Anda di halaman 1dari 63

DISKUSI HUKUM PENGWIL DKI JAKARTA INI IPPAT

Jakarta, 10 Desember 2020

SURAT KETERANGAN
WARIS
Oleh Milly Karmila Sareal, SH, MKn
TATA CARA PEMBUATAN
SURAT KETERANGAN WARIS

Disampaikan oleh :
Milly Karmila Sareal, S.H., M.Kn.
SKW Secara Umum

• SKW dibuat berdasarkan Pasal 111 ayat 1 huruf C PMNA KBPN No. 3
Tahun 1997
• Menurut golongan masing-masing, bukan berdasarkan agama
• Menurut Notaris: Eropa, Timur Asing Tionghoa,
• Indonesia asli (Nasrani, Islam, dan agama lainnya) dibuat di bawah
tangan dihadapan / disaksikan Lurah / Camat
• BHP  khusus untuk orang orang Warga Negara Indonesia Keturunan
Timur Asing bukan Tionghoa
• Eropa yaitu untuk orang orang Warga Negara Indonesia Keturunan
India, Pakistan, Bangladesh
• Sedangkan notaris membuat SKW bagi orang yang tunduk pada Hukum Perdata
(Eropa, Timur Asing Tionghoa, Jepang, dan keturunan WNI)
a) Berkas-berkas / akta-akta yang perlu diteliti  Akta Kelahiran dan Akta
Kematian, Akta Nikah, Akta Kelahiran anak-anak, dan Akta Kematian dari
anak / pasangan bila sudah meninggal
Bila ada anak-anak yang meninggal  Akta nikah, KTP pasangan,
akta kelahiran anak-anak
b) Dengan akta kelahiran dan kematian pewaris dimintakan kepada
Daftar Pusat wasiat Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum
(cek wasiat), apakah ada terdaftar akta wasiat atas nama almarhum
c) Aset / Harta apa yang akan diurus dengan SKW (bila tidak ada asset / harta
atas nama almarhum tidak perlu dibuat SKW)
Proses Pembuatan Akta SKW

• Setelah meneliti surat-surat / akta-akta tersebut dalam sub a) sambil


menunggu jawaban dari surat yang tersebut dalam sub b), notaris
sudah dapat membuat akta keterangan / pernyataan.
• Para ahliwaris dan 2 orang saksi dengan kerangka sebagai berikut:
- semua ahliwaris sedapatnya ikut hadir dan menyatakan keterangan
yang memuat riwayat almarhum
- Semua menjadi penghadap kecuali karena suatu hal ada yang tidak
dapat hadir (tidak dapat dikuasakan)
- Para yang hadir = para penghadap menceritakan disertai bukti-butki /
dokumen-dokumen / akta-akta riwayat almarhum
• lahir di ……………… pada tanggal ………………… ternyata dari akta lahir
Pencatatan Sipil
• menikah dengan ……………………. pada tanggal …………………. terbukti dari
akta nikah tanggal ……………… nomor ………………
• dengan atau tanpa Perjanjian Kawin (bila ada sebutkan aktanya)
• memperoleh anak-anak
1. A lahir tgl ……………….. akta lahir ……………….
2. B lahir tgl ……………….. akta lahir ……………….
3. C lahir tgl ……………….. akta lahir ……………….
meninggal pada tgl ……………  akta kematian C ……………
Diceritakan C belum pernah menikah/sudah pernah menikah dan
memperoleh ………… orang anak yaitu :
K lahir tgl …………… akta lahir ……………..
L lahir tgl …………… akta lahir ……………..
• Selanjutnya dihadapan notaris disebut hadir 2 orang saksi yang
merupakan keluarga dekat dari almarhum yang mengetahui riwayat
almarhum sejak sebelum menikah sampai meninggal
• 2 saksi ini hendaknya dicari dari orang yang sebaya dengan almarhum.
Kesaksian mereka menguatkan keyakinan notaris bahwa apa yang
dinyatakan para penghadap sebagai saksi-saksi yang menerangkan di
bawah sumpah bahwa uraian riwayat almarhum benar
• Sesudah mendapat jawaban dari Kemenkumham tentang ada/tidak ada
wasiat, maka notaris baru membuat SKW yang bersumber pada data-
data / akta-akta otentik yang diperlihatkan dan dari kesaksian para
ahliwaris dan saksi-saksi yang dimuat dalam akta Keterangan /
Pernyataan
• Kesimpulan dalam SKW diambil notaris berdasarkan pengetahuannya
tentang Hukum Waris yang berlaku dan dari pernyataan riwayat hidup
almarhum
I. Bila pewaris (almarhum yang meninggalkan warisan menikah
dengan Perjanjian Kawin, maka yang dibicarakan adalah 100%
Harta Pewaris yang jatuh kepada para ahliwarisnya.
• Pernikahan semasa berlaku KUHPerdata secara penuh sebelum
berlakunya UU No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang berlaku
sejak tanggal 1 Oktober 1975
Contoh 1: Menikah dengan Perjanjian Kawin

A B Masing-masing ahliwaris: isteri B


dan 3 anak: C, D, E masing-masing ¼

C D E
• Contoh 2: Menikah tanpa Perjanjian Kawin

A B
terjadi Harta Bersama menurut KUHPerdata
HARTA BERSAMA
B = ½ dari Harta Campur + ¼ x ½ = 5/8
C, D, F ¼ x ½ = masing-masing 1/8, 1/8, 1/8

C D E

Sesudah berlaku Undang-


A B Undang Nomor 1/1974
HARTA BERSAMA (1 Oktober 1975)

Harta
A meninggal.
Harta Harta peninggalan terdiri dari:
Bawaan Bawaan
½ Harta Bersama + Harta Bawaan A

C D E F
II. Contoh untuk yang menikah setelah 1 Oktober 1975, berlaku Harta Benda
Perkawinan yang berbeda (menurut UU No. 1 Tahun 1974)
- Dalam hal ini antara A-B terdapat Harta Bersama diatur dalam Pasal 35 dan 36 UU
No. 1 Tahun 1974
- Atas semua harta yang dibawa ke dalam perkawinan dan diperoleh karena
Hibah / Warisan - hak masing-masing, sedangkan yang dibeli sepanjang
perkawinan masin-masing memiliki hak ½ bagian
- Bila A meninggal dan mempunyai Harta bawaan (Prive), hak para ahliwaris A
(dalam contoh) masing-masing 1/5 bagian Harta Bawaan
- Dari Harta Bersama pasangan nikah mendapat lebih dahulu ½ dan ½ bagian dari
almarhum menjadi Harta Warisan / Peninggalan yang dibagi antara para ahliwaris
1/5 x ½ = 1/10; pasangan nikah mendapat total ½ +1/10 – 6/10 dari Harta Bersama
 Contoh SKW terlampir
Menikah dengan suami . Isteri ke I dan suami/isteri ke II
(Menikah dalam hal ada yang kedua kali/lebih)
A II B

Cerai
meninggal

X Y

A duda cerai beranak 1,


menikah ke 2 kali dengan B B (isteri ke-2)
A II
Dari pernikahan dengan B
diperoleh 1 anak
B sebagai isteri ke-2 tidak
boleh lebih daripada bagian
terkecil anak perkawinan Cerai
meninggal
Jadi X – 3/8, Y = 3/8, B = 2/8
X Y Z K

B sebagai isteri ke-2 maksimum 1/5 dari HP, X, Y, Z, K masing-masing 1/5


• Pembuatan SKW untuk Pewaris yang menikah I semasa berlakunya
KUHPerdata (sebelum UU No. 1 Tahun 1974 yang berlaku 1 Oktober
1975, lalu menikah ke-2 kali setelah UU Perkawinan berlaku.
• Harta dengan isteri I setelah cerai belum dibagi, dari isteri I diperoleh
2 anak. Sesudah cerai si duda telah membeli aset baru (apartment,
dll) tahun 2019 duda tersebut meninggal.

1973 (I) 2015 (II)


B A E

Cerai 1999

C D Harta 1/2 harta bersama +


Bawaan A
E
{ 1/4 harta bawaan +
1/2 harta bersama
• B isteri yang dicerai tahun 1999 pada saat perkawinan dengan Harta
Campur Bulat menurut KUHPerdata, berhak atas ½ bagian dari HCB
yang diperoleh selama perkawinan sampai terjadi perceraian
• Atas harta ½ yang jadi hak suami menjadi Harta Bawaan dalam
perkawinan ke II saat A kawin tahun 2015, dan menjadi bagian dari
harta peninggalan saat A meninggal pada tahun 2019
• Harta Warisan tuan A = Harta Campur yaitu ½ bagian Harta Campur
Bulat yang masih belum dibagi dengan isteri I, hingga isteri I berhak ½
dan ½ bagian lagi jadi Harta Bawaan suami dalam perkawinan ke II
yang dengan bertambahnya waktu selama belum menikah lagi boleh
jadi Harta Bawaan yang bertambah
• Perkawinan II tahun 2015 tunduk pada Hukum Harta Benda
Perkawinan dalam Pasal 35 dan Pasal 36 UU No. 1 Tahun 1974, maka
SKHW menjadi sebagai berikut:
- Atas harta yang dipunyai pada saat perceraian, tuan A berhak ½
nyonya B ½
- Karena perkawinan berakhir dengan perceraian, harta tuan A setelah
bercerai sebelum nikah ke-2 kali = Harta Bawaan terhadap nyonya E
dan berlaku hukum yang berbeda daripada dengan nyonya B
- Menurut Pasal 35 dan Pasal 36 Undang Undang No.1/1974 ada Harta
Bersama yaitu yang diperoleh suami dan isteri karena pembelian
baru, sedangkan Harta Bawaan suami dan isteri bisa bertambah
dengan Hibah/Warisan
- Yaitu terhadap Harta Peninggalan saat tuan A meninggal dalam tahun
2019, maka ahliwaris tuan A adalah anak-anaknya C dan D dan isteri
baru Nyonya E
• Hak atas warisan tersebut Nyonya E mendapat dari Harta Bersama
yang diperoleh karena pembelian selama masa pernikahan mereka
(2015 – 2019) sebesar ½ bagian lebih dahulu karena haknya atas
Harta Bersama ditambah haknya sebagai ahliwaris dari warisan Tuan
A yang terdiri dari:
½ bagian dari Harta Bersama dengan Nyonya E dan seluruh harta
bawaannya yang dipunyai sebelum menikah dengan Nyonya E yaitu
yang berasal dari ½ harta campur bulat dengan Nyonya B ditambah
barang-barang aset yang dibeli sebelum nikah dengan Nyonya E yang
diperoleh dari warisan / hibah sampai saat ia meninggal
Atas harta warisan Tuan A ini ; Nyonya E sebagai isteri ke-II mengikuti
ketentuan Pasal 852A, mendapat maksimum ¼ bagian dan yang ¾ bagian
untuk kedua anak Tuan A dari perkawinan I yaitu C dan D masing-masing
3/8

Hak Nyonya E terhadap ½ Harta Bersama ini berdasarkan Pasal 35-36 UU


No. 1 Tahun 1974

Warisan almarhum Tuan A terdiri dari ½ dari Harta Bersama dengan


Nyonya E + seluruh Harta Bawaannya termasuk yang diperoleh karena
perceraiannya dengan Nyonya B

Nyonya B juga berhak dengan besarnya bagian terkecil anak dari


perkawinan I dengan maksimum ¼ bagian
1966 Pewaris
Harta Campur
DS S (TSL) II (2000) DR Eny

HARTA BERSAMA

Leli Ari Demy Ervi


Analisis Mengenai Kewenangan Notaris dalam
Membuat Surat Keterangan Waris untuk
Masyarakat Tionghoa yang beragama Islam
• Menurut Pasal 111 ayat 1 huruf c dalam PMNA KBPN No. 3 tahun
1997 No. 3 Tahun 1997, diatur bahwa Surat Tanda Bukti sebagai
ahliwaris dapat berupa:
a) Wasiat dari Pewaris
b) Putusan Pengadilan
c) Penetapan Hakim / Ketua Pengadilan:
- bagi WNI penduduk asli : Pernyataan ahliwaris + 2 saksi dikuatkan
Lurah/Camat
- bagi WNI keturunan Tionghoa : SKW dari Notaris
- bagi WNI keturunan Timur Asing bukan Tionghoa  SKW dari BHP
• SKW bagi penduduk Indonesia masih terbagi berdasarkan golongan
masing-masing, bukan berdasarkan agama.
• Khusus untuk WNI keturunan Tionghoa dapat membuat SKW nya pada
Notaris
• Apabila seorang Notaris membuat SKW dalam bentuk minuta kekuatan
pembuktiannya adalah sempurna, dan dapat dianggap menjadi alat
bukti yang sempurna. Karena akta tersebut dibuat sesuai dengan
prosedur pembuatan akta otentik sebagaimana yang dimaksud oleh
Undang Undang Jabatan Notaris.
• Namun dalam hal SKW yang dibuat Notaris dibawah tangan, surat
tersebut masih punya kekuatan hukum yang lebih kuat dibanding
dengan SKW yang tidak dibuat oleh Notaris
Dalam pembuatan SKW, seorang Notaris tidak hanya mendengarkan pernyataan dari para pihak, namun
ada prosedur tertentu yang dilakukan:

1. Notaris mengumpulkan produk otentik yang dikeluarkan oleh instansi


dan pejabat lain yang berwenang untuk membuat produk otentik,
misalnya Akta Kelahiran, Akta Kematian, Kartu Keluarga, Akta
Perkawinan, dll (yang dikeluarkan oleh Kantor Catatan Sipil)
2. Notaris perlu mencocokan kebenaran atas data-data yang diberikan
oleh para ahliwaris sebelum membuat SKW
3. Notaris melakukan pengecekan terhadap wasiat yang kemungkinan
pernah dibuat oleh Pewaris pada daftar wasiat yang dimiliki oleh
Direktorat Administrasi Hukum Umum pada Kemenkumham
4. Notaris harus memastikan warisan yang diwariskan Pewaris memang
merupakan hak dari ahli Pewaris sesuai UU atau kehendak terakhir dari
Pewaris yang harus dijalankan terlebih dahulu
• Guna pengecekan wasiat mempengaruhi bagian yang menjadi hak
ahli Pewaris
• Notaris harus memiliki cukup ilmu dalam hukum kewarisan untuk
mengetahui apabila suatu wasiat telah melanggar ketentuan yang
berlaku atau tidak (misal ketentuan legitieme portie)
• Notaris merupakan pihak yang dianggap dapat memberikan
penyuluhan hukum kepada masyarakat, sehingga penting untuk
menguasai Hukum Waris Perdata Barat yang berlaku hanya untuk
keturunan Tionghoa, namun juga Hukum Waris Islam, dan Hukum
Waris Adat agar dapat memenuhi kepentingan masyarakat akan
kebutuhan dalam pembuktian perkara warisan
Membuat SKW yang mendapat jawaban dari Daftar Pusat Wasiat ada Surat
Wasiat Terakhir dari Almarhum

• Setelah mengetahui ada surat wasiat , maka Notaris akan minta surat wasiat tersebut dari
(para) ahliwaris yang akan menghubungi Notaris pembuat Akta Wasiat dan meminta salinan
akta dengan membuktikan bahwa ia atau mereka ahliwaris Almarhum (dengan membuktikan
bawa ada Akta Kematiannya. Di dalam SKW Notaris akan mengutip bunyi wasiat lengkap dari
kata-kata :
“Saya tarik kembali dan hapuskan semua akta wasiat yang saya buat sebelum akta ini.
Saya berikan sebagai hibah wasiat kepada :
Tuan S ………………………… (identitas)
1000 (seribu) saham saya dalam perseroan terbatas PT. ……….
Kepada nona T deposito saya pada Bank …………………….
Dengan dibebani hibah wasiat tersebut, saya angkat Tuan B seagai
ahliwaris untuk 1/3 (satu per tiga) bagian, Tuan C 1/3 (satu per tiga)
bagian, Nyonya D 1/3 (satu per tiga) bagian.”

Berlakunya surat wasiat boleh jadi bisa mengurangi hak-hak para


ahliwaris menurut UU

Notaris perlu memperhatikan hak-hak para ahliwaris garis lurus


akan haknya yang disebut bagian mutlak (legitieme portie)

SKHW juga harus dilanjutkan dengan kesimpulan Notaris siapa-


siapa saja yang berhak mutlak boleh jadi terlanggar haknya bila ada
ahliwaris garis lurus yang punya hak mutlak
Sebagai ahliwaris garis lurus yang punya hak mutlak, bila ada 3 anak / lebih,
besarnya hak mutlak ¾ x ¼ (bagian menurut UU) = 3/16
B

C D E

Bila 2 anak, bagian mutlak anak (ahliwaris garis lurus) 2/3 x 1/3 (again menurut
UU) = 2/9. Hanya C, D yang mempunyai hak mutlak
A B

C D
Bila 1 anak, bagian mutlak = ½ x ½ = ¼

Ahliwaris garis lurus ke atas yang mempunyai C


bagian mutlak adalah ayah dan ibu yaitu
masing-masing ½ x bagian menurut UU Anak D meninggal ada wasiat
kepada pacar nona x 100% maka
A B A dan B (ayah + ibu), mempunyai
bagian mutlak, yaitu masing-
masing ½ x 1/3 = 1/6
Jadi nona X mendapat:
1-1/6 (untuk Bapak) – 1/6 (untuk
Ibu) = 4/6

C D
• Dalam hal ada ahliwaris WNA, sebaiknya ditanyakan apakah harta
waris terdiri dari sertipikat-sertipikat tanah dan apakah ada ahliwaris
WNA?
• Kemungkinan harus diusulkan apakah WNA mau tetap jadi ahliwaris
atau menolak warisan di Pengadilan Negeri tempat almarhum
berdomisili
• Bila tidak menolak yang WNA tetap menjadi ahliwaris namun perlu
diinformasikan dalam 1 (satu) tahun sejak hak-hak diperoleh /
terdaftar atas nama WNA, maka hak-haknya atas Sertipikat HM dan
HGB harus dialihkan ke yang WNI
• Bila memilih menolak, akan diperoleh bukti penolakan waris berupa
Akta Panitera Pengadilan, dicantumkan dalam SKW adanya akta
penolakan, berakibat yang menolak tidak disebut sebagai ahliwaris
Masalah yang sering timbul dalam persengketaan waris,
banyak disebabkan oleh adanya surat pemberian wasiat
yang tidak mengindahi ketentuan bagian mutlak ahliwaris
garis lurus

• Contoh kasus: Almarhum Eka Tjipta yang sekarang menjadi masalah


karena ada anak-anak luar kawin dan anak-anak sah yang hanya
mendapat jumlah wasiat terbatas.
• Selanjutnya setiap kali sebaiknya diharuskan hadir semua ahliwaris
dalam pembuatan SKW, karena akan menunjukkan adanya
kekompakan
• Sebab atas setiap benda bagian budel warisan menjadi hak bersama
yang tak terbagi dan akan membutuhkan persetujuan semua
ahliwaris untuk transaksi
A B
2010

F
C meninggal tahun
2008, tahun 2019
C D E baru dibuat SKHW,
E meninggal tahun
2015
C1 C2 G H I

• Ahliwaris Tuan A: B ¼, (C1, C2), D dan E. C1 dan C2 menggantikan C


bersama-sama dapat ¼, D ¼, E ¼.
• Untuk E harus dibuat SKW tersendiri: Ahliwaris E dalam Harta
Peninggalan E termasuk bagiannya yang diperoleh dari warisan A
yaitu ¼ bagian.
• SKW E menjadi sebagai berikut : (Bila menikah dengan Perjanjian
Kawin) F ¼, G, H, I masing-masing ¼.
Surat Keterangan Waris
yang Dibuat oleh Notaris
TATACARA PEMBUATAN
SURAT KETERANGAN WARIS
 Menurut Wet op de Grootboeken der
Nationale Schuld Surat Keterangan Waris
memuat :
 Keterangan lengkap ttg Pewaris
 Keterangan lengkap ttg Ahliwaris, hubungannya
dengan pewaris dan bagiannya masing-masing
 Menyebutkan surat wasiat secara terperinci
 Keterangan mengenai wali anak-anak dan
bewindvoerder
 Keterangan dari pejabat pembuat SKW
TATACARA PEMBUATAN
SURAT KETERANGAN WARIS
 Dokumen-dokumen yang dibutuhkan dalam pembuatan SKW oleh
notaris :
 Akte-akte pewaris : Kematian, Kelahiran, Perkawinan, WNI,
Ganti Nama, KK, Perceraian dan Kematian pasangan (bila ada)
 Akte-akte ahliwaris : KTP, KK, Kelahiran, WNI, Ganti Nama,
Kematian (bila ada yang telah meninggal, disertai akte
perkawinan dan akte lahir anak-anaknya)
 2 (dua) orang saksi yang mempunyai hubungan darah / dekat
dengan pewaris / yang mengenal almarhum sejak lama.
 Pengecekan wasiat yang (mungkin) pernah dibuat pewaris di Seksi
Daftar Wasiat Departemen Hukum dan HAM Republik Indonesia
 Catatan: Selama ini hanya notaris yang melakukan pengecekan wasiat
di Daftar Wasiat Dephum & HAM sebelum membuat SKW, sedangkan
bagi SKW yang dibuat oleh Lurah / Camat, belum melakukan hal ini.
Ini yang bisa menjadi sumber perkara / sengketa atas warisan.
TATACARA PEMBUATAN
SURAT KETERANGAN WARIS
 Setiap instansi yang berwenang membuat Surat
Keterangan Waris harus diwajibkan mengecek
wasiat di Seksi Daftar Wasiat DEPHUMHAM:
apakah pewaris pernah membuat wasiat.
 Seksi Daftar Wasiat DEPHUMHAM hendaknya juga
mendaftarkan wasiat-wasiat yang dibuat di bawah
tangan menurut hukum adat.
 Diperlukan perangkat peraturan perundangan yang
mengatur hal tersebut.
Hukum Waris setelah berlakunya
UU No. 1/1974 ttg. Perkawinan
 Setelah berlakunya UU Perkawinan boedel warisan
terdiri dari :
 Harta bersama
 Harta bawaan
 Mengatur (tercipta) hubungan hukum antara anak luar
nikah dan ibunya (tapi sampai sekarang belum ada
peraturan lebih lanjut yang mengatur tentang hak
warisnya).
 Tidak mengatur tentang hak waris dari suami/isteri
kedua dan seterusnya.
 Bagaimana hak waris mereka yang belum diatur dalam
UU Perkawinan ?
 Kembali pada ketentuan KUH Perdata
Boedel Warisan setelah berlakunya
UU No. 1/1974 tentang Perkawinan

HARTA BERSAMA

$ $ Rp Rp

H.Bawaan H.Bawaan

SUAMI ISTERI
Pasal 43 UU No. 1 / 1974
• Dengan adanya pasal 43 ayat 1 UU No. 1/1974
menetapkan hubungan hukum anak luar nikah
dengan ibunya dan keluarga ibunya
• Ada hubungan hukum tanpa pengakuan.

A B
Bagaimana hubungan hukumnya ?
N • Mempunyai hak untuk nafkah
M O bila miskin
• Mewaris, berapa besarnya ?
UU No. 1/1974 tak mengatur
 lihat KUHP pasal 863

X Y
Kedudukan Hukum Anak Luar Nikah setelah
berlakunya UU Perkawinan
Permasalahan Pasal 43
UU No. 1/1974
 Belum jelas bagaimana hubungan anak luar nikah
dengan keluarga ibunya
 Menurut KUHP, tidak ada hubungan hukum anak
luar nikah dengan keluarga ibu yang mengakuinya
 Karena UU No. 1/1974 tidak mengatur lebih lanjut,
maka hak waris anak luar nikah dari ibunya tetap
seperti KUHP Pasal 863 (1)
 Perlu upaya-upaya lain untuk meningkatkan status
hak anak luar nikah  menjadi anak sah, menurut
ketentuan Pasal 272, Pasal 274 dan Pasal 275
KUHPerdata
Sekian dan Terima Kasih
Surat Keterangan Waris (SKW) untuk orang orang yang tunduk kepada
Hukum Perdata dan yang tidak (Pribumi Kristen)

Membuat SKW untuk :

I. Golongan yang tunduk kepada Hukum Perdata


a. Yang menikah :
1. sebelum tahun 1975 tanpa Perjanjian Kawin
2. setelah tahun 1975 tanpa Perjanjian Kawin
b. Yang menikah dengan Perjanjian Kawin
c. Yang tidak menikah

II. Golongan yang tidak tunduk kepada Hukum Perdata tetapi Pribumi Kristen yang memilih dengan azas monogami.

I.a.1. Menikah sebelum tahun 1975 (berlakunya UU No.1/1974 pada 1 Oktober 1975) : Yang menikah tanpa
Perjanjian Kawin, maka menurut Pasal 119 terjadi persatuan harta campur bulat (100% baik harta yang
dibawa sebelum menikah maupun yang diperoleh sepanjang pernikahan baik karena pembelian maupun
karena hibah atau warisan, semua harta menjadi harta bersama.

Maka pasangan suami/istri berhak atas harta campur untuk masing-masing 1/2 (setengan) bagian, bila salah
satu meninggal maka1/2 (setengah) bagian lainnya menjadi Harta Peninggalan almarhum dan 1/2 (setengah)
bagian menjadi hak pasangan yang hidup terlama.
Bila pasangan tersebut mempunyai 2 (dua) anak, maka pasangan yang hidup bersama dengan kedua anak jadi ahliwaris terhadap Harta Peninggalan masing-
masing 1/3 (satu per tiga) bagian.

Almarhum = 1/2 dari Harta Campur, sehingga dari Harta Campur tersebut, pasangan yang hidup terlama berhak = 1/2 + 1/3 x 1/2 = 1/2 + 1/6 = 4/6
bagian dari Harta Campur Anak-anak masing-masing : 1/3 x 1/2 = 1/6

A B ½ Harta Campur = Hak


HARTA CAMPUR
Pasangan “B”
½ = Harta Peninggalan
PEWARIS dibagi untuk B,C danD
masing-masing 1/3 x ½ =
1/6
C D

Surat Keterangan Waris untuk yang menikah dengan Harta Campur Bulat sebelum 1 Oktober 1975
menjadi sebagai berikut  Contoh SKW No.I A.1 - terlampir
 Perlu diingat pasangan nikah selalu jadi ahliwaris dan pasangannya dengan hak yang sama
dengan seorang anak  Pasal 852 KUHPer.

 Bila 1 keluarga mempunyai anak 4 (empat) orang, maka pasangan nikah tersebut berhak
seperti seorang anak, sehingga ahliwaris pasangan nikah yang meninggal = 5 orang masing-
masing 1/5 dari Harta Peninggalan nya berarti dari 1/2 bagian Harta Campur. Kita bedakan
Harta Campur dengan Harta Peninggalan, sehingga bila dari jumlah Harta Campur maka
pasangan nikah mendapat 1/2 + 1/5 x 1/2 = 1/2 + 1/10 = 6/10 (bila ada 4 orang anak) dan
anak-anak masing-masing 1/10 dari Harta Campur.

 Biasa kita uraikan hak para ahliwaris dan pasangan yang hidup terlama dengan sebutkan hak
mereka dihitung dari harta campur yaitu seluruh harta yang dipunyai suami dan isteri
tersebut baik yang tercatat atas nama suami maupun tiap barang yang tercatat atas nama
isteri = bagian dari harta campur. Dalam kasus pernikahan tanpa Perjanjian Kawin sebelum
Undang Undang No.1/1974 hanya mungkin terdapat harta prive (milik suami atau milik
isteri pribadi) bila kepadanya harta tersebut diberikan sebagai hibah/hibah wasiat dengan
pesan khusus tidak untuk harta campur selain daripada yang demikian semua harta yang
dipunyai suami isteri adalah bagian dari harta campur.
A B
HARTA CAMPUR

C D E F

 Hak Pasangan atas Harta Campur = ½

 1/2= Harta Peninggalan dibagi untuk Pasangan dan 4 Anak : B,C,D,E,F


masing-masing 1/5 x ½ = 1/10
 Khusus untuk suami isteri yang menikah dalam perkawinan dengan harta campur sebelum tahun 1975
tanpa Perjanjian Kawin untuk ke 2 kali atau lebih, bila ada anak-anak dari perkawinan sebelumnya, maka
berlaku Pasal 852A KUHPer yaitu pasangan nikah yang ke 2 tidak mendapat keuntungan dari harta
campur dan hanya berhak atas bagian dalam harta peninggalan yang besarnya sama dengan bagian terkecil
1 orang anak dari perkawinan sebelumnya dengan maksimum 1/4. Dalam hal ini yang dimaksud adalah
hak isteri atas harta campur tidak ada. Ia hanya berhak atas harta peninggalan dengan maksimum =
bagian satu anak dari perkawinan ke 1.

Contoh :

A menikah sebelum tahun 1975, bagi A perkawinan ke 2 karena dari perkawinan ke 1, A - B mendapat 2
orang anak. Karena bercerai dengan B, maka kemudian A menikah dengan E, dari perkawinan ke 2, A tidak
mendapat seorang anakpun. Maka dalam hal ini harta campur tidak dibagi 2 pada saat A meninggal tetapi
semua harta campur menjadi harta peninggalan A yang dibagi untuk pasangan nikah E dan 2 orang anak dari
A - B yaitu C dan D.Yang berhak atas harta peninggalan yaitu seluruh harta campur A - E adalah : E (isteri ke
2) dan 2 orang anak : C, D. Karena Pasal 852A KUHPer membatasi bagian isteri ke 2. E maksimum = 1/4.
C dan D masing-masing dapat 1/2 x 3/4 = 3/8. E tidak dapat diuntungkan lebih dari pada 1/4. Isteri yang
baru tidak boleh dapat keuntungan dari harta campur yang dianggap akan merugikan anak-anak dari
perkawinan ke 1. Dalam hal E mendapat 2 orang anak dari perkawinan dengan A yaitu F dan G, maka yang
berhak atas HP A dan Harta Campur antara A dengan E adalah C, D, E, F, G masing-masing 1/5 bagian.
Bagian E = bagian anak dari perkawinan ke 1 = 1/5. Maka dalam hal perkawinan ke 2 sebaiknya pasangan
B A E A E
I II B I II

C D C D F G

 “E” Maximum ¼  Harta Campur Perkawinan ke-2 tidak


 Sisa ¾ untuk Ahli Waris C,D masing- dibelah
masing C=3/8 D=3/8 dari Harta Campur =  Harta Campur = Harta Peninggalan
Harta Peninggalan C,D,E,F,G masing -masing 1/5
I.A.2.Yang menikah setelah 1 Oktober 1975 setelah berlaku UU Nomor 1/1974.

Dengan adanya UU Nomor 1/1974 secara khusus ada perubahan mendasar dalam keterangan tentang Harta Benda Perkawinan
karena menurut :

Pasal 35

1. Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama.

2. Harta bawaan dari masing-masing suami dan isteri dan harta benda yang diperoleh masing- masing sebagai hadiah atau warisan,
adalah di bawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain. 

Pasal 36

3. Mengenai harta bersama suami atau isteri dapat bertindak atas perjanjian kedua belah pihak.

4. Mengenai harta bawaan masing-masing, suami dan isteri mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum
mengenai harta bendanya.

Sehingga perlu dibedakan bahwa pernikahan yang terjadi setelah UU Nomor 1/1974 berlaku, menurut PP Nomor 9/1975 Pasal 49
berlaku pada tanggal 1 Oktober 1975 dan menurut Pasal 66 Ketentuan Peralihan UU Nomor 1/1974, maka hal-hal tentang Perkawinan
sepanjang yang telah diatur dalam UU Nomor 1/1974, maka yang lama tidak berlaku, antara lain yang tidak berlaku tentang persatuan
harta yang diatur dalam KUHPer, kini untuk yang menikah setelah 1 Oktber 1975 persatuan harta adalah sebagaimana diatur dalam
Pasal 35, Pasal 36 dan Pasal 37 yaitu pernikahan yang dilakukan tanpa Perjanjian Kawin berlaku Harta Bersama untuk harta yang
diperoleh (dibeli) sepanjang perkawinan oleh suami/isteri dengan mempergunakan penghasilan / harta bersama suami isteri baik dibeli
atas nama suami maupun atas nama isteri, tetapi tidak termasuk dalam Harta Bersama adalah :

5. Harta Bawaan yang dibawa suami/isteri sebelum menikah

6. Harta yang diperoleh karena hibah/hadiah/warisan adalah hak masing-masing yang menerima = Harta Bawaan
Maka boleh terjadi dalam perkawinan setelah Undang-Undang Nomor 1/1974 ada 3 (tiga) macam
harta :

1.Harta Bawaan atas nama suami + yang diperoleh karena hibah/warisan atas nama suami

2.Harta Bawaan atas nama isteri + yang diperoleh karena hibah/warisan atas nama isteri

3.Harta Bersama yang dihakki oleh suami dan isteri masing-masing 1/2 bagian

sehingga perlu dibagi menjadi hak suami isteri sebagai berikut :

Bila suami isteri mempunyai 4 (empat) orang anak yaitu : Tuan A, Nyonya B, anak-anak C, D, E, F

a. atas Harta Bawaan Tuan A (semua harta yang diperoleh Tuan A sebelum nikah dan yang

didapat selama perkawinan karena hibah/warisan, yang berhak : Nyonya B dan anak-anak

C, D, E dan F masing-masing 1/5 (satu per lima) bagian.

b. atas Harta Bersama suami isteri yang dibeli sepanjang perkawinan menjadi hak Nyonya B

= 1/2 + 1/5 x 1/2 = 6/10 dan C. D, E, F masing-masing 1/10 (satu per sepuluh) bagian.
A B  Harta Bersama A-B dibelah 2:
HARTA BERSAMA  ½ untuk “B”
HARTA  ½ Hak “A” = Bagian dari Harta Peninggalan
BERSAM
A+  DariHarta Bersama “B”=1/2 + 1/5x1/2 =6/10; C,D,E,F masing-
HIBAH + masing 1/10
WARISAN
BAGI “A”
 DariHarta Bawaan “A” = Hak semua Ahli Waris masing-
C D E F masing sama bagian B,C,D,E,F masing-masing= 1/5

Perlu ditegaskan dalam SKW mana-mana yang dimaksud dengan Harta Bersama yaitu yang dibeli
(lihat tanggal pembelian) sepanjang perkawinan dan yang mana Harta Bawaan/ Prive yaitu yang telah
dimiliki/dibawa sewaktu/sebelum menikah dan yang diperoleh karena hibah dan warisan oleh yang
mendapatnya.
Maka dalam SKW bagi yang menikah setelah 1 Oktober 1975 tanpa Perjanjian Kawin sehingga
ada Harta Bersama, harus dicantumkan kedua macam harta tersebut (Harta Bawaan/Prive bila
ada)  Contoh SKW No.I A.2 - terlampir
 Khusus untuk yang menikah kedua kali atau seterusnya berbeda dengan yang menikah sebelum tgl. 1 Oktober 1975 yang tidak
mendapat keuntungan dari Harta Campur, sehingga untuk isteri ke 2 Harta Campur tidak dibagi 2. Maka untuk pasangan nikah yang
ke 2 dan seterusnya yang menikah sesudah berlaku UU Nomor 1/1974 dari Harta Bersama mereka mendapat bagian terlebih dahulu
1/2 dari haknya sebagai pasangan nikah atas Harta Bersama dan 1/2 lagi menjadi Harta Peninggalan dalam mana pasangan nikah
berhak sama sebagai seorang anak (Pasal 852). Jadi pasangan nikah ke 2/ke 3 dan seterusnya setelah tanggal 1 Oktober 1975 tetap
berhak atas 1/2 Harta Bersama (berbeda dengan yang nikah sebelum tanggal 1 Oktober 1975 yang berlaku Pasal 852A).

Mengapa ? Karena dalam Harta Bersama didapat harta yang dibeli setelah perkawinan dan harta bawaan tetap milik masing-masing,
sehingga tidak ada unsur isteri/suami ke 2 merugikan anak-anak dari perkawinan pertama yang menurut KUHPer, Harta Bawaan
masuk dalam Harta Persatuan/Harta Campur sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 1/1974 Harta Bawaan tetap milik masing-
masing.

Contoh :

A - B menikah pertama kali tahun 1992 tanpa PK mempunyai 2 orang anak C dan D. Lalu A bercerai dengan B. Ketika bercerai A
mempunyai Harta Bawaan dan 1/2 dari Harta Bersama dengan B. Semestinya begitu bercerai, Harta Bersama dibagi antara A - B.
Kemudian A menikah dengan E dan tidak membuat Perjanjian Kawin dengan isteri baru. A membawa harta pribadinya (Harta
Bawaan) dan juga 1/2 bagian dari Harta Bersama dengan B sebagai Harta Bawaan. Pernikahan dengan E terhitung mulai sejak tanggal
pernikahan terjadi. Bila ada pembelian harta baru dari penghasilan bersama dengan E, ini menjadi harta bersama dengan E.

Dalam Harta Bersama antara A dengan E tidak ada harta yang berasal dari perkawinan sebelumnya dengan mantan pasangan begitu
pula bila E juga pernah menikah dengan pasangan sebelumnya. Harta Bersama antara A dengan E mulai dengan nol dan akan selamnya
nol bila sepanjang pernikahan tidak ada pembelian harta baru. Bila A meninggal dan dari perkawinan kedua dengan E mempunyai
anak yaitu F dan G, maka Harta Bawaan + harta warisan + hibah dalam perkawinan A dengan E menjadi Harta Peninggalan A dan yang
berhak atas Harta Peninggalan A adalah : 2 orang anak dari perkawinan ke 1, isteri perkawinan baru, E dan 2 orang anak dari
perkawinan dengan E yaitu F dan G, maka masing-masing mendapat 1/5 dari harta A. Sama bila tanpa wasiat.
B E
A
HARTA
HARTA BERSAMA
BAWAAN

C D F G

 Andaikataselama “A” menikah dengan “E” tidak ada pembelian Harta


Baru maka Harta Bersama = 0 (nol)

 Saat“A” meninggal yang jadi Harta Peninggalan adalah semua Harta


Bawan “A” juga yang berasal dari yang dibawa dari perkawinan dengan
“B” yang berhak C,D,E,F,G masing-masing 1/5 bagian
I.b. Bagi mereka yang menikah dengan Perjanjian Kawin baik sebelum tgl 1 Oktober 1975 maupun setelah tgl. 1 Oktober 1975, terjadi
pemilikan atas harta pribadi masing-masing (harta terpisah 100%). Apa yang tercatat atas nama masing-masing milik orang yang namanya
tercatat sebagai pemilik. Bila ia meninggal, maka semua yang atas namanya = Harta Peninggalan dibagi sama rata.

Menikah dengan Perjanjian Kawin.

Bila A - B menikah dengan PK mempunyai 4 orang anak, maka bila A meninggal yang berhak atas Harta Peninggalan A yaitu B dengan 4
orang anak masing-masing bagian yang sama dari semua harta yang atas nama A yaitu masing-masing 1/5 tanpamembedakan apakah
perkawinan ke 1 ataupun ke 2 (menurut Undang-Undang tanpa wasiat). Isteri ke 2 tetap tidak boleh lebih daripada bagian terkecil seorang
anak perkawinan ke 1 dengan maksimum 1/4, juga tidak boleh dapat dengan wasiat lebih daripada yang disebut di atas.

A meninggal  B, C, D, E, F masing-masing 1/5 bagian.

B A  Menikah dengan Perjanjian Kawin tidak ada Harta


Bersama

 “A” meninggal yang tidak dibagi = Harta


HARTA HARTA Peninggalan yang = Harta Bawaan “A” dibagi untuk
BAWAAN BAWAAN
“B” “A” B,C,D,E dan “masing-masing 1/5 bagian.

 Harta Bawaan “B” tetap milik “B”


C D E F
 Bila B meninggal lebih dulu dan kemudian A menikah dengan G dan mempunyai anak
bernama H dan I, maka HP tuan A yang menikah dengan PK dibagi antara C, D, E, F, G, H, I
masing-masing 1/7.
B
A G

HARTA TUAN “A”

C D E F H I

 Harta Bawaan tuan “A” = Harta Peninggalan dibagi


rata semua anak dan istri masing-masing
C,D,E,F,G,H,I = 1/7 bagian
Bila A - B menikah mempunyai 2 orang anak yaitu C, D dan bila B meninggal lalu A menikah
dengan E dan tidak mempunyai anak dari perkawinan A dan E, maka E maksimum mendapat 1/4
(Pasal 852A) dan C, D masing-masing 3/8 3/8. Bila A mau memberikan E lebih banyak dengan
wasiat, ia terhalang Pasal 952 tetap tidak boleh lebih daripada 1/4 bagian.

B A F

HARTA
BAWAAN
“A”

C D

 Pasal852A terhadap “F” max. ¼


 “C” dan “D” = ¾ : 2 = masing-masing 3/8
Bila seseorang meninggal dunia dan mempunyai ahliwaris yang sudah meninggal dunia lebih dahulu, maka ada
penggantian. Ahliwaris yang meninggal lebih dahulu disebut tetap sebagai ahliwaris bila ia meninggalkan anak-
anak sah sebagai pengganti.

A B

 Ahli Waris “A”; B,C, (C1,C3) “D” dan “E”:


 “C” Ahliwaris “A” tetapi meninggal lebih dahulu ,
keturunan SAH menggantikan penggantian garis lurus
C D E yang SAH berlangsung terus menerus tidak ada akhir

C1 C2
C3

Maka C dihitung tetap sebagai ahliwaris namun bagiannya jatuh kepada anak-anak sahnya C1 dan C2 (penggantian Pasal 842). Bila
C2 meninggal lebih dahulu juga dari A tetapi C 2 mempunyai anak-anak sah C3, maka C3 menggantikan bagian C2

Keterangan Waris yang dibuat tetap cukup satu saja yaitu SKW almarhum Tuan A yang menyebutkan ahliwarisnya B, C, D, E (C1,
C3). Pembuatan SKW memperhatikan pada saat Pewaris meninggal, siapa yang ada sebagai ahliwaris. Karena seseorang ahliwaris
harus ada saat warisan terbuka dengan memperhatikan Pasal 2 KUHPer, maka ahliwaris yang meninggal dunia terlebih dahulu, tetap
jadi ahliwaris dengan bagiannya diserahkan kepada penggantinya (C1, C3).
Ahliwaris meninggal kemudian
Lain halnya bila ahliwaris pada saat Pewaris meninggal (saat warisan terbuka) masih hidup namun
meninggal kemudian walaupun SKW untuk Pewaris belum dibuat dan dibuat pada tanggal yang
kemudian setelah ahliwaris yang meninggal kemudian misalnya pemilik harta = Pewaris A meninggal
tahun 2015, ahliwaris saat A meninggal : isteri B dan anak-anak C, D, E. E meninggal kemudian tahun
2016.
SKW Tuan A dibuat tahun 2018

A 2015
B
 Pada saat “A” meninggal, “C” dan
“C2” sudah meninggal, Ahliwaris “A”
dibuat dalam 1 SKW (pada saat “A”
meninggal yang hidup: B,C,D,E)
C
2010
D E
2016
F  Untuk “E” harus dibuat SKW
tersendiri, Ahliwaris “E” adalah F,E
C1 C2 dan E2
2014

C3 E1 E2
 Untuk warisan Tuan A, yang jadi ahliwaris B, C (C1 + C3), D dan E. Dalam
SKW Tuan A yang dibuat sesudah Tuan E meninggal, bagian warisan
Pewaris Tuan A yang jatuh kepada ahliwaris Tuan E terjadi seketika saat
Tuan A meninggal dunia.
 Maka ketika E meninggal dunia dalam Harta Peninggalan Tuan E termasuk
hak warisnya dalam Harta Peninggalan Tuan A, bagian Tuan E dalam
warisan Pewaris A ketika E meninggal, akan menjadi bagian warisan dalam
Tuan E yang menjadi hak para ahliwaris Tuan E.
 HartaPeninggalan Tuan E tersebut (termasuk bagian yang diperoleh dari HP
Tuan A) jatuh kepada isteri Tuan E yaitu F dan anak-anak E1 dan E2. Maka
terhadap warisan Tuan E harus di buat SKW tersendiri karena ini
bukan penggantian. Baik disimak perbedaan ini dalam pembuatan
SKW
I.c. Pembuatan SKW untuk Pewaris yang tidak menikah, tidak mempunyai keturunan.
Membuat SKW bagi seseorang yang meninggal dan tidak mempunyai keturunan, bila ia
seorang anak sah, maka ahliwarisnya :
a. menurut UU : orangtua dan saudara serta keturunannya (Pasal 854, 855, 856 KUHPer)
b. berdasarkan wasiat, siapapun yang diangkat sebagai ahliwaris orang/badan
hukum yang sah
Menurut Undang-Undang tanpa wasiat.

BAPAK IBU

Pasal 854: Orang Tua dan Saudara-


Saudara:
 Bapak ¼
 Ibu ¼
A  Saudara “B” ¼
B C  Saudara “C” 1/4
A meninggalkan ayahnya dan saudara-saudara se ayah yaitu B, C (C1, C2), D dan saudara-saudara se ibu : S, B, C (C1, C2). Warisan
Tuan A akan dibagi sebagai berikut :
Ayahnya = 1/4 bagian (Pasal 855 KUHPer), sisa 3/4 untuk saudara-saudara Pewaris dengan ketentuan ada pembelahan 1/2 x 3/4 untuk
saudara-saudara se ayah dan 1/2 x 3/4 untuk saudara-saudara se ibu.
Se ayah : B, C, D, E masing-masing 1/4 x 3/8 = 3/32, 3/32 3/32 3/32
Se ibu : S, B, C masing-masing 1/3 x 3/8 = 3/24 = 1/8 1/8 1/8
B dan C mendapat bagian dari kedua garis karena se ayah dan se ibu. IBU BAPAK

Resume : Bp (Ayah) = 1/4 = 8/32


B = 3/32 + 1/8 = 7/32
C = 3/32 + 1/8 = 7/32
D = 3/32 A
E = 3/32 S
Anak Sah
B C D E
S = 1/8 = 4/32
32/32 C1 C2

 Saudara-Saudara “A” se-Ibu : S,B dan


C
 Saudara-Saudara “A” se-Ayah : B,C,D
dan E
Meninggal tanpa keturunan dengan membuat surat wasiat

IBU AYAH

Pasal 854: Orang Tua (Ayah + Ibu) dan Saudara-


Saudara:
Ayah dan Ibu = Ahliwaris garis lurus - punya L.P.
(Legitieme Portie)/ Bagian Mutlak
A
PEWARIS

SAUDARA SAUDARA SAUDARA

Perhatian kita pada Pasal 854 KUHPer. Kedua orangtua berhak minimum 1/4 ¼, sisa 1/2 untuk saudara-saudara.

Ada peraturan bahwa ahliwaris garis lurus mempunyai hak mutlak (Legitieme Portie/LP)  Pasal 915 KUHPer.

A boleh membuat wasiat sesuai kemauammya. Bila ia memberikan 100% harta peninggalannya kepada temannya 100%
atau kepada siapapun, dalam hal ini perlu diperhatikan ibu dan ayah mempunyai LP sebesar 1/2 x bagian menurut UU =
1/2 x 1/4 = 1/8, masing-masing 1/8. Sehingga bisa jadi terhadap wasiat tersebut dapat dilakukan pengurangan bila
ahliwaris LP menuntut LP nya.

Maka dalam SKW dalam hal ada wasiat yang melanggar bagian mutlak, Notaris menyebutkan : Bunyi Surat Wasiat berlaku
sepanjang / dengan tidak mengurangi hak para ahliwaris mutlak untuk menuntut bagian mutlaknya (yaitu ayah + ibu)
sebesar ½ x ¼ = 1/8 dalam kasus ini.
II. SKW untuk Pribumi Kristen

Bagi saudara-saudara yang bukan tunduk pada KUHPerdata tetapi mereka bermaksud membuat SKW pada Notaris, bila mereka beragama
Kristen berlaku hukum adat masing-masing. Namun dapat diterapkan pula ketentuan dalam Hukum Waris KUHPerdata bila
memperhatikan pernikahan mereka semua mengikuti asas monogami, Namun Notaris harus berhati-hati jangan sampai melanggar Hukum
Adat masing-masing, maka khusus untuk keluarga-keluarga Nasrani yang mau/membutuhkan SKW notariil supaya ditempuh : membuat akta
Pernyataan/Keterangan ahliwaris. Caranya : bila semua ahliwaris sepakat membuat akta Pernyataan/Keterangan ahliwaris menghadap Notaris
(mereka yang menyatakan, bukan Notaris yang menyatakan mereka ahliwaris.

Akta tersebut berisi :


Pernyataan para ahliwaris (semua ahliwaris) bahwa mereka adalah isteri/suami dan anak-anak dari almarhum. Bahwa almarhum menikah
sekali saja dengan jandanya : nyonya ………………… / duda …………………. Dari pernikahan mana (dengan/tanpa Perjanjian Kawin 
bila ada PK.
- bahwa dari perkawinan tersebut dilahirkan …… orang anak  sebutkan anak2:
1. nama, tanggal lahir, sebagaimana ternyata dari akta kelahiran ………………….. dstnya
2. nama, tanggal lahir, sebagaimana ternyata dari akta kelahiran ………………….. dstnya
3. nama, tanggal lahir, sebagaimana ternyata dari akta kelahiran ………………….. dstnya
- bahwa telah dicek ke daftar pusat wasiat ternyata tidak terdaftar akta wasiat atas nama almarhum ………………….
- bahwa hadir 2 (dua) orang saksi yang menguatkan keterangan para penghadap
 - bahwa dengan demikian yang berhak menjadi ahliwaris adalah : pasangan hidup terlama dan anak-anak masing-masing untuk bagian yang
 Khusus perhatian untuk orang-orang yang tidak menikah tetapi hidup bersama dengan orang
yang tidak menikah (tidak/belum dicatatkan dalam Pencatatan Sipil) sehingga secara legal
belum/tidak menjadi ahliwaris, maka kita harus hati hati sebab ada kemungkinan bila nikah yang
tidak dicatatkan di Pencatatan Sipil dapat diurus pencatatannya kemudian di Pencatatan Sipil
dengan melalui permohonan Penetapan ke Pengadilan Negeri agar pernikahan tersebut
diperintahkan oleh Pengadilan kepada Pencatatan Sipil untuk dicatatkan sebagai pernikahan yang
sah. Kemudian pula anak-anak yang semula anak luar nikah diharuskan dengan Penetapan
Pengadilan untuk dicatatkan sebagai anak-anak yang sah suami isteri tersebut dengan
perbaikan/pencatatan pada akta-akta kelahirannya, sehingga status perkawinan dari semula hanya
hidup bersama atau menikah hanya di muka Pemuka Agama menjadi nikah yang sah dan status
anak luar kawin menjadi anak sah.
 Hal-hal tersebut membuat Notaris sebaiknya bila bertemu klien yang kasusnya belum nikah sah
bila mungkin mereka dianjurkan mengurus Penetapan Pengadilan untuk mengesahkan
pernikahan dan anak-anak. Sebaiknya Notaris menunda pembuatan SKW dalam hal tersebut
karena dengan adanya Penetapan Pengadilan status keluarga yang tidak sah menjadi sah. SKW
yang semula tanpa mengurus Penetapan Pengadilan akan menghasilkan kesimpulan yang
berbeda dan dapat memicu permasalahan adanya tuntutan dikemudian hari dari yang semula
dirugikan.
DISKUSI HUKUM PENGWIL DKI JAKARTA INI IPPAT
Jakarta, 10 Desember 2020

TERIMA
KASIH

Anda mungkin juga menyukai