Anda di halaman 1dari 5

TUGAS BACA FORMULASI PARENTERAL

OLEH :

ELMIRA ZAIDA / 051511133022 / B

MACAM-MACAM RUTE PARENTERAL :

Salah satu bentuk sediaan obat adalah bentuk injeksi atau nama lainnya adalah bentuk sediaan
parenteral. Sediaan parenteral termasuk sediaan steril, dimana sediaan tersebut harus bebas segala
jenis pirogen dan mikroba. Formulasi sediaan parenteral dibagi menjadi 3 kategori yaitu : larutan,
suspensi dan emulsi. Bentuk sediaan parenteral ini dibagi menjadi 4 macam rute :

1. Intravena :
o Rute ini diberikan melalui vena pada pembuluh darah.
o Bioavaibilitasnya mencapai 100% dan akan tersebar langsung keseluruh tubuh karena
langsung masuk kedalam pembuluh darah.
o Volumenya berkisar antara 10ml-500ml tergantung dengan dosis yang ditentukan.
Sediaan ini dapat berupa seperti infus, dimana sediaan parenteral yang dapat dikontrol
tingkat masuknya kedalam pembuluh darah tiap waktunya. Formulasi jenis intravena,
biasanya berbentuk larutan atau emulsi (ukuran fase dispersi kecil : 1lm) suspensi
tidak akan diberikan karena akan menganggu aliran darah.
2. Intramuscular :
o Rute ini diberikan melalui jaringan otot yang berada dibawah subkutan, biasanya
diinjeksikan pada pantat, paha, dan lengan atas.
o Volume injeksi berkisar antara 1-3ml atau 10 ml dalam dosis terbagi.
o Jalur ini biasanya digunakan pada obat dengan tujuan pelepasan jangka panjang.
Penggunaan yang salah dapat menyebabkan lipodistrofi pada bagian otot yang
diinjeksikan. (kerusakan otot)
3. Subcutan :
o Rute ini diberikan melalui jaringan subkutan, terletak pada lemak dibawah dermis.
Biasanya diberikan dilengan, kaki atau perut.
o Onset kecepatannya cukup lemah dibandingkan dengan IM dan IV.
o Volume injeksi biasanya sekitar 1ml, terkecuali untuk larutan elektrolit atau dekstrosa
yang dapat diinjeksikan secara subkutan bisa mencapai 1000ml. (teknik
hypodermosilisis)
o Rute ini termasuk pilihan untuk injeksi insulin.
4. Rute lain : Intradermal, intra-arterial, intradural, extradural, dan intra-cardiac.
o Intradermal : Diinjeksikan pada lapisan dermal kulit, absorbsi lambat dan daerah
terbatas. Hanya volume kecil sekitar 0,1 ml yang diinjeksikan.
o Intra arterial : diinjeksikan pada arteri, biasanya digunakan pada jantung, ginjal.
Biasanya juga digunakan untuk obat anti kanker.
o Intrathecal : diinjeksikan pada cerebrospinal, untuk memastikan obat dapat masuk dan
mencapai tujuan terapi dengan sempurna.
o Intradural dan ekstradural : digunakan untuk anestesi spinal. Untuk intradural,
dilakukan antara membran dural, sekitar spinal cord. Untuk ekstradural, dilakukan
diluar membran dural dan diantara kanal spinal caudal.
o Intracardiac : diinjeksikan kedalam otot jantung, digunakan saat keadaan darurat pada
jantung.

KEUNTUNGAN FORMULASI PARENTERAL :


1. Berguna untuk obat yang bioavaibilitas rendah dan mungkin dapat rusak karena asam
lambung atau enzim pencernaan. (e.g : insulin dan peptida)
2. Berguna untuk pasien yang muntah dan mual berkepanjangan.
3. Berguna untuk anastesi lokal
4. Berguna untuk kebutuhan elektrolit yang tinggi (infus : larutan saline, dll)
5. Berguna untuk obat kerja jangka panjang dan pendek.
6. Berguna untuk pasien yang membutuhkan nutrisi ketika mereka tidak bisa
mengkonsumsi makanan.
7. Berguna dalam keadaan darurat kondisi pasien (kejang, pingsan, atau koma)

KERUGIAN FORMULASI PARENTERAL :


1. Proses pembuatannya sangat rumi, karena membutuhkan sterilitas yang tinggi melihat
karena langsung diinjeksikan dalam tubuh.
2. Dibutuhkan kinerja dari tenaga kesehatan untuk menginjeksikannya.
3. Terdapat rasa sakit karena adanya tusukan jarum.
4. Jika ada alergi, akan langsung terlihat dan cukup berbahaya karena langsung masuk
kedalam pembuluh darah.
5. Cukup susah dalam menanggulangi efek samping yang mungkin terjadi.

PERTIMBANGAN DALAM FORMULASI SEDIAAN PARENTERAL :


1. Kelarutan dari agen terapetiknya
2. Rute administrasi yang akan dipilih :
a. Seperti sediaan intravena, larutan harus lebih aqueous dan tidak ada pengendapan
dalam pembuluh darah. Emulsi juga dapat dipilih untuk rute ini dengan pengecilan
partikel.
b. Untuk suspensi parenteral (basis larutan atau minyak) dan larutan parenteral basis
minyak juga diadministrasikan lewat intramuskular atau subkutan. Larutan
aqueous juga dapat diadministrasikan lewat intramuskular atau subkutan.
Yang perlu diperhatikan untuk sediaan dengan bentuk emulsi (berbasis minyak)
dan kelemahannya :
 Ketika diberikan intravena sangat penting bahwa ukuran droplet kurang
dari 1 lm untuk mencegah penyumbatan darah mengalir dalam kapiler.
Ketidakstabilan fisik emulsi, yang biasanya menyebabkan tetesan fase
internal untuk bersatu, oleh karena itu berpotensi berbahaya konsekuensi
dari emulsi yang diformulasikan dengan buruk.
 Emulsi sulit disterilisasi. Sterilisasi normal metode, mis. panas dan
penyaringan, umumnya tidak sesuai.
3. Dosis volume yang akan dibuat
4. Onset terapi
5. Sifat fisikokimia bahan aktif.
6. Bentuk solida dari bahan aktif (kristal, atau amorf)
7. Kelarutan dari bentuk garam bahan aktif yang tidak larut.
8. Ukuran partikel.

BAHAN TAMBAHAN PADA FORMULASI SEDIAAN PARENTERAL :


1. Pembawa : seperti air, minyak nabati (fixed oils), beberapa esther. Untuk minyak tidak
boleh mengandung paraffin
2. Kosolven : membantu meingkatkan kelarutan; e.g : gliserol, PEG 400, Propilengikol.
3. Surfaktan aktif : membantu meningkatkan kelarutan
4. Dapar : mengatur pH formulasi.
5. Beberapa polimer untuk mengatur viskositas dan kelarutan bahan aktif. E.g : PVP,
sorbitan esters, benzyl benzoat
6. Pengawet : untuk mempertahankan sediaan dari tumbuhnya mikroba, biasanya untuk
sediaan multi-dose, atau sediaan yang belum tersterilisasi oleh radiasi atau panas.
7. Bahan untuk mengatur osmolaritas. (berguna agar isotonis sesuai dengan keadaan
tubuh) ada dua cara untuk menghitung bahan-bahan agar menjadi isotonis
a. Konsiderasi dari konsentrasu berat molekul.
b. Konsiderasi dari titik beku dari larutan sediaan.
8. Antioksidan : untuk bahan aktif yang mudah terdegradasi, sehingga menghambat
oksidasinya.

MACAM PROSES STERILISASI PRODUK PARENTERAL :


1. Sterilisasi panas basah : menggunakan autoklaf, dengan suhu 121◦C selama 20 menit
dengan tekanan sekitar 103.4 kPa. Tekanan berbeda, membutuhkan waktu yang
berbeda, semisal 68.91 kPa membutuhkan waktu 30 menit agar optimal.
2. Sterilisasi panas kering : mekanisme dengan menghidrasi sel mikroba sehingga
mereka pirolisis atau teroksidasi. Digunakan suhu 170◦C selama 1 jam; 160◦C selama
2 jam; dan 140◦C selama 4 jam. Digunakan untuk bahan atau alat yang tahan suhu
panas tinggi.
3. Sterilisasi filtrasi : mikroba dan patogen hanya disaring, tidak dihancurkan, dengan
membran berpori sekitar 0,22 µm. Larutan sebelumnya dilewatkan melalui
serangkaian filter klarifikasi dengan diameter yang ditentukan, misalnya 1 µm, 0,45
µm, sebelum melewati filter sterilisasi. Sterilisasi ini digunakan untuk bahan yang
thermo-labile.
4. Sterilisasi dengan radiasi : menggunakan radiasi gamma, dengan tingkat radiasi 25-40
kGy. Digunakan untuk mensterilkan agen terapeutik / eksipien atau produksi
formulasi parenteral yang diproduksi dan dikemas dalam kondisi aseptik tetapi tidak
disterilisasi atau disterilisasi oleh filtrasi Kekurangannya, sangat mahal dan beberapa
bahan tidak stabil ketika diradiasi.
5. Sterilisasi gas : terdiri dari etilen oksida atau propilen oksida dan beberapa gas inert
seperti karbon dioksida. Efektifitas sterilitas meningkat dengan adanya kelembapan
hingga 60% dan suhu sekitar 55◦C. Digunakan biasanya untuk sterilisasi peralatan
medis. Perlu waktu jeda setelah sterilisasi untuk mengurangi toksisitas yang
kemungkinan didapatkan dari sterilisasi gas tersebut.

PERSYARATAN KHUSUS DALAM PROSES PEMBUATAN PRODUK


PARENTERAL :
 Untuk bentuk larutan aqueous :
o Harus larut semua bahannya.
o Jika bahan-bahan stabil akan suhu, produk akhir harus dimasukkan kedalam
tempat terlindung cahaya dan di sealing. Perlu pengawet jika sediaan adalah
multi-dose.
o Jika bahan-bahan tidak stabil akan suhu, harus disterilisasi dengan filtrasi dan
langsung dimasukkan kedalam kontainer. Pengawet mungkin diperlukan
 Untuk bentuk larutan berbasis minyak. :
o Jika bahan-bahan stabil pada suhu panas, digunakan sterilisasi panas kering.
(produk mungkin belum sepenuhnya jadi, atau masih belum tercampur
semua.) dan bagi bahan aktif yang tidak tahan panas, bisa sebelumnya
dicampur dengan normal dengan basis minyak menggunakan alat yang sudah
disterilisasi.
 Untuk bentuk larutan suspensi aqueous :
o Sterilisasi dilakukan pertama dengan bahan pembawa yang aqueous,
kemudian dilakukan penyebaran bahan aktif kedalam pembawa yang steril.
Dilakukan pengecilan partikel sebelumnya terhadap bahan aktif.
o Jika suspensi stabil dalam kondisi panas, bisa dilakukan di akhir dengan
sterilisasi panas basah.
 Untuk bentuk larutan basis minyak dan suspensi auqeous :
o Sterilisasi basis minyak dan bahan minyak lainnya, dicampur secara aseptis
dan alat yang steril.
o Dicampurkan bahan aktif steril kedalam pembawa yang steril, sebelum
disegel. Jika formulasi secara fisik dan kimia bisa kuat dalam sterilisasi
kering, maka di akhir produksi dilakukan sterilisasi panas kering.

Anda mungkin juga menyukai