Anda di halaman 1dari 41

SESAK NAPAS

Dr. Edward Pandu Wiriansya, Sp.P(K), FISR


Pendahuluan
• Sesak napas  aktiftas yang dilakukan scr tidak sadar
• Fungsi pernapasan  menyediakan oksigen, mengeluarkan karbon
dioksida dan menjaga keseimbangan asam basa dlm tubuh
• IRD 7% sesak napas  persisten
• Rawat jalan  60%
• Penyakit kritis  ¼ populasi pasien
• Sesak napas menjadi salah satu prediktor penting dalam penilaian
kualitas hidup, toleransi latihan serta mortalitas pada beberapa
kondisi
Pengertian
ATS/ERS sesak napas dapat didefinisikan sebagai “pengalaman
subjektif dari ketidaknyamanan bernapas berupa sensasi kualitatif
dengan intensitas yang bervariasi.

sesak napas tidak menjadi sensasi tunggal,


1) usaha/ upaya (bernapas membutuhkan usaha/ upaya)
2) tightness (sensasi dada terasa kencang, pergerakan terbatas)
3) air hunger (inspirasi tidak puas, dorongan untuk bernapas, “haus”
akan udara
Kanezaki M. Recent advances in assessment of dyspnea. Pulm Res Respir Med Open J. 2017: SE: S47-S49. Doi: 10.17140/PRRMOJ-SE-2-106
Anzueto A, Miravittlles M. Pathophysiology of dyspnea in COPD, Postgraduate Med 2017. Available from: 10.1080/00325481.2017.1301190
Banzett RB, Moosavi SH. Measuring dyspnoea: new multidimensional instruments to match our 21st century understanding. Eur Respir J 2017; 49: 1602473. Available from: https://doi.org/10.1183/13993003.02473-2016
Fisiologi

Gambar 1. Representatif skematis mengenai dasar neurofisiologis sesak napas yang dirasakan
oleh manusia normal saat latihan

Laveneziana P. Dyspnoea. Dalam: Rohde G, Palange P, editors. ERS handbook: Respiratory medicine. Edisi ke-3. European Respiratory Society; 2019. h. 97-107.
Sesak napas sebagai usaha bernapas

Sinyal diteruskan
Motor korteks ke interneuron
menigkatkan
Ventilasi ↑ sinyal motorik ke
kortikal pada
korteks sensoris
otot pernapasan  Ventilasi ↑
Ada kemungkinan upaya bernapas berasal dari aktivasi spontan
korteks sensoris dan kontraksi otot pernapasan

Laveneziana P. Dyspnoea. Dalam: Rohde G, Palange P, editors. ERS handbook: Respiratory medicine. Edisi ke-3. European Respiratory Society; 2019. h. 97-107.
Sesak napas sebagai sensasi air hunger
Ventilasi ↓ Tidak ada upaya Sesak napas
bernapas oleh
(Rangsang CO2↓) otot pernapasan (air hunger)

Korteks sensori
Reseptor regangan perifer tidak mendapat Sesak napas
dihambat informasi ttg (air hunger)
respon ventilasi

Intensitas sesak napas tergantung pada besarnya ketidakseimbangan faktor motoric yg dirangsang scr
kimiawi dengan hambatan yang sedang berlangsung, yg menandakan tingkat ventilasi.
Laveneziana P. Dyspnoea. Dalam: Rohde G, Palange P, editors. ERS handbook: Respiratory medicine. Edisi ke-3. European Respiratory Society; 2019. h. 97-107.
Mekanisme sesak napas
Input saraf yang mencapai kortex somatosensoris dan berkonstribusi terhadap sesak napas,
berasal dari
1. Informasi afferent yang telah diubah, berasal dari reseptor di jalan napas (pulmonary
stretch receptors, C fibers), paru (pulmonary stretch receptors, C fibers, dan J receptors),
locomotor peripheral dan otot pernapasan (serabut otot, tendon golgi, serabut saraf aferen
tipe 3 dan 4);
2. umpan balik dari kemoreseptor pusat dan perifer membawa informasi mengenai cukup
tidaknya ventilasi paru serta pertukaran gas;
3. Peningkatan aliran corollary central dari batang otak dan pusat motorik kortikal

“ketidaknyamanan bernapas” meningkat sebanding dengan perbedaan luas


antara drive pernapasan dengan kerja mekanis pernapasan

Mahler DA, O’Donnell DE. Recent advances in dyspnea. Chest. 2015; 147:232-241. Available from: doi: 10.1378/chest.14-0800
Etiologi

Peningkatan • Latihan Fisik - Anemia Berat


Kebutuhan • Demam - Asidosis Metabolik
Pernapasan • Hipoksia

Penurunan • Efusi Pleura


Kapasitas • Massa Intratorakal
Ventilasi • Pnemothorak

Peningkatan • Asma
Resistensi Sal.
• PPOK
Napas
Peningkatan • Fibrosis Intertitial
Resistensi Sal.
• Edema Paru
Napas
Frekuensi Kasus di UGD
Nama Penyakit Presentase
Asma 20 - 30
Jantung 15
ILD 5 - 15
PPOK 3 - 15
Psikologis 5 – 25
Deconditioning & Obesitas 5 – 15
Kelainan pembuluh darah paru 5
Unexplain Upper Airway 5–7
Neuromuskular 5
Endokrin dan Gastrointestinal 5
Gagal Napas Akut
• Terjadi saat paru tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan metabolik
tubuh
• Peran paru : Oksigenasi darah dan membuang CO2
• Terbagi atas :
• Gagal napas Hipoksemik  Tekanan O2 dalam darah arteri (PO2) < 50 mmgHg
• Gagal napas Hiperkapnik  Tek. CO2 dalam darah arteri (PCO2) > 50 mmHg
• Gagal Napas Campuran
Gagal Napas Hipoksemik
• Ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
• Penurunan difusi O2
• Hipoventilasi Alveolar
• Daerah Ketinggian tertentu dengan tekanan o2 yang rendah dan kadar O2
yang tipis
• Etiologi :
• Infeksi Paru
• Tumor Paru
• Trauma : Laserasi, Kontusio paru
• Lain-lain : Bronkospasme, atelectasis, peny. Paru intertitial, emboli paru, fibrosis
kistik.
Gagal Napas Hiperkapnik
• Penyebab : faktor2 yang berperan dalam Ventilasi semenit alveolar (Volume
tidal, dead space dan laju napas)
• Fungsi Otot pernapasan yang terganggu
• Beban kerja ventilasi berlebihan
• Gangguan transmisi neuromuscular
• Gangguan pemicu pusat pernapasan

Gagal Napas Campuran


• Terjadi bersamaan antara Hipoksemia dan hiperkapnik
• Ex : Peny. Paru kronik eksersebasi akut akibat adanya infeksi paru
Sianosis
• Warna kulit dan membran mukosa
berwarna kebiruan
• Hb Tereduksi (Deoxyhaemogloblin)
Tekanan Oksigen
Klasifikas
i Sianosis dibedakan menjadi dua yaitu :

1. Sianosis Sentral
Pada sianosis sentral terdapat darah yang tidak tersaturasi oleh
oksigen atau terdapat derivat hemoglobin yang abnormal
seperti MetHb atau SuHb. Secara umum sianosis sentral
disebabkan oleh hipoksia hipoksik, yang umumnya terlihat
pada bibir, lidah dan telinga.

2. Sianosis Perifer
Penyebab tersering sianosis perifer adalah vasokonstriksi seperti pada
pajanan udara dingin atau air, atau obstruksi arteri atau vena, karena itu
sering disebut stagnant hypoxia. Sianosis perifer biasanya terlihat lokal,
pada ujung jari daerah yang mengalami obstruksi.
Penyebab Sianosis
Sianosis Sentral Sianosis Perifer
A. Penurunan Saturasi Oksigen A. Penurunan Cardiac Output
- Penurunan tekanan udara pada ketinggian B. Pajanan Dingin
- Terganggunya fungsi paru C. Redistribusi darah dari perifer
- Pirau anatomik D. Obstruksi arteri perifer
- Bentuk Hemoglobin dengan afinitas yang rendah E. Obtsruksi vena perifer
terhadap oksigen

B. Abnormalitas Hemoglobin
- Methemoglobinemia-herediter atau didapat
- Sulfhemoglobinemia-didapat
- Karboksihemoglobinemia (bukan sianosis sebenarnya)
Sesak napas pada kondisi klinis
Asma  otot inspirasi
Otot ispirasi harus meregang maksimal  antisipasi retensi aliran
udara yg menyertai bronkokonstriksi
Hiperinflasi  otot inspirasi memendek  kurang optimal untuk
regangang paru
Hiperinflasi  mengubah jarak jari-jari lengkung diagfragma (lebih
kecil) kerugian mekanis dan beban untuk otot ispirasi
 Output motoric pernapasan meningkat  upaya oto pernapasan
meningkat  sesak napas

Manning HL, Mahler DA. Pathophysiology of dyspnea. N Engl J Med. 2006; 325-330. Available from: doi: 10.1056/NEJM199512073332307
PPOK
• Beban kerja otot pernapasan berat
• Peningkatan ventilasi ruang rugi
• Kadar produksi Co2 yang meningkat  reseptor mekanis yang peka
terhadap kompresi/ perubahan tekanan transmural dinding jalan
napas

Manning HL, Mahler DA. Pathophysiology of dyspnea. N Engl J Med. 2006; 325-330. Available from: doi: 10.1056/NEJM199512073332307
Ilustrasi bentuk sesak napas secara neurobiologis pada pasien PPOK

Mahler DA, O’Donnell DE. Recent advances in dyspnea. Chest. 2015; 147:232-241. Available from: doi: 10.1378/chest.14-0800
Penyakit paru interstitial
 Merupakan kelaian yang ditandai dengan peradangan dan atau fibrosis pada
parenkim paru
 Sesak napas  peningkatan neural respiratory drive (NRD)
Keterbatasan ekspansi volume tidal
Komplians paru berkurang
Peningkatan ruang rugi
Gangguan pertukaran gas paru
 Sesak napas 
Peningkatan ventilasi istirahat
Respon ventilasi yang berlebihan saat aktifitas
 Peningkatan output motoric pernapasan peningkatan usaha pernapasan
 sesak saat istirahat
Manning HL, Mahler DA. Pathophysiology of dyspnea. N Engl J Med. 2006; 325-330. Available from: doi: 10.1056/NEJM199512073332307
Schaeffer MR, Molgat-Seon Y, Ryerson CJ, Guenette JA. Supplemental oxygen for the management of dyspnea in interstitial lung disease. Curr Opin in Support Palliat Care 2019. 13(3), 174–178. Available from:
doi:10.1097/spc.0000000000000434 
Penyakit neuromuscular
Penyakit neurologis  mempengaruhi fungsi otot
Myastenia gravis
Penurunan kekuatan otot ventilasi ( otot ispirasi/kombinasi otot inspirasi dan
ekspirasi)  penurunan kapasitas vital
Diperlukan drive/upaya bernapas yang lebih besar untuk mengaktifkan otot pernapasan
Parkinson
Kecemasan
Penurunan fungsi kontrol ventilasi
Spinal muscular atropy/muscular dystrophies  pengurangan sistem komplians
paru 
berkurangnya volume paru progresif akibat kolaps alveolar dan mikroatelektasis
Perubahan pada otot dinding dada dan persendian rongga dada scr signiffikan
Manning HL, Mahler DA. Pathophysiology of dyspnea. N Engl J Med. 2006; 325-330. Available from: doi: 10.1056/NEJM199512073332307
Benditt JO. Respiratory care of patients with neuromuscular disease. Respiratory Care 2019. 64(6), 679–688. Available from: doi:10.4187/respcare.06827 
Edmundson C, Bird SJ. Acute manifestation of neuromuscular disease. Semin Neurol 2019; 39:115–124. Available from: https://doi.org/10.1055/s-0038-1676838.
Chertcoff A, Saucedo M, Bandeo L, Pantiu F, León Cejas L, Borsini, et. all. Clinical Reasoning: A 54-year-old man with dyspnea and muscle weakness. Neurology, (2019).  92(10), e1136–e1140. Available from: doi:10.1212/wnl.0000000000007040 
Baille G, Perez T, Devos D, Machuron F, Dujardin K, Chenivesse C, et. Al. Dyspnea Is a Specific Symptom in Parkinson’s Disease. Journal of Parkinson’s Disease 2019, 1–7. Available from: doi:10.3233/jpd-191713 
Obesitas
Terjadi kondisi peradangan kronis tingkat rendah  produksi
mediator inflamasi
mempengaruhi otot pernapasan dgn mengubah sifat kontraktil otot napas
menurunkan kontraktilitas diagfragma
Peningkatan fungsi motorik otot pernapasan  akibat perubahan
total complians sistem respirasi
Resistensi jalan napas
↑ tek. Transmural di dinding bronkial
Obstruksi jalan napas oleh penumpukan lemak atau lemahnya tonus otot
faring
↓ volume paru pada end-ekspirasi (EELV)  ↓ functional residual capacity
(FRC)
Severin R, Bond S, Mazzuco A, Silva AB, Arena R, Philips S. Obesity and respiratory skeletal muscles. Elsevier Inc. 2019; 197-210. Available from: https://doi.org/10.1016/B978-0-12-810422-4.00034-8
Kang YE, Kim JM, Joung KH, Lee JH, You BR, Choi MJ, et al. The roles of adipokines, proinflammatory cytokines, and adipose tissue macrophages in obesity-associated insulin resistance in modest obesity and early metabolic dysfunction. PLoS One 2016;11(4):1-14. Available from:
https://doi.org/10.1371/journal.pone.0154003.
Berger D, Bloechlinger S, von Haehling S, Doehner W, Takala J, Z’Graggen WJ, et al. Dysfunction of respiratory muscles in critically ill patients on the intensive care unit. J Cachexia Sarcopenia Muscle 2016;7 (4):403_12. Available from: https://doi.org/10.1002/jcsm.12108.
Langkah Diagnosis dan Evaluasi Keluhan Sesak
Step I. Penilaian awal
Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Foto thoraks
Spirometri
Pulse Oxymetri
Step II. Pemeriksaan Terfokus
FOB
EKG
Spirometri
Laboratorium
Step III. CPET (Cardio exercise testing)
Menentukan pola dari respon pasien terhadap Latihan fisik
Alur diagnostik Sesak
Pasien dengan kecurigaan sesak napas kronik
Kronik

Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik Step 1


Lakukan pemeriksaan level 1 yang sesuai untuk mengkonfirmasi diagnosis
• Pemeriksaan darah lengkap
• Profil metabolik
Apakah diagnosis sudah tepat di tegakkan?
• Foto toraks

Ya Tidak
• Elektrokardiogram

Diagnosis yang mungkin • Spirometri


Lakukan pemeriksaan level 2 yang selesai
• Asma
• PPOK • Pulse oxymetry
• Gagal Jantung Kongestif
• Efusi Pleura
• Anemia
• Kifosoliosis
Lakukan pemeriksaan level 2 yang selesai
Step 2
• Ekokardiogram
Apakah diagnosis sudah dapat ditegakkan?
• Brain natriuretic peptide
• Tes fungsu paru
Ya Tidak
• Gas darah arteri
Diagnosis yang mungkin terjadi Lakukan pemeriksaan Level 3 (konsultasi • HRCT
• Penyakit perikardial khusus untuk tes – tes ini)

• Gagal jantung kongestif


• Monitor Holtee
• Penyakit katup jantung • Radionuklir
• Penyakit arteri koroner
• Aritmia jantung
• Scan ventilasi-perfusi
• Penyakit paru restriktif (v/Q)
• Penyakit paru interstisial
• Emboli paru kronik
Lakukan pemeriksaan Level 3 (konsultasi
khusus untuk tes – tes ini)
Level 3
• Kateterisasi jantung
Apakah diagnosis sudah dapat ditegakkan ?
• Cardiopulmonary exercise
testing
Ya Tidak • Bronkoskopi

Diagnosis yang mungkin


• pH Esofagus
Pikirkan
• Gastroesophageal Reflux • Sesak napas • Biopsi paru
Disease • Psikogenik

• Penyakit arteri koroner • Konsultasi spesialistik

• Deconditioning
• Emboli paru kronik
Penilaian sesak napas
Evolusi
Sederhana  pertanyaan “ya” atau “tidak”
Skala dan kuisioner  menilai aspek penyebab sesak
Skala penilaian
the Medical Research Council (MRC) dyspnoea scale
the Baseline Dyspnoea Index
cardiopulmonary exercise testing (CPET)  aktifitas  10 poin skala
borg
the visual analogue scale (VAS) atau NRS

Williams MT, Johnston KN. Multidimensional measurement of breathlessness. Curr Opin in Support Palliat Care 2019.13(3), 184–192. Available from: doi:10.1097/spc.0000000000000436 
Penilaian sesak napas
Instrument  menilai scr global  dimensi afektif, berlaku untuk berbagai
kelompok pasien cepat dan mudah diselesaikan
Instrumen yg dapat digunakan:
Dyspnea-12 (D-12),
Cancer Dyspnoea Scale (CDS)
Dyspnoea- ALS- scale (DALS-15)
Multidimentional Dyspnoea Profile (MDP)
The Respiratory Distress Observation Scale (RDOS)
the Dalhousie Dyspnea Scale,
perceived Exertion Scale dan
The Pediatric Dyspnea Scale
Banzett RB, Moosavi SH. Measuring dyspnoea: new multidimensional instruments to match our 21st century understanding. Eur Respir J 2017; 49: 1602473. Available from: https://doi.org/10.1183/13993003.02473-2016.
Williams MT, Johnston KN. Multidimensional measurement of breathlessness. Curr Opin in Support Palliat Care 2019.13(3), 184–192. Available from: doi:10.1097/spc.0000000000000436 
Hashimoto H, Kanda K. Development and validation of the Total Dyspnea Scale for Cancer Patients. European Journal of Oncology Nursing, 2019; 41, 120-125. Available from: doi:10.1016/j.ejon.2019.05.007 
Sesak Napas Index
Derajat Derajat deskripsi keluruhan pernafasan pasien deksripsi

Kesulitan bernafas Pengerahan tenaga

0 Tidak ada kesulitan Sangat, sangat ringan

1 Ringan Ringan

2 Sedang Cukup berat

3 Berat Berat

4 Sangat Sangat, sangat berat


atalaksana Berdasarkan Patofisiologi
Mekanisme Patofisiologi Penatalaksanaan

Menurunkan kebutuhan pernafasan

Menurunkan kebutuhan metabolik Latihan fisik : meningkatkan efisiensi pembuangan CO2


Pemberian O2 tambahan
Mneurunkan dorongan dari sistem saraf pusat Pemberian O2 tambahan
Terapi medikamentosa
- Terapi opioid
- Terapi ansiolitik
Mengubah sinyal aferan paru
- Vibrasi
- Pengaturan ventilator
- Farmakoterapi inhalasi
- Kipas angin
Meningkatkan efesiensi pembuangan CO2
Mengubah pola bernafas
Menurunkan impedansi ventilasi

Menurunkan atau mengatasi hiperinflasi paru Pembedahan untuk mengurangi volume paru : Continuous positive
airway pressure (CPAP)
Menurunkan beban resistik Terapi farmakologi
Mekanisme Patofisiologi Penatalaksanaan

Meningkatkan fungsi otot inspirasi Pengaturan nutrisi


Latihan otot pernafasan
Pengaturan posisi
Partial ventilatory support
Mengurangi penggunaan steroid

Mengubah persepsi Edukasi


Pendekatan kognitif –perilaku
Desensitasi
Terapi farmakologi

Dikutip dari American Thoracic Society, 1999 (4)


Tatalaksana
Target  perbaikan gejala saat aktifitas
Intervensi
1. Mengurangi kebutuhan ventilasi (dengan menguragi gerak pernapasan);
2. Memperbaiki kapasitas ventilasi;
3. Memperbaiki gerak mekanis respirasi (mengurangi beban respirasi);
4. Memperbaiki kekuatan otot napas;
5. Memberikan terapi sesak napas yang efektif;
6. Atau kombinasi penanganan diatas.
R/ harus sesuai dengan patofisiologis penyakit dasar

Laveneziana P. Dyspnoea. Dalam: Rohde G, Palange P, editors. ERS handbook: Respiratory medicine. Edisi ke-3. European Respiratory Society; 2019. h. 97-107.
Kesimpulan
1. Sesak napas merupakan pengalaman subjektif dari ketidaknyamanan
bernapas berupa sensasi kualitatif dengan intensitas yang bervariasi.
2. Sensasi sesak napas, yaitu usaha bernapas, tightness dan air hunger.
3. Komponen sesak napas yaitu sensoris, impuls afferent, faktor psikologis
dan neuromodulasi.
4. Instrumen penilaian sesak napas harus memberikan nilai secara global
tunggal yang mencakup dimensi afektif, berlaku untuk berbagai
kelompok pasien, cepat dan mudah.
5. Penanganan sesak napas harus sesuai dengan patofisiologi penyakit
yang mendasarinya, sehingga dalam beberapa kasus dibutuhkan
beberapa jenis intervensi yang bersinergi untuk mendapatkan hasil
yang efektif.
Terima Kasih
Skala borg

Digunakan pada tes berjalan


6 menit, sebagai salah satu
instrument penilaian sesak
napas

Anda mungkin juga menyukai