Anda di halaman 1dari 19

KERANGKA BERPIKIR ILMIAH

Murdalin Denta
MENGAPA HARUS BELAJAR
KERANGKA BERPIKIR ILMIAH ?
APA DEFINISI DARI DEFINISI ?
• memberikan pengertian/penjelasan tentang
sesuatu hal dan disertai dengan batasan-
batasan, sehingga hal tersebut menjadi jelas.
• menjelaskan sesuatu dengan beberapa
pendekatan, sehingga sesatu itu jelas.
Kerangka ?
suatu yang menyusun atau menopang yang lain,
sehingga sesuatu yang lain dapat berdiri
BERPIKIR ?
• Berfikir merupakan gerak akal dari satu titik ketitik
yang lain atau bisa juga gerak akal dari
pengetahuan yang satu kepengetahuan yang lain.
• Pengetahuan itu juga adalah ketidak tahuan dan
tahu.
• Kata Descrates dalam Bukunya Filsafat manusia
"Aku Berpikir maka Aku Ada". Jadi ketika manusia
tidak berpkir pastinya dia bukan manusia
ILMIAH ?
• Ilmiah adalah sesuatu hal/pernyataan yang
bersifat keilmuan
• Syarat Ilmiah:   Rasional, Analisis, Kritis,
Universal, Sistematis
Kemutlakan dan relativitas
• apakah dari semua yang ada? Apakah ide atau realitas
diluar kita ini bersifat mutlak atau relative? Dalam artian,
tidak hal yang pasti seperti dalam kacamata kaum sofis
(Filosphis).
• sofisme, di Yunani muncul sekelompok orang yang berfikir
bahwa apapun yang ada dalam gagasan kita bersifat
relative.
• Socrates, manusia harus mengatur prilaku mereka sesuai
dengan hukum-hukum universal. (dialektika)
• Kelemahan sofisme; kontradiksi dengan dirinya sendiri dan
tidak memiliki pijakan teori yang jelas.
Secercah tentang Filsafat
• Filsafat berasal dari bahasa Yunani, Philo yang berarti cinta
dan Sophis yang berarti arif, pandai. Secara bahasa semua
Filsafat lazim diterjemahkan sebagai cinta kearifan,
kepandaian.
• Filsafat yang mempunyai arti sebagai berpikir secara
radikal, menyeluruh dan sistematis. Maksudnya, dengan
berpikir radikal (bahasa Yunani radix = akal) atau sampai ke
akar-akarnya, sehingga melihat sesuatu secara menyeluruh
dan tersusun, sehingga kita arif dalam melihat persoalan.
• Ketika dilekatkan dengan kata ilmu, maka berarti berpikir
secara radikal, menyelurh dan sistematis terhadap ilmu.
Ada tiga aspek yang menjadi pondasi filsafat ilmu yaitu
Epistemologi, ontology, dan aksiologi.
• Epistemology adalah ilmu yang membahas tentang
sumber pengetahuan berikut kevalidan sebuah sumber.
• Ontology membahas tentang hakikat suatu dalam hal
eksistensi dan esensi atau dengan kata lain keberdaan
dan keapaan sesuatu.
• Aksiologi membahas tentang keguanaan sesuatu.
Dalam materi ini kita hanya akan lebih banyak
membahas aspek Epistemologi.
Sumber Pengetahuan
Secara umum ada beberapa mazhab pimikiran yang bisa
digolongkan sebagai berikut:
Skriprualis
• sebuah system berpikir yang didalam menilai
kebenaran digunakan teks kitab. Biasanya kaum
skiriptual  adalah orang yang beragama secara
sederhana.
• Kekurangannya : tidak memiliki alasan yang jelas,
Terjebak pada subjektifitas, teks adalah”tanda” atau
symbol yang membutuhkan penafsiran
Idealis Platonia
• Pemikiran plato dapat digambarkan kurang lebih seperti ini. Sebelum manusia
lahir dan masih berada di alam ide, semua kejadian telah terjadi. Olehnya,
manusia telah memiliki pengetahuan. Ketika terlahir di alam materi ini,
pengetahuan itu hilang. Untuk itu yang harus manusia lakukan kemudian adalah
bagaimana mengingat kembali. pengetahuan yang kita miliki hari ini kemarin dan
akan datang sebetulnya (dalam perspektif teori ini) tidak lebih dari pengingatan
kembali. Teori ini juga sering disebut sebagai teori pengingatan kembali.
• Kekurangan; (1)Tidak ada landasan yang memutlakkan bahwa dahulu kita pernah
berada di alam ide. (2) kalaupun (jadi disumsikan teori ini benar) ternyata
sebelum lahir kita telah memiliki pengetahuan, maka persoalannya adalah apakah
pengetahuan kita saat ini selaras denga pengetahuan kita sewaktu di alam ide.
Kalau dikatakan selaras, apa yang dapat dijadikan bukti. (3) tidak diterangkan
dimanakah ide dan material itu menyatu (saat manusia belum dilahirkan), dan
mengapa disaat kita lahir, tiba-tiba pengetahuan itu hilang
Empirisme
• Doktrin empirisme berdasarkan pada
pengalaman dan persepsi inderawi.
• Kekurangan; (1) indra terbatas. (2) Indera
dapat mengalami distorsi
Kaum perasa/yakinisme
• Kaum perasa selalu menjadikan perasaannya sebagai
tolak ukur kebenaran. Banyak orang beragama yang
seperti ini pada hal system berpikir macam ini.
• Kekurangan; (1) Tidak jelas yang didengar itu adalah
suara hati atau justru sekedar gejolak emosional atau
bahkan (dengan pendekatan orang beragama) justru
bisikan setan. (2) subjektif. (3) tidak punya landasan.
Rasionalisme
• akal sebagai ukuran sebuah kebenaran
• sesuatu kadang dianggap tidak rasional karena tiga hal. (1) tidak
empiris. (2) menyimpang dari rata-rata. (3) tidak tahu. Ketidak tahuan
adalah kemudian yang orang berusaha tutupi dengan penisbahan
stigma irasonal.
• Rasionalisme tidal menutup diri dari teks, pengalaman atau persepsi
inderawi, juga perasaan. Akan tetapi, kaum rasionalis menggunakan
akal dalam menilai semua yang ditangkap oleh bagian diri kita.
• Namun, bagi sekelompok orang akal tidak dapat digunakan untuk
menilai kebenaran. Alasannya, akal terbatas Dan tidak mutlak Artinya,
penggunaan akal sangat dekat dengan mengakal-akali sesuatu.
bagaimana aturan berpikir yang
mutlak ?
• prinsip atau aturan logika Aristotelian atau logika formal:
1. Prinsip Identitas. Prisnsip ini menyatakan bahwa sesuatu hanya
sama dengan dirinya sendiri. Secara matematis dirumuskan A=A
2. Prinsip Non Kotradiksi. Prinsip ini menyatakan bahwa tiada
sesuatu pun yang berkontradiksi. Sesuatu berbeda dengan bukan
dirinya. Jika diturunkan melalui rumus matematika A≠B
3. Prinsip Kausalitas. Prinsip ini menyatakan bahwa tidak sesuatupun
yang kebetulan. Setiap sebab melahirkan akibat. Rumusnya S  A
4. Prinsip keselarasan. Prinsip ini menyatakan bahwa setiap akibat
selaras dengan sebabnya. Rumusnya S  è  A.
• Logika dialektika marxian;
tesis antitesis sintesis

1. Negasi ke negasi
2. Kontradiksi ke kontradiksi
3. Kuantitas ke kualitas
4. Keadaan sosial ke kesadaran sosial
Kesalahan berpikir
• Fallacy of dramatic intance; berawal dari kecendrungan orang untuk
melakukan tindakan yang dikenal dengan over-generalitation
• Fallacy of retrospective determinisme; kebiasaan yang mengangap
masalah sosial yg terjadi dalam realitas sebagai sesuatu yang secara
hostoris selayaknya ada, tidak bisa dihindari dan merupakan akibat dari
sejarah yang cukup panjang. Determinisme selalu saja lebih
mempertimbangkan masa lalu dari pada masa mendatang.
• Post hoc ergo propter hoc; secara epistimologi berasal dari bahasa latin,
post (sesudah), Hoc (demikian), Ergo (karena itu), Propter (disebabkan).
Apabila terjadi peristiwa yang terjadi dalam urutan temporal, maka kita
menyatakan bahwa yang pertama adalah sebab dari yang kedua.
• Fallacy of misplaced concretness; kesalahan berpikir yang muncul karena
individu mengkongkritkan sesuatu yang pada hakikatnya abstrak.
lanjutan
• Argument of varecundiam; menggunakan
argumen dengan menggunakan otoritas,
walaupun otoritas itu tidak relevan atau ambigu
• Fallacy of composition; anggapan bahwa usaha
yang berhasil pada satu individu akan berhasil
pada individu lainnya.
• Circural reasionin; pemikiran yang berputar-putar,
menggunakan konklusi untuk mendukung asumsi
yang digunakan lagi menuju konklusi semula.
Terimakasih

Hidup Mahasiswa !!!


Hidup Rakyat !!!

Anda mungkin juga menyukai