang lain adalah
orang yang sakit fisiknya sehingga tidak mampu duduk di atas kendaraan, orang
yang lanjut usia (lansia) yang tidak memungkinkan dia duduk di atas kendaraan,
atau anak muda yang cacad fifik/anggota badannya sejak lahir. Jika dia tidak
memiliki harta dan tidak ada orang yang dapat diikutinya (orang yang bertanggung
jawab), maka dia tidak wajib haji.
Mahram dalam Ibadah haji
1. Dalam hadits riwayat Bukhari dan Muslim, Rasulullah Saw bersabda:
)‫التسافر المرأة اال ومعها ذو محرم (متفق عليه‬.
"Janganlah seorang wanita melakukan safar (perjalanan jauh) kecuali disertai
dengan mahram.” (hadits muttafaq ‘alaih).
2. Dalam hadis lain riwayat At-Tabrani dari Abi Umamah, Nabi Saw bersabda :
)‫ (رواه الطبراني‬. ‫اليحل المرأة مسلمة أن تحج اال مع زوج أو ذي محرم‬.
“Tidak diperbolehkan bagi seorang wanita muslim pergi haji kecuali disertai
suami atau mahram”.
3. Para fuqaha berbeda pendapat tentang mahram bagi wanita ketika melaksankan
haji/umrah, sebagaimana dikemukakan dalam kitab al-Mughni fi Fiqh al-Hajj
wal’Umrah, hal 24-26 sebagai berikut :
‫ن‬$‫ة وب‬$‫ن عائش‬$‫ وهذا القول مروي ع‬, ‫ا بحال‬$‫ى حجه‬$‫ا ف‬$‫س شرط‬$‫ن المحرم لي‬$‫ى أ‬$‫ي ال‬$‫ك والشافع‬$‫ب االمامان مال‬$‫ذه‬
‫ وهو ظاهر قول الزهري وقتادة والحكم بن عتيبة وداود‬, ‫عمر وبن الزبير وعطاء وبن سرين واألوزعي‬
Maksudnya :
a. Menurut Imam Malik dan Imam Syafi’i, mahram dalam ibadah haji bukan
termasuk syarat. Pendapat ini diriwayatkan dari Aisyah, Ibnu Umar, Ibnu Zubair,
Ibnu Sirin dan al-Auzai’.
Selanjutnya Ibnu Hazm menyatakan bahwa wanita yang tidak punya mahram
dapat melaksanakan haji dan tidak ada sangsi apapun. Apabila wanita itu bersuami
maka suami wajib mendampinginya, akan tetapi jika suami tidak melakukannya
maka dia maksiat kepada Allah, sedangkan istri yang berhaji tidak didampinginya
tidak berdosa. Ia dapat bergabung dengan bebrapa wanita lain yang saleh, aman
dan dapat dipercaya.
b. Menurut Abu Hanifah dan Ahmad bahwa mahram itu merupakan syarat yang
harus dipenuhi bagi haji wanita, sebagaimana penjelasan berikut :
‫م‬$‫ة وابراهي‬$‫ن وعكرم‬$‫و قول الحس‬$‫ وه‬, ‫ة‬$‫ج المرأ‬$‫ى ح‬$‫ن المحرم شرط ف‬$‫ى أ‬$‫د ال‬$‫ة وأحم‬$‫ب االمامان أبوحنيف‬$‫ذه‬
‫النخعي وطاوس والشعبي واسحاق والثوري وابن المنذر‬.
“Menurut Imam Abu Hanifah dan Ahmad, bahwa mahram itu syarat dalam haji
wanita. Pendapat tersebut dikemukakan al-Hasan, Ikrimah, Ibrahim al-Nakha’i,
Thawus, al-Sya’abi, Ishaq, al-Tsauri dan Ibnul Mundzir”.
Perempuan dalam Keadaan Iddah Pergi Haji.
Beberapa pendapat tentang boleh tidaknya seorang wanita yang sedang dalam
keadaan iddah melaksanakan ibadah haji, dikemukakan sebagai berikut :
1. Menurut Umar bin Khattab dan Utsman r.a :
Perempuan dalam iddah karena ditinggal suami wafat maka dia tidak
diperbolehkan keluar untuk melaksanakan haji atau umrah. Larangan tersebut
dikemukakan Umar dan Usman r.a, sebagaimana diriwayatkan Mujahid .
‫ناده‬$‫ وباس‬, ‫ة‬$‫ن ذي الحليف‬$‫ة وم‬$‫ن الجحف‬$‫ن حاجات ومعتمرات م‬$‫ر وعثمان يرجعانه‬$‫ كان عم‬: ‫د قال‬$‫ن مجاه‬$‫ع‬
‫ رد عمر بن الخطاب رضي هللا عنه نساء حاجات أو معتمرات توفى‬: ‫عن مجاهد عن سعيد بن المسيب قال‬
‫أزواجهن من ظهر الكوفة‬.
“Umar dan Usman menolak dan mengembalikan para wanita yang akan
melaksanakan haji atau umrah dari Juhfah dan Zulhulaifah sedang suami mereka
telah wafat”. Demikian pula Umar bin Khattab juga menolak/nmengembalikan
para wanita yang akan haji dan umrah dari Kufah”.
‫‪2. Sa’id bin Abdul Qadir Basyinfar dalam bukunya “al-Mughni fi Fiqh‬‬
‫‪al-Hajj wal’Umrah” hal 42, menyatakan :‬‬
‫لوكان عل‪$‬ى المرأ‪$‬ة حج‪$‬ة االس‪$‬الم ومات زوجه‪$‬ا يلزم‪$‬ه العدة ف‪$‬ى منزل‪$‬ه‪$‬ا وكذل‪$‬ك لوكان‪$‬ت ف‪$‬ى عدة‬
‫الطالق‪ ,‬أل‪$‬ن هللا‪ $‬س‪$‬بحانه وتعال‪$‬ى نه‪$‬ى المعتدات ع‪$‬ن الخروج ف‪$‬ى قول‪$‬ه ع‪$‬ز وج‪$‬ل ‪ :‬التخرجوه‪$‬ن‬
‫م‪$‬ن بيوته‪$‬ن وال يخرج‪$‬ن ‪ .‬وأل‪$‬ن عم‪$‬ر ب‪$‬ن الخطاب رض‪$‬ي هللا‪ $‬عن‪$‬ه رد المعتدات م‪$‬ن ذي الحليف‪$‬ة‪,‬‬
‫‪ .‬وألن العدة فى المنزل تفوت‪ ,‬والحج يمكن ادراكه فى عام مقبل‬
‫)‪“Jika seorang wanita akan melaksanakan haji pertama (hijjatul Islam‬‬
‫‪sedangkan dia dalam keadaan iddah karena suaminya wafat, maka dia‬‬
‫‪tetap harus di rumah seperti iddah karena talak. Allah Swt melarang‬‬
‫‪wanita dalam iddah keluar dari rumah. Oleh karena itu Umar r.a‬‬
‫‪mengembalikan mereka dari Zulhulaifah, dan hajinya dapat‬‬
‫‪dilaksanakan tahun berikutnya.‬‬
‫‪3. Dalam buku al-Fiqh al-Islam wa Adillatuhu juz 3 hal 37, dikemukakan :‬‬
‫ومن‪$$‬ع الجنابل‪$$‬ة خروج المرأ‪$$‬ة ال‪$$‬ى الح‪$$‬ج ف‪$$‬ى عدة الوفاة‪ ,‬وأجازوا له‪$$‬ا الخروج عدة الطالق‬
‫المبتوت‪ ,‬أل‪$‬ن لزوم المنزل وا‪$‬لم‪$‬بيت في‪$‬ه واج‪$‬ب ف‪$‬ى عدة الوفاة‪ ,‬والطالق المبتوت اليج‪$‬ب في‪$‬ه‬
‫ذلك‪ .‬وأماعدة الرجعي‪$‬ة ان خرج‪$‬ت للح‪$‬ج فتوف‪$‬ي زوجه‪$‬ا رجع‪$‬ت لتعت‪$‬د ف‪$‬ى منزله‪$‬ا ان كان‪$‬ت قريب‪$‬ة‪,‬‬
‫‪ .‬ومضت فى سفرها ان كانت بعيدة‬
“Mazhab Hanbali melarang wanita pergi haji dalam iddah karena suami
wafat, tetapi membolehkan pergi haji bagi wanita yang dalam iddah
talak bain. Adapun wanita dalam iddah talak raj’i pergi haji, lalu
suaminya meninggal dunia maka dia harus pulang jika tempat tinggalnya
dekat, dan boleh meneruskan perjalanan hajinya jika tempat tinggalnya
jauh”.
4. Pendapat sebagian ulama salaf :
‫ وفى أن تبيت حيث‬,‫ج أوالعمرة‬$‫رخص بعض السلف فى خروج المرأة وهي فى عدتهاالى الح‬
‫ي‬$‫ة رض‬$‫ت عائش‬$‫ خرج‬: ‫ن عروة‬$‫ن الزهري ع‬$‫ر ع‬$‫ن معم‬$‫نفه ع‬$‫ى مص‬$‫د الرزاق ف‬$‫ روى عب‬.‫شائت‬
‫ت‬$‫ كان‬: ‫ قال عروة‬.‫ى عمرة‬$‫ة ف‬$‫ى مك‬$‫بيدهللا ال‬$‫ن ع‬$‫ة ب‬$‫ا طلح‬$‫ل عنه‬$‫ن قت‬$‫م كلثوم حي‬$‫ا أ‬$‫ا بأخته‬$‫ عنه‬$‫هللا‬
)30 ‫ ص‬,‫ عائشة تفتى المتوفى عنها زوجها بالخروج فى عدتها (المغنى فى فقه الحج والعمرة‬.
Sebagian Ulama Salaf memperbolehkan wanita dalam ‘iddah keluar
melaksanakan haji atau umrah. Abdul Razaq meriwayatkan dari
Muammar, dari al-Zuhri dan dari Urwah bahwasannya ‘Aisyah r.a
dengan saudaranya yakni Umi Kulsum yang telah ditinggal wafat
suaminya (Thalhah) keluar menuju kota Makkah melaksanakan umrah.
Haruskah Perempuan Pergi Haji Mendapat Izin dari Suami.
Bagi wanita yang sudah bersuami harus mendapat izin untuk melaksanakan
ibadah haji.Akan tetapi sebagaian ulama menyatakan jika wanita tersebut
akan melaksanakan haji pertama (hijjatul Islam) maka hukumnya sunat
meminta izin kepada suami.
Sedangkan untuk melaksanakan haji yang kedua dan seterusnya wajib
mendapat izin dari suaminya. Sebagaimana penjelasan berikut :
‫ه‬$‫ع امرأت‬$‫ل من‬$‫س للرج‬$‫ ولي‬,‫ج‬$‫ى الح‬$‫ى الخروج ال‬$‫ا ف‬$‫تأذن زوجه‬$‫ن تس‬$‫ة أ‬$‫تحب للمرأ‬$‫ج فرض اس‬$‫اذا كان ح‬
‫ واال خرجت بغيراذنه‬,‫من حجة االسالم فان أذن لها‬.
Pendapat tersebut didukung oleh Nakha’i, Ishaq, Abu Tsaur dan As-habur
Ra’yi, serta dikuatkan Imam Syafi’i bahwa penolakan suami memberi izin
kepada istrinya adalah karena pelaksanaan ibadah haji dapat ditunda.
‫لعم قال‬$‫بي ص‬$‫ن الن‬$‫ا روي أ‬$‫ ولم‬, ‫ي‬$‫ى التراخ‬$‫ج عل‬$‫ن الح‬$‫ى أ‬$‫ا بناء عل‬$‫ه منعه‬$‫ ان ل‬: ‫ى قول‬$‫ة ف‬$‫وقال الشافعي‬
‫ رواه‬.‫ق اال باذن زوجها‬$‫ن تنطل‬$‫ا أ‬$‫س له‬$‫ لي‬: ‫ج‬$‫ى الح‬$‫ا ف‬$‫ا زوجه‬$‫ا مال واليأذن له‬$‫ا زوج وله‬$‫ة وله‬$‫ى مرأ‬$‫ف‬
)29 ‫ صحيفة‬,‫ أما ان كان حج تطوع فله منعها منه (المغنى فى فقه الحج والعمرة‬.‫ الدارقطني والبيهقي‬.
“Imam as-Syafi’i berkata : penolakan suami terhadap istrinya karena
ibadah haji dapat ditunda waktunya, sebagaimana diriwayatkan bahwa
Nabi berkata kepada seorang wanita yang mempunyi suami dan
mempunyai harta, tetapi suaminya tidak mengizinkan pergi haji. Lalu
beliau mengatakan : Tidak boleh (dia) wanita pergi haji kecuali atas izin
suaminya”. (H.R. Ad-Daruquthni dan Baihaqi).
Para ulama menafsirkan hadits tersebut bahwa yang dimaksud
pergi haji atas izin suaminya adalah jika haji yang akan dilaksanakan haji
sunnah yakni haji yang kedua dan seterusnya. Akan tetapi jika haji
yang akan dilaksanakan adalah hijjatul Islam (haji fardhu) maka
hukumnya sunah bagi wanita meminta izin suami dan suami tidak boleh
menolaknya. Jika seorang suami menolak tidak memberi izin maka dapat
melaksanakan haji fardhu tanpa seizin suami, dengan catatan dia
didampingi mahram.
Miqat Makani Jamaah Haji Indonesia.
Proses keberangkatan jamaah haji Indonesia terbagi pada dua gelombang
yaitu gelombang I dan gelombang II :
1. Zulhulaifah (Bir Ali), miqat jamaah haji gelombang I.
Jamaah haji gelombang I, diberangkatkan dari embarkasi menuju Madinah, dan
setelah tiba di Madinah dalam waktu l.k 9 (sembilan) hari melaksanakan kegiatan
ziarah dan shalat ‘arbain. Kemudian pada saat berangkat menuju ke Makkah untuk
melaksanakan haji, mengambil miqat di Zulhulaifah atau di Bir Ali (Abyar Ali) untuk
beraniat ihram haji atau umrah atau haji dan umrah.
Jika jamaah haji melewati miqat Zulhulaifah/Bir Ali belum niat haji atau umrah
karena kelalaian supir bus tidak mampir di Bir Ali, maka solusi hukumnya adalah
sebagai berikut :
a. Jika mereka sudah melewati dan masih dalam jarak memungkinkan kembali ke
miqat Bir Ali, maka kembali lagi ke miqat Bir Ali untuk berniat ihram.
b. Jika mereka telah sampai di garis lurus miqat kedua (Juhfah), l.k. 200 km dari
Madinah, maka dapat berniat ihram di tempat tersebut, karena di tepi jalan terdapat
papan nama bertuliskan ‫تميقاتجحفة‬$‫محاذا‬
c. Jika mereka sudah melewati miqat kedua (Juhfah) belum sampai melewati jarak
dua marhalah (89,04 km) ke arah Makkah maka berniat ihram di tempat tersebut.
Atau jika sudah melewati jarak dua marhalah arah ke Makkah maka agar berputar
balik dan berniat ihram.
d. Jika mereka sudah sampai di Makkah, maka mereka dapat berniat ihram di
hotel/pondokan Makkah akan tetapi wajib membayar Dam.
e. Atau mereka keluar dari Makkah untuk berniat ihram di mana saja dengan syarat
jaraknya dari Makkah mencapai dua marhalah (89,04 km).
Imam Nawawi menjelaskan sebagai berikut: 
‫ فان لم يحاذ شيئا‬. ‫ومن سلك البحر آو طريقا ليس فيه شيئ من المواقيت الخمسة آحرم اذا حاذى آقرب المواقيت اليه‬
,‫ لالمام الرياني يحيى بن شرف النووي‬,‫أحرم على مرحلتين من مكة (كتاب االيضاح فى مناسك الحج والعمرة‬
)121-120 ‫صحيفة‬.
Barang siapa (jamaah haji) menuju Makkah melalui laut atau jalan darat tidak melewati
salah satu dari 5 (lima) miqat maka harus berniat ihram ketika lurus arah garis miqat yang
lebih dekat, jika tidak menemui (tidak mengetahui) sama sekali arah garis miqat maka
harus berniat ihram ketika dalam jarak dua marhalah dari Makkah. (al-Idhah fi Manasik
al-Hajj wal’Umrah, Imam Nawawi, hal. 120).
Sementara Hasan Ayub menyatakan dalam bukunya “Fiqh al -Ibadat al-Hajj” :
‫ة‬$‫ن مك‬$‫د م‬$‫ واآلبع‬,‫ا‬$‫د ويحرم اذا حاذى واحدا منهم‬$‫د اآلحناف يجته‬$‫ن فعن‬$‫ن ميقاتي‬$‫و جوا بي‬$‫و بحرا آ‬$‫ا برا آ‬$‫لك طريق‬$‫ن س‬$‫وم‬
‫ن‬$‫ن االحرام م‬$‫ة يتعي‬$‫د الشافعي‬$‫ح عن‬$‫د واآلص‬$‫د احم‬$‫ وعن‬.‫ي للشافعية‬$‫ة ورآ‬$‫ب المالكي‬$‫ر مذه‬$‫و ظاه‬$‫ه وه‬$‫ى باالحرام من‬$‫آول‬
)44 ‫ صحيفة‬,‫ حسن آيوب‬,‫آبعدهما (فقه العبادات الحج‬.
Barang siapa yang menuju Makkah melalui jalan darat atau laut, atau melalui udara
melewati di antara dua miqat, maka menurut mazhab Hanafi harus berniat ihram ketika
lurus garis sejajar salah satu dari dua miqat, dan sebaiknya mengambil jarak yang lebih
jauh dari Makkah. Pendapat tersebut didukung oleh mazhab Maliki dan Syafi’i.
2. Bandara King Abd. Aziz Internasional Jeddah, bagi jamaah haji Gel.2.
a. Bagi jamaah yang datang menuju Makkah melalui pesawat udara, sebagian ulama
berpendapat bahwa Bandar Udara King Abdul Aziz Internasional (Jeddah) dapat
dijadikan sebagai miqat makani sebagaimana fatwa Ibnu Hajar sebagai berikut :
‫ى حاذى الميقات لتعذر‬$‫ن يحرم حت‬$‫ت آ‬$‫ن المواقي‬$‫ء م‬$‫ر بشي‬$‫م يم‬$‫ج والعمرة ول‬$‫ة واراد الح‬$‫د مك‬$‫ن قص‬$‫ى م‬$‫عل‬
‫ن‬$‫ه اليلزم آ‬$‫ن العلماء بجواز الميقات وبآن‬$‫ى م‬$‫ن آفت‬$‫ة قول م‬$‫ك مرجوحي‬$‫ن يظهرل‬$‫ لهذا آ‬. ‫ى الميقات‬$‫ول ال‬$‫الوص‬
‫ة‬$‫الك لمعرف‬$‫ح المس‬$‫ه (آوض‬$‫م علي‬$‫ا وال د‬$‫ جدة مثال ميقات‬$‫ذ‬$‫ن يتخ‬$‫ه آ‬$‫ه يجوز ل‬$‫يتحرم المحرم محاذات الميقات وآن‬
)$‫ عبد العزيز محمد بن ابراهيم‬,‫آحكام المناسك‬.
b. Menurut Imam Ishaq, yang dikemukakan Imam Nawawi dalam kitab al-Majmu’
Syarah Muhadzab, diperbolehkan mengambil miqat dari mana saja asal mencukupi
2 (dua) marhalah (89,04) dari Makkah. (al-Majmu’ Syarh al-Muhazzab, juz VII,
hal.199). Adapun jarak dari bandar udara King Abdul Aziz Jeddah ke Makkah
adalah 105 km.
c. Fatwa Syaikh Mahmud bin Zaid Ketua Mahkamah Syariah Negara Qatar,
Fatwa Imam Mustafa al-Zarqa, SyaikNuruddin Etar, dan Keputusan Majelis Ulama
Indonesia tahun 1980 yang dikukuhkan kembali tahun 1981, membolehkan Jeddah
sebagai miqat makani.
Berniat Ihram Sebelum Sampai di Miqat.
Para ulama fuqaha berbeda pendapat tentang hukum bolehnya berniat
ihram sebelum sampai di miqat, sebagaimana penjelasan berikut :
1. Dr.Wahbah al-Zuhaily mengemukakan dalam bukunya “al-Fiqh al-
Islami wa Adillatuhu”, jilid 3 hal 72, sebagai berikut :
‫مقارب لطريقه احتاط فأحرم من بعد بحيث يتيقن أنه لم يجاوز‬$‫ميقات ال‬$‫وان لم يعرف حذو ال‬
‫ا‬$‫ل م‬$‫ فاالحتياط فع‬.‫ه اليجوز‬$‫ز وتأخيره عن‬$‫ل الميقات جائ‬$‫ن االحرام قب‬$‫ أل‬,‫ا‬$‫الميقات اال محرم‬
‫ل‬$‫ة اذ ال ميقات أق‬$‫ن مك‬$‫م) م‬$‫ ك‬89( ‫ن‬$‫ى مرحلتي‬$‫بق أحرم عل‬$‫ا س‬$‫ا مم‬$‫م يحاذ ميقات‬$‫ وان ل‬.‫ك فيه‬$‫الش‬
)72 ‫ صحيفة‬,‫ المجلد الثالث‬,‫ (الفقه االسالمي وأدلته‬.‫ القدر‬$‫مسافة من هذا‬.
“Jika seseorang tidak mengenali garis lurus sejajar miqat yang
berdekatan pada jalan yang dilalui, maka dia berihtiat (mengambil sikap
kehati-hatian) lalu berniat ihram dari jarak jauh dimana dia berkeyakinan
belum melewati miqat, karena boleh berniat ihram sebelum sampai
miqat, sedangkan mengakhirkan niat ihram dari miqat tidak
diprbolehkan. Apabila tidak melewati garis sejajar miqat sebagaimana
yang tersebut diatas maka boleh berniat ihram pada jarak dua marhalah
(89,km) dari Makkah karena tidak ada miqat yang jaraknya lebih
pendek dari ukuran jarak tersebut. (al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu,
jilid 3 hal 72).
2. Keputusan Komisi Fatwa MUI tgl 19 September tahun 1981 tentang
miqat haji/umrah, mengukuhkan :
a. Komisi Fatwa MUI tgl 12 Jumadil awal 1400 H/29 Maret 1980
tentang sahnya Jeddah sebagai miqat.
b. Atas dasar tersebut di atas Pelabuhan Udara King Abdul Aziz
International Airport (KAAIA) Jeddah sah sebagai miqat.
c. Boleh melakukan ihram (niat ihram) sebelum miqat. Bagi yang
melakukan ihram dari Indonesia hendaknya memelihara kesehatan
dan menjauhi larangan-larangan ihram.
3. Abdul Muhsin Abad dalam ‘Syarah Sunan Abu Daud” menyatakan :
‫ل‬$‫ن يحرم قب‬$‫ه أ‬$‫ن يحرم فل‬$‫ه دون أ‬$‫ى أويفوت‬$‫ه للميقات ويخش‬$‫ه اليعرف أوالينب‬$‫ك أوخاف أن‬$‫واذا ش‬
‫ه‬$‫ن في‬$$‫ا بعدالميقات ولك‬$‫ح أيض‬$‫ ويص‬,‫ح‬$‫ل الميقات يص‬$‫ فاالحرام قب‬,‫ك‬$$‫س بذل‬$‫افة والبأ‬$$‫ك بمس‬$$‫ذل‬
‫مخالفة فيكون مرتكبا لذنب‬.
Maksudnya : Jika ada keraguan atau kekhawatiran bahwa dia tidak tahu atau tidak
ingat miqat atau takut melewati miqat tanpa berniat ihram, maka dia harus berniat
ihram sebelum miqat dengan mengembil jarak dan hal itu tidak apa-apa karena
berniat ihram sebelum miqat sah hukumnya, dan demikian pula sah berniat ihram
setelah miqat akan tetapi dalam hal ini terdapat perbedaan (pendapat ulama fuqaha)
yang dapat menyebabkan terjerumus pada dosa.
4. Ibnul Mundzir dan Imam Nawawi menyatakan :
‫ل‬$‫ن االحرام قب‬$‫ القول االول أ‬:‫ن‬$‫ى قولي‬$‫ه عل‬$‫ى حكم‬$‫ل الميقات اختلفوا ف‬$‫ى انعقاد االحرام قب‬$‫د اتفاق العلماء عل‬$‫وبع‬
‫ى‬$‫ن الوقوع ف‬$$‫ه م‬$‫ى نفس‬$$‫ه عل‬$$‫م قيده بأمن‬$$‫ة وبعضه‬$$‫د الشافعي‬$$‫ة وقول عن‬$$‫ب الحنفي‬$‫ وهومذه‬,‫ل‬$$‫الميقات هواألفض‬
‫ وهوالمشهور‬,‫ن الميقات‬$‫ن يحرم م‬$‫ل أ‬$‫ واألفض‬,‫ل الميقات مكروه‬$‫ن االحرام قب‬$‫ي أ‬$‫ القول الثان‬.‫محظورات االحرام‬
‫عندالمالكية والشافغعية والحنابلة‬.
Maksudnya : ... Setelah ulama bersepakat atas sahnya berniat ihram sebelum miqat
lalu mereka berbeda pendapat tentang hukumnya yakni terbagi atas dua pendapat :
a. Pendapat yang pertama menyatakan bahwasanya berniat ihram sebelum miqat itu
lebih utama, pendapat ini dikemukakan mazhab Hanafi dan sebagian mazhab
Syafi’i.
b. Pendapat yang kedua menyatakan bahwa beniat ihram sebelum miqat adalah
makruh, yang lebih utama adalah berniat ihram di miqat. Pendapat yang kedua ini
mashur menurut mazhab Maliki, mazhab Syafi’i dan mazhab Hambali.
Berniat Ihram Setelah Lewat Miqat.
Apakah boleh memperbaharui niat ihram setelah melewati miqat karena ada
keraguan saat niat di atas pesawat pada garis lurus miqat Qarnul Manazil atau
Yalamlam, karena laju pergerakan pesawat terbang sangat cepat. Jawabannya
adalah sebagai berikut :
1. Imam Malik membolehkan asal masih di luar tanah haram (Fiqh al- Ibadat al-
mazhab al-Maliki).
2. Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tahun 1980 dan 1981, menetapkan
Jeddah sebagai miqat dengan argumentasi bahwa jarak dan muhadzat Jeddah
(bandara King Abdul Aziz) dengan Makkah sama denga jarak Yalamlam-
Makkah (paling kurang 85 km).
3. Dapat mengambil miqat di luar bandara Jeddah selagi masih dalam jarak 2 (dua)
marhalah (89,4 km) dari Makkah, sebagaimana pendapat Ibnu Hajar dalam
kitab I’anatuttalibin jilid 2, hal 303.
4. Menurut fatwa syekh Mustafa Azzarqa :
‫د الذى‬$$‫ى البل‬$$‫م ف‬$$‫ط الطائرة به‬$$‫ن تهب‬$$‫د أ‬$$‫ن بع‬$$‫م االحرام اال م‬$$‫ب عليه‬$$‫ن بالطائرات اليوم اليج‬$$‫ن القادمي‬$$‫أ‬
‫م‬$‫ذ ميقاته‬$‫د ئ‬$‫ يكون عن‬,‫ت‬$‫ع خارج المواقي‬$‫د يق‬$‫ى بل‬$‫م ف‬$‫ت الطائرة به‬$‫ فاذا هبط‬,‫ق األرض‬$‫يسلكون بعده الطري‬$‫س‬
)188 ‫ صحيفة‬,‫ (فتاوى مصطفى الزرقا‬.‫االحرام هو الميقات الذى سيمرون به‬.
Maksudnya : Jamaah haji yang saat ini datang ke Arab Saudi menggunakan
pesawat udara mereka tidak wajib berniat ihram di atas pesawat kecuali setelah
mereka turun dari pesawat di darat (daerah) yang dilaluinya. Ketika pesawat
turun di daerah di luar miqat maka miqat untuk berniat ihram adalah daerah
tersebut yang mereka lewati. (Fatawa Mustafa al-Zarqa, hal. 188).
Pakaian Ihram
1. Pakaian ihram bagi laki-laki.
a. Disebutkan dalam hadis dari Ibnu Abbas r.a sebagai berikut :
‫راويل‬$$‫س الس‬$$‫ ال يلب‬: ‫ن الثياب ؟ فقال‬$$‫ب المحرم م‬$$‫ا يجتن‬$$‫ م‬: ‫ه فقال‬$$‫ عن‬$‫ي هللا‬$$‫ن عباس رض‬$$‫ن اب‬$$‫ع‬
‫ وليحرم آحدكم فى ازار ورداء‬,‫والالقميص وال البرانس وال العمامة وال ثوبا مسه زعفران وال ورس‬
)‫ فان لم يجد نعلين فليلبس خفين وليقطعهما حتى يكونا الى الكعبين (رواه ابن المنذر‬,‫ ونعلين‬.
Dari Ibnu Abbas r.a ia bertanya, pakaian apa yang harus dihindari bagi
orang (laki-laki) yang sedang berihram ? Nabi saw menjawab : Tidak
memakai celana, gamis, topi/ tutup kepala, sorban (penutup kepala), atau
pakaian yang diberi minyak za’faran (wangi-wangian). Hendaklah kalian
memakai ihram dengan kain, sorban yang lebar dan dua sandal, jika tidak
ada sandal maka pakailah sepatu tapi potonglah keduanya (dengan batas)
sampai kedua matakaki.” ( H.R. Ibnu Mundzir).
b. Memakai sarawil (celana) kerena tidak menemukan kain ihram, dikemukakan
sebagai berikut :
‫ن‬$‫آل‬.‫ة عليه‬$‫ا وال فدي‬$‫د اليشقه‬$‫م‬$‫ي واح‬$‫ا قال الشافع‬$‫و اليشقه‬$‫ا آ‬$‫ل يشقه‬$‫راويل ه‬$‫س س‬$‫د ازارا فلب‬$‫م يج‬$‫ن ل‬$‫وم‬
,‫ج‬$‫ه العبادات الح‬$‫ة (فق‬$‫ت الفدي‬$‫ا وجب‬$‫م يشقه‬$‫ناف ان ل‬$‫ك واآلح‬$‫ وقال مال‬.‫ر فدية‬$‫م يذك‬$‫ها ول‬$‫لعم آذن بلبس‬$‫بي ص‬$‫الن‬
)66 ‫صحيفة‬.
1) Menurut Imam Syafi’i dan Ahmad bin Hanbal bagi yang tidak menemukan
kain ihram lalu dia memakai calana panjang (sarawil) yang dibelah/disobek
atau tidak, maka ybs tidak dikenakan fidyah.
2) Menurut Imam Malik dan Abu Hanifah menyatakan jika celana tersebut
tidak dibelah maka yang bersangkutan wajib membayar fidyah.
c. Sanksi (denda) karena memakai pakaian biasa, mencukur atau memotong rambut,
atau memotong kuku, dijelaskan sbb :
‫ر‬$‫و باش‬$‫ة أ‬$‫ي‬$‫ن الرأس أو اللح‬$‫و ده‬$‫ب أ‬$‫و تطي‬$‫س أ‬$‫و لب‬$‫و قلم اآلظفار أ‬$‫ر أ‬$‫ق الشع‬$‫ن حل‬$‫ا ارتكاب المحظور فم‬$‫وأم‬
‫ة أيام‬$‫وم ثالث‬$‫و يص‬$‫اع أ‬$‫ف ص‬$‫كين نص‬$‫ل مس‬$‫اكين ك‬$‫تة مس‬$‫م س‬$‫ح شاة أويطع‬$‫ن يذب‬$‫ه أ‬$‫ا دون الفرج بشهوة لزم‬$‫فيم‬
)477-476 ‫ ص‬,‫ج والعمرة‬$‫وهو مخيربين األمور الثالثة (االيضاح فى مناسك الح‬.
“Adapun yang termasuk pelanggaran larangan ihram adalah orang yang
mencukur/menggunting rambut, memotong kuku, memakai pakaian biasa,
memakai minyak wangi, memakai minyak rambut kepala atau jenggot, atau
saling bersentuhan antara laki-laki dan wanita selain ber -
setuhan farji dengan syahwat maka yang bersangkutan dikenakan sangsi
(Dam Takhyir), dengan cara memilih antara menyembelih seekor kambing
atau memberi makan kepada enam orang miskin masing-masing setengah
sha’ ( menurut Jumhur Ulama 1 sha’ = 2,04 kg), atau puasa selama tiga
hari. Tiga jenis sangsi tersebut di atas diperbolehkan memilih salah
satunya (al-Idhoh fi Manasik al Hajj wal Umrah, hal. 476-477)”.
Dikemukakan pula dalam kitab “al-Bayan fi Madzhab al-Imam as-Syafi’i,
jilid 4 hal. 212 s.d 213, mengenai sangsi tersebut di atas sebagasi berikut :
... ‫ة‬$‫ن اللحي‬$‫و ده‬$‫ه أ‬$‫ودهن‬$‫س أ‬$‫ة الرأ‬$‫ب او اللباس أوتغطي‬$‫ى الطي‬$‫ب ف‬$‫ي تج‬$‫ة الت‬$‫ فان الفدي‬: ‫ت هذا‬$‫اذا ثب‬
‫يام‬$‫ة أ‬$‫اكين ثالثة أصع أو صوم ثالث‬$‫تة مس‬$‫و اطعام س‬$‫ شاة أ‬: ‫ وهي‬,‫س‬$‫ق الرأ‬$‫هي الفدية التي تجب بحل‬
‫ي‬$‫ب االمام الشافع‬$‫ى مذه‬$‫بيان ف‬$‫ب ( ال‬$‫ى المذه‬$‫و مشهور ف‬$‫ هذا ه‬,‫س‬$‫ق الرأ‬$‫و كحل‬$‫ه فه‬$‫ة وترف‬$‫ه زين‬$‫آلن‬
)213-212 ‫ ص‬4 ‫ج‬.
2. Pakaian Ihram Perempuan.
Pakaian ihram peerempuan, dikemukakan sebagai berikut :
‫ن‬$‫ن القفازي‬$‫ن ع‬$‫ى احرامه‬$‫اء ف‬$‫ى النس‬$‫لم نه‬$‫ه وس‬$‫ علي‬$‫لى هللا‬$‫ه ص‬$‫ه أن‬$‫ عن‬$‫ي هللا‬$‫ر رض‬$‫ن عم‬$‫ن اب‬$‫ع‬
‫والنقاب وما مسه الورس والزعفران من الثياب من معصفر أوخز أوحرير أو حلى أوسراويل‬
‫ن أبي وقاص (اآلفصاح‬$‫عد ب‬$‫ك عن س‬$‫ى ذل‬$‫ وحك‬,‫ يجوز‬: ‫و حنيفة‬$‫ وقال الثوري وأب‬.‫و خف‬$‫ص أ‬$‫أوقمي‬
)153 ‫ صحيفة‬,‫على مسائل االيضاح على مذاهب األربعة‬.
“Diriwayatkan dari Ibnu Umar, bahwasannya Nabi saw melarang para
perempuan dalam berpakaian ihram memakai kaos tangan, bercadar, dan
pakaian yang diberi minyak wangi/parfum, baik pakaian yang terbuat dari
bulu halus, sutera, hiasan, celana panjang, gamis, atau sepatu”.
Selanjutnya dijelaskan pula oleh para ulama tentang pakaian ihram
perempuan.
a. Dalam kitab “Darul Ifta al-Mashriyah” tahun 1432 H pada hal 54
disebutkan :
‫ من مخيط وغيره اال ستر وجهها بالنقاب فانه‬:‫وأما المرأة فيباح لها سترجميع بدنها بكل ساتر‬
‫ أما لوتمكنت من تغطية وجهها بشيئ اليالمس بشرتها فاليحرم عليها وال تلزمها الفدية‬,‫حرام‬.
Maksudnya: “wanita boleh saja menutup semua anggota badannya dengan
kain berjahit (bertangkub) atau lainnya, kecuali wajahnya tidak boleh
ditutup dengan cadar karena itu dilarang (haram). Jika memungkinkan
wajahnya ditutup dengan sesuatu yang tidak bersentuhan dengan kulitnya
maka tidak haram dan tidak mengharuskan membayar fidyah”.
b. Dalam kitab al-Mughni fi Fiqh Hajj wal’Umrah, hal 76 :
‫ج‬$‫ه الح‬$‫ى فق‬$‫ي ف‬$‫ن (المغن‬$‫س القفازي‬$‫ب وال تلب‬$‫ا التنق‬$‫ن الثياب اال أنه‬$‫ت م‬$‫ا شائ‬$‫ة فتحرم بم‬$‫ا المرأ‬$‫أم‬
)76 ‫ ص‬,‫والعمرة‬.
“Adapun haji wanita berihram dengan pakaian apa saja yang dikehendaki,
tetapi tidak diperbolehkan menutup muka (pakai cadar) dan tidak
diperbolehkan pula memakai kaos tangan”.
c. Dalam kitab Fiqh al-Ibadat al-Hajj, hal 74 dikemukakan :
‫ل‬$‫ه حرام بك‬$‫ا فان‬$‫تر وجهه‬$‫ط وغيره اال س‬$‫اترمن مخي‬$‫ل س‬$‫ا بك‬$‫ترجميع بدنه‬$‫ا س‬$‫ة فيباح له‬$‫ا المرأ‬$‫وأم‬
‫ ألن كشف الشعر حرام واليتم سترجميعه اال بسترجزء‬,‫ساتر ويعفى عن جزء يتم به سترشعررأسها‬
,‫ه‬$‫حهما تحريم‬$‫ي أص‬$‫ا قوالن للشافع‬$‫ن العلماء وهم‬$‫ه خالف بي‬$‫ا ففي‬$‫تر يديه‬$‫ا س‬$‫ أم‬.‫ى الجبهة‬$‫ا عل‬$‫منه‬
‫ ورخص فيهما علي وعائشة وعطاء والثوري وأبوحنيفة‬,‫ولذلك يحرم عليها لبس القفازين‬.
“Perempuan boleh menutup semua badannya dengan kain berjahit
(bertangkup) atau lainnya kecuali wajahnya karena hal itu dilarang, aka
tetapi dimaafkan jika sebagian kain penutup kepala menutupi bagian wajah,
tidak akan sempurna menutup semua rambut kepala kecuali dengan
menutup bagian di atas kening. Adapun hukum menutup kedua tangan
terdapat perbedaan pendapat diantara para ulama. Dua pendapat Imam
Syafi’i yang lebih absah adalah haram
‫‪menutup kedua tangan dengan memakai kaos tangan. Sedangkan‬‬
‫‪Ali,‘Aisyah, Atho, As-Tsauri dan Abu Hanifah memberi‬‬
‫‪dispensasi /keringanan”.‬‬
‫‪d. Hukum menutup dua telapak tangan bagi perempuan, para ulama‬‬
‫‪berbeda pendapat tentang aurat perempuan merdeka, sebagai‬‬
‫‪berikut :‬‬
‫فعورة المرأ‪$‬ة الحرة ف‪$‬ى الص‪$‬الة عن‪$‬د الحنفي‪$‬ة جمي‪$‬ع بدنه‪$‬ا‪ ,‬ويس‪$‬تثنى م‪$‬ن ذل‪$‬ك باط‪$‬ن الكفي‪$‬ن‬
‫فان‪$‬ه لي‪$‬س بعورة‪ ,‬بخالف ظاهرهم‪$‬ا كم‪$‬ا يس‪$‬تثنى ظاهرالقدمي‪$‬ن فان‪$‬ه لي‪$‬س بعورة بخالف‬
‫باطنهم‪$‬ا فان‪$‬ه عورة عك‪$‬س الكفين‪ .‬وعورته‪$‬ا عندالشافعي‪$‬ة جمي‪$‬ع بدنه‪$‬ا ويس‪$‬تثنى م‪$‬ن ذل‪$‬ك‬
‫الوج‪$‬ه والكفان فق‪$‬ط ظاهرهم‪$‬ا وباطنهما‪ .‬وعورته‪$‬ا عندالحنابل‪$‬ة جمي‪$‬ع بدنه‪$‬ا ويس‪$‬تثنى فق‪$‬ط‬
‫الوج‪$‬ه وم‪$‬ا عداه منه‪$‬ا فهوعورة‪ .‬وعورته‪$‬ا عن‪$‬د المالكي‪$‬ة قس‪$‬مان‪ ,‬مغلظ‪$‬ة ومخفف‪$‬ة ولك‪$‬ل‬
‫منهم‪$$‬ا حكم‪$$‬ه‪ ,‬فالمغلظ‪$$‬ة جمي‪$$‬ع بدنه‪$$‬ا ماعدا األطراف والص‪$$‬دروما حاذاه م‪$$‬ن الظهر‪.‬‬
‫والمخفف‪$‬ة له‪$‬ا ه‪$‬ي الص‪$‬در وم‪$‬ا حاذاه م‪$‬ن الظهروالذراعي‪$‬ن والعن‪$‬ق والص‪$‬در‪ ,‬وم‪$‬ن الركب‪$‬ة‬
‫ال‪$$‬ى أخرالقدم‪( .‬هذا التحدي‪$$‬د يقارب التحدي‪$$‬د بأ‪$$‬ن المغلظ‪$$‬ة ه‪$$‬ي م‪$$‬ا بي‪$$‬ن الس‪$$‬رة والركب‪$$‬ة‪,‬‬
‫والمخفف‪$$‬ة م‪$$‬ا عدا ذل‪$$‬ك كعورة الرج‪$$‬ل)‪ .‬أم‪$$‬ا الوج‪$$‬ه والكفان ظهرا وبطن‪$$‬ا فهمالي‪$$‬س م‪$$‬ن‬
‫‪.‬العورة مطلقا (الفقه على المذاهب األربعة‪ ,‬نشر وزارة األوقاف المصرية)‬
Maksudnya, dikalangan para ulama fuqaha berbeda pendapat tentang
aurat perempuan, yaitu :
1) Menurut mazhab Hanafi aurat perempuan adalah seluruh badannya
kecauali bathin dari kedua telapak tangannya tidak termasuk aurat.
2) Menurut mazhab Syafi’i, aurat perempuan adalah seluruh badannya
kecuali wajah dan kedua telapak tangan baik dhahir mapun batin
(bagian luar dan dalam telapak tangannya).
3) Menurut mazhab Hambali, aurat perempuan adalah seluruh badannya
kecuali wajahnya, selain wajah termasuk aurat.
4) Menurut mazhab Maliki, aurat perempuan terbagi dua bagian, yakni
uarat mughaladhoh (bagian yang sangat berat/terlarang) dan
mukhoffafah (bagian yang ringan/terlarang). Yang termamsuk aurat
mughaladhoh adalah seluruh bagian badannya sejak dari puser sampai
dengan lutut, seperti aurat laki-laki. Sedangkan yang termasuk aurat
muhkaffafah adalah dada dan sekitarnya dari punggung, lengan tangan,
leher dan dada, dan dari lutut sampai dengan ujung telapak kaki.
3. Pakaian Ihram bagi waria.
‫ى‬
( $‫لخنث‬$$‫ق) ا‬$‫ىح‬$$$‫شترط ف‬$$‫ ما ي‬$‫ه‬$‫ىحق‬$$$‫يشترط ف‬$$$‫ ف‬,‫اء‬$‫لنس‬$$‫ا‬$$$‫ة ب‬$‫لمختص‬$$‫ ا‬$‫الحكام‬$$‫ىأ‬$$$‫ىف‬$‫ى) أ‬$‫ نالث‬$$‫ا‬$‫ل( ك‬$‫لمشك‬$$‫يا‬$‫أ‬
)80 ‫قاري ص‬ , ‫ل‬$$‫لمال علىا‬$$‫لىمناسك ا‬$$‫لساريا‬$$‫حتياطا (ارشاد ا‬$‫لمرأة ا‬$$‫ا‬.
Waria yang musykil (prilakunya kadang seperti laki-laki, kadang seperti
perempuan) maka pakaian ihramnya seperti pakaian ihram wanita, hukum
yang berlaku secara khusus disamakan dengan wanita maka hak bagi kaum waria
sebagaimana hak wanita. (Irsyadu Sari ila Manasik al-Mula ‘ula al-Qari, hal.
80).
Ketentuan Ihram Haji/Umrah
1. Menentukan Niat Haji (Ihram).
Menurut hadis muttafaq ‘alaih dari ‘Aisyah r.a tentang berniat ihram haji,
dikemukakan ssebagai berikut :
‫ ومنا من أهل بحج وعمرة ومنا من‬,‫خرجنا مع رسول هللا صلى هللا عليه وسلم فمنا من أهل بعمرة‬
)‫أهل بحج (متفق عليه‬.
“Kami keluar (berangkat haji) bersama Rasulullah Saw, maka sebagian dari
kami berniat umrah (tamattu’) , sebagian berniat haji dan umrah (qiran), dan
sebagian yang lain berniat haji (ifrad)” (Hadis muttafaq ‘alaih).”
Bagi jamaah yang akan berniat haji Tamattu’, Hujjatul Islam Imam Ghazali
mengemukakan tentang ketentuan haji tamattu’ sebagai berikut :
‫ن‬$‫ وحاضره م‬, ‫جد الحرام‬$‫ن حاضري المس‬$‫ن اليكون م‬$‫ا أ‬$‫ أحده‬: ‫ط‬$‫س شراء‬$‫ا اال بخم‬$‫ وال يكون متمتع‬: ‫ع‬$‫شروط التمت‬
. ‫ج‬$‫ر الح‬$‫ى أشه‬$‫ه ف‬$‫ن تكون عمرت‬$‫ث أ‬$‫ الثل‬. ‫ح‬$‫ى الح‬$‫ن يقدم العمرةعل‬$‫ي أ‬$‫ الثان‬.‫الة‬$‫ا الص‬$‫ر فيه‬$‫افة التقص‬$‫ى مس‬$‫ه عل‬$‫كان من‬
‫ص‬$‫ن شح‬$‫ه ع‬$‫ه وعمرت‬$‫ن يكون حج‬$‫س أ‬$‫ الخام‬.‫افته الحرام الحج‬$‫ل مس‬$‫ى مث‬$‫ وال ال‬, ‫ج‬$‫ى ميقات الح‬$‫ع ال‬$‫ن اليرج‬$‫ع أ‬$‫الراب‬
‫ر‬$‫ل يوم النح‬$‫ج قب‬$‫ى الح‬$‫ة أيام ف‬$‫يام ثالث‬$‫د فص‬$‫م يج‬$‫ فان ل‬, ‫ه دم شاة‬$‫ا ولزم‬$‫اف كان متمتع‬$‫ فاذا وجدت هذه األوص‬. ‫د‬$‫واح‬
‫و‬$‫ا أ‬$‫ام العشرة تتابع‬$‫ن ص‬$‫ى الوط‬$‫ع ال‬$‫ى رج‬$‫ة حت‬$‫م الثالث‬$‫م يص‬$‫ وان ل‬.‫ى الوطن‬$‫ع ال‬$‫بعة اذا رج‬$‫ة وس‬$‫و متتابع‬$‫ة أ‬$‫متفرق‬
‫ وبدل دم القران والتمتع سواء‬.‫ متفرقا‬.
Syarat sahnya orang yang melaksanakan haji tamattu’ ada lima hal, yaitu :
1) Bukan penduduk Makkah/ bukan orang yang mukim di Tanah Haram Makkah, atau
bukan orang yang tinggalnya dari Makkah dalam jarak yang tidak dapat untuk
mengqasar shalat.
2) Mendahulkukan mengerjakan umrah dari haji.
3) Umrahnya dikerjakan dalam bulan-bulan haji.
4) Tidak kembali ke miqat haji atau ke tempat yang jaraknya sama, untuk berniat ihram
haji.
5) Niat haji dan umrahnya untuk satu orang . Apabila terpenuhi ketentuan tersebut maka
termasuk haji tamattu dan wajib membayar dam berupa seekor kambing. Apabila tidak
menemukan/sulit untuk membayar dam maka berpuasa tiga hari pada masa haji
sebelum hari nahar dengan cara berselang atau bertutut-turut tiga hari, dan puasa tujuh
hari ketika sudah kembali di Tanah Air. Jika tidak dapat melaksanakan puasa tiga hari
pada
masa haji, maka boleh berpuasa sepuluh hari di tanah air berturut-turut
atau boleh dengan cara terpisah/ tidak berturut-turut. (Asraru al-Hajj, al-
Imam al-Ghazali, hal. 38).
2. Memasuki Makkah dengan niat umrah pada bulan-bulan haji :
‫ أجمع العلماء على أن من دخل مكة بعمرة فى أشهر الحج مريدا‬: ‫قال ابن المنذر رحمه هللا‬
‫ للمقام بها ثم حج من مكة أنه متمتع يعني وعليه الدم‬.
Menurut Ibnu Mundzir r.a : Para ulama fuqaha sepakat bahwa seseorang
yang memasuki kota Makkah dengan melaksanakan umrah pada bulan-
bulan haji lalu dia mukim di Makkah, kemudian berniat haji dari Makkah
maka dia termasuk haji tamattu’ dan wajib membayar Dam.
3. Berihram (niat ihram) umrah di luar bulan haji.
Dalam kitab “al-Idhah fi Manasi al-Hajj wa al-’Umrah” dan al-Ifshah ‘ala
Masail al- Idhah ‘ala Madzahib al-Arba’ah, hal 139 s.d 140 dikemukakan
sebagai berikut :
‫ه‬$‫ة أن‬$‫د الشافعي‬$‫ح عن‬$‫ى أشهره فاآلص‬$‫ا ف‬$‫ل أفعاله‬$‫ج وفع‬$‫ى غيرأشهرالح‬$‫ص بالعمرة ف‬$‫اذا أحرم شخ‬
‫حق وداود‬$$‫د واس‬$$‫ه وقتادة وأحم‬$$‫ عن‬$‫ي هللا‬$$‫ رض‬$‫ن عبدهللا‬$$‫و قول جابر ب‬$$‫ وه‬,‫ع‬$$‫ه دم التمت‬$$‫س علي‬$$‫لي‬
‫ائل‬$$‫ى مس‬$$‫اح عل‬$$‫ (االفص‬. ‫ه‬$$‫ يلزم‬: ‫ة‬$$‫ن شبرم‬$$‫م واب‬$$‫ن والحاك‬$$‫ وقال الحس‬.‫م هللا‬$$‫والجمهور رحمه‬
)139 ‫ صحيفة‬, ‫االيضاح على مذاهب األربعة‬.
“Jika seseorang berihram umrah (niat umrah) di luar bula-bulan haji dan
melakukan amalan umrahnya pada bulan-bulan haji, maka menurut maszhab
Syafi’i yang bersangkutan tidak dikenakan Dam tamattu’. Hal tersebut
berdasarkan pendapat Jabir bin Abdullah r.a, Qatadah, Ahmad, Ishaq, Dawud
dan mayoritas ulama r.a. Sedangkan menurut al- Hasan, al-Hakim dan Ibnu
Sybramah, yang bersangkutan wajib membayar dam tamattu.”
4. Kembali ke miqat dan mengubah niat umrah ke niat haji.
Seseorang yang telah berniat umrah (haji tamattu’) lalu kembali ke miqat dan
mengubah berniat haji, dikalangan para fuqaha berbeda pendapat, sebagaimana
dikemukakan dalam kitab al-Ifshah ‘ala Masail al-Idhah, hal 139-140, sebagai
berikut :
$‫ه هللا‬$‫ة رحم‬$‫ة وقال االمام أبوحنيف‬$‫د الشافعي‬$‫ع عن‬$‫ه دم التمت‬$‫قط عن‬$‫ى الميقات س‬$‫ج ال‬$‫ع الحرام الح‬$‫اذا عاد التمت‬
‫ اليسقط‬: ‫تعالى‬.
a. Menurut ulama mazhab Syafi’i yang bersangkutan gurur, tidak wajib
membayar dam tamattu’.
b. Menurut Imam Abu Hanifah, yang bersangkutan tidak gugur kewajiban
membayar dam tamattu’.
5. Mengubah niat ihram haji/umrah untuk orang lain.
Menurut syekh Abdul Aziz bin Baz, dilarang mengubah niat haji atau umrah
untuk orang lain bagi seseorang yang sudah beniat haji/ umrah untuk diri sendiri,
sebagaimana penbjelasan berikut :
‫ر‬$‫ى غي‬$‫ة وال ف‬$‫ى عرف‬$‫ق وال ف‬$‫ى الطري‬$‫ر ال ف‬$‫ن يغي‬$‫ك أ‬$‫د ذل‬$‫ه بع‬$‫س ل‬$‫ه فلي‬$‫ن نفس‬$‫ج ع‬$‫ان اذا أحرم بالح‬$‫ان االنس‬
‫ وأتموا‬: ‫ بل يلزمه أن يكمل لنفسه وال يغيرال ألبه وال ألمه وال لغيرها بل يتعين الحج له لقول هللا تعالى‬.‫ذلك‬
,‫ه لغيره‬$‫ن يتم‬$‫ب أ‬$‫ واذا أحرم لغيره وج‬,‫ه‬$‫ه لنفس‬$‫ن يتم‬$‫ب أ‬$‫ فاذا أحرم لنفسه وج‬.)196 ‫ج والعمرة هلل (البقرة‬$‫الح‬
)‫ لالمام عبد العزيز بن باز‬,‫وال يغير بعد االحرام اذا كان قد حج عن نفسه وهكذا العمرة (مجموع الفتاوى‬.
Maksudnya : Jika seseorang telah berniat ihram haji untuk dirinya maka tidak
boleh mengubah niatnya, baik ketika dalam perjalanan, di Arafah atau di tempat
lainnya. Akan tetapi ybs harus menyelesaikan untuk dirinya. Tidak boleh
mengubah niat ihram untuk ayahnya, untuk ibunya, atau untuk orang lain, akan
tetapi harus disempurna kan hajinya sebagaimana firman Allah Swt :
Sempurnakanlah haji dan umrah kalian karena Allah (Q.S. Al-Baqarah 196).
Apabila seseorang telah berniat ihram untuk dirinya maka wajib
menyempurnbakan (menyelesaikan) untuk dirinya, jika telah berniat ihram untuk
orang lain maka sempurnakanlah untuk orang lain. Tidak dibenarkan mengubah
niat ihram ketika telah berniat ihram untuk dirinya, demikian pula tentang ihram
umrah.
6. Penduduk Makkah keluar dari tanah haram lalu kembali ke Makkah
dengan berniat ihram
‫ه فال‬$‫ن عام‬$‫ج م‬$‫ه وح‬$‫ن ميقات‬$‫و م‬$‫ه أ‬$‫م عاد وأحرم بالعمرة من‬$‫ة ث‬$‫ض اآلفاق لحاج‬$‫ى بع‬$‫ي ال‬$‫اذا خرج المك‬
‫ى‬$‫ي بعمرة ف‬$‫ وان أحرم اآلفاق‬: ‫ه‬$‫ى مغني‬$‫ة ف‬$‫ن قدام‬$‫ قال اب‬.‫ انتهى‬. ‫ب‬$‫ يج‬: ‫ وقال طاووس‬.‫ه عندنا‬$‫دم علي‬
‫ نص عليه أحمد‬,‫غير أشهر الحج وحج من عامه فهو متمتع عليه دم‬.
Apabila penduduk Makkah keluar ke wilayah luar tanah haram karena ada
hajat/keperluan, kemudian ketika dia akan kembali ke Makkah berniat ihram umrah
dari tempat tersebut atau dari miqat dan ia melaksanakan haji pada tahun tersebut,
maka dia tidak dikenakan Dam menurut kami. Sedangkan menurut Thawus (dari
golongan Tabi’in), ia wajib membayar Dam. Selanjutnya Ibnu Quddamah
menyatakan dalam kitab al-Mughni : Jika seseorang penduduk luar tanah haram
Makkah melaksanakan umrah di luar bulan-bulan haji kemuadian ia melanjutkan
melaksanakan haji maka yang bersangkutan termasuk haji tamattu’ dan wajib
membayar Dam. Hal ini juga sebagaimana pendapat Imam Ahmad.
7. Isytirath (Ihram bersyarat).
Untuk mengatisipasi kemungkinan terjadinya halangan dalam perjalanan ibadah
haji, terutama bagi jamaah lansia, resiko tinggi dan jamaah yang fisiknya lemah
maka dianjurkan ketika niat ihram dengan bersyarat sebagaimana penjelsan berikut :
‫ ان‬: ‫د عقده‬$‫د االحرام فيقول عن‬$‫ن يشترط عن‬$‫كه آ‬$‫ن اتمام نس‬$‫ه ع‬$‫ا يعوق‬$‫ي شيئ‬$‫ر ان خش‬$‫تحب للحاج آوالمعتم‬$‫يس‬
‫خل النبي صلعم على ضباعة بنت‬$‫ د‬: ‫ لما روته عائشة رضي هللا عنها قالت‬. ‫س فمحلي حيث حبستني‬$‫حبسني حاب‬
‫ث‬$‫ي حي‬$‫ي ان محل‬$‫ي واشترط‬$‫ حج‬: ‫لعم‬$‫بي ص‬$‫ فقال الن‬.‫ا شاكية‬$‫ج وآن‬$‫د الح‬$‫ي آري‬$‫ ان‬, $‫ول هللا‬$‫ يارس‬: ‫ت‬$‫ر فقال‬$‫الزبي‬
) ‫ حبستني (متفق عليه‬.
Disunahkan bagi jamaah haji atau umrah jika khawatir akan terjadi halangan dalam
perjalanannya dianjurkan ketika berniat ihram di miqat disertai dengan isythirat (niat
ihram dengan syarat), sebagaiman perintah Nabi Saw kepada Dhuba’ah binti Zubair
ketika dia menyampaikan kepada Nabi “wahai Rasulullah, saya hendak melaksaakan
haji tapi saya sakit” lalu Nabi Saw menjawab: Berniat hajilah dengan syarat
“sesungguhnya akau akan tahallul ketika sesuatu menghalangiku”.
Para ulama fuqaha berbeda pendapat tentang hukum isythirat, yaitu :
a. mazhab Syafi’i menyatakan jawaz (diperbolehkan) ;
b. mazhab Hambali menyatakan mustahab;
c. mazhab Hanafi dan Maliki menyatakan makruh .
d. Ibnu Hazm menyatakan wajib (al-Mughni fi Fiqh al-Haj wal Umrah, hal 88).
Adapun niat ihram bersyarat dicontohkan sbb :
‫ ومحلي حيث تحبسني‬, ‫ أوالحج والعمرة معا‬, ‫ أو العمرة‬, ‫اللهم اني أريد الحج‬
“Ya Alloh, sesungguhnya aku hendak melaksanakan haji, atau umrah, atau
melaksanakan haji dan umrah sekaligus, dan aku akan bertahallul sekiranya sesuatu
menghalangiku”.
Dalam kitab “at-Taqrirat as-Sadidah fi al-Masalah al-Mufidah” hal 511,
dijelaskan sebagai berikut :
‫ فان فاته‬, ‫ فعليه أن يستمر الى أن يبرأ‬,‫ ال يتحلل المحرم بمجرد مرضه‬: ‫حكم تحلل المريض‬
‫ فهنا يجوز له‬,‫ اال اذا اشترط المريض عند االحرام‬, $‫الووقوف فعليه دم الفوات وتحلل بعمل عمرة‬
‫ وفى ذلك صور‬,‫ ويتحلل المريض وغيره على ما اشترطه‬.‫التحلل‬.
‫ل‬$‫ي أتحل‬$‫ت فان‬$‫ ان مرض‬:‫ يقول‬$‫ وتارة‬$.‫ة فقط‬$‫ق والني‬$‫ل بالحل‬$‫ فيتحل‬,‫ل‬$‫ي أتحل‬$‫ت فان‬$‫ ان مرض‬: ‫تارة يقول‬
‫ه‬$‫ فيلزم‬,‫ل بالهدي‬$‫ي أتحل‬$‫ت فان‬$‫ ان مرض‬: ‫ يقول‬$‫ وتارة‬$.‫ة كذلك‬$‫ق والني‬$‫ل بالحل‬$‫ح فيتحل‬$‫ي بال ذب‬$‫بالهدي أ‬
‫د‬$‫ (التقريرالس‬.‫ه شئ‬$‫ فال يلزم‬,‫رت حالال‬$‫ت ص‬$‫ ان مرض‬: ‫ وتارة يقول‬.‫ة لهما‬$‫ع الني‬$‫ق م‬$‫م الحل‬$‫ح ث‬$‫الذب‬
)511 ‫ صحيفة‬,‫يدة فى المسائل المفيدة‬.
Hukum tahallul seorang ( jamaah) haji sakit : Seseorang yang sedang dalam
keadaan ihram tidak boleh tahallul karena sakit, dia wajib meneruskan
ihramnya sampai selesai. Jika orang yang sedang sakit terlambat tidak
mendapatkan waktu wukuf maka dia wajib membayar Dam dan dapat
bertahallul dengan mengerjakan amalan umrah, kecuali orang sakit yang
ketika berniat ihram dengan bersyarat (isytirath) maka ketika dia sakit boleh
bertahallul di tempat diamana dia sakit. Orang sakit dan lainnya dapat
melakukan tahallul ketika berniat ihram dengan bersyarat, seperti contoh
berikut :
1) Ketika dia bernit ihram mengucapkan : Jika aku sakit maka sungguh aku akan
tahallul. Maka dia boleh bertahallul dengan cara mencukur rambut kepala dan
berniat.
2) Ketika dia berniat ihram mengucapkan : Jika aku sakit maka sungguh aku
akan bertahallul tanpa menyembelih hewan Dam, yakni tanpa menyembelih
hewan dia dapat bertahallul dengan cara mencukur rambut kepala dan berniat.
3) Ketika dia berniat ihram mengucapkan : Jika aku sakit maka sungguh aku
akan bertahallul dengan menyembelih hewan Dam. Maka dia wajib
menyembelih hewan Dam kemudian mencukur rambut kepala disertai berniat.
4) Ketika dia berniat ihram mengucapkan : Jika aku sakit maka jadilah akau
tahallul, maka dia tidak dikenakan sangsi apa pun.
Larangan Ihram
1. Jenis Larangan Ihram
Said bin Abd. Qadir dalam bukunya “al-Mughni fi-Fiqh al-Hajj
wal’Umrah” mengemukakan tentang larangan ihram sebahgai berikut :
‫ا‬$‫ة م‬$‫د االزار وازال‬$‫راويل لفاق‬$‫س الس‬$‫ة كلب‬$‫ه والفدي‬$‫م في‬$‫ أالول ماالاث‬:‫ام‬$‫ة أقس‬$‫ى أربع‬$‫م ال‬$‫ن هذه المحظورات تنقس‬$‫م أ‬$‫واعل‬
‫د النكاح‬$‫ كعق‬.‫ة فيه‬$‫م وال فدي‬$‫ه االث‬$‫ا في‬$‫ي م‬$‫ والثان‬,‫ه‬$‫ال علي‬$‫يد اذا ص‬$‫ل الص‬$‫ وقت‬,‫ن‬$‫ن العي‬$‫ر م‬$‫ة الشع‬$‫ وازال‬,‫ر‬$‫ن الظف‬$‫ر م‬$‫انكس‬
‫س‬$‫و احتاج لب‬$‫ه أ‬$‫ى رأس‬$‫ق شعره ألذى ف‬$‫ل اذا احتاج المحرم حل‬$‫ه كمث‬$‫م في‬$‫ة وال اث‬$‫ه فدي‬$‫ا في‬$‫ث م‬$‫ والثال‬.‫وق والجدال‬$‫والفس‬
)141 ‫ صحيفة‬,‫ والرابع ما فيه االثم والفدية وهي باقي محظورات االحرام (المغني فى فقه الحج والعمرة‬.‫ثوبه‬.
Larangan ihram terbagi pada empat bagian, yaitu:
a. Larangan ihram yang apabila dilanggar tidak berdosa dan tidak dikenakan fidyah,
seperti memakai celana bagi orang yang tidak memiliki kain ihram,
menghilangkan/mencabut kuku yang pecah, mencabut bulu mata dan membunuh
hewan yang menyerang atau buas.
b. Larangan yang apabila dilanggar berdosa tapi tidak dikenakan fidyah, seperti
melakukan akad nikah, berbuat fasik dan berbantah bantahan.
c. Larangan yang apabila dilanggar dikenakan fidyah tapi tidak berdosa, seperti
mencukur rambut karena di kepala ada penyakit, atau memakai pakaian biasa karena
ada keperluan.
d. Larangan yang apabila dilanggar berdosa dan harus membayar fidyah yaitu jenis-jenis
larangan selain yang telah dikemukakan di atas (hubungan badan/bersetubuh,
memakai pakaian bertangkub bagi laki-laki, menutup kepala bagi laki-laki, menutup
muka dan kedua telapak tangan bagi wanita, mencukur atau memotong rambut bagi
laki- dan wanita, memotong kuku bagi laki-laki dan wanita memakai minyak
wangi/minyak rambut bagi laki-laki dan wanita, membunuh binatang, bercumbu, dan
merusak atau pohon atau tumbuh-tumbuhan).
2. Contoh pelanggaraan larangan ihram dan jenis dendanya, dikemukakan dalam
kitab “al-Idhah fi Manasik al-Hajj wal’Umrah, hal 476-477, sbb :
‫ا‬$‫ر فيم‬$‫ة أوباش‬$‫س أواللحي‬$‫ن الرأ‬$‫ب أوده‬$‫س أوتطي‬$‫م اآلظفار أولب‬$‫ر أوقل‬$‫ق الشع‬$‫ن حل‬$‫ فم‬: ‫وأماارتكاب المحظور‬
‫ة أيام‬$‫وم ثالث‬$‫اع أويص‬$‫ف ص‬$‫كين نص‬$‫ل مس‬$‫اكين لك‬$‫تة مس‬$‫م س‬$‫ح شاة أويطع‬$‫ن يذب‬$‫ه أ‬$‫دون الفرج بشهوة لزم‬
‫ فان‬,‫م‬$‫ن الغن‬$‫بع م‬$‫د فس‬$‫م يج‬$‫د فبقرة فان ل‬$‫م يج‬$‫ فان ل‬,‫ة‬$‫ه بدن‬$‫ب في‬$‫ا الجماع فيج‬$‫ وأم‬.‫ن اآلمور الثالثة‬$‫ر بي‬$‫وهومخي‬
‫ى‬$‫ (االيضاح ف‬. ‫ا‬$‫د يوم‬$‫ل م‬$‫ن ك‬$‫ام ع‬$‫د ص‬$‫م يج‬$‫ فان ل‬,‫ه‬$‫دق ب‬$‫ا وتص‬$‫م طعام‬$‫م والدراه‬$‫ة دراه‬$‫ت البدن‬$‫د قوم‬$‫م يج‬$‫ل‬
)477-476 ‫ ص‬,‫مناسك الحج والعمرة لالمام النووي‬.
“Pelanggaran larangan ihram : barang siapa mencukur rambut, atau memotong
kuku, memakai pakaian biasa, memakai wangi-wangian/ parfum, memakai
minyak rambut atau jenggot, hubungan badan bukan pada farji dengan syahwat,
maka wajib menyembelih seekor kambing atau memeberi makan kepada enam
orang miskin masing2 setengah sho’ (1,2 kg) beras, atau puasa selama tiga harti.
Yang bersangkutan boleh memilih salah satu dari tiga jenis denda tersebut.
Adapaun denda pelanggaran jima’ (hubungan badan) maka wajib menyembelih
seekor unta. Jika sulit mendapatkan unta maka harus memotong seekor sapi, jika
suit mendapatkan sapi maka wajib memotong 7 ekor kambing, jika sulit pula
mendapatkannya maka harga unta dihitung dengan dirham dan setiap satu dirham
dibelikan makanan kemudian disedekahkan. Jika tidak mendapatkannya maka
wajib berpuasa dengan hitungan setiap satu mud satu hari puasa.”
3. Hukum menutup muka dalam keadaan ihram para ahli berbeda pendapat
sebagai berikut :
a. Menurut Imam Syafi’i dan salah satu riwayat Imam Ahmad bin Hanbal
menyatakan bahwa laki-laki boleh menutup muka. Sedangkan Abu Hanifah
dan Imam Malik mereka menyatakan tidak boleh menutup muka.
b. Bagi wanita, para ulama sepakat bahwa dalam keadaan ihram wanita tidak
boleh menutup muka, kecuali jika meninmbulkan fitnah atau takut jatuh sakit
karena debu (al- Mughni fi Fiq al- Hajj wal-Umrah, hal 118 & 119).
4. Hukum memakai cincin atau jam tangan , dikemukakan sebagai berikut:
‫صرح به المصنف فى المجموع أيضا ومثل الخاتم األن الساعة اليدوية فنهما ليسا محيطين‬
‫د قال‬$‫ وق‬,‫اعد‬$‫ن الس‬$‫و جزء م‬$‫م الذي ه‬$‫ة بالمعص‬$‫ة محيط‬$‫بع والثاني‬$‫ن اآلص‬$‫ط بجزء م‬$‫ فاآلول محي‬,‫و‬$‫بالعض‬
‫و قدر‬$‫ى قدرالبدن أ‬$‫ول عل‬$‫اي البدن – الملبوس والمعم‬-‫ وانما يحرم فيه‬: ‫نف رحمه هللا تعالى‬$‫المص‬
‫عضومنه الخ‬.
“Penyusun kitab al-Majmu’ menjelalaskan bahwa jam tangan sama seperti
cincin kedua-duanbya tidak menutupi anggota badan, cincin menutup bagian
jari dan jam tangan menutupi bagian pergelangan tangan, kedua-duanya tidak
termasuk pakaian.”
5. Larangan mencabut rambut, dikemukakan dalam kitab “al-Qira
Liqashidi Ummil Qura” sebagai berikut :
‫ه‬$‫ أخرج‬. ‫واء‬$‫ الناسي والعامد فيه س‬. ‫ى ثالث شعرات دم‬$‫ ف‬:‫ا قاال‬$‫ن أنهم‬$‫ن عطاء والحس‬$‫ع‬
‫ن قال‬$$‫ وبقول عطاء والحس‬,‫يا‬$$‫ه ناس‬$$‫ق رأس‬$$‫ن حل‬$$‫ى م‬$$‫ئ عل‬$$‫حاق الشي‬$$‫ وقال اس‬.‫بيهقي‬$$‫ال‬
‫ى‬$‫ي ف‬$‫د والناس‬$‫ن العام‬$‫ ال فرق بي‬: ‫ي‬$‫حاب الرأ‬$‫ وقال الثوري وأص‬.‫ل العلم‬$‫ر أه‬$‫ي وأكث‬$‫الشافع‬
‫ن‬$$‫ب الدي‬$$‫ مح‬,‫م القرى‬$$‫د أ‬$$‫ (القرى لقاص‬.‫ب الفدية‬$$‫ه يوج‬$$‫ن محظورات االحرام أن‬$$‫ئ م‬$$‫شي‬
)210 ‫ صحيفة‬, ‫الطبري‬.
“Menurut Atho dan al-Hasan bahwa jamaah yang masih dalam
keadaan ihram mencabut tiga helai rambut dikenakan sangsi wajib
membayar Dam, baik karena lupa ataupun sengaja. Sedangkan
menurut Imam Ishaq tidak dikenakan sangsi apapun orang yang
mencukur rambutnya karena lupa. Imam Syafi’i dan mayoritas
para ahli sependapat dengan Atho dan al-Hasan. Demikian pula As-
Tsauri dan Ashab Arra’yi menyatakan: tidak ada bedanya antara
disengaja dan lupa dalam pelanggaran larangan ihram yakni wajib
membayar fidyah”.
6. Melakukan pelanggaran ihram karena lupa atau karena tidak mengerti
(bodoh), para fuqaha berbeda pendapat, sebagaiman dijelaskan dalam
kitab “ al-Bayan fi Madzhab al-Imam as-Syafi’i” hal 197 sbb :
‫يا أوجاهال‬$‫ه ناس‬$‫ه أولحيت‬$‫ن رأس‬$‫ب أوده‬$‫س أوتطي‬$‫ب‬$‫هوا أوجهال ) وان ل‬$‫ل محظورس‬$‫ئلة ( فع‬$‫مس‬
‫ي‬$‫ة والمزن‬$‫ك وأبوحنيف‬$‫ وقال مال‬. ‫ثوري وعطاء والزهري‬$‫ه قال ال‬$‫ وب‬.‫ة عليه‬$‫ فال فدي‬... ‫م‬$‫بالتحري‬
‫تكرهوا‬$‫ا اس‬$‫يان وم‬$‫أ والنس‬$‫ي الخط‬$‫ن أمت‬$‫ع ع‬$‫ رف‬: ‫لم‬$‫ه وس‬$‫لى هللا علي‬$‫ه ص‬$‫ا قول‬$‫ دليلن‬.‫ه الفدية‬$‫ب علي‬$‫يج‬
)197 ‫ المجلد الرابع صحيفة‬, ‫ (البيان فى مذهب الشافعي‬.‫عليه‬.
“Jika dalam keadaan ihram memakai pakaian biasa, atau memakai wangi-
wangian (minyak wangi/parfum), memakai minyak rambut kepala atau
jenggot, karena lupa atau karena tidak mengerti larangan ihram, maka
yang bersangkutan tidak dikenakan fidyah. Demikian pendapat Assauri,
Atho dan Azzuhry, akan tetapi menurut pendapat Imam Malik, Abu
Hanifah dan al-Muzani wajib membayar fidyah. Sedangkan dalil/dasar
hukum yang kami pedomani (mazhab Syafi’i) adalah sabda Nabi Saw
yang menyatakan bahwa umatku akan dihampus dosanya karena
kesalahan yang tidak disengaja, karena lupa dan karena dalam keadaan
tertekan (dipaksa).”
7. Dalam situasi dan kondisi tertentu orang yang sedang berihram boleh membunuh kala
jengking/ular, burung gagak, elang, tikus, dan anjing yang galak (binatang buas),
sebagaimana dikemukakan dalam hadis berikut :
) ‫ العقرب والغراب والحدآة والفآرة والكلب العقور (أخرجه مسلم‬: ‫خمس من الدواب كلها فسق الحرج على من قتلهن‬.

Ketentuan tentang ukuran Dirham, Dinar, Mud dan Sha’


Dikemukakan Dr. Ali Jum’ah dalam bukunya yang berjudul “al-Makayil wa al-Mawazin al-
Syari’ah” hal. 25, sebagai berikut :
a. Dirham :
Dirham adalah nama sesuatu/barang yang terbuat dari perak sebagai alat pembayaran.
Menurut mazhab Hanafi satu dirham adalah 3,125 gram. Sedangkan menurut mayoritas
ulama (jumhur ulama), satu dirham adalah 2,975 gram.
b. Dinar :
Dinar adalah nama potongan/pecahan dari mas yang dicetak/dibuat dalam bentuk mitsqal
sebagai alat pembayaran. Satu Dinar menurut kesepakatan ulama beratnya 4,25 gram.
c. Mud :
Menurut mazhab Hanafi satu mud adalah : 812,5 gram. Sedangkan menurut jumhur ulama
adalah 510 gram.
d. Sha’ :
Menurut mazhab Hanafi, satu sha’ adalah 3,25 kg. Sedangkan menurut jumhur ulama, satu
sha’ adalah 2,04 kg.
Hukum Membaca Talbiyah
1. Para ulama fuqaha mengemukakan tentang hukum membaca talbiyah sebagai
berikut :
, ‫ أنها من شرط االحرام اليصح اال بها كالتكبير للصالة‬: ‫ وعند الحنفية‬,‫وحكم التلبية عند الشافعية والحنابلة سنة‬
‫ ص‬,‫ ويجب بتركها دم وهللا أعلم (االفصاح على مسائل االيضاح على مذاهب اآلربعة‬, ‫ واجبة‬: ‫وعند المالكية‬
)143.
“Hukum membaca talbiyah menurut mazhab Syafi’i dan mazhab Hanbali adalah
sunah. Menurut mazhab Hanafi membaca talbiyah.
adalah syarat, tidak sah ihram seseorang kecuali dengan membaca talbiyah seperti
takbiatul ihram dalam shalat. Sedangkan menurut mazhab Maliki, membaca talbiyah
hukumnya wajib. Bagi jamaah yang tidfak membaca talbiyah wajib membayar Dam”.
2. Bacaan talbiyah berakhir :
a. Setelah lontaran pertama bagi yang mendahulukan lontar jamrah
Aqabah.
b. Setelah selesai putaran pertama tawaf, bagi yang mendahulu kan
tawaf ifadah
c.setelah menggunting rambut selesai, bagi yang mendahulukan menggunting
rambut. (al-Muhgni fi Fiqh al-Haji wal’Umrah, hal 83-85).
Thawaf dan Permasalahannya.
1. Ketentuan tentang thawaf.
a. Harus suci dari hadas besar dan kecil serta suci dari najis menurut mazhab
Maliki, Syafi’i, dan Hanbali. Sedangkan menurut mazhab Hanafi suci dari
hadas dan najis tidak menjadi syarat sahnya tawaf, akan tetapi yang
bersangkutan wajib membayar Dam.
b. Dimulai dan diakhiri di rukun Hajar Aswad/ arah sejajar rukun Hajar Aswad.
c. Ketika lurus arah Hajar Aswad akan memulai tawaf, menghadapkan wajah
dan badannya dengan mengangkat dua tangan sambil membaca $$$‫ هللا‬$$$‫ هللا‬$‫م‬$‫س‬$$$‫ب‬
‫كبر‬$‫ ا‬lalu mengecup kedua telapak tangannya, dilakukan pada setiap
memulai putaran tawaf;
d. Dilaksanakan sebanyak tujuh kali putaran ;
e. Dilaksanakan di dalam Masjidil Haram ;
f. Posisi Ka’bah selalu berada di sebelah kiri ;
g. Selama sedang melaksanakan tawaf tidak menyentuh Hijir Ismail dan
syadzarwan ( pondasi Ka’bah ).
h.Putaran kesatu sampai dengan putaran ketujuh harus bersambung
(muwalat)), kecuali mazhab Syafi’i dan Hanafi yang menyatakan sunahnya
bersambung antara putaran ke satu sampai dengan ke tujuh.
i. Jika ragu hitungan putaran thawaf, ambillah hitungan yang lebih sedikit .
2. Apakah ketika memulai tawaf harus niat ? Dalam kitab al-Bayan jilid 4 hal
277 dikemukakan sebagai berikut :
‫ر‬$‫ افتق‬... ‫ة أوطواف نذر‬$‫ الطواف نافل‬$‫ فان كان‬: ‫ه‬$‫ر في‬$‫ة ؟ ينظ‬$‫ى الني‬$‫ر ال‬$‫ل يفتق‬$‫ فه‬... ‫ن يطوف‬$‫واذا أراد أ‬
‫ة أوطواف‬$‫ كان طواف العمر‬$‫ وان‬.‫الة‬$‫ة كالص‬$‫ى الني‬$‫ ال‬$‫ر‬$‫بيت فافتق‬$‫ل‬$‫ق با‬$‫ة تتعل‬$‫ه قرب‬$‫ آلن‬,‫ا واحدا‬$‫ة وجه‬$‫ى الني‬$‫ال‬
‫بيت‬$‫ى ال‬$‫بادة تفتقرال‬$‫ه ع‬$‫ة آلن‬$‫ى الني‬$‫ا يفتقرال‬$‫ أحدهم‬: $‫ه وجهان‬$‫ة ؟ في‬$‫ى الني‬$‫ر ال‬$‫ل يفتق‬$‫ فه‬,‫ج‬$‫ى الح‬$‫ة ف‬$‫االفاض‬
‫ليه كما تأتي‬$‫ والعمرة تأتي ع‬$‫ والثاني اليفتقر الى النية آلن نية الحج‬.‫ الى النية كالصالة‬$‫فافتقرت‬
‫على الوقوف‬.
Maksudnya: bahwa jika tawaf yang dilakukan adalah tawaf sunah atau
tawaf nadzar maka harus dimulai dengan niat seperti ketika
melaksanakan shalat. Akan tetapi jika tawaf tersebut adalah tawaf
umrah atau tawaf Ifadah, dalam hal ini ada dua pendapat yakni pendapat
pertama menyatakan harus niat seperti shalat, dan pendapat yang kedua
menyatakan tidak perlu niat karena niat haji dan umrah mencakupi
tawaf seperti juga wukuf .
3. Apakah tawaf harus dalam keadaan suci dari hadas dan najis.
a. Menurut mazhab Hanafi berpendapat bahwa suci dari hadas tidak menjadi
syarat dalam tawaf, maka tawafnya sah tapi harus membayar Dam,
sebagaimana disebutkan dalam kitab al-Bayan fi Madzhab al-Imam as-
Syafi’i :
‫بره‬$‫ه ويج‬$‫ح طواف‬$‫ ص‬... ‫ر طهارة‬$‫ فان طاف بغي‬,‫ي الطواف‬$‫ت بشرط ف‬$‫ (الطهارة ليس‬: ‫ة‬$‫وقال أبوحنيف‬
)273 ‫ صحيفة‬,‫ المجلد الرابع‬, ‫بالدم (البيان فى مذهب االمام الشافعي‬.
Selanjutnya Abu Hanifah menyatakan:
‫ى‬$$‫بيان ف‬$$‫بره بالدم (ال‬$$‫ ج‬... ‫ا‬$$‫ وان خرج منه‬,‫ه الطواف‬$$‫ لزم‬... ‫ة‬$$‫ع طوافات فان كان بمك‬$$‫اذا طاف أرب‬
)279 ‫ المجلد الرابع صحيفة‬,‫مذهب الشافعي‬.
“Jika seseorang telah mengerjakan tawaf empat putaran dan dia masih di
Makkah maka wajib meneruskan tawaf, dan jika dia sudah meninnggalkan
Makkah maka wajib mnembayar Dam
b. Menuurut mazhab Syafi’i, Maliki dan Hambali, berdasarkan hadis dari
‘Aisyah r.a dan hadis riwayat Ibnu Abbas sebagai berikut :
‫ وروى‬.‫ككم‬$‫ي مناس‬$‫ وقال خذوا عن‬, ‫م طاف‬$‫أ ث‬$‫ توض‬... ‫ن يطوف‬$‫ا أراد أ‬$‫لم لم‬$‫ه وس‬$‫لى هللا علي‬$‫بي ص‬$‫ن الن‬$‫أ‬
,‫ق‬$‫ه النط‬$‫ى أباح في‬$‫ن هللا تعال‬$‫الة اال أ‬$‫بيت ص‬$‫ الطواف بال‬: ‫لم قال‬$‫ه وس‬$‫لى هللا علي‬$‫بي ص‬$‫ن الن‬$‫ أ‬: ‫ن عباس‬$‫اب‬
)274 ‫ فال ينطق اال بخير (البيان فى مذهب االمام الشافعي المجلد الرابع صحيفة‬... ‫ فمن نطق‬.
‫‪c. Menurut mazhab Maliki dan Hambali.‬‬
‫فمنه‪$‬ا ‪ :‬الطهارة ع‪$‬ن الحدث والنج‪$‬س ف‪$‬ى البدن والثوب والمكان‪ $‬الذي (يطئوه) ف‪$‬ى طوافه‪ .‬فم‪$‬ن طاف محدث‪$‬ا أوعلي‪$‬ه‬
‫نجاس‪$‬ة غيرمعف‪$‬و عنه‪$‬ا أووط‪$‬ئ نجاس‪$‬ة عامدا أوناس‪$‬يا أوجاهآل‪ $‬ل‪$‬م يص‪$‬ح طواف‪$‬ه عن‪$‬د الشافعي‪$‬ة وكذل‪$‬ك مذه‪$‬ب المالكي‪$‬ة‬
‫والحنابلة‪ .‬اال المشهور ع‪$‬ن‪$‬د المالكي‪$‬ة ‪ :‬ان ازال‪$‬ة النجاس‪$‬ة واجب‪$‬ة م‪$‬ع الذك‪$‬ر س‪$‬اقطا م‪$‬ع النس‪$‬يان والعجز‪ .‬وقال الحنابل‪$‬ة ‪:‬‬
‫انه‪$‬ا تس‪$‬قط بذل‪$‬ك وبالجه‪$‬ل (هداي‪$‬ة الس‪$‬الك عل‪$‬ى مذاه‪$‬ب اآلربع‪$‬ة‪ ,‬ص‪$‬حيفة ‪ .)916‬ومذه‪$‬ب الحنفي‪$‬ة ‪ :‬الطهارة م‪$‬ن الحدث‬
‫والجناب‪$‬ة والحي‪$‬ض والنفاس ليس‪$‬ت بشرط لجواز الطواف وليس‪$‬ت بفرض ب‪$‬ل واجبة‪ .‬فاذا طاف للقدوم محدث‪$‬ا فعلي‪$‬ه‬
‫‪.‬صدقة‪ ,‬فان كان جنبا فعليه أن يعيد‪ ,‬فان لم يعد فعليه دم (هداية السالك ‪ ,‬صحيفة ‪)919‬‬
‫‪Menurut mazhab Maliki dan Hambali, bagi orang yang sedang tawaf lalu terkena najis‬‬
‫‪dan dia ingat maka wajib menghilangkannya, akan tetapi jika dia lupa membuang atau‬‬
‫‪membersihkannya, atau mengalami kesulitan untuk menghilangkannya maka tawafnya‬‬
‫‪sah. Bahkan mazahab Hambali menyatakan bagi orang yang tidak mengerti/bodoh,‬‬
‫‪tawafnya sah. Penjelasan tersebut didasarkan pada ayat al-qur’an dan hadis Nabi‬‬
‫‪sebagai berikut :‬‬
‫‪1) Dalam surat al-baqarah ayat 286 :‬‬
‫ربنا التوأخذ نا ان نسينا أوأخطأنا ربنا والتحمل علينا اصرا كما حملته ع‪$‬لى الذين‪ $‬من قبلنا ربنا والتحملنا‬
‫ماالطاقة لنا به واعف ع‪$‬نا واغفرلنا وارحمنا ‪( ...‬البقرة ‪)268 :‬‬
‫‪2) Dalam hadis Nabi Saw :‬‬
‫‪(1) hadis riwayat Ibnu Majah dan Ibnu Hiban.‬‬
‫عن ابن عباس رضى هللا عنه قال‪ .‬قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم ‪ :‬ان هللا وضع عن أمتي الخطأ والنسيان‬
‫‪.‬وما استكرهوا ع‪$‬ليه (رواه ابن ماجة وان حبان)‬
‫‪3) Hadis Ibnu Abi Hatim :‬‬
‫وقال ابن أبي حاتم ‪ ,‬حدثنا أبي حدثنا مسلم بن ابراهيم حدثنا أبوبكر الهذ لي عن شهر‪ ,‬عن أم‬
‫الدرداء‪ ,‬عن النبي صلى هللا عليه وسلم قال ‪ :‬ان هللا تجاوز آلمتي عن ثالث ‪ :‬عن الخطأ‬
‫‪.‬والنسيان واالستكراه‪( .‬تفسير ابن كثير ج ‪ 1‬ص ‪)301‬‬
‫‪4.Tawaf bagi jamaah udzur.‬‬
‫‪a. Ketentuan tentang udzur dikemukakan Dr. Muhammad Bakar Ismail‬‬
‫‪sebagi berikut :‬‬
‫المعذورالذي نري‪$‬د أ‪$‬ن نتكل‪$‬م عن‪$‬ه هن‪$‬ا ‪ :‬هوالذي يخرج من‪$‬ه الحدث الناق‪$‬ض للوضوء ف‪$‬ى غي‪$‬ر‬
‫حال الص‪$‬حة أ‪$‬ي بس‪$‬بب حال‪$‬ة مرضي‪$‬ة‪ ,‬ويس‪$‬تمر خروج هذا الحدث من‪$‬ه وقت‪$‬ا‪ ,‬اليمكن‪$‬ه ضبط‪$‬ه كم‪$‬ن‬
‫يغالب‪$$‬ه خروج البول أوانفالت الري‪$$‬ح‪ ,‬اوكالمرأ‪$$‬ة المس‪$$‬تحاضة ا‪$‬لت‪$$‬ي يخرج الدم م‪$$‬ن فرجه‪$$‬ا ف‪$$‬ى‬
‫غيرأيام حيضه‪$‬ا ونفاس‪$‬ها (الفق‪$‬ه الواض‪$‬ح م‪$‬ن الكتاب والس‪$‬نة عل‪$‬ى المذاه‪$‬ب اآلربع‪$‬ة‪ ,‬د‪ .‬محم‪$‬د‬
‫‪.‬بكراسماعيل‪ ,‬المجلد اآلول‪ ,‬ص ‪)66‬‬
‫‪“Udzur adalah sesuatu halangan (hadats) yang keluar dari seseorang‬‬
‫‪tidak dalam keadaan sehat (sakit) dan hadats tersebut merusak atau‬‬
‫‪membatalkan wudhu, seperti beser, buang angin (kentut) terus menerus,‬‬
‫‪atau istihadhah bagi wanita yakni darah keluar dari farji diluar hari-hari‬‬
‫‪haid atau nifas”.‬‬
b. Pelaksanaan tawaf bagi jamaah udzur.
Dalam buku Fiqh Sunah, jilid 1 hal 588 dikemukakan sebagai berikut :
‫ومن كان به نجاسة اليمكن ازالتها كمن به سلس بول والمستحاضة التي اليرفأ دمها فانه يطوف والشيء‬
)588 ‫ ص‬,‫ المجلد االول‬,‫ باتفاق (فقه السنة للشيخ السيد سابق‬,‫عليه‬.
Maksudnya : Barang siapa (jamaah haji) yang terkena najis dan sulit
menghilangkannya seperti kencing terus menerus (beser), istihadhah bagi wanita ,
yakni darah keluar terus tidak dapat dihalangi, maka yang bersangkutan dapat
melaksanakan tawaf tanpa dikenakan sangsi apapun berdasarkan kesepakatan para
fuqaha.
5.Tawaf putaran ketiga atau ke empat keluar hadas kecil (buang angin/ kentut).
a. Pendapat Dawud dan Ibnu Hazm, sebagaimana dikemukakan Imam Nawawi dalam
kitab al-Majmu’ sebagai berikut :
: ‫ وقال ابن حزم‬.‫ فان طاف محدثا أجزأه اال الحائض‬, ‫ الطهارة للطواف واجبة‬: ‫ قال داود‬: ‫وقال فى المجموع‬
, ‫ه الحج والعمرة‬$‫ى فى فق‬$‫ (المغن‬. ‫ض‬$‫ وال يحرم اال على الحائ‬, ‫ز وللنفساء‬$‫ر طهارة جائ‬$‫الطواف بالبيت على غي‬
)200 ‫ صحيفة‬, ‫سعيد بن عبد القادر با شنفر‬.
“Imam Nawawi menyatakan dalam kitab al-Majmu’ : Menurut Dawud, suci dari
hadas dan najis dalam melaksanakan tawaf adalah wajib akan tetapi jika
mengerjakan tawaf dalam keadaan hadas kecil maka sah tawafnya kecuali wanita
yang sedang haid.
Ibnu Hazm juga menyatakan : Melaksanakan tawaf tanpa dalam kedaan suci
boleh/sah tawafnya termasuk wanita yang sedang nifas, kecuali mwanita
yang sedang haid”.
b. Syekh Soleh Utsaimin dalam kitabnya “as-Syarh al-Mumatti’i, jilid 7 hal 23
menyatakan sebagai berikut :
‫ب‬$‫ل ويج‬$‫ا يبط‬$‫ن طوافه‬$‫ القول األول أ‬: ‫ا قوالن‬$‫ى أثناء الطواف ففيه‬$‫غر ف‬$‫ا أص‬$‫ت حدث‬$‫و أحدث‬$‫ ل‬: ‫ئلة‬$‫مس‬
‫س‬$‫ل الطواف ولي‬$‫ي تكم‬$‫ القول الثان‬. ‫ن الطهرة شرط للطواف‬$‫ أل‬, ‫تأنف الطواف‬$‫أ وتس‬$‫ن تتوض‬$‫ا أ‬$‫عليه‬
‫غر لعدم وجود‬$‫ن الحدث األص‬$‫ه اليشترط للطواف الطهارة م‬$‫حيح أن‬$‫و الص‬$‫ وهذا القول ه‬. ‫ئ‬$‫ا شي‬$‫عليه‬
‫ وهللا أعلم‬.‫ انتهى هذا‬. ‫ نص صحيح وهو اختيار شيخ االسالم ابن تيمية رحمه هللا‬.
“Masalah : jika seseorang di tengah-tengah mengerjakan tawaf keluar hadas
kecil, maka ada dua pendapat. Pendapat yang pertama menyatakan bahwa
tawafnya orang tesebut batal dan yang bersangkutan harus berwudhu dan
memulai tawafnya karena suci dari hadas merupakan syarat sahnya tawaf.
Pendapat yang kedua menyatakan sah/sempurna tawafnya dan tidak
dikenakan denda/sangsi apapun, dan ini adalah kaul yang shahih bahwa
mengerjakan tawaf tidak disyaratkan harus suci dari hadas kecil karena
tidak ada nas yang sharih dan itulah yang dipilih Syekh Ibnu Taimiyah r.a.
Wallahu a’lam”.
6. Tawaf Menyentuh Syadzarwan atau Hijir Ismail.
Ketika seseorang melaksanakan\ tawaf tidak boleh menyentuh pondasi ka’bah
(syadzarwan), atau Hijir Ismail sebagaimana penjelasan para ulama fuqaha sebagai
berikut :
a. Dalam kitab “al-Qira Liqashidi Ummil Qura” :
‫ فدل‬.‫ن وراء الحجر‬$‫لم م‬$‫ه وس‬$‫ علي‬$‫لى هللا‬$‫ ص‬$‫لى هللا‬$‫ ص‬$‫ول هللا‬$‫ وطاف رس‬.‫بيت‬$‫ وليطوفوا بال‬: ‫ى‬$‫ تعال‬$‫د قال هللا‬$‫وق‬
)267 ‫ ص‬,‫ (القرى لقاصد أم القرى‬... ‫ والى ذلك ذهب مالك والشافعي وأحمد‬, ‫ على أن حكمه حكمه‬.
b. Dalam kitab “Hidayatus Salik” :
‫ والحجر هو المحوط بين الركنين الشاميين‬,‫ومنها أن يكون الطائف بجميع بدنه خارجا عن الحجر والشاذروان‬
)937 ‫ صحيفة‬,‫بجدار قصير بينه وبين كل واحد الركنين فتحة (هداية السالك‬.
Maksudnya: orang yang sedang tawaf seluruh badannya harus diluar Hijir Ismail
dan syadzarwan (pondasi Ka’bah). Hijir Ismail adalah bangunan yang melingkar
antara rukun Syami dan rukun Iraqi berupa bangunan tembok pendek, dan antara
dua rukun tersebut terbuka.
c. Dalam kitab “al-Bayan fi Madzhab al-Imam as-Syafi’i” :
‫خ‬$$‫ وقال الشي‬.‫ى الحجر‬$$‫ه ف‬$$‫ي والقدر الذي ترك من‬$$‫بيت المبن‬$$‫ع ال‬$$‫ى يطوف حول جمي‬$$‫ه الطواف حت‬$$‫وال يجزئ‬
‫ن‬$‫ن الشاذروان م‬$‫م يجزه آل‬$‫ة ل‬$‫ى شاذروان الكعب‬$‫ر أوعل‬$‫ى الحج‬$‫ فان طاف ف‬.‫بعة‬$‫تة أذرع أوس‬$‫وهوس‬: ‫د‬$‫أبوحام‬
)280 ‫ ص‬4 ‫الدكة السفلى فى البيت (البيان فى مذهب االمام الشافعي ج‬.
“Tawaf tidak sah kecuali mengitari seluruh banguan Ka’bah dan
bangunan Hijir Ismail yang menurut Syekh Abu Hamid panjangnya
lebih kurang 6 atau 7 dzira (hasta). Barang siapa yang tawaf di dalam
Hijir Ismail atau di tas syadzarwan maka tawafnya tidak sah”.
d. Dalam kitab “Hadayatus Salik” dan kitab “al Idhoh fi Manasik al Hajj
wal ‘Umrah” :
‫ى‬$‫ فلوطاف عل‬,‫بيت‬$‫ع ال‬$‫ن جمي‬$‫ه ع‬$‫ع بدن‬$‫ا بجمي‬$‫ه خارج‬$‫ى طواف‬$‫ن يكون ف‬$‫ أ‬: ‫س‬$‫لخام‬$‫ب ا‬$‫الواج‬
‫ى‬$‫ تعال‬$‫د أمرهللا‬$‫ وق‬,‫بيت‬$‫بيت ال بال‬$‫ى ال‬$‫ه طاف ف‬$‫ه آلن‬$‫ح طواف‬$‫م يص‬$‫ر ل‬$‫ى الحج‬$‫بيت أوف‬$‫شاذروان ال‬
‫ ولوطاف خارج‬.)225 ‫ ص‬,‫الك‬$‫ة الس‬$‫بيت (هداي‬$‫ن ال‬$‫ر م‬$‫ والشاذروان والحج‬.‫بيت‬$‫بالطواف بال‬
,‫ه‬$‫ح طواف‬$‫م يص‬$‫ز باآلخرى ل‬$‫ى الشاذروان ويقف‬$‫ا عل‬$‫ه أحيان‬$‫ع احدى رجلي‬$‫الشاذروان وكان يض‬
‫م‬$‫بيت ل‬$‫ن أجزاءال‬$‫ة الشاذروان أوغيره م‬$‫ى موازا‬$‫س بيده الجدار ف‬$‫ولوطاف خارج الشاذروان ولم‬
... ‫بيت‬$‫ى ال‬$‫ه ف‬$‫ض بدن‬$‫ن بع‬$‫ر آل‬$‫ه الجماهي‬$‫ع ب‬$‫حيح الذي قط‬$‫ب الص‬$‫ى المذه‬$‫ا عل‬$‫ه أيض‬$‫ح طواف‬$‫يص‬
)227 ‫ ص‬,‫(كتاب االيضاح فى مناسك الحج والعمرة‬.
Maksudnya bahwa orang yang tawaf anggota badanya harus di luar
(di belakang) Baitullah. Jika tawaf menyentuh syadzarwan (pondasi
Ka’bah) atau Hijir Ismail, maka tawafnya tidak sah. Karena
syadzarwan dan hijir Ismail termasuk bagian dari Ka’bah.
7. Tawaf Menggunakan kursi roda atau secuter.
Para ulama fuqaha berbeda pendapat tentang hukum tawaf menaiki kursi roda
atau naik secuter, sebagai mana penjelasan berikut :
.‫ه خالف األولى‬$‫ا قال النووي لكن‬$‫ة كم‬$‫د الشافعي‬$‫ى المشهور عن‬$‫ن غيرعذر عل‬$‫ا م‬$‫ى الطواف راكب‬$‫ة ف‬$‫وال كراه‬
‫ه االعادة مادام‬$‫ن عيرعذر علي‬$‫ا م‬$‫ى لوطاف راكب‬$‫ن عذر حت‬$‫ي اال م‬$‫ن واجبات الطواف المش‬$‫ة ان م‬$‫د الحنفي‬$‫وعن‬
‫ه‬$‫ أن‬: ‫ة‬$‫ب المالكي‬$‫ ومذه‬.‫ا تقدم‬$‫ن طاف محموال لغيرعذر كم‬$‫م فيم‬$‫م عنده‬$‫ وكذا الحك‬.‫ى بلده الدم‬$‫ة وان عاد ال‬$‫بمك‬
,‫ ولوطاف زحفا مع قدرته على المشي فطوافه صحيح لكنه يكره عند الشافعية‬.‫اليجوز الطواف راكبا اال لعذر‬
)903-902 ,‫ (هداية السالك‬...‫ ومذهب الحنفية أنه لوطاف زحفا وهو عاجز عن المشي فال شيئ عليه‬.
a. Menurut mazhab Syafi’i yang dikemukakan oleh Imam Nawawy, tidak
dilarang orang yang tanpa udzur melaksanakan tawaf dengan naik kendaraan
(kursi roda/secuter) sekalipun dipandang kurang utama.
b. Menurut mazhab Hanafi bahwa melaksanakan tawaf itu wajib dengan berjalan
kaki kecuali dalam keadaan udzur, jika dilakukan tanpa ada udzur maka harus
mengulang tawafnya selagi masih di Makkah. Jika dia sudah kembali di tanah
air maka harus membayar Dam, demikian pula orang yang tawafnya ditandu,
atau didorong, atau di gendong.”
c. Menurut mazhab Maliki, tidak boleh tawaf dengan menaiki kendaraan
(kursi/secuter) kecuali karena uzur.
d. Jika dalam kondisi penuuh dan berdesakan tawaf dengan berjalan kaki sah
tapi makruh menurut mazhab Syafi’i. Sedangkan menurut mazhab Hanafi jika
dalam kondisi berdesakan tidak mampu melaksanakan tawaf dengan jalan kaki
maka diperbolehkan dan tidak dikenakan denda apapun. (Hidayatus Salik, hal.
952-953).
8. Tawaf Ifadah bagi wanita haid.
Jamaah perempuan yang tergabung dalam kloter awal yang harus segera
pulang ke tanah air, atau gelombang dua yang akan ke Madinah, mereka masih
dalam keadaan haid, bolehkan mereka melaksanakan tawaf ifadhah. Sebagai
solusi dikemukakan oleh Sa’id bin Abdul Qadir Basyinfar sebagai berikut :
‫د‬$‫ وق‬.‫الة‬$‫ل الص‬$‫ه الطهارة مث‬$‫ن الطواف يلزم‬$‫ آل‬,‫ح‬$‫ا اليص‬$‫ن طوافه‬$‫ن الجمهور آ‬$‫ آ‬: ‫ض‬$‫م طواف الحائ‬$‫حك‬
‫ن‬$‫ واختار اب‬,‫ا دم شاة‬$‫ن عليه‬$‫ أ‬: ‫د‬$‫ن أحم‬$‫ة ع‬$‫ى رواي‬$‫ وف‬.‫ا بدنة‬$‫ح وعليه‬$‫ة يص‬$‫بي حنيف‬$‫د أ‬$‫ وعن‬.‫ا أدلتهم‬$‫ذكرن‬
‫حيفة‬$‫ ص‬,‫ر‬$‫د القادرباشنف‬$‫ن عب‬$‫عيد ب‬$‫ س‬,‫ج والعمرة‬$‫ه الح‬$‫ى فق‬$‫ي ف‬$‫ئ (المغن‬$‫ا ش‬$‫ا والعليه‬$‫ه يجزئه‬$‫ة أن‬$‫تيمي‬
)196.
a. Menurut jumhur (mayoritas ) ulama : Wanita dalam keadaan haid berusaha
menunda kepulangannya ke tanah air dengan cara pindah kloter, didampingi
suami/ mahram sampai dalam keadaan suci, karena syarat sahnya tawaf
harus suci dari hadas.
b. Menurut Imam Abu Hanifah, tawaf ifadah bagi wanita yang haid sah tapi wajib
membayar dam berupa seekor unta, atau seekor sapi atau 7 ekor kambing.
c. Menurut salah satu riwayat Ahmad bin Hambal, tawafnya sah dan wajib
menyembelih seekor kambing.
d. Menurut Ibnu Taimiyah, sah tawafnya dan tidak dikenakan sangsi/ denda
apapun.
e. Syekh Abdul Rahman Mahmud Madho al-’Alwani al-Jahani, menyatakan dalam
“Kitab Qathfu as-Tsimar fi Ahkam al-Hajj wal I’timar ‘ala al-Madzahib al-
Arba’ah” hal. 64-66, sebagai berikut :
‫م‬$‫ قس‬.‫ل طواف الركن‬$‫ة قب‬$‫ض المرأ‬$‫ي حي‬$‫ وه‬,‫ام‬$‫ة أقس‬$‫ى أربع‬$‫وءال عل‬$‫ا الس‬$‫ع فيه‬$‫ئلة وق‬$‫ى مس‬$‫ ف‬: ‫ة‬$‫فائدة عظيم‬
.‫ن العادة‬$‫ى زم‬$‫ن الدم بعدالطواف ف‬$‫م عاد عليه‬$‫ن ث‬$‫لن وطف‬$‫طة دواء فاغتس‬$‫ا بواس‬$‫ن يوم‬$‫ع دم حيضه‬$‫انقط‬
‫ث‬$‫م الثال‬$‫ والقس‬.‫ل والطواف‬$‫د الغس‬$‫ن العادة بع‬$‫ى زم‬$‫ك ف‬$‫ وعاد كذل‬,‫بب‬$‫ا بدون س‬$‫ع الدم يوم‬$‫ انقط‬:‫ر‬$‫م اآلخ‬$‫والقس‬
‫ سافرن بدون طواف‬: ‫ والقسم الرابع‬.‫طفن قبل انقطاع الدم والغسل‬.
Artinya: Faidah yang sangat besar, yakni dalam masalah yang terjadi dan
dipersoalkan terdiri atas empat bagian yaitu mengenai wanita yang haid sebelum
melakukan tawaf rukun :
Bagian pertama : Darah haid berhenti satu hari disebabkan karena minum obat,
lalu dia mandi dan tawaf. Kemudian darah haid keluar lagi seperti biasa setelah
tawaf.
‫‪Bagian kedua : Darah haid berhenti satu hari tanpa sebab, kemudian darah haid‬‬
‫‪kelua kembali setelah mandi dan melaksanakan tawaf.‬‬
‫‪Bagian ketiga : Dia mandi dan tawaf sebelum darah haid berhenti.‬‬
‫‪Bagian keempat: Dia dalam keadaan haid safar (pulang) ke negaranya‬‬ ‫‪tanpa‬‬
‫‪melaksanakan tawaf. Selanjutnya beliau mengemukakan jawabannya‬‬
‫‪sebagai berikut :‬‬
‫والخالص م‪$‬ن هذه المس‪$‬ئلة العظيم‪$‬ة ت‪$‬قلي‪$‬د األئم‪$‬ة األربع‪$‬ة أوأحدهم‪ .‬فالقس‪$‬م اآلول والثان‪$‬ى طوافه‪$‬ن‬
‫ص‪$‬حيح عل‪$‬ى أح‪$‬د القولي‪$‬ن ف‪$‬ى مذه‪$‬ب االمام الشافع‪$‬ي‪ ,‬وهوالنقاء طهرويعرف بالتلفي‪$‬ق‪ ,‬وذه‪$‬ب الي‪$‬ه م‪$‬ن‬
‫اآلص‪$‬حاب الشي‪$‬خ االمام أبوحام‪$‬د والمحامل‪$‬ى ف‪$‬ى كتب‪$‬ه وس‪$‬لي‪$‬م والشي‪$‬خ منص‪$‬ورالمقدسى وغيره‪$‬م م‪$‬ن‬
‫اآلص‪$‬حاب‪ .‬ويص‪$‬ح طوافه‪$‬ن عل‪$‬ى مذه‪$‬ب‪ $‬االمام مال‪$‬ك‪ ,‬آل‪$‬ن عنده النقاء ف‪$‬ى أيام التقط‪$‬ع طه‪$‬ر‪ ,‬وكذل‪$‬ك‬
‫يص‪$$‬ح طوافه‪$$‬ن عل‪$$‬ى مذه‪$$‬ب االمام أ‪$$‬بى حنيفة‪ .‬آلن‪$$‬ه اليشت‪$‬رط الطهارة ع‪$$‬ن الحدث والنج‪$$‬س ف‪$$‬ى‬
‫الطواف‪ ,‬فيص‪$‬ح عنده م‪$‬ن الحائ‪$‬ض والجن‪$‬ب م‪$‬ع الحرمة‪ .‬القس‪$‬م الثال‪$‬ث يص‪$‬ح طوافه‪$‬ن عل‪$‬ى مذه‪$‬ب‬
‫االمام أبوحنيفة‪.‬وف‪$‬ى احدى الروايتي‪$‬ن عن‪$‬د االمام أحم‪$‬د‪ ,‬ويلزم ف‪$‬ى ذل‪$‬ك ذب‪$‬ح بدن‪$‬ة‪ ,‬وتأث‪$‬م بدخوله‪$‬ا الحرم‬
‫فنقول له‪$‬ا ‪ :‬اليح‪$‬ل ل‪$‬ك الدخول وأن‪$‬ت حائ‪$‬ض‪ ,‬واذا دخل‪$‬ت وطف‪$‬ت أجزاك م‪$‬ن طواف الفرض‪.‬القس‪$‬م‬
‫الراب‪$‬ع ‪ :‬الت‪$‬ى س‪$‬افرن بدون طواف‪ ,‬فق‪$‬د ن‪$‬ق‪$‬ل المص‪$‬ريون ع‪$‬ن مال‪$‬ك‪ :‬أ‪$‬ن م‪$‬ن طاف طواف القدوم وس‪$‬عى‬
‫ورج‪$‬ع ال‪$‬ى بلده قب‪$‬ل طواف االفاض‪$‬ة جاهال أوناس‪$‬يا أجزأ‪$‬ه ع‪$‬ن طواف االفاض‪$‬ة ويلزم‪$‬ه ذب‪$‬ح بدنة‪.‬‬
‫‪ .‬انته‪$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$‬ى‬
Maksudnya : Kesimpulan dari masalah yang sangat besar dan dipertanyakan di
atas, maka hendaknya mengikut pendapat para imam mazhab yang empat atau
salah satu dari mereka.
Bagian yang pertama dan kedua : tawafnya sah menuurut salah satu dua
pendapat mazhab imam Syafi’i, dan pengikut imam Syafi’i diantaranya Syekh
imam Abu Hamid, al-Mahamily, Salim, Syekh Mansur, dan lain-lain.
Demikian pula mazhab Imam Malik. Mazhab imam Abu Hanifah menyatakan
bahwa tawafnya sah karena tidak disyaratkan harus suci dari hadas dan najis dalam
tawaf, tapi karena dalam keadaan haid atau junub termasuk berbuat haram.
Bagian ketiga : Sah tawafnya menurut mazhab Imam Abu Hanifah, Imam Ahmad
dalam salah satu dari dua riwayatnya, tapi dia harus membayar dam/kifarat berupa
satu ekor unta dan dia berdosa karena masuk masjidil haram dalam keadaan haid.
Bagian kempat : Wanita haid yang safar/kembali ke tanah air belum melaksanakan tawaf
ifadhah, maka ulama Mesir mengutip dari pendapat Imam Malik : Barang siapa melakukan
tawaf qudum lalu melaksanakan sa’i kemudian pulang ke negaranya sebelum tawaf ifadhah
karena dia jahil (tidak mengerti) atau karena lupa, maka tawaf qudumnya dapat
mencukupi/menutup tawaf ifadhahnya tapi wajib membayar dam/kifarat berupa seekor unta.
9. Badal Tawaf Ifadah.
a. Bagi orang yang sakit berat (ma’dhub).
Menurut Imam Syihabuddin al-Ramly, tawaf Ifadah dapat dibadalkandengan
ketentuan orang yang dibadalkan dalam kondisi ma’dhub (sakit berat) berdasarkan
pendapat ‘Atho bin Rabah sebagai berikut :
‫ض‬$‫ى بع‬$‫ة ف‬$‫ فاالناب‬.‫ج كله‬$‫ى الح‬$‫ة ف‬$‫اعلى االناب‬$‫ى الطواف قياس‬$‫ة ف‬$‫ز النياب‬$‫ي رباح يجي‬$‫ن اب‬$‫وهناك قول لعطاء ب‬
)337 ‫ ص‬,9 ‫أركانه وواجبته جائزة من باب أولى (فتاوى األزهر ج‬.
“Menurut Atho bin Rabah, boleh membadalkan tawaf ifadah dikiaskan dengan
membadalkan seluruh amalan haji, karena itu membadalkan sebagian rukun dan
wajib haji lebih utama.”
b. Bagi jamaah sakit berat dan anak yang masih kecil.
‫قال ابن المنذر اجمعوا على انه يطاف بالمريض ويجزئه اال عطاء فعنده يطاف بالصبي‬
8 ‫ ج‬,‫ه (المجموع شرح المهذب‬$$‫ن يطوف عن‬$$‫تأجر م‬$$‫ي يس‬$$‫ا هذا والثان‬$$‫ن أحده‬$$‫ قال وأجمعوا قولي‬$,‫ا‬$$‫ويجزئه‬
)60 ‫صحيفة‬.
“Ibnu Mundzir berkata : para ulama sepakat bahwa orang sakit berat dapat
dibadalkan tawaf, demikian pula menurut Atho boleh mengganti tawaf untuk anak
yang masih kecil, dan ia menyatakan bahwterdapat dua pendapat ulama, pendapat
yang pertama adalah ini (boleh membadalkan tawaf), dan pendapat yang kedua,
boleh membayar orang lain untuk menggantuikan tawaf bagi orang sakit.”
‫‪c. Bagi orang yang kembali ke tanah airnya belum tawaf ifadah dan dia‬‬
‫‪sakit berat tidak mungkin kembali lagi ke Makkah untuk‬‬
‫‪melaksanakan tawaf ifadah, berdasarkan fatwa al-Ramly :‬‬
‫عنح‪$‬اج ت‪$$$‬رك طوا‪$‬فا‪$$‬الفاضة وجاء ا‪$$‬لىمصر مثال ث‪$$$‬م‪ $‬ص‪$$‬ار معضوبا ب‪$$$‬شرطه‪ $‬ف‪$$$‬هل)س‪$$‬ئل(‬
‫ي‪$$‬جوز ل‪$$‬ه‪ $‬ا‪$‬ن ي‪$$‬ستنيبف‪$$$‬يهذا ا‪$$‬لطوا‪$‬فاوفيغيره‪ $‬منركناو وا‪$‬جب؟ (ف‪$$$‬اجاب) ب‪$$$‬انه‪ $‬ي‪$$‬جوز‬
‫ل‪$$‬ه‪ $‬ذلك ب‪$$$‬لي‪$$‬جبعليه‪ $‬ال‪$‬نا‪$$‬النابة اذا آ‪$‬جزآ‪$‬تف‪$$$‬يجميع‪ $‬ا‪$$‬لنسك ف‪$$$‬فىب‪$$$‬عضه‪ $‬اولى(ف‪$$$‬تاوىا‪$$‬لرملي‬
‫ج ‪ 2‬ص ‪)409‬‬
‫‪d. Wanita yang tiba-tiba haid belum tawaf ifadah dan ybs tidak mungkin‬‬
‫‪dapat menetap di Makkah selama haid, maka dapat mewakilkan‬‬
‫‪kepada orang lain sebagaima fatwa Jadul Haq dalam kitab Fatawa al-‬‬
‫‪Azhar juz 1 hal 205 sbb:‬‬
‫يجوز للمرآ‪$‬ة اذا فجآه‪$‬ا الحي‪$‬ض قب‪$‬ل طواف االءفاض‪$‬ة ول‪$‬م يمكنه‪$‬ا البقاء ف‪$‬ى مك‪$‬ة ال‪$‬ى حي‪$‬ن‬
‫انقطاع‪$‬ه آ‪$‬ن تني‪$‬ب غيره‪$‬ا ف‪$‬ى هذا الطواف عل‪$‬ى ان يطوف عنه‪$‬ا بع‪$‬د طواف‪$‬ه ع‪$‬ن نفس‪$‬ه‪ ,‬وآ‪$‬ن‬
‫‪.‬ينوي الطواف عنها نائبا مؤديا طوافها بكل شروطه ‪( ...‬فتاوى االزهار ج ‪ 1‬ص ‪)205‬‬
e. Mudzakarah Haji oleh Ditjen PHU tahun 2013 di Jakarta, memutuskan bahwa Tawaf
Ifadhah dapat dibadalkan . Demikian pula keputusan PBNU dalam forum bahsul masail
yang dilaksanakan pada tahun 2013 di Yogyakarta.
f. Untuk mengantisipasi kemungkinan datang haid, hukum syara’ (Islam) memperbolehkan
penggunaan obat untuk menghambat akan keluarnya darah haid, berdasarkan :
1) Hadis dari Ibnu Amr :
)‫عن ابن عمرو سئل عن المرآة تشرب الدواء ليرتفع حيضها ولم ير بأسا (أخرجه سعيد بن منصور‬.
2) Keputusan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tahun 1979, menyatakan bahwa :
a) Penggunaan obat (pil anti haid) untuk kesempurnaan ibadah haji hukumnya mubah
(boleh dilakukan).
b) Penggunaan pil anti haid dengan maksud agar dapat mencukupi puasa Ramadhan
sebulan penuh, hukumnya makruh. Tetapi bagi wanita yang sukar mengqadha puasanya
pada hari lain, hukumnya mubah .
Tawaf Wada’
Tawaf wada’ adalah tawaf yang harus dikerjakan setelah seluruh rangkaian ibadah haji selesai.
Kemudian siapa yang harus melaksanakan Tawaf Wada’ para ahli berbeda pendapat
sebagaimana dikemukakan dalam kitab al-Mughni fi Fiqh al-Hajj wal’Umrah, hal. 176 sbb :
1. Menurut mazhab Syafi’i : setiap orang dan jemaah haji yang akan keluar meninggalkan
Makkah, baik tinggal di Tanah Haram Makkah atau di luar Tanah Haram Makkah, wajib
tawaf wada’.
2. Mazhab Hambali : Setiap orang yang akan meninggalkan tanah haram Makkah, kecuali
penduduk Makkah tidak wajib tawaf Wada’.
3. Mazhab Hanafi : Bagi orang yang tinggalnya di luar miqat wajib tawaf wada’. Sedangkan
bagi mereka yang tinggalnya di dalam miqat maka mereka tidak wajib tawaf wada ketika
meninggalkan Makkah.
4. Menurut Imam Malik : Setiap orang yang akan keluar meninggalkan tanah haram Makkah
tidak wajib tawaf wada’ karena hukumnya sunnah dan tidak dikenakan sangsi apapun bagi
yang tidak melaksanakan tawaf wada’.
5. Menurut Imam Rafi’i dan Imam Nawawi dalam kitab “Hidayatus Saalik hal 1366,
menyatakan bahwa tawaf wada’ termasuk bahagian amalan manasik, maka selain orang yang
berhaji tidak wajib tawaf wada’ ketika meninggalkan Makkah, sebagaimana penjelasan
berikut :
‫م‬$‫ي ث‬$‫ وحكاه الرافع‬.‫ن مكة‬$‫ر الحاج طواف الوداع اذا خرج م‬$‫ى غي‬$‫س عل‬$‫ فلي‬, ‫ك‬$‫ة المناس‬$‫ن جمل‬$‫ ان طواف الوداع م‬: ‫ل‬$‫وقي‬
‫د‬$‫ن محم‬$‫ز ب‬$‫د العزي‬$‫ عب‬,‫ك‬$‫ى المناس‬$‫ة ف‬$‫ب اآلربع‬$‫ى المذاه‬$‫الك ال‬$‫ة الس‬$‫ص (هداي‬$‫ن الن‬$‫م يحكياه ع‬$‫ي ول‬$‫ن االمام الغزال‬$‫النووي ع‬
)1366 ‫ ص‬,‫ بن ابراهيم بن جماعة الكناني الشافعي‬.
6. Menurut Sayid Muhammad bin Alawi bin Abbas al-Maliky al-Hasany dalam
bukunya “Fi Rihab al-Bait al-Haram” menyatakan sebagai berikut :
‫ر‬$‫ا أوغي‬$‫الة مكي‬$‫ا الص‬$‫ر فيه‬$‫افة تقص‬$‫ى مس‬$‫ر ال‬$‫ج أواعتم‬$‫د ح‬$‫ن ق‬$‫م يك‬$‫ة وان ل‬$‫ن مك‬$‫ن خرج م‬$‫ى م‬$‫ب عل‬$‫يج‬
‫ قال‬.‫ن عباس قال‬$‫ن اب‬$‫لم ع‬$‫حيح مس‬$‫ى ص‬$‫ وف‬. ‫ن‬$‫ح الوجهي‬$‫ى أص‬$‫ا للحرم عل‬$‫ن يطوف للوداع تعظيم‬$‫ي أ‬$‫مك‬
, ‫بيت الحرام‬$‫ى رحاب ال‬$‫بيت (ف‬$‫ر عهده بال‬$‫ى يكون أخ‬$‫د حت‬$‫ الينفرن أح‬: ‫لم‬$‫ه وس‬$‫ علي‬$‫لى هللا‬$‫ ص‬$‫ول هللا‬$‫رس‬
)242 ‫صحيفة‬.
“Wajib bagi seseorang yang keluar meninggalkan Makkah sekalipun dia
tidak berhaji atau umrah menuju perjalanan yang jaraknya dapat untuk
mengqashar shalat (89,04 km) melakukan tawaf wada’ sebagai penghormatan
pada tanah haram menurut dua pendapat yang palih sahih. Dalam hadis
Shahih Muslim dari Ibnu Abbas dia berkata, Rasulullah saw bersabda :
“Janganlah seseorang pergi meninggalkan tanah haram sampai akhir kegiatan
manasiknya di Baitullah”. (Fi Rihab al-Bait al-Haram, hal 2420).
7. Jamaah yang karena uzur syar’i tidak wajib melaksanakan tawaf wada’:
a. Jamaah haji wanita yang sedang dalam keadaan haid, sebagaimana hadis
Nabi Saw :
‫ آمر الناس آن يكون آخرعهدهم باليت اال آنه قد خفف عن المرآة الحائض‬: ‫عن ابن عباس رضي هللا عنهما آنه قال‬
)‫( رواه البخاري مسلم‬.
b. Jamaah haji yang uzur syar’i selaian wanita yang sedang haid.
‫لس‬$‫ه س‬$‫ن ب‬$‫ وم‬,‫ث‬$‫ت التلوي‬$‫ب ان آمن‬$‫ا واال وج‬$‫ة حيضه‬$‫ى نوب‬$‫افرة ف‬$‫تحاضة المس‬$‫اء والمس‬$‫ض النفس‬$‫وآلحقوا بالحاء‬
‫ن‬$‫ف م‬$‫ والمكره والخائ‬, ‫جد‬$‫ه دخول المس‬$‫ه مع‬$‫ ال يمكن‬,‫ائل‬$‫ه جرح س‬$‫ن ب‬$‫ وم‬,‫ب‬$‫و والعص‬$‫ف الحش‬$‫ وال يكل‬,‫بول ونحوه‬
‫ فهذه اآلعذار تسقط الدم واالثم‬,‫ وهو معسر على ما قاله الطبري‬, ‫ ظالم او فوت رفقة او غريم‬...
“Mereka yang diberikan dispensasi seperti wanita haid adalah wanita yang sedang
nifas, wanita sedang istihadhah (keluar darah penyakit terus menerus), orang yang
beser, anak kecil, orang yang lemah, org yang kena luka darah keluar tetus menerus,
orang yang dalam keadaan tertekan, orang yang takut dari perbuatan orang dzalim, dan
orang yang takut tertinggal rombongan. Hal tersebut dikemukakan syeikh Abdul
Fattah Husein Rawah al-Makky (alhi fiqih) dalam kitab “al-Ifshah ‘ala Masailil Idhah
‘ala Mazahib al-arba’ah” hal 406 sbb :
8. Menggabungkan tawaf ifadah dengan tawaf wada’.
Bagi jamaah haji yang tinggal di Makkah sangat terbatas karena harus segera
pulang ke tanah air seperti jamaah haji yang tergabung dalam kelompok terbang
(kloter awal), tawaf ifadhahnya dapat digabungkan dalam tawaf wada’, demikian
pula bagi seseorang/ jamaah yang mengakhirkan tawaf ifadhah.
‫ود‬$‫ن المقص‬$‫ى أ‬$‫ بناء عل‬,‫د‬$‫ى طواف واح‬$‫ة والوداع ف‬$‫ي االفاض‬$‫ن طواف‬$‫ع بي‬$‫ة الجم‬$‫ة والحنابل‬$‫د أجازالمالكي‬$‫وق‬
: ‫ك‬$‫ى ذل‬$‫ وبناء عل‬, ‫ة‬$‫ل بطواف االفاض‬$‫ وهذا حاص‬, ‫بيت الحرام‬$‫و الطواف بال‬$‫ن يكون أخرعهدالحاج ه‬$‫هوأ‬
‫ك‬$‫ز شرعا وال يضرذل‬$‫ي عن طواف الوداع جائ‬$‫ث الحاج بمكة ليغن‬$‫ر مك‬$‫ى أخ‬$‫ر طواف االفاضة ال‬$‫فان تأخي‬
)‫ هجرية‬1432 ,‫ داراالفتاء المصرية‬,‫أداء السعي بعده (كتاب الحج والعمرة‬.
“Mazhab Maliki dan Hanafi membolehkan menggabungkan antara tawaf
ifadah dan tawaf wada’ dalam satu kali tawaf, karena maksud dari akhir
pekerjaan haji adalah tawaf di Baitullah al-Haram, dan hal ini dapat dilakukan
dengan tawaf ifadah. Hukum syara’ memperbolehkan jika jamaah haji
mengakhirkan tawaf ifadah sampai dengan akhir tinggal di Makkah untuk
menggabungkannya dengan tawaf wada’, dan setelah selasai tawaf
melanjutkan sa’i.” (Daru al-Ifta al-Mashriyah, Kitab al-Hajj wal’Umrah, 2011
M-1432 H).
Selanjutnya Ibnu Qudamah dan Alauddin al-Marwadi dari mazhab Hambali
menyatakan. :
‫ ص‬1 ‫ ج‬,‫ومن ترك طواف الزيارة فطافه عند الخروج أجزأ عن طواف الوداع (الكافى البن قدامة‬
)455.
“Barang siapa yang meninggalkan tawaf ziarah (tawaf ifadah) kemudian ia
mengerjakan tawaf ketika keluar dari tanaha haram Makkah maka mencukupi
tawaf wada’.”
Sa’i dan Permasalahannya.
1. Hukum Sa’i
Para ahli berbeda pendapat tentang hukum sa’i sebagaimana pendapat berikut :
‫ه‬$‫ وب‬.‫بر بالدم‬$‫م ينج‬$‫ه ول‬$‫ن احرام‬$‫ل م‬$‫م يح‬$‫ ل‬... ‫ه‬$‫ اذا ترك‬,‫ج والعمرة‬$‫ن أركان الح‬$‫ن م‬$‫و رك‬$‫فا والمروة وه‬$‫ن الص‬$‫عى بي‬$‫م يس‬$‫ث‬
‫بيان فى‬$‫و واجب وليس بركن فان تركه فجبره بالدم (ال‬$‫ ه‬: ‫ وقال أبو حنيفة‬,‫ن الفقهاء أحمد ومالك‬$‫ن الصحابة عائشة م‬$‫قال م‬
)302 ‫ صحيفة‬,‫ المجلد الرابع‬,‫مذهب االمام الشافعي‬.
a. Menurut Syafi’i, Malik, Ahmad bin Hambal, dan menurut ‘Aisyah dari golongan shabat,
menyatakan bahwa sa’i termasuk rukun haji dan umrah apabila ditinggalkan tidak dapat
diganti dengan membayar Dam.
b. Menurut Abu Hanifah, sa’i termamsuk wajib haji/umrah bukan rukun jika ditinggalkan
maka wajib membayar Dam (haji/umrah) sah.

2. Melaksanakan sa’i harus didahului dengan tawaf yang sah, berdasarkan:


a. Hadis Nabi Saw berikut :
‫ى‬$‫ر ال‬$‫ى نظ‬$‫ه حت‬$‫فا فعال علي‬$‫ى الص‬$‫ه أت‬$‫ن طواف‬$‫ا فرغ م‬$‫لم لم‬$‫ه وس‬$‫ علي‬$‫لى هللا‬$‫بي ص‬$‫ن الن‬$‫ه أ‬$‫ عن‬$‫ي هللا‬$‫بي هريرة رض‬$‫ن أ‬$‫وع‬
)‫البيت ورفع يديه فجعل يحمد هللا ويدعو ماشاء هللا أن يدعو (رواه مسلم‬.
“Dari Abi Hurairah r,.a bahwa Nabi Saw ketika beliau selesai mengerjakan tawaf lalu
menuju ke bukuit Shafa naik atasnya sampai beliau melihat Baitullah (Ka’bah) dan
mengangkat kedua tangannya, memuji kepada Allah dan berdo’a dengan do’a apa saja
yang dikehendakinya. (H.R. Muslim).
b. Pendapat Imam Malik, Syafi’i dan ashhabur ra’yi , dikemukakan sebagai berikut :
.‫حاب الرأي‬$‫ي وأص‬$‫ واشافع‬,‫ك‬$‫ك قال مال‬$‫ وبذل‬,‫ح‬$‫م يص‬$‫ه ل‬$‫عى قبل‬$‫ فان س‬,‫ه طواف‬$‫ن يتقدم‬$‫ح اال أ‬$‫ اليص‬, ‫ع للطواف‬$‫عي تب‬$‫والس‬
‫ر‬$‫ه طاف بغي‬$‫م أن‬$‫م عل‬$‫ه ث‬$‫د طواف‬$‫عى بع‬$‫ى هذا ان س‬$‫ فعل‬: )‫ا‬$‫يا (وقال أيض‬$‫ه ان كان ناس‬$‫ يجزئ‬: ‫د‬$‫ن أحم‬$‫ وع‬, ‫ه‬$‫ يجزئ‬: ‫وقال عطاء‬
218 ‫ ص‬,‫ القادر باشنفر‬$‫ سعيد بن عبد‬,‫طهارة لم يعتد بسعيه ذلك (المغني فى فقه الحج والعمرة‬
“Sa’i harus dilakukasn setelah selesai tawaf, tidak sah jika dilakukannya sebelum
tawaf, hal itu dikemukakan Imam Malik, Syafi’i dan para ahli lainnya. Akan
tetapi Atho berpendapat sah sa’i yang dilakukan sebelum tawaf. Sedangkan
Imam Ahmad menyatakan sah jika yang bersangkutan dalam keadaan lupa.
Namun demikian jika sa’i dilakukan setelah tawaf, kemudian diketahui bahwa
ybs tawafnya tidak dalam keadaan suci dari hadas maka sa’inya juga tidak sah”.

c. Menurut Abu Hanifah, apabila sa’i tidak dilaksakan, atau melaksanakan sa’i hanya
4 perjalanan atau lebih maka hajinya tetap sah tapi wajib membayar Dam. Akan
tetapi jika meninggalkan sa’i 3 perjalanan atau kurang dari tiga perjalanan, maka
wajib membayar denda setiap satu perjalanan sebesar setengah sho’ (1,2 kg).
Sebagaimana penjelasan berikut :

‫ وان ترك منه ثالثة‬,‫ لوترك السعي كله أوترك أربعة أشواط منه فأكثر صح حجه وعليه دم‬: ‫وعند أبى حنيفة‬
‫ أشواط فأقل لزمه عن كل شوط نصف صاع‬.
Wukuf di Arafah.
Wukuf di Arafah termasuk rukun haji, karena sah atau tidaknya ibadah
haji adalah wukuf di Arafah. Sebagaimana dikemukakan dalam hadis Nabi
sebagai berikut :
.‫ق به‬$‫ه يتعل‬$‫ج وادراك‬$‫ن فوات الح‬$‫ج آل‬$‫م أركان الح‬$‫ن أعظ‬$‫و م‬$‫ج وه‬$‫ن أركان الح‬$‫ن م‬$‫ة رك‬$‫الوقوف بعرف‬
‫ة‬$‫ه عرف‬$‫ن فات‬$‫ج وم‬$‫د أدرك الح‬$‫ة فق‬$‫ن أدرك عرف‬$‫ة فم‬$‫ج عرف‬$‫ الح‬: ‫لم‬$‫ه وس‬$‫ علي‬$‫لى هللا‬$‫ه ص‬$‫ه قول‬$‫ل علي‬$‫والدلي‬
)‫فقد فاته الحج (رواه الترمذي والنسائي وابن ماجه وأحمد‬
“Haji adalah (wukuf ) di Arafah, barang siapa yang hadir di Arafah maka dia
sungguh telah memperoleh haji, dan barang siapa yang tidak hadir di Arafah
maka sungguh dia tidak memperoleh haji (H.R. at-Timidzi, an-Nasai, Ibnu
Majah, dan Ahmad).”
1. Waktu wukuf :
a. Menurut Imam Malik, Abu Hanifah dan Imam Syafi’i, tanggal 9
zulhijjah dimulai sejak tergelincir matahari s.d sebelum terbit fajar
tgl 10 zulhijjah.
b. Menurut Imam Ahmad bin Hambal, dimulai sejak terbit fajar tangal
9 s.d sebelum terbit fajar tgl 10 zulhijjah.
2. Kadar waktu lamanya wukuf
a. Madzhab Maliki : wukuf wajib mendapatkan sebagian siang dan sebagian
malam . Apabila wukuf dilakukan hanya pada siang hari saja maka tidak sah
hajinya.
b. Madzhab Hanafi dan Hambali : wukuf wajib mendapatkan sebagian siang dan
sebagian malam . Apabila meninggalkan Arafah sebelum terbenam matahari
hajinya sah tetapi wajib membayar Dam.
c. Madzhab Syafi’i : wukuf di Arafah cukup sesaat, mendapatkan sebagian siang
dan sebagian malam adalah sunat. Apabila meninggalkan Arafah sebelum
terbenam matahari maka hajinya sah dan tidak wajib membayar Dam. (al-Mughni
fi-Fiqh al-Hajji wal’Umrah, hal 248 ).
3. Syarat sahnya wukuf.
Dikalangan para fuqaha berbeda pendapat , sebagaimana dijelaskan dalam kitab al-
Fiqh ala Madzahib al-Arba’ah , hal 597 s.d 598 sebagai berikut :
a. Menurut madzhab Syafi’i
‫ أما شروطه فهي أوال أن يكون ذلك الحضور في‬.‫ للوقوف بعرفة شروط‬: ‫الشافعية قالوا‬
‫ ويكفي الحضور من ذلك الوقت‬.‫س اليوم التاسع من ذي الحجة الى فجر يوم النحر‬$‫ ووقته من زوال الشم‬. ‫وقته‬
‫ا‬$‫ فان كان مجنون‬. ‫ل‬$‫ل العق‬$‫كران زائ‬$‫ا والس‬$‫ن مجنون‬$$‫م يك‬$$‫ن ل‬$$‫ن يكون الحاج أهال للعبادة بأ‬$$‫ا أ‬$$‫ ثاني‬.‫و لحظة‬$$‫ول‬
‫ وأما المغمى عليه فهو كالمجنون ان لم ترج افاقته‬.‫أوسكران زائل العقل لم يجزئه ذلك الحضور عن الفرض‬.
“Ulama mazhab Syafi’i berpendapat bahwa wukuf di Arafah harus memenuhi
beberapa syarat, pertama : masuk waktu wukuf , yaitu sejak dari tergelincir matahari
tanggal 9 zulhijjah sampai dengan waktu fajar tanggal 10 zulhijjah, dan dianggap
cukup hadir sejenak (sesaat)dalam waktu tersebut. Kedua, orang yang berhaji harus
ahli ibadah yakni bukan dalam keadaan gila atau epilepsi yang hilang akalnya. Jika
dia dalam keadaan gila atau epilepsi yang hilang akalnya maka tidak cukup (tidak
sah) hadir melaksanakan keweajiban/fardhu (wukuf)”.
b. Menurut madzhab Hanafi
‫د‬$‫ن بع‬$‫و م‬$‫ي وه‬$‫ه الشرع‬$‫ي وقت‬$‫ن يكون ف‬$‫و أ‬$‫ه فه‬$‫ا شرط‬$‫ أم‬.‫نن‬$‫ب وس‬$‫ة شرط وواج‬$‫ للحضور بعرف‬:‫ة قالوا‬$‫الحنفي‬
‫ر‬$‫ن حض‬$‫ فم‬,‫ل‬$‫م والعق‬$‫ة والالعل‬$‫ى فجريوم النحرواليشترط الني‬$‫ة ال‬$‫ن شهرذي الحج‬$‫ع م‬$‫س اليوم التاس‬$‫زوال الشم‬
‫ه‬$‫ى علي‬$‫ا أومغم‬$‫ة أوجاهال أومجنون‬$‫ي عرف‬$‫ه ف‬$‫ا بأن‬$‫ عالم‬,‫م ال‬$‫ا أ‬$‫واء كان ناوي‬$‫ه س‬$‫ح حج‬$‫ت ص‬$‫ي هذا الوق‬$‫ة ف‬$‫ي عرف‬$‫ف‬
‫أونائما أويقظان‬.
“Ulama mazhab Hanafi berpendapat : orang yang hadir di Arafah harus memenuhi
syarat wajib dan sunah, yaitu masuk waktu wukuf secara syar’i yakni sejak
tergelincir matahari tanggal 9 zulhijjah sampai fajar hari Nahar tanggal 10
zulhijjah. Tidak disyaratkan berniat wukuf, tidak harus mengetahui (bahwa dia di
Arafah), dan tidak pula harus berakal sehat. Barang siapa hadir di Arafah dalam
rentang waktu tersebut maka sah hajinya, baik dia berniat atau tidak, mengerti
bahwa dia berada di Arafah atau tidak, atau dia dalam keadaan jahil/bodoh, atau
dalam keadaan gila atau dalam kekadaan epilepsi, dalam keadaan tidur atau
terjaga”.
‫‪c. Menurut madzhab Hambali‬‬
‫ق‪$$‬ا‪$$‬لوا ‪ :‬ا‪$$‬لحضور ب‪$$$‬ع‪$‬رف‪$‬ة ش‪$$‬رط ووا‪$‬ج‪$‬بوس‪$‬ن ‪.‬ن وأ‪$‬م‪$‬ا ش‪$$‬روط‪$‬ه‪ $‬ف‪$$$‬منه‪$‬ا أ‪$‬ني‪$$‬كونا‪$$‬لحضور ا‪$$‬لى)ا‪$$‬لحنابل‪$‬ة(‬
‫ع‪$‬رف‪$$‬ة ب‪$$$‬اختيار‪ ...‬ومنه‪$$‬ا أ‪$$‬ني‪$$‬كونأ‪$‬هال ل‪$$‬لعبادة‪ ,‬ف‪$$$‬اليص‪$‬ح‪ $‬ا‪$$‬لحضور م‪$‬نمجنونوالس‪$$‬كرا‪$‬نوالمغم‪$$‬ىعلي‪$‬ه‪. $‬‬
‫ومنه‪$‬ا أ‪$‬ني‪$$‬كونف‪$$$‬ىا‪$$‬لوق‪$‬تا‪$$‬لمعت‪$‬بر ل‪$$‬ه‪ $‬ش‪$$‬رع‪$‬ا وه‪$‬و ف‪$$$‬جرا‪$$‬ليوم‪ $‬ا‪$$‬لتاس‪$‬ع‪ $‬منش ‪$‬ه‪$‬رذىا‪$$‬لحج‪$‬ة ا‪$$‬لىف‪$$$‬جرا‪$$‬ليوم‪$‬‬
‫ا‪$$‬لع‪$‬اشر وهو ي‪$$‬وم‪ $‬ا‪$$‬لنحر‪ .‬ويجزئه‪ $‬ا‪$$‬لوقوفولولم‪ $‬ي‪$$‬علم‪ $‬ب‪$$$‬أنا‪$$‬لمكانا‪$$‬لذيوقفف‪$$$‬يه‪ $‬منع‪$‬رفة ولولم‪ $‬ي‪$$‬علم‪ $‬ب‪$$$‬أن‬
‫‪.‬هذا ا‪$$‬لزمنهوزمنا‪$$‬لوقوف‬
‫‪“Menurut Ulama mazhab Hanbali : hadir di Arafah harus memenuhi syarat wajib‬‬
‫‪dan sunah. Dianbtaranya adalah hadir di Arafah dengan usaha, harus ahli ibadah‬‬
‫‪(tidak berpenyakit gila dan tidak epilepsi), hadis dalam waktu yang ditentukan‬‬
‫‪syara’ yaitu sejak fajar tagnggal 9 zulhijjah sampai fajar tanggal 10 zulhijjah.‬‬
‫‪Sah wukufnya orang yang tidak mengetahui bahwa tempat tersebut adalah‬‬
‫‪Arafah dan orang yang tidak mengatahui bahwa dia berada dalam waktu wukuf.‬‬
‫‪d. Menurut madzhab Maliki‬‬
‫ق‪$$‬ا‪$$‬لوا ‪ :‬منأركانا‪$$‬لحج ا‪$$‬لحضور ب‪$$$‬ع‪$‬رفة ب‪$$$‬أيج‪$‬زء منه‪$‬ا علىأ‪$‬يح‪$‬ا‪$$‬لك‪$$‬انس‪$$‬واء ل‪$$‬بثب‪$$$‬ه‪$‬ا أومر )ا‪$$‬لما‪$$‬لكية(‬
‫ا‪$$‬الأ‪$‬نه‪ $‬ك‪$‬انمارا ش‪$$‬رط ف‪$$$‬يه‪ $‬أ‪$‬مرا‪$‬ن‪ :‬أ‪$$‬آلولا‪$$‬لعلم‪ $‬ب‪$$$‬أنه‪ $‬ع‪$‬رفة‪ .‬ف‪$$$‬لو مربه‪$‬ا ج‪$‬اهال ال‪$‬يكفيه‪ $‬ذلك‪ .‬ا‪$$‬لثانيأ‪$‬ن‬
‫‪ .‬ي‪$$‬نويب‪$$$‬مروره‪ $‬ا‪$$‬لحضور ف‪$$$‬لومر ب‪$$$‬ه‪$‬ا ولم‪ $‬ي‪$$‬نو ذلك ف‪$$$‬ال ي‪$$‬كفيه‪$‬‬
“Ulama mazhab Maliki berpendapat : diantara rukun-rukun haji adalah hadir di
Arafah dalam keadaan apapun, baik berdiam diri atau , berjalan, bagi yang wukuf
dengan berjalan disyaratkan : pertama harus mengetahui bahwa dia berada di Arafah,
jika dia berjalan/lewat dalam keadaan bodoh/tidak tahu apa-apa maaka tidak sah
wukufnya. Kedua, dia harus berniat wukuf dengan berjalan/lewat, jika hadir
melewati Arafah tanpa berniat wukuf maka tidak sah wukufnya”.
4. Jamaah haji yang tertinggal waktu wukuf di Arafah.
Menurut kesepakatan para fuqaha (ijma’ ulama), jamaah haji yang terputus
(tertinggal) waktu wukuf adalah jamaah yang tiba di Arafah setelah terbit fajar tgl
10 zulhijjah. Maka yang harus mereka lakukan adalah :
a. Harus tahallul umrah dengan cara tawaf, sa’i dan mencukur/ memotong rambut.
b. Menurut jumhur ulama, wajib mengulang (mengqadha) haji tahun berikutnya baik
haji fardu maupun haji sunat.
c. Menurut Imam Malik, Ahmad dan Atho bin Robbah, wajib mengulang haji yang
pertama ( haji fardu, sedangkan haji sunat menjadi gugur kewajiban qadhanya

d. Menurut Imam malik, Imam Syafi’i dan Ahmad, wajib membayar Dam pada tahun
berikutnya. Sedangkan menurut mazhab Hanafi, tidak perlu membayar Dam
karena haji yang terputus berubah menjadi umrah. (al-Mughni fi Fiqh al Haj wal
‘Umrah).
Mabit di Muzdalifah :
1. Hukum mabit di Muzdalifah para ahli berbeda pendapat :
a. Menurut Imam Malik, Imam Syafi’i, Abu Hanifah dan Ahmad bin Hanbal,
mabit di Muzdalifah wajib.
b. Menurut Ibnu Abbas, Ibnu Zubair, Ibrahim al-Nakho’i, as-Sya’abi, al-Qamah,
dan Hasan Basri, mabit di Muzdalifah termasuk rukuh haji.
c. Menurut sebagian ulama pengikut mazhab Maliki dan mazhab Syafi’i, mabit di
Muzdalifah sunnah.
2. Waktu mabit di Muzdalifah dimulai setelah terbenam matahari (maghrib)
sampai dengan terbit fajar tanggal 10 zulhijjah.
3. Kadar lamanya waktu mabit di Muzdalifah:
a. Menurut madzhab Maliki antara salat maghrib dan isya dengan istirahat
sejenak, walaupun keluar sebelum lewat tengah malam.
b. Menurut madzhab Syafi’i dan Hambali, sesaat sebelum lewat tengah malam,
tetapi keluar dari Muzdalifah harus sudah lewat tengah malam.
c. Menurut madzhab Hanafi, keluar dari Muzdalifah wajib sesudah salat Subuh
tanggal 10 Dzulhijjah. (al-Mughni fi-Fiqh al-Hajji wal’Umrah, hal 268 ).
4. Meninggalkan mabit di Muzdalifah karena kondisi padat dan macet (azziham).
Untuk menyelesaikan kaksus hukum bagi jamaah yang tidak mungkin melaksanakan mabit
di Muzdalifah karena krodit dan jalan macet total, maka ada jalan keluar yaitu solusi hukum
yang dikemukan dalam kitab “Azziham wa Atsaruhu fi Ahkami an-Nusuk (al-Hajj wal
‘Umrah)” hal 52, sebagai berikut :
‫ه‬$‫ ووج‬,‫ج‬$‫ن واجبات الح‬$‫ب م‬$‫ة واج‬$‫ى الصواب القول بأن الوقوف بمزدلف‬$‫ر بها ال‬$‫ وأق‬,‫ا ذهبوا اليه‬$‫ة لم‬$‫ل قوم بأدل‬$‫د استدل ك‬$‫وق‬
‫د المشعرالحرام) البقرة‬$‫ عن‬$‫ن عرفات فاذكروا هللا‬$‫م م‬$‫ه (فاذا أفضت‬$‫لم خرج امتثاال لقول‬$‫ه وس‬$‫ علي‬$‫لى هللا‬$‫ه ص‬$‫ن فعل‬$‫الوجوب أ‬
‫ى حكم‬$‫م ف‬$‫ل العل‬$‫ن أقوال آله‬$‫ا تقدم م‬$‫ى م‬$‫ وبناء عل‬.‫ل اذا خرج امتثاال آلمر كان بمنزلته واآلمرللوجوب‬$‫ والفع‬.198 ‫ن اآلية‬$‫م‬
‫س يوم‬$‫ة بطلوع الشم‬$‫ت الوقوف بمزدلف‬$‫ى فات وق‬$‫ئ حت‬$‫ن المجي‬$‫ن م‬$‫م يتمك‬$‫ن ل‬$‫ة فان م‬$‫ى القول بالركني‬$‫ة فعل‬$‫الوقوف بمزدلف‬
‫ق‬$‫ل الطري‬$‫يارات أوض‬$‫و زحام الس‬$‫ير أ‬$‫ة الس‬$‫ن الوقوف بالمزدلف‬$‫ه ع‬$‫ن حبس‬$‫ فم‬.‫ه أحكام الفوات‬$‫ت ل‬$‫ج ويثب‬$‫ه الح‬$‫د فات‬$‫ر فق‬$‫النح‬
‫ر العلماء‬$‫ى القول بالوجوب فان جماهي‬$‫ا عل‬$‫ أم‬.‫ه الحج‬$‫د فات‬$‫ت الوقوف فق‬$‫ى وق‬$‫ى مض‬$‫ا حت‬$‫ى غيره‬$‫أ المكان فترل ف‬$‫أوأخط‬
‫ى‬$‫ا حت‬$‫ى غيره‬$‫أ المكان فترل ف‬$‫ق أوأخط‬$‫ل الطري‬$‫ير أوض‬$‫ه الس‬$‫ا لوحبس‬$‫ة لعذر كم‬$‫ه الوقوف بالمزدلف‬$‫م يمكن‬$‫ن ل‬$‫ن م‬$‫يرون أ‬
‫ وقد نص على ذلك فقهاء الحنفية والمالكية والشافعية‬.‫مضى وقت الوقوف فانه الشيئ عليه‬.
Maksudnya : Pendapat yang menyatakan bahwa mabit di Muzdalifah wajib adalah
mengikuti perbuatan Rasulullah saw dan dasar al-qur’an surat al-baqarah ayat 198,
bahka sebagian pendapat ulama fuqaha menyatakan mabit di Muzdalifah adalah rukun.
Sedangkan menurut jumhur (mayoritas) ulama fuqaha, jika ada kesulitan (udzur) yang
tidak menungkinkan mabit di Mina seperti jalan macet total, tersesat jalan, salah tempat
mabit, sangat krodit/ saling berdesakan dan tidak mendapatkan tempat untuk mabit,
maka gugur kewajban mabit di Muzdalifah dan tidak dikenakan denda apapun. Hal itu
kemukakan oleh para fuqaha mazhab Hanafi, Makliki dan Syafi’i.
Selain penjelasan tersebut di atas, bagi orang yang memiliki kesulitan (udzur) seperti
fisiknya lemah, dalam keadaan sakit, atau terpisah rombongan maka mereka juga gugur
kewajiban mabitnya . Sebagaimana hadis Rasulullah saw dari ‘Aisyah, dimana Nabi
Saw mengizinkan Saudah untuk tidak mabit di Muzdalifah, sbb :
‫كانت سودة امرأة ضخمة ثبطة فاستأذنت رسول هللا صلى هللا عليه ةوسلم أن تفيض من جمع بليل فأذن لها ووددت‬
)‫أني كنت استأذنته فأذن لي (أخرجه الشيخان وأحمد‬.
“Saudah adalah seorang wanita yang gemuk, lamban dan susah bergerak, lalu dia
minta izin kepada Rasulullah saw untuk bertolak meninggalkan mabit di Muzdalifah,
maka beliau mengizinkan kepadanya dan saya sangat senang permintaan izinnya
kepada Nabi dipenuhi, beliaupun mengizinkan kepada saya”.
5. Bagi jamaah yang tidak memiliki kesulitan, sunah mabit di Muzdalifah sampai waktu
subuh, sebagimana penjelasan berikut :
‫س‬$‫ وال بأ‬.‫فر‬$‫ى يس‬$‫ف حت‬$‫م يق‬$‫بح ث‬$‫ن يص‬$‫ى أ‬$‫بيت ال‬$‫ى الم‬$‫لم ف‬$‫ه وس‬$‫ علي‬$‫لى هللا‬$‫ ص‬$‫ول هللا‬$‫تحب االقتداء برس‬$‫والمس‬
‫ن‬$‫ وآل‬,‫ا‬$‫ه مخالف‬$‫م في‬$‫ وال نعل‬,‫ي‬$‫حاب الرأ‬$‫ي وأبوثور وأص‬$‫ه قال عطاء والثوري والشافع‬$‫ وب‬.‫اء‬$‫ة والنس‬$‫م الضعف‬$‫بتقدي‬
‫ ص‬,‫ج والعمرة‬$‫ه الح‬$‫ى فق‬$‫ى ف‬$‫ (المغن‬.‫لم‬$‫ه وس‬$‫ علي‬$‫لى هللا‬$‫بيهم ص‬$‫ واقتداء بن‬,‫م‬$‫ة الزحام عنه‬$‫ا لمشق‬$‫م ودفع‬$‫ا به‬$‫ه رفق‬$‫في‬
)269.
“Sunah mengikuti Rasulullah saw mabit sampai waktu subuh, tidak ada larangan
mendahulukan orang-orang yang lemah dan para wanita, keluar dari Muzdalifah
(tidak sampai waktu subuh) sebagai bentuk pertolongan kepada mereka dan
menyelamatkan mereka agar tidak terjebak dalam kemacetan”.
6. Waktu meninggalkan Muzdalifah.
Salah satu pendapat mazhab Hanafi, membolehkan meninggalkan Muzdalifah
pada sebagian dari malam (tanggal 10 zulhijjah). Mereka tidak menjelaskan
dengan waktu tertentu. Hal tersebut dikemukakan dalam kitab “az-Ziham wa
Atsaruhu tn Ahkami al-Nusuk al-Hajj wal Umrah” hal 55 sebagai berikut :
‫ بل والبحط رحل‬,‫القول بجواز الدفع فى أي جزء من الليل هو ظاهرمذهب الحنفية فانهم لم يقيدوا ذلك بوقت‬
‫ قال ابن نجيم (لومربهامن غير أن يقف جاز كالوقوف بعرفة ولومر فى جزء من أجزاءالمزدلفة‬,‫ونزول‬
)‫ كذا فى المعراج‬.‫جاز‬.
Akan tetapi pendapat para ahli tentang waktu meninggalkan Muzdalifah
dikenmukakan sebagai berikut :
‫ فلم يقدره الحنفية بشيئ وقدره المالكية بحط الرحل‬,‫ولذلك اختلفت أراء أهل العلم فى وقت جوازالدفع‬
‫ آلنه يكون بذلك‬,‫ وقدره الشافعية والحنابلة بنصف الليل‬. ‫ آلن به يتحقق الوقوف واستمكان اللبث‬,‫والنزول‬
‫قد مضى أكثر الليل ومعظمه‬.
“Mazhab Hanafi tidak menentukan waktu tentang meninggalkan Muzdalifah ,
mazhab Maliki menentukan waktu meninggalkan Muzdalifah setelah turun
sebentar dari kendaraan lalu meneruskan perjalanan, sedangkan mazhab Syafi’i
dan Hanbali menentukan Waktu meninggalkan Muzdalifah lewat tengah malam”.
Mabit di Mina
1. Hukum mabit di Mina menurut jumhur ulama ( madzhab Maliki, Syafi’i, Hanbali)
adalah wajib. Sedangkan menurut Abu Hanifah dan salah satu riwayat Ahmad dan
Syafi’i menyatakan sunah.
2. Kadar waktu mabit di Mina, ulama fuqaha berbeda pendapat sebagaimana penjelasan
berikut :
‫ن‬$‫و أ‬$‫ن القدر المجزئ ه‬$‫ القول األول أ‬: ‫ة أقوال‬$‫ى ثالث‬$‫بيت المجزئ عل‬$‫ى مقدار الم‬$‫ف العلماء ف‬$‫ اختل‬: ‫بيت‬$‫مقدار الم‬
‫ل‬$‫ي ال فرق بين المبيت أكثراللي‬$‫ القول الثان‬.‫د القولين فى مذهب الشافعية‬$‫ر وهو أح‬$‫د طلوع الفج‬$‫ى عن‬$‫يكون موجودا بمن‬
‫و‬$‫ وه‬, ‫ة‬$‫ن المالكي‬$‫ب الجمهور م‬$‫ه‬$‫ل وهذا مذ‬$‫ر اللي‬$‫ن مقدار المجزئ هوأكث‬$‫ث أ‬$‫ القول الثال‬. ‫ن حزم‬$‫ه قال اب‬$‫ه وب‬$‫و أقل‬$‫أ‬
‫ن‬$‫ن ب‬$‫د الرحم‬$‫ عب‬, ‫ق‬$‫ى أيام التشري‬$‫بيت بمن‬$‫ى الم‬$‫ص ف‬$‫ى الترخ‬$‫ر الزحام عل‬$‫ة ( أث‬$‫ب الحنابل‬$‫و مذه‬$‫ وه‬, ‫ة‬$‫ر الشافعي‬$‫األظه‬
) ‫أحمد الجرعي‬.
Tiga pendapat para ulama fuqaha tentang kadar waktu mabt di Mina, yaitu : pendapat
pertama : kadar/ ukuran yang mencukupi adalah keberadaan seseorang di Mina
(sekalipun hanya beberapa saat) sebelum terbit fajar. Ini adalah salah satu pendapat
mazhab Syafi’i. Pendapat kedua menyatakan bahwa kadar waktu mabit tidak diukur
dengan lama atau sebentar berada di Mina, sebagaimana dikemukakan Ibnu Hazm.
Pendapat ketiga, kadar lamanya waktu wabit adalah sebegian besar malam
(mu’dhamullail) berada di Mina, dan inilah pendapat jumhur (mayoritas) yakni mazhab
Maliki, Syafi’i dan Hambali. (Atsar al-Ziham ‘ala-Attarakhus fi al-Mabit Mina Abd.
Rahman al-Jara’i).
Dalam kitab “Syarah al-Nawawi ‘ala Shahih Muslim” juga dikemukakan pendapat
Iamam Syafi’i tentang kadar waktu mabit di Mina :
‫وفى قدر الواجب من هذا المبيت قوالن للشافعي أصحهما الواجب معظم الليل والثاني ساعة‬
“Kadar lamanya (waktu) wajib mabit di Mina ada dua pendapat menurut Imam Syafi’i :
pendapat yang afsah (paling shahih) diantara kedua pendapat adalah wajib
mu’dhomullail (di Mina harus lebih dari separo malam), dan pendapat yang kedua
menyatakan cukup sesaat”.
3. Hukum meninggalkan mabit karena udzur ( karena ada halangan).
Bagi jamaah haji yang mendapat halangan (udzur) sehingga mereka tidak dapat
melakukan mabit, dijelaskan oleh para ulama sbb :
247 ‫ ص‬,8 ‫قال النووي فى المجموع ج‬:
,‫بيت‬$‫ل باام‬$‫ه لواشتغ‬$‫ه مال يخاف ضياع‬$‫ن ل‬$‫ن المعذور م‬$‫ وم‬: ‫م قال‬$‫ ث‬... ‫ى لعذر فال دم‬$‫ة أومن‬$‫بيت مزدلف‬$‫ن ترك م‬$‫ا م‬$‫أم‬
‫ر‬$‫ل بأم‬$‫ا أويشتغ‬$‫ب أبق‬$‫ أويطل‬,‫ى تعهده‬$‫ض يحتاج ال‬$‫ه مري‬$‫ أول‬,‫بيت‬$‫ه الم‬$‫ق مع‬$‫ه مرض يش‬$‫ه أوكان ب‬$‫ى نفس‬$‫أويخاف عل‬
‫ وهللا أعلم‬.‫ ففي هئوالء وجهان (الصحيح) المصوص يجوز لهم ترك المبيت وال شيئ عليهم بسببه‬,‫أخر يخاف فواته‬.
Maksudnya: Imam Nawawi mengemukakan bahwa jamaah haji yang tidak mabit di
Mina karena udzur tidak dikenakan denda (Dam). Jamaah haji yang termasuk
berhalangan (udzur) yaitu jamaah yang menjaga hartanya takut hilang jika dia mabit,
jamaah yang takut dirinya akan jatuh sakit, jamaah sakit yang merasa berat jika mabit,
orang yang menjaga/ mengurus orang sakit, orang yang mencari budak yg melarikan
‫‪diri/ hilang, atua orang yang mempunyai kesibukan mengurus haji jika‬‬
‫‪ditinggal menimbulkan masalah yang pelik.‬‬
‫‪Dalam kitab al-Kafi jilid 1 hal 453, dikemukakan : Bagi pengembala unta‬‬
‫‪dan petugas yang mengurus makan dan minum jamaah haji boleh‬‬
‫‪meninggalkan mabit di Mina, termasuk jamaah haji yang mempunyai‬‬
‫‪udzur/halangan seperti sakit, atau yang menghawatirkan dirinya jatuh sakit‬‬
‫‪atau menjaga hartanya takut hilang.‬‬
‫قال ف‪$‬ى الكاف‪$‬ى‪ ,‬ج ‪ 1‬ص ‪ :453‬ويجوز لرعاة االب‪$‬ل وأه‪$‬ل س‪$‬قاية الحاج ترك الم‪$‬بيت بمن‪$‬ى وك‪$‬ل‬
‫‪.‬ذي عذر من مرض أو خوف على نفسه أوماله كالرعاة فى هذا ألنهم فى هذا فى معناهم‬
‫‪4. Mabit di luar kawasan Mina karena tidak dapat perkemahan di Mina.‬‬
‫‪a. Menurut Syekh Abdul Aziz bin Baz :‬‬
‫الم‪$‬بيت ف‪$‬ى من‪$‬ى واج‪$‬ب م‪$‬ن واجبات الح‪$‬ج عل‪$‬ى ك‪$‬ل حاج م‪$‬ع القدرة االالس‪$‬قاة والرعاة وم‪$‬ن ف‪$‬ى‬
‫حكمهما‪ .‬وم‪$‬ن عج‪$‬ز ع‪$‬ن ذل‪$‬ك فال شي‪$‬ئ علي‪$‬ه لقول هللا‪ $‬س‪$‬بحانه (فاتقوا هللا‪ $‬م‪$‬ا اس‪$‬تطعتم) وبذل‪$‬ك يعل‪$‬م‬
‫أن من لم يج‪$‬د مكانا ف‪$‬ى منى فله أن ينزل خارجها فى مزدلفة والعزيزية أوغيرهما لآلية المذكورة‬
‫وغي‪$‬ر هذه اآلدل‪$‬ة الشرعي‪$‬ة اال وادي مجس‪$‬ر فان‪$‬ه الينبغ‪$‬ي النزول آل‪$‬ن الرس‪$‬ول ص‪$‬لى هللا‪ $‬علي‪$‬ه وس‪$‬لم‬
‫لما مر عليه أسرع فى الخروج منه (فتاوى الحج والعمرة ‪ ,‬للشيخ عبد العزيز بن باز)‬
Maksudnya : mabit di Mina hukumnya wajib bagi yang mampu kecuali petugas
yang mengurus perbekalan/air dan pengembala, bagi yang berhalangan/ udzur
maka dia tidak dikenakan denda/ sangsi apapun. Sebagaimana firman Allah
“Bertaqwalah kepadAllah sesuai kemampuan kalian”. Oleh karena itu bagi
jamaah haji yang tidak mendapatkan kemah/tempat di Mina maka dia harus
keluar ke Mudalifah atau ke Aziziyah atau tempat lainnya berdasarkan ayat
tersebut, kecuali Wadi Muhassir.
b. Menurut Fatwa Syekh Usaimin :
‫وقد أفتى بعض أهل العلم كالشيخ ابن عثيمين رحمه هللا أنه عند الزحام اذا كانت الخيام بمزدلفة مالصقة‬
‫ومتصلة بالخيام بمنى فالحرج فى المبيت بمزدلفة‬. .
“Sebagian ahli ilmu termasuk Syekh Utsaimin memfatwakan bahwa ketika
kondisi Mina dalam keadaan sangat padat dan memdapatkan perkemahan (di
Muzdaslifah) yang tersambung dengan kemah di Mina, maka tidak berdosa
(tidak ada sangsi apapun) mabit di Muzdalifah.”
c. Berdasarkan Keputusan Mdzakarah Ulama tentang hukum mabit di luar
kawasan Mina pada malam hari-hari tasyiq tanggal 11, 12, dan 13 zulhijjah,
yang diselenggarakan oleh Kementerian Agama RI tahun 2001, dikemuakan :
‫‪1) Perluasan perkemahan Mina di Muzdalifah (Mina Jadid) sah secara hukum untuk‬‬
‫‪mabit pada malam hari2 tasyriq karena dalam keadaan darurat dan kemahnya‬‬
‫‪tersambung.‬‬
‫‪2) Bagi jamaah haji yang menyakini bahwa mabit pada malam hari2 tasyriq di‬‬
‫‪kawasan perluasan Mina (Mina Jadid) tidak sah, maka pada saat terbenam matahari‬‬
‫‪dapat meninggalkan Mina Jadid menuju ke wilayah Mina untuk melaksanakan mabit.‬‬
‫‪3) Bagi jamaah yang mengikuti pendapat mazhab yang menyatakan bahwa mabit di‬‬
‫‪Mina hukumnya sunah, maka dapat menginap di perkemahan perluasan Mina (Mina‬‬
‫‪Jadid).‬‬
‫‪d. Dalam kitab “ az-Ziham wa Atsaruhu fi al-Nusuk” Dr. Khalid bin Abdullah al-Mushlih,‬‬
‫‪mengemukakan :‬‬
‫أث‪$‬ر الزحام ف‪$‬ى الم‪$‬بيت بمن‪$‬ى ليال‪$‬ي التشري‪$‬ق ‪ :‬أجم‪$‬ع أه‪$‬ل العل‪$‬م عل‪$‬ى أ‪$‬ن رس‪$‬ول هللا‪ $‬ص‪$‬لى هللا‪ $‬علي‪$‬ه وس‪$‬لم س‪$‬ن ف‪$‬ى حجت‪$‬ه‬
‫الم‪$‬بيت بمن‪$‬ى ليالي التشريق‪ .‬وقد ذه‪$‬ب جماهي‪$‬ر أه‪$‬ل العل‪$‬م م‪$‬ن المالكية والشافعية والحنابلة وغيره‪$‬م الى وجوب الم‪$‬بيت‬
‫بمنى ليالي التشريق‪ .‬وذهب طائفة من أهل العلم كالحنفية الى أن المبيت سنة وليس بواجب ‪ .‬وهو قول‬
‫عن‪$‬د الشافعي‪$‬ة ورواي‪$‬ة عن‪$‬د أحم‪$‬د‪ ,‬واتفقوا أيض‪$‬ا عل‪$‬ى أ‪$‬ن الن‪$‬بي ص‪$‬لى هللا‪ $‬علي‪$‬ه وس‪$‬لم أرخ‪$‬ص للرعاة ف‪$‬ى البيتوت‪$‬ة ع‪$‬ن منى‪.‬‬
‫‪.‬مهما يكن من أمر فان جميع الواجبات الشرعية منوطة االستطاعة كما قال هللا تعالى ‪ :‬فاتقوا هللا ما استطعتم‬
‫وقال الن‪$‬بي ص‪$‬لى هللا‪ $‬علي‪$‬ه وس‪$‬لم فيم‪$‬ا رواه الشيخان م‪$‬ن حدي‪$‬ث الزهري ع‪$‬ن س‪$‬عيد ب‪$‬ن المس‪$‬يب ع‪$‬ن أ‪$‬بي هريرة ‪ :‬اذا‬
‫أمرتك‪$‬م بأم‪$‬ر فأتوا من‪$‬ه مااس‪$‬تطعتم‪ .‬فاذا ضاق‪$‬ت من‪$‬ى ع‪$‬ن الحجاج أول‪$‬م يجدوا مكان‪$‬ا يص‪$‬لح للنزول فيه‪$‬ا غيرالطرقات أ‪$‬و‬
‫اآلرص‪$‬فة أوالمراف‪$‬ق فان‪$‬ه يس‪$‬قط عنه‪$‬م وجوب الم‪$‬بيت‪ ,‬وله‪$‬م أ‪$‬ن يترلوا حي‪$‬ث تيس‪$‬رلهم (كتاب الزحام وأثره ف‪$‬ى النس‪$‬ك‬
‫‪.‬الحج والعمرة‪ ,‬صحيفة ‪)79‬‬
Maksudnya : pengaruh penumpukan jumlah manusia (berdesak-desakan) di Mina
pada waktu mabit malam hari tasyrik dalam perspektif hukum. Para ahli sepakat
bahwa mabit di Mina dilakukan Rasulullah ketika beliau melaksanakan haji.
Jumhur ulama dari mazhab Maliki, Syafi’i dan Hanbali menyatakan bahwa mabit
di Mina wajib, kecuali ulama mazhab Hanafi yang berpendapat bahwha mabit di
Mina hukumnya sunat. Akan tetapi para ahli sependapat bahwa Nabi Saw
memberikan dispensasi/rukhsoh tidak mabit di Mina bagi para pengembala. .
Dalam suatu perkara apapun kondisinya maka kewajiban melaksanakan hukum
syara’ didasarkan pada kemampuan (istitho’ah) sebagaimana firman Allah
“Bertaqwalah kepada Allah sesuai kemampuan kalian”. Demikian pula sabda
Nabi Saw, dari Abi Hurairah yang diriwayatkan Bukhari-Muslim : “Jika kalian
diperintah menegjakan suatu perkara maka laksanakanlah sesuai kemampuan
kalian”. Oleh karena itu jika di Mina situasi dan kondisinya sangat padat dan
berdesakan karena besarnya jumlah jamaah haji sampai mereka tidak
mendapatkan tempat mabit, maka sebaiknya keluar dari Mina tidak berdasak2an
di jalan-jalan, karena mereka menjadi gugur kewajiban mabit di Mina.
e. Menurut Dr. Alauddin bin Ahmad Za’tari salah seorang ulama dari Suriyah/
Syiria menyatakan dalam Harian Ukadz tanggal 27 tahun 2005, sebagai berikut :
‫ن‬$‫ى منى أ‬$‫ن يترك لمن لم يرد المبيت ف‬$‫ة أ‬$‫ن الحلول العملي‬$‫ وم‬... ‫ى‬$‫ن زحام من‬$‫د م‬$‫ي للح‬$‫ى مكة حل عمل‬$‫المبيت ف‬
‫ يبيت خارجها فى مكة وليس عليه دم آلن المبيت بمنى سنة‬.
Maksudnya : Mabit di Makkah merupakan solusi praktis untuk mengatasi kepadatan
di Mina”. Diantara solusi yang praktis adalah jamaah yang tidak menghendaki
mabit di Mina seyogyanya mabit di luar Mina yakni di Makkah dan yang
bersangkutan tidak dikenakan denda (Dam) karena mabit di Mina hukumnya sunah
(menurut mazhab Hanafi).
Melontar Jamarat :
Dalam kitab “al-Mughni fi Fiqh al-Hajj wal’Umrah” dikemukakan, melontar
jamarat yakni jamrah Aqabah dan jamrah pada hari-hari tasyriq (jumrah
ula/shughra, wustha, dan aqabah/kubra) hukumnya wajib. Bagi yang tidak
melaksanakannya wajib membayar Dam.
1. Waktu melontar jamrah Aqabah pada tanggal 10 zulhijjah .
a. Waktu yang utama melontar jamrah Aqabah adalah setelah terbit matahari
sebagaimana yang dilakukan Rasulullah Saw.
b. Menurut mazhab Syaf’i dan Hambali, dapat memulai sejak lewat tengah
malam tanggal 10 Zulhijjah sampai dengan terbeanam matahari tgl 13
Zulhijjah.
b. Menurut mazhab Syaf’i dan Hambali, dapat memulai sejak lewat tengah
malam tanggal 10 Zulhijjah sampai dengan terbeanam matahari tgl 13 Zulhijjah.
c. Menurut mazhab Hanafi dan Maliki, dapat dimulai sejak terbit fajar s.d akhir
hari tasyrik tanggal 13 zulhijjah.
2. Waktu melontar jamrah Ula, Wustha dan Aqabah tgl 11, 12, 13 zulhijah
zulhijjah :
a. Waktu yang utama melontar jamrah pada hari tasyrik adalah setelah
tergelincir matahari sebagaimana yang dilakukan Rasulullah Saw.
b. Menurut jumhur Ulama, dapat dimulai setelah tergelincir matahari sampai
dengan sebelum terbit fajar.
c. Abu Hanifah membolehkan melontar tgl 12 dan 13 sebelum tergelincir
matahari (untuk nafar).
d. Menurut Atho dan Thawus (ulama dari golongn Thabi’in) melontar jamrah
pada hari tasyrik tgl 11, 12, 13, dapat dimulai sebelum zawal.
e. Menurut Imam Rofi’i dan Imam Isnawi dari mazhab Syafi’i, boleh melontar
jamrah pada hari-hari tasyrik sebelum zawal dan dapat dimulai SEJAK
TERBIT FAJAR, demikian pula kesimpulan/hasil Bahsul Masail PBNU 1988 .
f. Menurut Mufti Darul Ifta Masir, waktu melontar jamrah pada hari-hari tasyrik
tanggal 11, 12, 13 zulhijjah dapat dimulai dari trgelincir matahari s.d ghurub
(tengelam matahari), dapat dilakukan sebelum zawal jika keadaan sangat
padat, dan boleh dimulai melontar pada pertengahan malam hari tanggal 11
zulhijjah, dan diperbolehkan pula mengakhirkan melontar jamrah hari-hari
tasyrik dilakukan pada hari terakhir hari tasyrik tanggal 13 zulhijjah.
Sebagaimana penjelalsan berikut :
‫ي جمرات آيام‬$‫ل يجوز رم‬$‫ ب‬,‫ل الزوال للزحام‬$‫ ويجوز قب‬,‫ى الغروب‬$‫س ال‬$‫ن زوال الشم‬$‫ م‬: ‫ي‬$‫ت الرم‬$‫ووق‬
‫ ويجوز‬,‫ق‬$‫و أول أيام التشري‬$‫ة وه‬$‫ن ذي الحج‬$‫ر م‬$‫ن يوم الحادي عش‬$‫ل م‬$‫ف اللي‬$‫ن منتص‬$‫ا م‬$‫ق بدئ‬$‫التشري‬
‫حيفة‬$‫ ص‬,‫ة‬$‫ هجري‬1432 ,‫رية‬$‫ دار االفتاء المص‬,‫ج والعمرة‬$‫ (كتاب الح‬... ‫ر يوم‬$‫ى أخ‬$‫ل األيام ال‬$‫تأخيرك‬
)87.
3. Pemerintah Arab Saudi melalui Muassasah Thawwafah memberlakukan jadwal
lontar jamrah tanpa mempertimbangkan waktu afdhol demi kelancaran dan
keselamatan jamaah haji.
4. Syarat sahnya melempar/melontar jamrah :
a. wajib berniat melemparkan batu kerikil pada marma (jamrah). Jika
melempar batu ke atas dan jatuh pada marma maka lemparannya tidak sah.
b. Wajib ada gerakan melemparkan batu kerikil. Apabila hanya meletakkan batu
kerikil di dalam marma, maka lemparannya tidak sah.
c. Batu kerikil yang dilemparkan harus jatuh di dalam marma.
d. Barang yang digunakan untuk melempar jamrah harus berupa batu. Mazhab
Hanafi membolehkan dengan tanah liat yang keras.
e. Melontar jamrah harus dengan tangan.
f. Melemparkan batu ke marma harus satu persatu (tidak boleh sekaligus).
g. Harus tertib, yaitu dimulai dari jamrah Ula, kemudian jamrah Wustha dan jamrah
Aqabah/jamrah Kubra.
h. Sudah masuk waktu melempar jamrah
i. Tidak boleh menggunakan batu kerikil yang telah dipakai melempar menurut
mazhab Hambali dan mazhab Maliki. Sedangkan menurut mazhab Hanafi dan
mazhab Syafi’idiperbolehkan. (al-Mughni fi Fiqh al-Hajj wa’Umrah, hal 272-273).
5. Batu kerikil untuk melontar jamarat:
a. Untuk melontar jamrah ‘Aqabah tanggal 10 Zulhijjah, sunat mengambil 7 (tujuh)
batu krikil di Muzdalifah sebagaimana yang dilakukan Rasulullah saw.
b. Menurut jumhur Ulama, untuk melontar jamrah pada hari tasyrik tgl 11,
12 dan 13, lebih utama mengambil batu kriki di Mina.
c. Makruh hukumnya batu krikil yang di ambil dari sekitar masjid, tempat
najis dan di jamarat.(Fiqh al-Ibadat al-Hajj, hal. 131 ).
d. Saat ini kebijakan pemerintah Arab Saudi melalui Muassasah
Thawwafah di Muzdalifah telah disiapkan batu krikil unutk melontar
jamrah aqabah tgl 10 zulhijjah dan melontar hari2 tasyriq tgl. 11, 12,13
zulhijjah dikemas dalam kantorng khusus.
5. Mewakili melontar jamarat.
Dalam kitab “al-Bayan fi Madzhab al-Imam as-Syafi’i” dikemukakan
bahwa mewakili/ membadalkan lontar jamarat bagi jamaah yang sakit
diperbolehkan, baik dengan upah atau tidak sebagaimana penjelasan
berikut :
(‫ي‬$‫لرم‬$$‫ىا‬$$$‫تنابة ف‬$‫الس‬$$‫و )ا‬$‫أجرة أ‬$$$‫ ب‬$‫ه‬$‫ىعن‬$‫رم‬$$‫تنيبمني‬$‫س‬$$‫ني‬$‫ أ‬$‫ه‬$‫ازل‬$‫ ج‬...‫مرض‬$$‫يل‬$‫لرم‬$$‫ز عنا‬$‫نعج‬$‫وم‬
‫ج‬$‫لح‬$$‫نا‬$‫ وبي‬$‫ه‬$‫ين‬$$$‫لفرقب‬$$‫ وا‬.$‫رئه‬$$$‫ر ميئوسمنب‬$‫ أوغي‬$‫ه‬$‫رئ‬$$$‫ا منب‬$‫لمرضميئوس‬$$‫انا‬$‫واء ك‬$$‫ س‬,‫جرة‬$‫غيرأ‬$$$‫ب‬
‫ت‬$‫وق‬
, ‫ل‬$$‫ ا‬$‫ع‬$‫رضموس‬$$$‫ج ف‬$‫لح‬$$‫نا‬$$‫ آل‬,$‫ه‬$‫نفس‬$$$‫ج ب‬$‫لح‬$$‫نا‬$‫سم‬$‫يأ‬$$‫ج ي‬$‫لح‬$$‫ىا‬$$$$‫تنابة ف‬$‫الس‬$$‫يجوز ا‬$‫ ال‬: ‫ا‬$‫لن‬$$‫ثق‬$‫حي‬
‫ى‬$$$‫لبيانف‬$$‫ي( ا‬$‫لرم‬$$‫لا‬$‫ب‬$$‫ ق‬$‫ه‬$‫اتوقت‬$$$‫ا ف‬$‫ ربم‬$‫ه‬$‫ي‬$$$‫تنابة ف‬$‫الس‬$$‫ منا‬$‫و منعناه‬$‫ل‬$$$‫وقت ف‬
. ‫ل‬$$‫قا‬$‫رضمضي‬$$$‫يف‬$‫لرم‬$$‫وا‬
)355 ‫ ص‬4 ‫لشافعيج‬$$‫ ا‬$‫المام‬$$‫مذهبا‬.
a.. Tatacara mewakili lontar jamrah ada dua cara :
1) Melontar seluruh jamarat terlebih dahulu utuk dirinya, baru kemudian untuk yang
diwakili.
2) Tidak harus menyelesaikan melontar seluruh jamrah untuk dirinya, jika telah melontar
jamrah Ula untuk dirinya maka sah melontar untuk yang diwakili sebelum melontar dua
jamrah yang lain untuk dirinya, berdasarkan penjelasan dalam kitab Tuhfatul Muhtaj
Syarah al-Minhaj, halaman 128 sebagai berikut:
‫ن‬$‫ي الجمرتي‬$‫ن يرم‬$‫ن المستنيب قبل أ‬$‫ه م‬$‫ي عقب‬$‫ن يرم‬$‫ى صح آ‬$‫ى الجمرة االول‬$‫ل ان رم‬$‫ع ب‬$‫ي للجم‬$‫ى الرم‬$‫ف عل‬$‫ه اليتوق‬$‫آن‬
)128 ‫الباقيتين عن نفسه (تحفة المحتاج شرح المنهاج صحيفة‬.
b. Menjama’ lontar jamarat .
Menjama’ melontar jamarat diperbolehkan menurut fatwa MUI Tahun1988 berdasarkan
pendapat Imam Nawawi dalam kitab al-Majmu’ Syarah al-Muhadzab, jilid 8 hal 240 sbb :
‫ ولو رمى الى الجمرات كلها عن يوم قبل ان يرمي اليها عن أمسه اجزأه ان لم نوجب‬:‫لوآخرها للجمع فوجهان‬
‫ صحيفة‬8 ‫ جزء‬,‫ والثاني اليجزئه (المجموع شرح المهذب‬,‫ فان أوجبناه فوجهان أصحهما يجزئه ويقع القضاء‬,‫الترتيب‬
)240.
“Hukum mengakhirkan melontar jamrah ada dua pendapat : 1. Melontar semua jamrah
hari ini sebelum melontar untuk hari kemarin maka sah hukumnya jika tidak mewajibkan
harus tertib. 2. Jika mewajibkan harus tertib maka terdapat dua kaul, yang lebih shaheh
dari dua kaul tersebut adalah mencukupi (sah) dan kedudukannnya sebagai qadha .
Sedangkjan menurut kaul yang kedua tidak mencukupi/ tidak sah”.
Tahallul
Tahallul Haji terbagi menjadi dua, yaitu tahallul awal dan tahallul sani :
1. Tahallul Awal dilakukan setelah melontar jamrah Aqabah dan mencukur atau
memotong rambut, atau setelah melaksanakan tawaf Ifadhah dan
memotong/mencukur rambut bagi yang mendahulukan tawaf Ifadhah sebelum
melontar jamrah Aqabah.
2. Tahallul Sani dilakukan setelah selesai mengerjakan tiga amalan yaitu :
melontar jamrah Aqabah, mencukur/ memotong rambut dan tawaf Ifadhah
beserta sa’i.
Bagi jamaah yang sudah tahhlul awal, boleh melakukan perbuatan yang
sebelumnya dilarang dalam ihram kecuali hubunagn badan suami istri. Bagi
jamaah yang sudah tahallul Sani dapat melakukan semua perbuatan yang
sebelumnya dilarang pada waktu ihram termasuk hubungan badan suami istri.
Sebagaimana dikemukakan para ulama mazhab Syafi’i dan Hambali sebagai
berikut:
‫ة آمور‬$‫ن ثالث‬$‫ن م‬$‫ل آمري‬$‫ل اآلول بفع‬$‫ل التحل‬$‫ يحص‬.‫حيح المشهور‬$‫و الص‬$‫ك وه‬$‫ق نس‬$‫ ان الحل‬: ‫ا‬$‫اذ ا قلن‬
‫ل اآلول‬$‫ل التحل‬$‫ك حص‬$‫ر نس‬$‫ق غي‬$‫ ان الحل‬: ‫ا‬$‫ واذا قلن‬. ‫ة‬$‫ وطواف االفاض‬, ‫ق‬$‫ والحل‬,‫ة‬$‫ي جمرة العقب‬$‫ رم‬: ‫ي‬$‫وه‬
303 ‫ صحيفة‬, ‫ المغنى فى فقه الحج والعمرة‬. ‫بواحد من الرمي او الطواف‬.
Demikian pula disebutkan dalam kitab “al-Bayan fi-Mazhab al- Imam as-Syafi’i jilid
4 hal 346, sbb :
‫و‬$‫ى االحرام وه‬$‫ه ف‬$‫ر علي‬$‫ع ماحظ‬$‫ه جمي‬$‫ل ل‬$‫ ح‬:‫عى‬$‫ق وطاف وس‬$‫ى وحل‬$‫ واذا رم‬.‫ل محظورات االحرام‬$‫ ح‬: ‫ئلة‬$‫مس‬
‫ا دون الفرج‬$‫ء فيم‬$‫س بشهوة والوط‬$‫يد واللم‬$‫ل الص‬$‫م اآلظفار وقت‬$‫ر وتقلي‬$‫ق الشع‬$‫س وحل‬$‫ب واللب‬$‫ الطي‬: ‫عة أشياء‬$‫تس‬
‫والوطء فى الفرج وعقد النكاح‬.
Maksudnya bahwa jamaah haji yang telah melontar jamrah, mencukur/ memotong
rambut, tawaf Ifadah dan sa’i maka dia sudah terlepas dari 9 macam larangan ihram
yaitu : memakai wangi-wangian, memakai pakaian biasa, mencukur atau memotong
rambut, memotong kuku, membunuh hewan buruan, menyentuh wanita dengan
syahwat, hubungan selain dengan farji, hunungan/jima’ dalam farji, dan akad nikah.
3. Mendahulukan mencukur atau menggunting rambut sebelum melontar
jamrah :
a. Mazhab Syafi’i : boleh mendahulukan mencukur/ menggunting rambut sebelum
melontar jamrah dan tidak dikenakan Dam.
b. Mazhab Maliki : jika mendahulukan mencukur / meng-gunting rambut sebelum
melontar jamrah, wajib membayar Dam.
c. Mazhab Hambali: mendahulukan mencukur sebelum memotong Dam, atau
sebelum lontar karena lupa atau tidak mengerti, maka tidak dikenbakan Dam.
d. Mazhab Hanafi : mendahulukan mencukur sebelum memotong Dam, maka wajib
membayar Dam kalu hajinya tamattu’ atau qiran.
e. Waktu pelaksanaan cukur/gunting rambut :
1) menurutmazhab Hanafi dan Maliki : wajib dilaksanakan pada hari Nahar/ hari
Tasyrik di Tanah Haram, jika tidak dilaksakan maka wajib membayar Dam.
2) menurut mazhab Syaf’i dan Hambali : pelaksanaan cukur/ gunting
rambut tidak dikaitkan dengan waktu dan tempat. ( al-Mughni fi Fiqh al- Hajj
wal’Umrah, hal 295-297 ).
Ketentuan Salat di Arafah dan di Mina
1. Salat di Arafah :
a. Memurut Abu Hanifah, bagi pendatang wajib menjma’ dan qasar dengan jama’
taqdim salat dzuhur dan ashar, sedangkan salat maghrib dan isya jama’ takhir di
Muzdaliifah.
b. Menurut Imam Malik dan Syafi’i, sunat menjama’ dan mengqasar kecuali
penduduk Makkah.
c. Menurut Ahmad bin Hambal, boleh dijama’ qasar dan boleh tidak.
2. Salat di Mina :
a. Jumhur Ulama menyatakan sunat jama’ dan qasar.
b. Mazhab Hanafi menyatakan wajib jama’ dan qasar.
c. Mazhab Hambali menyatakan jawaz, boleh dijama’ qasar dan boleh
tidak. ( Fiqhul Ibadat al-Hajj, Hasan Ayyub ).
Hukum Badal Haji
Membadalhajikan orang lain menurut hukum diperbolehkan berdasarkan hadis
Nabi, namun demikian dikalangan para ulama berbeda pendapat.
1. Berdasarkan Hadis Nabi Saw.
a. Riwayat Imam Malik, Syafi’i , Bukhari dan Muslim.

‫ جائت امرأة من خثعم عام حجة الوداع قالت يارسول هللا ان فريضة هللا على‬:‫عن ابن عباس رضي هللا عنهما قال‬
: ‫ هل يقضي علي أن أحج عنه ؟ قال‬,‫ أدركت أبي شيخا كبيرا اليستطيع أن يستوي على الراحلة‬,‫عباده فى الحج‬
)‫نعم (أخرجه مالك والشافعي والشيخان‬.

“Dari Ibnu Abbas ra ia berkata : seorang wanita dari kabilah khas’am datang
kepada Nabi Saw pada waktu haji wada’, ia berkata : Wahai Rasulullah,
sesungguhnya Allah mewajibkan haji kepada hamba-Nya. Tapi bapak saya
sudah sangat tua tidak mampu duduk di atas kendaraan, apakah boleh saya
melaksanbakan haji untuk mengguntikanya ? Rasulullah Saw benjawab : ya
(H.R. Malik, Syafi’i, Buhkari dan Muslim).
b. Hadis riwayat Imam Bukhari :
‫ي‬$‫ن ُأ ِّم‬$َّ ‫ ِإ‬$‫ت‬ ْ َ‫لَّم فقَال‬$‫ َو َس‬$‫ َعلَ ْي ِه‬$ُ‫لَّى هللا‬$‫ص‬َ ‫ي‬ ْ ‫ َجاَئ‬$َ‫ ُجهَ ْينَة‬$‫ ِم ْن‬$ً‫ن ا ْم َرَأة‬$َّ ‫ َأ‬$ُ‫ َع ْنه‬$ُ‫ هللا‬$‫ض َي‬
ِّ ِ‫ى النَّب‬$َ‫ ِإل‬$‫ت‬ ِ ‫ َر‬$‫س‬ ٍ ‫ َعبَّا‬$‫ ا ْب ِن‬$‫َع ِن‬
َ ‫ َأ ُك ْن‬$‫ َدي ٌْن‬$‫ك‬
$‫ت‬ َ ‫ى ُأ ِّم‬$َ‫ َعل‬$‫ان‬
َ ‫ لَ ْو َك‬$‫ْت‬َ ‫ا َأ َرَأي‬$َ‫ َع ْنه‬$‫ حُجِّ ْي‬$‫ نَ َع ْم‬$‫ال‬
َ َ‫ا؟ ق‬$َ‫ َع ْنه‬$َّ‫ َأفََأ ُحج‬.‫ت‬ ْ َ‫ى َمات‬$َّ‫ َحت‬$َّ‫ تَ ُحج‬$‫ فَلَ ْم‬$َّ‫ تَ ُحج‬$‫ َأ ْن‬$‫ت‬ْ ‫نَ َذ َر‬
)‫ق بِ ْال َوفَا ِء (رواه البخاري‬ ُّ ‫اضيَتُهُ؟ ا ْقضُوا هللاَ فَاهللُ َأ َح‬ ِ َ‫ق‬
“Dari Ibnu Abbas r.a bahwa sesungguhnya seorang perempuan dari kabilah/suku
Juhainah datang kepada Nabi Saw, lalu berkata bahwa sesungguhnya ibuku telah
bernazar melaksanakan haji tapi belum sempat haji beliau meninggal, apakah saya
dapat melaksanakan haji untuk beliau (almarhumah)? Nabi menjawab: Ya ,
laksanakan haji untuk almarhumah. Tahukah engkau jika ibumu mempunyai
hutang yang harus dibayar ? Penuhilah (laksanakanlah) kewajiban kepada Allah,
karena lebih berhak untuk dipenuhi ( H.R. Bukhari ).
c. Hadits riwayat al-Nasai :
( ‫ حجي عن أبيك‬: ‫ قال‬.‫ات َولَ ْم يَ ُح َّج‬ َ ‫صلَّى هللا َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َع ْن َأبِ ْيهَا َم‬ َ ‫ت النَّبِ ّي‬ ْ َ‫س َأ َّن ا ْم َرَأةً َسَأل‬
ٍ ‫َو َع ِن اب ِْن َعبَّا‬
) ‫رواه النسائي‬.
"Dan dari Ibnu Abbas r.a bahwa sesungguhnya seorang wanita bertanya
kepada Nabi Saw. tentang ayahnya yang meninggal dan belum sempat
melaksanakan ibadah haji. Lalu Nabi menjawab: Laksanakanlah haji untuk
menggantikan / membadalkan ayahmu ( H.R. An-Nasai).
2. Para ulama fuqaha membagi ibadah dalam Islam menjadi 3 (tiga) :
a. Ibadah maliyah, yakni ibadah yang terkait dengan harta seperti zakat,
kifarat, dan kurban. Pelaksanaanya dapat diwakilkan orang orang lain baik
ybs dalam keadaan sehat atau sakit/uzur.
b. Ibadah badaniyah mahdhoh, yakni ibadah yang berkaitan dengan fisik
seperti salat lima waktu dan puasa. Pelaksanaanya tidak dapat digantikan
orang lain, baik yang bersangkutan dalam keadaan sehat atau sakit.
c. Ibadah murakkabah, yakni ibadah yg terkait dengan kemampuan fisik,
finnancial dan keamanan seperti ibadah haji. Menurut jumhur Ulama selain
madzhab Maliki pelaksanaanya dapat digantikan oleh orang lain ketika yang
bersangkutan dalam kondisi sakit atau uzur. ( al- Fiqh wa Adillatuhu, juz 3
hal. 38 ).
3. Badal haji menurut para ulama fuqaha, dikemukakan dalam buku “al-Fiqh
‘ala Mazahib al- Arba’ah, jilid 1 hal 624-637 sebagai berikut :
a. Mazhab Maliki :
‫ل‬$‫ فاليقب‬,‫ة‬$‫ب البدني‬$‫ه جان‬$‫ب في‬$‫ه غل‬$‫ة لكن‬$‫ة ومالي‬$‫ن بدني‬$‫ة م‬$‫ج وان كان عبادة مركب‬$‫ الح‬: ‫ة قالوا‬$‫المالكي‬
‫واء‬$‫ س‬, ‫ه‬$‫ج عن‬$‫ن يح‬$‫ب م‬$‫ن يني‬$‫ه أ‬$‫ة فاليجوز ل‬$‫ة الفريض‬$‫ي حج‬$‫الم وه‬$‫ة االس‬$‫ه حج‬$‫ن كان علي‬$‫ فم‬. ‫ة‬$‫النياب‬
‫ كان صحيحا أومريضا ترجى صحتة‬...
“Ulama mazhab Maliki menyatakan : sekalipun ibadah haji terdiri dari
kemampuan fisik dan kemampuan financial akan tetapi lebih dominan adanya
kemampuan kesehatan fisik, sehingga tidak dapat digantikan (dibadalka) oleh
orang lain. Barang siapa yang berkewajiban haji (hajjatul Islam) dia dalam
keadaan sehat atau sakit, maka tidak boleh digantikan orang lain”.
b. Mazhab Hanafi :
‫ فمن عجز عن الحج بنفسه وجب عليه أن غيره ليحج عنه‬,‫ الحج مما يقبل النيابة‬:‫يستنيب الحنفية قالوا‬
,‫ منها أن يكون عجزه مستمرا الى الموت عادة كالمريض الذي اليرجى برئوه‬:‫ويصح عنه بشروط‬
‫ ثم أناب من يحج عنه‬,‫كاآلعمى والزمانة ومتى كان عاجزا بحيث اليرجو القدرة على الحج الى الموت‬
‫ أما المريض الذي يرجى‬.‫وحج عنه النائب فقد سقط الفرض عنه ولوزال عذره وقدر على الحج بعد‬
‫ فان ذلك اليسقط فرض الحج‬,‫برئوه والمحبوس فانه اذا أناب عنه الغيرفحج عنه ثم زال عذره بعد‬.

“Ulama mazhab Hanafi berpendapat: haji dapat digantikan orang lain, barang
siapa yang dalam kondisi lemah tidak dapat melaksanakan haji maka wajib
meminta kepada orang lain untuk menggantikannya dan secara hukum sah,
dengan syarat antara lain sakit yang tidak dapat diharapkan kesembuhannya,
atau karena buta, atau tidak dapat duduk di atas kendaraan. Sedangkan orang
yang sakit dan dapat diharapkan kesembuhannya atau orang yang dalam
tahanan jika telah dibadalkan lalu kesulitan/ halangan tersebut hilang, maka
kewajiban haji masih tetap ada”.
c. Mazhab Syafi’i :
‫ب‬$‫ن يني‬$‫ج أ‬$‫ن الح‬$‫ن عجزع‬$‫ى م‬$‫ب عل‬$‫ة فيج‬$‫ل النياب‬$‫ى تقب‬$‫ن اآلعمال الت‬$‫ج م‬$‫ الح‬:‫ة قالوا‬$‫الشافعي‬
‫ن‬$$‫ة أوكبرس‬$$‫ن يكون لعاه‬$$‫ا أ‬$$‫ز ام‬$$‫ والعج‬,‫ه‬$$‫ أوباالنفاق علي‬,‫ك‬$$‫تئجاره لذل‬$$‫ه باس‬$$‫ج بدل‬$$‫غيره ليح‬
‫ز‬$‫د العج‬$‫ وح‬.‫ا بالطب‬$‫و ان كان عارف‬$‫ه ه‬$‫ن أوبمعرفت‬$‫بين عدلي‬$‫ى برئوه بقول طبي‬$‫أومرض اليرج‬
‫ أن يكون على حالة اليستطيع معها أن يثبت على راحلته االبمشقة شديدة التحمل عادة‬...
“Ulama mazhab Syafi’i berpendapat : Haji adalah amalan yang dapat
digantikan/ dibadalkan orang lain bagi yang lemah melaksanakannya
sekalipun dengan cara mengupah atau memberikan biaya. Pengertian
lemah dalamn hal ini meliputi sakit berat, lanjut usia (lansia), sakit yang
tidak dapat diharapkan kesembuhannya menurtu medis/ dokter ahli.
Ketentuan atau batas kelemahan yang dimaksud bahwa ybs dalam konsisi
apapun sangat sulit tidak mampu duduk di atas kendaraan”.
d. Para ahli juga menjelaskan lebih rinci tentang badal haji sebagai
berikut :
1) Dalam kitab al-Fiqh wa Adilatuhu, hal 44 sbb :
,‫ة‬$‫ا النياب‬$‫ا عبادة تدخله‬$‫ا آلنه‬$‫ا كان أوتطوع‬$‫ه فرض‬$‫ي اال باذن‬$‫ن ح‬$‫ج والعمرة ع‬$‫واليجوز الح‬
‫فلم تجزعن البالغ العاقل اال باذنه كالزكاة‬.
“Tidak diperbolehkan membadalkan haji/ umrah untuk orang yang
masih hidup, baik haji/umrah fardhu atau sunah kecuali harus seizin
yang bersangkutan.
2) Dalam kitab al-Idhah fi Manasik al-Hajj, hal 100 sbb:
‫ة‬$‫بر أوزمان‬$‫ه بموت أوك‬$‫ج بنفس‬$‫ن الح‬$‫ز ع‬$‫ن يعج‬$‫و أ‬$‫يل بغيره فه‬$‫تطاعة التحص‬$‫ا اس‬$‫وأم‬
‫ة شديدة وهذا‬$‫ة اال بمشق‬$‫ى الراحل‬$‫تطيع الثبوت عل‬$‫ث اليس‬$‫ه أوهرم بحي‬$‫ى زوال‬$‫أومرض اليرج‬
,‫ه‬$‫و زوال‬$‫) خرج بالموت نحوالجنون والمرض المرج‬1( ... ‫ا‬$‫مى معضوب‬$‫ي يس‬$‫ز الح‬$‫العاج‬
‫ه‬$‫ة فالتجوز ل‬$$‫ى الراحل‬$$‫ه الثبوت عل‬$‫ه يمكن‬$$‫ببهما ومقطوع اآلطراف آلن‬$‫ة بس‬$‫فال تجوز النياب‬
‫االنابة‬.
“Orang yang hajinya boleh dibadalkan adalah orang yang tidak
mampu melaksanakannya dengan dirinya karena ybs meninggal
dunia, lansia, sakit berat karena kecelakaan, sakit yangt tidak dapat
diharapkan kesembuhannya, atau karena pikun. Sedangkan orang
yang gila dan orang sakit yang dapat diharapkan kesembuhannya
tidak dapat dibadal hajikan.
3) Dalam kitab al-Bayan fi Madzhab al-Imam as-Syafi’i, jilid 4 hal 52
dikemukakan sebagai berikut :
‫ي‬$‫ والثان‬.‫ن عباس الذي تقدم‬$‫ث اب‬$‫ت لحدي‬$‫ق المي‬$‫ى ح‬$‫ا ف‬$‫ أحدهم‬:‫ن‬$‫ى موضعي‬$‫ج الفرض ف‬$‫ى ح‬$‫ة ف‬$‫يجوز النياب‬
‫ا اذا‬$‫ فأم‬.‫ث الخثعمية‬$‫ن حدي‬$‫ه م‬$‫ا ذكرت‬$‫ لم‬,‫ة شديدة‬$‫ة اال بمشق‬$‫ى الراحل‬$‫ى الثبوت عل‬$‫ن ال يقدر عل‬$‫ق م‬$‫ى ح‬$‫ف‬
‫ن المعضوب‬$‫ج ع‬$‫ن يح‬$‫ان أ‬$‫و أراد انس‬$‫ أ‬,‫ا‬$‫ا أوتطوع‬$‫ا واجب‬$‫ه حج‬$‫ج عن‬$‫ن يح‬$‫تأجر م‬$‫ن يس‬$‫حيح أ‬$‫أراد الص‬
: ‫د‬$‫خ أبوحام‬$‫ قال الشي‬,‫ه‬$‫م يوص ب‬$‫ه ول‬$‫ب علي‬$‫س بواج‬$‫ا لي‬$‫ت حج‬$‫ن المي‬$‫ج ع‬$‫ن يح‬$‫ان أ‬$‫و أراد انس‬$‫ أ‬,‫ه‬$‫بغيراذن‬
,‫ع‬$‫د الراب‬$‫ المجل‬,‫ي‬$‫ب االمام الشافع‬$‫ى مذه‬$‫بيان ف‬$‫ (ال‬.‫ائل‬$‫ى هذه المس‬$‫ة ف‬$‫ه ال يجوز النياب‬$‫ب أن‬$‫ف المذه‬$‫فال يختل‬
)52 ‫صحيفة‬.
“Boleh membadalkan haji fardhu hanya pada dua hal yaitu : pertama, kepada
orang yang telah wafat sebagaimana dijelaskan hadis Ibnu Abbas. Kedua,
kepada orang yang tidak mampu duduk diatas kendaraan sebagaimana yang
disebutkan dalam hadis Nabi tetang wanita dari suku Khots’am. Adapun bagi
orang yang masih sehat, atau orang yang sakit berat tanpa seizin ybs, atau
orang yang sudah wafat dia tidak wajib haji (tidak istitha’ah) dan tidak
berwasiat saat masih hidup, maka syekh Abu Hamid mengemukakan dalam
masalah ini tidak ada perbedaan dalam mazhab, yakni tidak dioperbolehkan
membadalkan mereka”.
e. Hukum Badal bagi jamaah wafat setelah wukuf dan ybs belum tawaf Ifadah,
dikemukakan dalam kitab “ al Ifshah ‘ala Masail al Idhah, hal 103 dan 104 :
(‫ ؟‬$‫ه‬$‫ى حج‬$‫ة عل‬$‫لنياب‬$$‫جوز ا‬$$$‫لت‬$‫ ه‬$‫ه‬$‫ثناء حج‬$‫ىأ‬$$$$‫ ف‬$‫ه‬$‫فس‬$$‫نن‬$‫لحاج م‬$$‫ا اذا ماتا‬$‫ م‬$‫م‬$‫) حك‬. ‫ى‬$$$$‫ ف‬$$$‫ هللا‬$‫ه‬$‫نفرحم‬$‫لمص‬$$‫لا‬$$‫ا‬$$‫ق‬
‫ل‬$$‫ وقا‬... ‫لنيابة‬$$‫دخولا‬$$‫جوز ل‬$$‫ ي‬: $‫م‬$‫لقدي‬$$‫ وا‬. $‫وم‬$‫لص‬$$‫الة وا‬$‫لص‬$$‫ا‬$‫يجوز ك‬$‫ ال‬: ‫د‬$‫لجدي‬$$‫ح) ا‬$‫آلص‬$$‫ن(ا‬$‫ورا‬$‫والنمشه‬$$‫ ق‬$‫ه‬$‫ي‬$$$‫ ف‬,$‫مجموعه‬
‫ضما‬$‫ع‬$$$‫قط ب‬$‫س‬$‫ أ‬$‫ه‬$‫ن‬$‫ثماتأل‬$‫ منحي‬$‫ه‬$‫ج عن‬$‫قح‬$‫لطري‬$$‫ىا‬$$$‫ماتف‬$$$‫ج ف‬$‫لح‬$$‫رج ل‬$‫انخ‬$$$‫ ف‬: $‫ه‬$‫ىمغني‬$$$‫ ف‬$$$‫ هللا‬$‫ه‬$‫ة رحم‬$‫م‬$‫دا‬$$‫نق‬$‫ب‬$‫ة ا‬$‫لعالم‬$$‫ا‬
‫ا‬$‫يم‬$$$‫ ف‬$‫ة عنه‬$‫لنياب‬$$‫حتا‬$$‫ ماتص‬$‫م‬$$$‫ج ث‬$‫لح‬$$‫ا‬$$$‫ ب‬$‫حرم‬$‫ ولو أ‬.‫ذلك‬$$‫مات‬
‫ث ل‬$‫تنيبمنحي‬$‫س‬$‫ ا‬$‫ه‬$‫ائب‬$$‫نماتن‬$‫ك ا‬$‫ وكذل‬.‫انيا‬$$$‫بث‬$‫ج‬$$‫ ي‬$‫م‬$‫ل‬$$$‫ ف‬$‫ه‬$‫بعلي‬$‫وج‬
$‫ىعنه‬$‫ض‬$$‫ا ق‬$‫عضه‬$$$‫لب‬$‫ع‬$$$‫د ف‬$‫ع‬$$$‫لنيابة ب‬$$‫ا ا‬$‫دخله‬$$$‫ا عبادة ت‬$‫نه‬$‫ أل‬,$‫صعليه‬$$‫ ن‬,$‫ أولغيره‬$‫نفسه‬$$‫ ل‬$‫مه‬$‫حرا‬$‫انا‬$$‫واء ك‬$$‫لنسك س‬$$‫يمنا‬$‫ق‬$$$‫ب‬
)104 – 103 ‫حيفة‬$$‫ ص‬,‫اليضاح‬$$‫الفصاح علىمسائلا‬$$‫نتهى(ا‬$‫ ا‬.‫لزكاة‬$$‫ا‬$$‫ا ك‬$‫اقيه‬$$$‫ب‬.
Maksudnya : Menurut kaul jadid, tidak boleh dibadalkan seperti salat dan puasa.
Sedangkan menurut kaul qodim boleh dibadalkan. Ibnu Quddamah berpendapat
sebagaimana disebutkan dalam kitabnya (al-Mughni) : jika seseorang berangkat
melaksanakan haji di tengah jalan meninggal dunia maka ybs harus
digantikan/dibadalkan. Jika dia telah beniat ihram haji maka boleh dibadalkan amalan
haji yang belum dilaksanakan, baik ybs niat ihramnya untuk dirinya atau untuk orang
lain.
f. Miqat Ihramnya orang yang melaksanakan badal haji.
Para ahli berbeda pendapat tentang di mana berniat ihram bagi orang yang membadalkan
haji, anatara lain :
1) Al-Hasan, Ishaq dan Malik menyatakan, di mana saja tempat yang diwajibkan dan
mudah untuk berniat ihram.
2) Imam Nawawi mengutip pendapat Imam Syafi’i, bahwa orang yang menggantikan/
membadalkan berniat ihram di di miqat yang disyari’atkan.
3) Menurut mazhab Hanafi, jika orang yang membadalkan telah berwasiat menentukan miqat
maka harus berniat ihram dari miqat tersebut.
4) Menurut para ahli ilmu, tidak wajib berniat ihram dari negara orang yang dibadalkan, akan
tetapi boleh di temapt orang yang membadalkan haji.
5) Menurut syeikh Abdul Rahman as-Sa’ady : yang sahih dan tidak ada keranguan adalah tidak
ada keharusan bagi orang yang membadalkan haji berniat ihram dari negara orang yang
dibadalkan dan tidak pula harus di miqat yang terjauh, akan tetapi boleh dari Makkah.Itulah
dalil syara’ yang jelas.
‫د‬$‫خ عب‬$‫ قال الشي‬.‫ب فيه‬$‫ي مكان كان النائ‬$‫ن أ‬$‫ل يجوز م‬$‫ ب‬,‫ن بلده‬$‫ت م‬$‫ن المي‬$‫ج ع‬$‫ن يح‬$‫ب أ‬$‫ه اليج‬$‫م أن‬$‫ل العل‬$‫ض أه‬$‫ب بع‬$‫وذه‬
‫ن‬$‫ى م‬$‫ل يجوز حت‬$‫ ب‬, ‫ه‬$‫د عن‬$‫ه وال أبع‬$‫د المنوب عن‬$‫ن بل‬$‫ب م‬$‫ج النائ‬$‫ن يح‬$‫ه ال يلزم أ‬$‫ه أن‬$‫ك في‬$‫حيح الذي الش‬$‫ الص‬: ‫عدي‬$‫ن الس‬$‫الرحم‬
)46 ‫ صحيفة‬, ‫ سعيد بن عبد القادر باثنفر‬,‫ وهو ظاهر اآلدلة الشرعية (المغني فى فقه الحج والعمرة‬.‫ مكة‬.
Dam dan Permasalahannya
Menurut Nuruddin ‘Athar, dam digolongkan menjadi 4 jenis, yaitu
1. Dam wajib li al-syukr, yaitu dam yang ditunaikan oleh jamaah haji Tamattu’ dan Qiran.
2.Dam wajib li jabran, yaitu dam yang diwajibkan kerena adanya pelanggaran disaat
menunaikan ibadah haji atau umrah.
3. Dam tathawwu’, yaitu dam yang dilakukan dalam rangka mendekatkan
diri kepada Alloh, tidak ada sebab yang mengharuskannya.
4. Dam nazar, yaitu dam yang ditunaikan karena seseorang bernazar untuk
berkorban di Tanah haram disaat melaksanakan ibadah haji atau umrah.
Adapun sebab (illat) dikenakan dam adalah sebagai berikut:
1.Karena meninggalkan ketentuan manasik dan bukan kerena
pelanggaran, dikenakan bagi orang yang mengerjakan haji tamattu’ atau
qiran disebut Dam Nusuk.
2.Karena pelanggaran terhadap ketentuan ibadah haji atau umrah dengan
meningalkan sesuatu yang diperintahkan disebut Dam Isa’ah, seperti :
tidak berihram dari miqat, tidak mabit di Muzdalifah, tidak mabit di Mina
pada malam hari-hari tasyriq, tidak melontar jamrah pada hari nahr, tidak
melontar jamrah pada hari-hari tasyriq, tidak tawaf wada’ kecuali bagi
perempuan haid atau nifas.
3.Karena pelanggaran terhadap ketentuan haji atau umrah dengan
mengerjakan sesuatu yang diharamkan selama berihram disebut Dam
Kifarat, meliputi :
a. Melanggar larangan ihram (mencukur atau mencabut rambut/bulu
badan, memotong kuku, memakai pakaian biasa bagi laki-laki,
menutup muka atau memkai kaos tangan bagi perempuan, memakai
wangi-wangian bagi laki-laki dan perempuan). Bagi yang melakukan
pelanggaran tersebut, boleh memilih menyembelih seekor kambing
atau berpuasa 3 hari atau bersedekah 1,25 kg dari makanan yang
mengeyangkan kepada masing-masing 6 orang miskin.
b.Melanggar larangan membunuh hewan buruan, maka wajib
dam/fidyah dengan menyembelih hewan persamaannya, atau
bersedekah kepada fakir miskin di Makkah dengan makanan seharga
hewan tersebut, atau dengan puasa bilangannya disesuaikan
dengan banyaknya makanan yang mesti disediakan, yaitu satu hari
puasa untuk tiap 1 mud makanan (l.k ¾ kg).
c. Suami-istri melakukan hubungan badan sebelum tahallul awal, hajinya
batal dan wajib menyembelih seekor unta/sapi, kalau tidak ada
menyembelih 7 ekor kambing, kalau tidak ada bersedekah seharga unta,
kalau tidak ada berpuasa 10 hari, wajib nmenyelesaikan haji yang batal
dengan tetap berlaku larangan ihram yang lain, dan wajib mengulang
hajinya pada tahun berikutnya dengan cara suami dan istri terpisah.
d. Suami-istri melakukan hubungan badan setelah tahallul awal, para ulama
sepakat tidak membatalkan hajinya , namun berbeda pendapat tentang
bentuk/jenis damnaya. Menurut mazhab Maliki, damnya berupa seekor
unta. Sedangkan menurut mazhab Hanafi, Syafi’i dan Hanbali, damnya
seekor kambing. (al-Mausu’ah Fiqhiyah, jilid 2, hal 192), dan kitab “At-
Taqrirat as-Sadidah ‘ala Mazhab as-Syafi’i, Hasan bin Ahmad bin
Muhammad al-Kaf.
e. Tata urutan/tertib pembayaran fidyah karena melakukan hubungan badan
(jima’) dikemukakan dalam kitab “al-Bayan fi Mazdhabi al- Imam as-
Syafi’i” sebagai berikut :
.‫ل بدنة‬$‫ التحل‬$‫ل‬$‫ج أوالعمرة قب‬$‫ى الح‬$‫ع ف‬$‫ى المجام‬$‫ن عل‬$‫ا أ‬$‫د ذكرن‬$‫ع) ق‬$‫ى المجام‬$‫ة ع‬$‫ب الفدي‬$‫ (ترتي‬:‫فرع‬
,‫ة‬$‫ه بدن‬$‫ علي‬$‫ب‬$‫ فيج‬.)‫ب‬$‫ى الترتي‬$‫ب عل‬$‫ا تج‬$‫وص (أنه‬$‫ر؟ المنص‬$‫ى التخيي‬$‫ب أوعل‬$‫ى الترتي‬$‫ي عل‬$‫ل ه‬$‫وه‬
‫ة‬$‫ت البدن‬$‫م قوم‬$‫د الغن‬$‫م يج‬$‫ فان ل‬,‫م‬$‫ن الغن‬$‫بع م‬$‫ه س‬$‫د البقرة أجزأ‬$‫م يج‬$‫ فان ل‬,‫ه بقرة‬$‫ة أجزأت‬$‫د البدن‬$‫م يج‬$‫فان ل‬
‫ وبهذا‬.‫ مد يوما‬$‫ صام عن كل‬$‫ وان لم يمكنه ذلك‬,‫دق به‬$‫ واشترى بالدراهيم طعاما وتص‬,‫م‬$‫بمكة بدراهي‬
‫م‬$‫ فان ل‬.‫ن الغنم‬$‫بع م‬$‫ر والس‬$‫ة والبق‬$‫ن البدن‬$‫ر بي‬$‫ه مخي‬$‫ أن‬:‫ر‬$‫حاق قوال أخ‬$‫ وخرج أبواس‬.$‫ن عباس‬$‫قال اب‬
‫ فان لم‬,‫ واشتري بالدراهيم طعاما وتصدق به‬,‫ بدراهيم‬$‫يجد واحدا من هذه الثالثة قوم أي الثالثة شاء‬
)224-223 ‫ ص‬, ‫ المجلد الرابع‬,‫ االمام الشافعي‬$‫ مد يوما (البيان فى مذهب‬$‫يجد صام عن كل‬.
Maksudnya: Bagi jamaah haji atau umrah yang melakukan hubungan
badan (jima’) sebelum tahallul maka dikenakan sangsi dengan membayar
fidyah. Apakah cara membayar fidyah dilakukan dengan berurutan atau
dengan cara memilih ? Menurut ketentuan wajib tertib/berurutan, harus
membayar dengan menyembelih unta, jika tidak menemukan unta maka
cukup dengan memotong sapi. Jika tidak menemukan sapi maka cukup
menyembelih 7 (tujuh) ekor kambing. Jika tidak menemukan 7 ekor
kambing, maka harus mengganti unta dengan dirham di Makkah untuk
dibelikan makanan dan disedekahkan. Jika hal tersebut tidak mungkin
dilakukan maka harus
berpuasa dengan cara dihitung untuk setiap satu mud berpuasa satu hari.
Selanjutnya Abu Ishaq berpendapat lain, yaitu boleh memilih (tidak harus
tertib) antara menyembelih unta, sapi atau 7 kambing. Jika tidak
ditemukan satu dari tiga jenis hewan dam tersebut, maka boleh diganti
dengan harga dirham dibelikan makanan dan disedekahkannya, jika tidak
memungkinkan maka boleh berpuasa dengan hitungan setiap satu mud
satu hari puasa.
f. Wanita juga dikenakan Dam Kifarat (karena dia melanggar larangan
hubungan suami istri). Para ahli fiqih berbeda pendapat, sebagai berikut :
‫ة ؟ قال‬$‫ا بدن‬$‫ل منهم‬$‫ى ك‬$‫ن عل‬$‫م أ‬$‫ أ‬,‫ن‬$‫ل الزوجي‬$‫ن ك‬$‫ة واحدة ع‬$‫ل تجزئ بدن‬$‫ ه‬: ‫م‬$‫ل العل‬$‫ف أه‬$‫واختل‬
‫م وحماد والثوري‬$‫يب والضحاك والحاك‬$‫ن المس‬$‫ن عباس واب‬$‫ب اب‬$‫ و أوج‬: ‫ن المنذر‬$‫ قال اب‬: ‫النووي‬
‫ن‬$‫ وع‬... .‫ا بدنة‬$‫د منهم‬$‫ل واح‬$‫ى ك‬$‫ عل‬: ‫ك‬$‫ي ومال‬$‫ وقال النخع‬.‫ا هديا‬$‫د منهم‬$‫ل واح‬$‫ى ك‬$‫ عل‬, ‫و ثور‬$‫وأب‬
‫(المغنى‬. ‫ي‬$‫ب الشافع‬$‫و مذه‬$‫ن عطاء وه‬$‫ك ع‬$‫ وروى ذل‬.‫ا هدي واحد‬$‫ن يجزئهم‬$‫و أ‬$‫أرج‬: ‫ه قال‬$‫د أن‬$‫أحم‬
)107-106 ‫ صحيفة‬, ‫فى فقه الحج والعمرة‬.
Maksudnya: bahwa para ahli ilmu berbeda pendapat : apakah Dam Kifarat satu
ekor unta mencukupi untuk suami dan istri, atau masing-masing satu ekor
unta ? Menurut Imam an-Nawawi dengan mengambil pendapat Ibnul Munzir
menyatakan bahwa Ibnu Abbas, Ibnu Musayab,
al-Dhohak, al-Hakim, Hamad, al-Tsauri dan Abu Tsaur, mereka mewajibkan atas
masing-mamsing dari suami dan istri membayar hadyu. Demikian pula Imam al-Nakhoi
dan Imam Malik masing-mamsing dikenakan denda unta. Sedangkan Ahamad
berpendapat cukup satu ekor hadyu untuk kedua-duanya, hal tersebut diriwayatkan dari
Atho beliau bermazhab Syafi’i. (al-Fiqh al-Hajj wal’Umrah, hal 106-107).
Waktu penyembelihan hewan Dam Tamattu’ dan Qiran.
1. Menurut mazdhab Maliki dan Hanafi : dilaksanakan pada hari nahar (tanggal 10
zulhijjah) setelah melontar jamrah aqabah.
2. Menurut masdzhab Syafi’i : dapat dilaksanakan setelah niat ihram dan boleh juga
dilaksanakan selesai umrah.
3. Menurut mazdhab Hambali : dilaksanakan pada hari Nahr.
Tempat penyembelihan hewan Dam
Tempat penyembelihan hewan Dam adalah di Mina dan di Makkh. Sebagaimana
dikemukakan dalam Tafsir Ibnu Katsir, surat al-Maidah ayat 95, dan hadis riwayat Abu
Dawud sbb :
‫ه‬$‫ح هناك ويفرق لحم‬$‫ن يذب‬$‫ى الحرم بأ‬$‫وله ال‬$‫ والمراد وص‬.‫ى الكعبة‬$‫ال ال‬$‫ي واص‬$‫ أ‬.‫غ الكعبة‬$‫ا بال‬$‫ هدي‬... ‫ى‬$‫ تعال‬$‫قال هللا‬
)93 ‫على مساكين الحرم (تفسير ابن كثير جزء الثاني صحيفة‬.
Selanjutnya sabda Nabi Saw :
)‫حر وطريق (رواه أبو داود‬$‫ كل منى منحر وكل فجاج مكة من‬: ‫ه وسلم‬$‫ قال النبي صلى هللا علي‬.
Distribusi daging Dam
Apakah distribusi daging Dam hanya untuk fakir miskin tanah haram,
atau boleh dibagikan kepada fakir miskin di luar tanah haram ? Para ahli
mengemukakan sebagaimana disebutkan dalam kitab “Hidayatussalik,
hal. 602-603, sbb :
1. Menurut madzhab Syafi’i :
‫واء الغرباء‬$‫اكين الحرم س‬$‫ن مس‬$‫ة م‬$‫ى ثالث‬$‫م ال‬$‫ع اللح‬$‫ن يدف‬$‫ة أ‬$‫د الشافعي‬$‫ا يجزئ عن‬$‫ل م‬$‫وأق‬
‫ والطرف الى المستوطنين أفضل‬,‫والمستوطنون‬.
“Paling sedikit dan sah secara hukum daging Dam dibagikan kepada
tiga orang miskin Tanah Haram, baik mereka pendatang ataupun
penduduk asli. Akan tetapi jika dibagikan kepada penduduk asli lebih
utama”.
2. Menurut mazdhab Hanbali : Daging Dam hanya dibagikan untuk
para orang miskin Tanah Haram: $‫لحرم‬$$‫ علىمساكينا‬$‫للحم‬$$‫فرقا‬$$‫ ي‬$‫نه‬$‫أ‬
3. Menurut mazdhab Hanafi :
‫أنه يجوز التصدق بالجميع على مساكين واحد من مساكين الحرم أومساكين غير الحر م‬.
“Daging dam dapat dibagikan kepada orang-orang miskin Tanah Haram saja
atau dapat dibagikan kepada orang-orang miskin di luar Tanah Haram”.
Jemaah Haji yang Terhalang dalam Perjalanan (Ihshor)
Dalam al-Qur’an surat al-Baqarahayat 196 Allah berfirman :
)196 ‫ من الهدي والتحلقوا رءوسكم حتى يبلغ الهدي محله (البقرة‬$‫تم فما استيسر‬$‫ آحصر‬$‫ءن‬$‫فا‬.
“Jika kamu terkepung (terhalang oleh musuh atau karena sakit), maka
(sembelihlah) hewan Dam yang mudah didapat, dan janganlah kamu mencukur
kepalamu sebelum hewan Dam samapai di tempat penyembelihannya” (Q.S. Al-
Baqarah, 196).
Para fuqaha berbeda pendapat tentang “ikhsor” antara lain :
1. Menurut Imam Malik, Imam Syafi’i dan Ahmad bahwa ihshor adalah
jamaah haji yang terhalang oleh musuh sehingga tidak dapat meneruskan
ibadah haji.
2. Menurut Abu Hanifah yang dimaksud ihshaor adalah semua bentuk
halangan, baik berupa musuh, sakit, kehilangan biaya/harta, ditahan, atau
karena kecelakaan sehingga jamaah haji tidak sampai ke tanah haram
Makkah.
3. Imam Nawawi menjelaskan hukum bagi jemaah haji yang ihshor dengan
mengambil pendapat para tokoh mazhab sbb :
a. Jamaah yang sudah berihram haji harus tahallul (melepas ihramnya)
dan wajib menyembelih Dam seekor kambing inilah mazhab kami,
mazhab Abu Hanifah, Ahmad bin Hanbal dan jumhur ulama.
b. Jamaah sudah berihram umrah juga harus tahallul, menurut kami dan
jumhur ulama. Sedangkan Imam Malik menolak karena umrah itu tidak
bisa putus atau berhenti waktunya.
c. Menurut Abu Hanifah, jamaah yang terhalang (ihshor) setelah wukuf
tidak bisa tahallul.
d. Memotong hewan Dam karena ihshor dapat dilakukan di mana saja pada
saat terhalang, baik di tanah haram atau di tanah halal,karena karena Nabi
saw pernah menyembelih Dam di Hudaibiyah,yaitu di luar tanah Haram.
4. Jika tahallul Ihshor sudah dilakukan, maka jika hajinya haji fardu yang
bersngkutan masih tetap berkewajiban haji tahun berikutnya (ijma’ ulama).
Jika hajinya haji sunat tidak wajib mengqadha menurut kami, Imam Malik,
Ahmad dan Daud (al-Mughni fi Fiqh al-Haj wa’Umrah, Abdul Qodir
Basinfar).
‫وهللا آعلم بالصواب‬
‫‪SEMOGA MEMPEROLEH HAJI YANG‬‬
‫‪MABRUR, AMIEN YA ROBB ...‬‬
‫الحج المبرور ليس له جزاء اال الجنة (الحديث)‬

Anda mungkin juga menyukai