Anda di halaman 1dari 34

FTS STERIL

P2
Apt. Ummi Kalsum, M.Farm
13 Maret 2023

http://www.free-powerpoint-templates-design.com
BIOBURDEN
Bioburden adalah jumlah mikroorganisme sebelum
proses sterilisasi dan dipakai untuk menentukan proses
sterilisasi yang akan digunakan.

Uji bioburden dilakukan pada produk sebelum proses


sterilisasi, sehingga untuk:
• proses sterilisasi akhir : pengambilan sampel dilakukan
pada wadah terisi sebelum proses sterilisasi autoklaf.
Dilakukan pada tiap bets produksi kecuali bila proses
sterilisasi menerapkan cara overkill; dan
• Proses sterilisasi filtrasi, sampel diambil sebelum produk
melalui filter sterilisasi, dengan jumlah sampel minimal
100 ml. Pengujian diutamakan dengan filtrasi larutan
melalui filter membran dan dilakukan pemeriksaan angka
total mikroba.

Referensi : WHO TRS 961 Annex 6 WHO Good


Manufacturing Practices For Sterile Pharmaceutical Products
& PDA Technical Reports No. 26 Sterilizing Filtration of
Liquids
BIOBURDEN
 Pengujian bioburden produk
membutuhkan data jumlah dan
identitas jenis dari mikroorganisme.
 Pengetahuan bioburden dapat
digunakan untuk :
a. Validasi dan validasi ulang proses
sterilisasi
b. Pemantauan rutin untuk
mengontrol proses produksi
c. Pemantauan bahan baku,
komponen atau kemasan.
d. Penilaian tingkat efisiensi proses
pembersihan.
ESTIMASI BIOBURDEN
1. Pemindahan mikroorganisme dari produk dengan teknik ekstraksi,
seperti ultrasonifikasi, agitasi mekanis, pencampuran vortex, pembilasan,
contact plating, dan lain-lain. Surfaktan dapat digunakan untuk
memfasilitasi pemindahan mikroorganisme.

2. Pemindahan mikroorganisme ke media kultur dengan cepat; metode


yang digunakan di antaranya adalah filtrasi membrane, pour plating,
spread plates, dan lain sebagainya. Kondisi inkubasi yang tepat harus
diperhatikan, seperti pada bakteri aerob pada 30-35°C selama dua hari,
ragi dan kapang pada 20-25°C selama 5-7 hari, dan bakteri anaerob
pada 30-35°C selama 3-5 hari

3. Perhitungan koloni.
Sediaan injeksi  sediaan steril,
berupa larutan, suspensi,
emulsi atau serbuk yang harus
dilarutkan atau disuspensikan
dahulu sebelum digunakan,
yang disuntikkan dengan cara Sediaan injeksi diberikan jika :
merobek jaringan ke dalam kulit - Penderita tidak dapat diajak
atau melalui kulit atau selaput kerja sama dengan baik
lendir. - Tidak sadar
- Tidak menerima pengobatan
secara oral atau obat tidak
efektif bila diberikan dengan
cara lain.
PARENTERAL DOSAGE FORM
 Non enteral or non Oral DDS
 Common routes for parenteral: IV,
SC, IM, implants
 The primary route for peptide and
protein drug.
 Formulations including: solutions,
emulsion, suspension, liposome and
solid implant.
Standar Kualitas Produk Parenteral
CLASSIFICATION OF INJECTABLE PARENTERAL (USP)

• Small volume parenteral (SVP): less than 100 ml


For bolus administration
Can be administered with LVP.
Administered through SC (< 1.5 ml) or IM (not more than 2 ml)

• Large Volume Parenteral (LVP): more than 100 ml


For infusion administration

Formulation of Parenteral product: depend on solubility administration


volume and concentration.
STABILITAS OBAT

Kemampuan suatu obat untuk bertahan dalam batas yang


ditetapkan sepanjang periode penyimpanan dan
penggunaan dimana sifat dan karakteristiknya sama
dengan yang dimilikinya pada saat dibuat

REQUIREMENT FOR PARENTERAL DRUG:

• Tonicity
• pH
• Sterility
• Choice of Excipients
Formulasi Umum Sediaan Injeksi

R/ Zat Aktif
Antibakteri/Pengawet
Pengisotonis
Antioksidan
Pendapar
Dll
Tonisitas
 Jika suatu larutan konsentrasinya sama besar
dengan konsentrasi dalam sel darah merah
sehingga tidak terjadi pertukaran cairan
diantara keduanya, maka larutan tersebut
dikatakan isotonis (ekivalen dengan 0,9%
NaCl) sel darah merah dalam larutan.

Sel darah merah dalam larutan :


Hipotonis  mengembang kemudian pecah,
karena air berdifusi ke dalam sel (hemolisis).
Keadaan hipotonis kurang dapat ditoleransi,
karena pecahnya sel bersifat irreversibel.

Hipertonis  kehilangan air dan mengkerut


(krenasi), keadaan ini cukup dapat ditoleransi.
Larutan perlu isotonis agar :

 Mengurangi kerusakan jaringan dan iritasi


 Mengurangi hemolisis sel darah
 Mencegah ketidakseimbangan elektrolit
 Mengurangi sakit pada daerah injeksi
Contoh pengatur tonisitas :
Sifat NaCl 0,9% Sukrosa Glukosa
pH 6,7-7,3 Konstanta disosiasi 4-6
pKa= 12,62
Kelarutan 1 dalam 2,8 bagian air; 1 1 dalam 0,5 bagian air, 1 Bercampur dengan air,
dalam 2,6 bagian air dalam 0,2 air 100°C, 1 sedikit bercampur
100°C, 1 dalam 10 dalam 170 bagian etanol dengan etanol 90%
bagian gliserin, 1 dalam 95%.
250 etanol 95%
Cara Sterilisasi Oven (padatan), Autoklaf dan filtrasi Autoklaf (larutan)
Autoklaf, Filtrasi (larutan) (larutan)
Inkompatibilitas Besi, perak, timbal, Asam askorbat akibat Dengan agen
garam merkuri, oksidator adanya kontaminan pengoksidasi kuat
kuat, metil paraben, HPC logam berat, penutup
alumunium, asam lemah
atau kuat
Keamanan Non toksik, non iritan Tidak untuk penderita Non toksik, non iritan,
DM atau intoleransi mungkin dikonsumsi oleh
metabolic sukrosa penderita DM
Pertimbangan pH
• pH ideal sediaan adalah 7,4 yang sesuai dengan pH darah, tetapi
hal tersebut tidak selalu dapat dilakukan karena sediaan harus
dibuat pada pH yang mendukung stabilitas dari sediaan
(disesuaikan dengan pH stabilitas zat aktif bukan pH larutan).
• Kisaran pH yang luas dapat ditoleransi jika terjadi pengenceran
darah yang cepat di dalam tubuh.
• Rute IM dan SC  pengencer darah lambat  rentang pH
sebaiknya pH 3-11 (IM) and 3-6 (SC Route)
• Rentang pH yang tidak dapat ditoleransi .
pH < 3  induce pain and phlebitis
pH > 9  tissue necrosis.

Dapar yang ideal memiliki kapasitas dapar yang cukup


untuk menjaga pH sediaan selama penyimpanan, namun
memungkinkan cairan tubuh beradaptasi dengan mudah. 
Pertimbangan pH
• Pengaturan pH sediaan
dapat dilakukan dengan 2
cara yaitu adjust pH dan
pemakaian dapar (buffer).

• Buffer mungkin diperlukan untuk


mengontrol pH antara stabilitas
maksimum dan Kelarutan.

• Biasanya konsentrasi buffer yang


digunakan adalah 10-100 mMol/L
Tujuan Dapar :

1. Meningkatkan stabilitas obat.


Ket : pada pH tertentu penguraian obat menjadi minimal, misalnya pada zat aktif berikut : antibiotic
(penisilin, tetrasiklin), basasintetis (adrenalin), polipeptida) (insulin, oksitocin, vasoprein), alkaloida
(senyawa ergot), vitamin (B12, vit C).

2. Mengurangi rasa nyeri, iritasi, nekrosis, saat penggunaannya.


Ket : penambahan larutan dapar dalam larutan ini hanya dilakukan untuk larutan obat suntik dengan pH
5,5 – 7,5. Untuk pH <3 atau >I sebaiknya tidak didapar karena sulit dinetralisasi. Peringatan ini ditujukan
terutama untuk injeksi i.m. dan s.c.

3. Menghambat pertumbuhan mikrooganisme.


Ket : bukan tujuan dapar yang sebenarnya, tetapi larutan dalam suasana sangat asam atau sangat basa
dapat digunakan untuk mencapai maksut-maksut tersebut, misalnya injeksi insulin yang pHnya diatur
antara 3 -3,5 tidak membutuhkan penambahan antimikroba.

4. Meningkatkan aktifitas fisiologi sobat.


Ket : sebagai contoh dapat diketengahkan misalnya campuran kering dan steril dapar pH basa dengan zat
aktif atau obat yang sifatnya asam (prokain adrenalin). Campuran kering tersebut baru dilarutkan dalam
air pro injeksi secara aseptis sesaat sebelum digunakan. Jadi tampak bahwa peningkatan bahwa
peningkatan pH dilakukan sampai batas waktu tertentu dimana zat aktif masih stabil dengan aktifitas
fisiologis yang maksimal.
STERILITAS
• Sterilitas persyaratan mutlak untuk produk parenteral.
• Pilih metode yang tepat untuk sterilisasi dan filter.
• Metode untuk sterilisasi:
• Sterilisasi panas lembab
• Filtrasi filter 0,2 mikron
• iradiasi gamma

Pengawetan tidak boleh dimasukkan dalam formulasi parenteral,


kecuali untuk produk dosis ganda.
Stabilitas Zat Aktif

Beberapa faktor yang mempengaruhi penguraian zat aktif adalah


a) Oksigen (Oksidasi). Pada kasus ini, setelah air didihkan maka perlu dialiri gas nitrogen dan ditambahkan
antioksidan.
b) Air (Hidrolisis). Jika zat aktif terurai oleh air dapat dipilih alternatif : Dibuat pH stabilitanya dengan
penambahan asam basa atau buffer. Memilih jenis pelarut dengan polaritas lebih rendah daripada air, seperti
campuran pelarut air-gliserin-propilenglikol atau pelarut campur lainnya. Dibuat dalam bentuk kering dan
steril yang dilarutkan saat disuntikkan.
c) Suhu. Jika zat aktif tidak tahan panas dipilih metode sterilisasi tahan panas, seperti filtrasi.
d) Cahaya. Pengaruh cahaya matahari dihindari dari penggunaan wadah berwarna coklat.
e) Tak tersatukannya zat aktif. Dapat ditinjau dari segi kimia, fisika, atau farmakologi.
f) Dosis. Data ini dapat menentukan tonsisitas larutan dan cara pemberian.
g) Rute Pemberian. Rute formulasi yang akan digunakan dapat berpengaruh pada formulasi, dalam
hal : Volume maksimal sediaan yang dapat diberikan pada rute tersebut. Pemilihan pelarut dapat
disesuaikan dengan rute pemberian.
Isotonisitas dari sediaan juga dipengaruhi oleh rute pemberian. Pada larutan intravena iotonisitas menjadi
kurang penting selama pemberian dilakukan dengan perlahan untuk memberikan waktu pengenceran dan
“adjust” oleh darah. Injeksi intraspinal mutlak harus isotonis.
JENIS PARTIKEL
• Zat aktif obat dalam bentuk padatan dapat digolongkan menjadi 2 bagian :
kristalin dan amorf.
• Bentuk padatan kristal merupakan salah satu bentuk padatan yang stabil.
Sifat kristal merupakan kristal yang ideal pada unit strukturalnya. Bentuk
kristal padat memiliki stabilitas dlam penyimpanan dan kemudahan
penanganan selama berbagai tahap pengembangan obat.
Contoh : penisillin G natrium tahan lama selama proses penyimpanan

• Amorf adalah zat padat yang tidak mempunyai struktur kristal yang dikenal
dengan sebutan zat amorphous atau zat amorf.
• Partikel dari zat amorf tidak mempunyai bentuk tertentu dan tidak
permanen. Bentuk zat ini akan lebih cepat pada proses ketika absorpsi
terjadi. Zat amorf memiliki kelarutan yang lebih tinggi dibanding dengan
bentuk kristal.
Contoh : Insulin dengan bentuk amorf seperti Promp Insulin Zinc. Susp akan
lebih cepat diabsorpsi dibanding insulin bentuk kristal.
UKURAN PARTIKEL
Sediaan steril tidak boleh terdapat partikel yang terlihat yaitu seperti
partikel dari wadah yang retak. Bahan partikulat merupakan zat asing tidak
larut dan melayang, kecuali gelembung gas yang tanpa disengaja ada
dalam larutan parenteral. Larutan injeksi termasuk larutan yang dikonstitusi
dari zat padat steril untuk penggunaan parenteral harus bebas dari partikel
yang dapat diamati pada pemeriksaan visual (Farmakope Ind Ed. IV, hal
981).

Ketentuan jumlah partikel berdasarkan Farmakope Edisi IV :


1. Injeksi volume besar untuk infus dosis tunggal memenuhi syarat uji jika
mengandung tidak lebih dari 50 partikel per ml yang setara atau tidak
lebih dari 10 µm dan tidak lebih dari 5 partikel per ml yang setara atau
lebih besar dari 25 µm dalam dimensi linier efektif.
2. Injeksi volume kecil memenuhi syarat uji jika jumlah rata-rata partikel
yang dikandung tidak lebih dari 10.000 tiap wadah yang setara atau
lebih besar dari 10µm diameter sferik efektif dan tidak lebih dari 1000
tiap wadah sama atau lebih besar dari 25 µm diameter sferik efektif
Viskositas
• Dalam sediaan infus viskositas sangat
berpengaruh karena jika sediaan infus 0
terlalu kental maka akan susah menetes,
distribusi obat dalam darah akan lambat,
sehingga ketercapaian efek terapi yang
diinginkanpun akan lambat pula.
• Menurut Levcyhuk (1992), sistem infus
menyediakan kecepatan aliran cairan yang
terus menerus dan teratur. Sehingga,
sediaan ini harus memiliki viskositas yang
baik.
PERTIMBANGAN DALAM FORMULASI:
• Pemilihan bahan pembawa: aqueous, non aqueous, co-
solvent.
• Bahan tambahan: buffer, antioksidant, antimikroba, pengatur
tonisitas.
• Pemilihan bahan pengemas termasuk bahan penutup.
Pelarut dan Pembawa Air untuk Obat Suntik

Sebagian besar produk parenteral menggunakan pembawa air. Hal


tersebut dikarenakan kompabilitas air dengan jaringan tubuh, dapat
digunakan untuk berbagai rute pemberian, air mempunyai konstanta
dielektrik tinggi sehingga lebih mudah untuk melarutkan elektrolit yang
terionisasi dan ikatan hidrogen yang terjadi akan memfalitasi pelarut dari
alkohol, aldehid, keton dan amin.

Syarat air untuk injeksi menurut USP, yaitu :


• Harus dibuat segar dan bebas pirogen.
• Tidak mengandung lebih dari 10 ppm dari total zat
padat.
• pH antara 5-7.
• Tidak mengandung ion-ion klorida, sulfat, kalsium dan
amonium, karbondioksida dan kandungan logm berat
serta meterial organik (tanin, lignnin).
• Partikel berada pada batas yang diperbolehkan.
• Jenis pelarut dan pembawa air yang dapat digunakan
untuk obat suntik adalah WFI (Water for Injection).
PEMBAWA NON-AIR
Contoh :
Pembawa non air digunakan jika : • Minyak nabati Ol. Arachidis
1. Zat aktif tidak larut dalam air (minyak kacang), Ol. Gossypii, Ol.
2. Zat aktif terurai dalam air Sesami (minyak wijen), Ol.
3. Diinginkan kerja depo dalam sediaan Terebinthinae;
• Isopropil miristat
Syarat umum pembawa non air : • Benzil benzoat; Etil oleat.
4. Tidak toksik, tidak mengiritasi dan menyebabkan • Non minyak (alkohol, propilenglikol,
sesitisasi gliserin)
5. Dapat tersatukan dengan zat aktif
6. Inert secara farmakologi
7. Stabil dalam kondisi dimana sediaan tersebut biasa
digunakan
8. Viskositasnya harus sedemikian rupa sehingga dapat
disuntikkan dengan mudah
9. Harus tetap cair pada rentang suhu yang cukup lebar
10. Mempunyai titik didih yang tinggi sehingga dapat
dilakukan sterilisasi dengan panas
11. Dapat bercampur dengan air atau cairan tubuh
Zat Tambahan

Zat tambahan pada sediaan steril digunakan untuk :


• Meningkatkan kelarutan zat aktif
• Menjaga stabilitas zat aktif
• Menjaga sterilitas untuk sediaan multiple dose
• Mempermudah dan menjaga keamanan pemberian

Syarat bahan tambahan :


1. Inert secara farmakologi , fisika, maupun kimia
2. Tidak toksik dalam jumlah yang diberikan
3. Tidak mempengaruhi pemeriksaan obat
PENGAWET
Pengawet yang ideal : 
• Mempunyai aktivitas antimikroba yang tinggi dan
spektrumnya luas, bekerja pada temperatur dan pH
yang luas
• Mempunyai stabilitas yang tinggi pada range
temperature dan pH yang digunakan
• Tidak toksik pada konsentrasi yang digunakan
• Tersatukan dengan komponen lain dalam sediaan
• Cepat larut pada konsentrasi yang digunakan
• Bebas dari bau, rasa, warna
• Tidak menyebabkan keracunan, karsiogenik, iritan, dan
menyebabkan sensitisasi pada konsentrasi yang
digunakan.
ANTIOKSIDAN
 Untuk melindungi zat yang peka terhadap oksidasi. Beberapa
antioksidan berdasarkan mekanisme kerjannya.

Agen Pereduksi Agen Pemblokir Zat Sinergis Pengompleks


Vitamin C 0,02- Ester asam Vit. C 0,01-0,05% EDTA 0,01-
0,1% askorbat 0,01- 0,075%
0,015%
Natrium bisulfit BHT 0,005-0,02% Asam sitrat
0,1-0,15% 0,005-0,01%
Natrium Vit. E 0,05- Asam tartrat 0,01-
metabisulfit 0,1- 0,075% 0,02%
0,15%
Asam Fosfat
0,005-0,01%
SUSPENDING AGENT
 Untuk sediaan injeksi suspensi

1. CMC-Na 0,05-0,75%
2. PVP <5%
3. Sorbitol 10-25%
4. IM Minyak Gelatin 2%, manitol
Anestetik Lokal
 Digunakan untuk mengurangi rasa nyeri akibat larutan suntik yang
kental dan larutan senyawa obat yang terlalu asam. Seperti larutan obat
suntik streptomycin + 0,5% prokain HCL.

Contoh : Novokain; Benzil alkohol


Wetting Agent
 Digunakan untuk pembasah dan mencegah pertumbuhan kristal pada
injeksi suspensi. Bila diperlukan dan hanya untuk pelarut air.

Contoh : Tween 80; Propilen glikol; Lecithin 0,5-2,3%


Solubilizing Agent
 Digunakan untuk injeksi suspensi.

Contoh : PEG 300 (0,01-50%); Propilenglikol (0,2-50%); Povidon (0,2-1,0%)


TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai