Anda di halaman 1dari 24

HIU LANJAMAN

Carcharhinus falciformis
K E L O M P O K 2
Definisi
Carcharhinus falciformis (Silky shark) lebih dikenal
dengan nama lokal hiu lanjaman/kejen/sutra/layam
/lonjor/mungsing. Merupakan jenis ikan hiu berukuran
sedang yang bersifat oseanik dan pelagis, tetapi umumnya
lebih banyak terdapat di perairan lepas pantai dekat
dengan daratan dan di lapisan dekat permukaan, walau
kadang dijumpai hingga kedalaman 500 m (White et al.,
2000)
Morfologi
Menurut White et al. (2006), ukuran panjang total hiu
lanjaman dapat mencapai 350 cm atau paling tidak
mencapai 250 cm.

CIri - ciri :
• Terdapat gurat di antara sirip punggung
• pangkal sirip punggung pertama di belakang ujung sirip dada, bagian atas membulat
• bagian belakang sirip punggung kedua panjang; 1.6-3.0 kali tinggi siripnya
• ukuran tubuh antara 50-350 cm
(Fahmi & Dharmadi, 2013)
Habitat

Hiu lanjaman merupakan salah satu spesies hiu paling


melimpah dan kosmopolitan di dunia termasuk di perairan
Indonesia (Bonfil, 2008). Hiu lanjaman biasanya hidup di
perairan osianik dan pelagis, tetapi lebih banyak terdapat di
lepas pantai tetapi terkadang dijumpai hingga kedalaman
500m.(Fahmi & Dharmadi, 2013)

Sebaran di Indonesia
Hiu lanjaman tersebar di Samudera hindia, Selat Sunda, Selat Makassar, Laut Cina Selatan, Laut Banda
Reproduksi
Hiu ini bereproduksi secara vivipar dengan kuning telur berupa
plasenta (yolk-sac placenta), jumlah anak yang dihasilkan antara 1
sampai dengan 16 ekor. Jenis hiu betina dapat berkembangbiak setiap
tahun, tetapi reproduksi tidak musiman dan makanan utama terdiri atas
ikan, kelompok cumi, dan crustacea
(Compagno, 1984).

Bransteter (1987) melaporkan masa kehamilan 12 bulan untuk C.falciformis, dengan


kelahiran terjadi dari Mei hingga Juni, pematangan jantan pada panjang total 210 cm
(TL) (6–7 tahun), dan pematangan betina pada 225 cm TL (7–9 tahun). Oshitani et al.
(2003) melaporkan bahwa di Samudra Pasifik jantan dewasa pada panjang precaudal
(PL) 135–140 cm (5–6 tahun), dan betina dewasa pada panjang 145–150 cm PL (6–7
tahun).
Reproduksi Hiu Lanjaman
Proses reproduksi Hiu Lanjaman dimulai dengan terjadinya
perkawinan antara seekor hiu jantan dengan hiu betina.
Biasanya, proses perkawinan ini terjadi di dekat permukaan
air, dan dapat berlangsung selama beberapa jam. Setelah
terjadi perkawinan, telur yang telah dibuahi akan berkembang
menjadi janin di dalam rahim induk betina selama sekitar 12
bulan.
Nisbah Kelamin Hiu Lanjaman
Nisbah kelamin Hiu Lanjaman (Carcharhinus falciformis) dapat bervariasi tergantung pada populasi dan lokasi tempat spesies ini
ditemukan. Namun, dalam beberapa penelitian, nisbah kelamin hiu Lanjaman yang tertangkap umumnya adalah sekitar 1:1 atau
sama banyaknya antara jantan dan betina.

Namun, ada juga penelitian yang menunjukkan perbedaan nisbah kelamin


yang signifikan antara daerah yang berbeda. Sebagai contoh, di daerah
perairan Karibia, nisbah kelamin hiu Lanjaman yang tertangkap cenderung
lebih banyak jantan daripada betina, sedangkan di daerah perairan
Samudera Hindia, nisbah kelamin hiu Lanjaman yang tertangkap
cenderung lebih banyak betina daripada jantan.

Faktor yang memengaruhi nisbah kelamin hiu Lanjaman belum sepenuhnya dipahami, namun kemungkinan dipengaruhi oleh faktor
lingkungan, seperti suhu air dan kondisi perairan yang berbeda antara satu daerah dengan daerah lainnya.
Laju Pertumbuhan
Pertumbuhan tiap ikan dipengaruhi faktor luar dan dalam. Faktor luar meliputi ketersediaan makanan dan suhu perairan.
Sedangkan faktor dalam meliputi keturunan, umur, parasit, penyakit dan sex (Effendie, 2002).

Berdasarkan penelitian Hidayatulloh (2017), melalui software FISAT II diperoleh parameter pertumbuhan hiu
Carcharhinus falciformis dengan panjang assimptot (L∞) = 192,50 cm yang artinya panjang teoritis berhenti tumbuh
pada ukuran tersebut walaupun umurnya bertambah dan diperoleh laju koefisien pertumbuhan (K) = 1,10 per tahun dan
diperoleh nilai t0 = -0,086.
Mortalitas dan
laju eksploitasi
Mortalitas merupakan kematian hiu Carcharhinus falciformis pada
waktu tertentu. Estimasi nilai kematian alami dipengaruhi oleh
lokasi observasi dan pemilihan model estimasi. Nilai mortalitas
alamiah tetap dari tahun ke tahun karena variasinya tidak terlalu
besar, sehingga nilai kematian total ditentukan oleh laju kematian
karena variasi lebih banyak dilihat dari upaya penangkapannya.

Kurva mortalitas hiu Carcharhinus falciformis

• Berdasarkan penelitian Hidayatulloh (2017) diperoleh nilai mortalitas total (Z) adalah 2,86 per tahun dan nilai mortalitas akibat penangkapan (F)
adalah 1,83 per tahun. Nilai mortalitas alami (M) adalah 1,03 per tahun dengan asumsi suhu rata-rata yaitu 23 derajad celcius.
• Nilai laju eksploitasi (E) = 0,64 yang melebihi nilai optimum (E = 0,50) berarti dapat disimpulkan status perikanan hiu Carcharhinus falciformis di
perairan tersebut sudah dalam kondisi lebih tangkap (Over-exploited).
• Menurut Musick (2004) menyatakan bahwa jika nilai E optimum pada spesies sudah melebihi 0.5, diharuskan adanya pengelolaan konservatif
Yield per recruitment
Model yield per recruitment menggunakan data primer berupa umur dan
pertumbuhan yang difungsikan untuk menghitung tingkat kematian ikan.
Model ini merupakan elemen dasar pada stok ikan. Analisis Yield per
recruitment digunakan untuk mengetahui tingkatan eksploitasi pada
perairan yang terjadi akibat adanya kegiatan penangkapan berlebih dan
untuk mengetahui batas kemampuan alam dalam menyediakan stok
setelah dilakukan kegiatan eksploitasi

Grafik Y/R dan B/R

• Berdasarkan penelitian Hidayatulloh (2017), diperoleh nilai Y/R sebesar 0,094 per tahun dan B/R sebesar 0,247 pertahun
• Nilai laju eksploitasi (E) pada grafik Y/R dan B/R menjelaskan adanya peningkatan status pemanfaatan hiu Carcharhinus falciformis ke arah over-
exploited dan menyebabkan berkurangnya stok. Jadi semakin tinggi pertambahan nilai laju eksploitasi pertahunnya maka akan semakin cepat stok
hiu Carcharhinus falciformis di perairan tersebut mengalami kondisi over-exploited dan semakin menurunnya stok hiu Carcharhinus falciformis di
perairan tersebut.
Penangkapan
Berdasarkan data dari lembaga pemantauan satwa liar selama 2002-2011 indonesia merupakan negara
terbesar yang melakukan penangkapan hiu dengan nilai 80 % dari total penangkapan hiu (WWF,
2019)

Carcharhinus falciformis merupakan salah jenis hiu yang paling umum tertangkap di perairan Indonesia,
baik sebagai hasil tangkapan sampingan maupun sebagai target tangkapan
(Fahmi & Dharmadi, 2013)
Pemanfaatan hiu sebagai salah satu komoditas perikanan sudah berlangsung sejak berabad-abad yang lalu,
namun pemanfaatannya semakin meningkat secara global sejak tahun 1960an, karena tingginya permintaan
terhadap produk siripnya dengan harga yang menjanjikan (Bonfil, 1994; Dulvy et al., 2014). Clarke (2007)
mengestimasi tingginya tingkat perdagangan sirip di dunia yang mencapai US$ 400-500 juta per tahun, namun
telah mengorbankan lebih dari 70 juta ekor hiu yang ditangkap setiap tahunnya. Tingginya permintaan sirip hiu
menyebabkan populasi hiu menurun secara global sejak tahun 1990an dan populasi beberapa jenis hiu yang
bernilai ekonomis tinggi telah mengalami overeksploitasi (Bonfil, 1994; Stevens et al., 2000; Dulvy et al.,
2014).
Produksi Perikanan Hiu di Indonesia
Berdasarkan data hasil tangkapan hiu di perairan Indonesia sejak tahun 1975 hingga 2011, terdapat adanya tren
kenaikan jumlah tangkapan hiu di Indonesia cukup signifikan di dalam beberapa dekade terakhir. Jumlah
tangkapan hiu di Indonesia mencapai puncaknya pada tahun 2000, untuk kemudian lambat laut menunjukkan
kecenderungan adanya penurunan walaupun ada fluktuasi pada tahun yang berurutan

Statistik produksi perikanan hiu di Indonesia sejak tahun 1975 hingga 2011
Perkembangan produksi hiu lanjaman (Carcharhinidae) tercatat sejak tahun 2004 hingga 2007 dengan produksi
antara 15.000-30.000 ton/tahun. Sejak tahun 2007 hingga 2011 produksi hiu lanjaman cenderung mengalami
penurunan sekitar 50%.

Tren tangkapan ikan hiu berdasarkan pengelompokan jenis di dalam Statistik Perikanan Indonesia
sejak tahun 2002 hingga 2011.
Konservasi Hiu Lanjaman
• Ikan hiu sangat rentan terhadap upaya penangkapan yang berlebihan (over
eksploitasi) dan eksploitasi .
• Tingginya harga sirip hiu di pasaran makin meningkatkan perburuan hiu dan
mengancam kelestarian stoknya di alam (Daley et al., 2002)

Ikan hiu mempunyai tingkat kerentanan yang cukup tinggi terhadap ancaman
kepunahan. Hal tersebut dikarenakan:
• Memiliki laju pertumbuhan yang lambat
• Memerlukan waktu yang lama untuk mencapai matang seksual (beberapa
spesies hiu membutuhkan waktu puluhan tahun untuk mencapai usia
dewasa/matang seksual)
• Mempunyai fekunditas yang rendah
Status Konservasi

Pada bulan Oktober 2016, CoP ke 17 CITES di Johannesburg, South Africa telah
memasukkan jenis hiu Carcharhinus falciformis ke dalam daftar Appendix II
CITES yang berarti bahwa perdagangan jenis ini dari Indonesia keluar negeri
dibawah pengawasan ketat dari pemerintah berdasarkan mekanisme CITES.

•Dalam daftar merah (redlist) The International Union for Conservation of Nature’s
(IUCN), Carcharhinus falciformis berada dalam status Vurnerable (VE) yang
artinya rentan (Kategori ini diberikan kepada jenis ini dikhawatirkan memiliki
resiko tinggi terhadap kepunahan di alam).
Upaya Pengelolaan Perikanan Hiu

Upaya pengelolaan perikanan hiu yang berkelanjutan dan lestari dapat


dilakukan sebagai berikut:

•Pelarangan Praktek •Pembatasan jenis dan ukuran


Finning ikan terkecil

•Pengaturan ukuran mata jaring atau •Pembatasan jumlah


pancing penangkapan

•Perlindungan daerah pemijahan dan


•Pengaturan Kuota daerah asuhan

•Perlindungan Jenis Hiu yang


Terancam Punah
STATUS PERLINDUNGAN HUKUM IKAN HIU DALAM REGULASI INDONESIA DAN
INTERNASIONAL

INDONESIA INTERNASIONAL

•Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 Tentang kelautan •Regional Fisheries Management Organizations (RFMO’s)
•Permen KP nomor 5/PERMEN-KP/2018 tahun 2018 •Indian Ocean Tuna Commision (IOTC)
•Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber •Convention on International Trade in Endangered (CITES)
Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya •WCPFC (Western and Central Pacific Fisheries Commission)
•Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan •CCSBT (Commission for the Conservation of Southern
Bluefin Tuna)
•PP Nomor 60 Tahun 2007 Tentang Konservasi Jenis Ikan
•PP nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Tumbuhan dan Satwa
•Keputusan Kementrian Kelautan dan Perikanan Nomor 18 tahun
2013
•Perda Kabupaten Raja Ampat Nomor 9 Tahun 2012 tentang tentang
Larangan Penangkapan Hiu, Pari Mantra, dan jenis-jenis Ikan
tertentu Di Perairan Laut Raja Ampat.
Hiu Lanjaman di Bidang Ekonomi

• Dari segi sosial-ekonomi, perikanan hiu banyak • Hampir semua bagian dari tubuh ikan hiu memiliki
memberikan manfaat ekonomi bagi pelaku-pelaku nilai ekonomi dan dapat membantu kehidupan
usaha seperti para penangkap dan pengolahnya. masyarakat nelayan, pedagang dan eksportir. Produk
ikan hiu terdiri dari daging, tulang rawan, kulit, gigi,
rahang, jeroan/isi perut, hati dan sirip.
• Membuka peluang usaha seperti usaha pemasaran
dan ekspor.
• Di banyak lokasi, penangkapan hiu bahkan dilakukan
• Berbagai lapangan kerja yang teridentifikasi hanya untuk mendaratkan bagian yang paling
berkembang sejalan dengan berkembangnya bernilai ekonomis saja, misalnya sirip. Sementara
penangkapan ikan hiu diantaranya penangkap ituu itu, bagian lain sering kali dibuang di laut.
sendiri, jasa pengadaan alat tangkap, pengecer,
pengumpul, pengolah dan eksportir.
Squalene Minyak Ikan Hiu
Fillet Ikan Hiu

PRODUK A
C

Bakso ikan Ikan Asap

B D
Soup Sirip Hiu
Gigi HIu Lanjaman
Hiasan Rumah
(gantugan kunci)
Studi kasus Produksi, perdagangan dan peredaran produk Hiu
Lanjaman di Kota Sorong, Papua Barat

•Perdagangan dan Nilai Ekonomi Produk sirip hiu lanjaman untuk 1 individu hiu terdiri dari 2 sirip dada,
1 sirip punggung dan 1 sirip ekor.

•Harga sirip bervariasi berdasarkan size/ukuran panjang sirip. Mengingat ukuran sirip dada, sirip punggung dan sirip ekor tidak sama,
maka oleh para pelaku usaha menjadikan Patoka ukuran sirip dada sebagai dasar penentuan harga beli.

•Ukuran sirip dada terkecil adalah 15 cm dan terpanjang 45 cm. Sirip hiu lanjaman juga memiliki harga jual yang berbeda.

•Sirip hiu lanjaman memiliki harga Rp. 1.200.000/kg (ukuran 45 cm). Para pengusaha di Kota Sorong memiliki harga beli sirip yang
berbeda-beda, ini juga tergantung dari pembeli (buyer) di lokasi tujuan pengiriman

•Perkiraan keuntungan (netto) usaha perikanan hiu (produk sirip) dalam setahun dapat mencapai dua ratusan juta rupiah dengan
nilai pendapatan (bruto) hingga 2,2 milyar rupiah

•Nilai ekonomi langsung dari sirip hiu lanjaman menyumbang sekitar 37,27% berasal dari produk sirip hiu lanjaman.
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai