Anda di halaman 1dari 35

TINDAK PIDANA KORUPSI

BY:
HANS VICTOR SITEPU
DEFENISI HUKUM

• HUKUM ADALAH SUATU ATURAN /


KAEDAH YANG BERSIFAT TERTULIS,
MENGIKAT, MENGATUR DAN MEMILIKI
SANKSI YANG TUJUANNYA UNTUK
MEMBATASI TINGKAH LAKU MANUSIA
(DEFENISI SECARA UMUM).
SUMBER HUKUM

• SUMBER HUKUM MATERIL YAITU BAHAN-BAHAN


YANG MENJADI ISI HUKUM YANG MENGATUR
KEHIDUPAN MANUSIA MELIPUTI :
IPOLEKSOSBUDHANKAM.
• SUMBER HUKUM FORMAL YAITU HUKUM YANG
SUDAH MEMILIKI FORMAT/BENTUK, MELIPUTI : UU
(STATUTE), KEBIASAAN (CUSTOM), KEPUTUSAN
HAKIM (JURISPRUDENSI), TRAKTAT (TREATY) DAN
PENDAPAT PARA SARJANA (DOKTRIN)
BERDASARKAN KEPENTINGAN, HUKUM DIBAGI :

• HUKUM PUBLIK ADALAH ATURAN HUKUM YANG


MENGATUR KEPENTINGAN UMUM ANTARA NEGARA
DENGAN PERSEORANGAN ATAU HUBUNGAN ANTARA
NEGARA DENGAN ALAT PERLENGKAPAN NEGARA (CH.
ORANG YANG MELAKUKAN KEJAHATAN DAPAT DIPIDANA).

• HUKUM PRIVAT ADALAH ATURAN HUKUM YANG


MENGATUR KEPENTINGAN PERSEORANGAN MAKSUDNYA
MENGATUR HUBUNGAN HUKUM ANTARA ORANG YANG
SATU DENGAN ORANG YANG LAIN (CH. JUAL BELI, SEWA
MENYEWA).
BERDASARKAN SIFAT
• HUKUM MEMAKSA (DWINEGEND RECHT) YAITU ATURAN
HUKUM YANG DALAM KEADAAN BAGAIMANAPUN JUGA
HARUS DAN MEMPUNYAI PAKSAAN MUTLAK UNTUK
DILAKSANAKAN.
CH. ORANG BERSALAH HARUS DIHUKUM

• HUKUM PELENGKAP/HUKUM MENGATUR (AANVULEND


RECHT / REGELEND RECHT) YAITU ATURAN HUKUM YANG
DALAM KEADAAN KONKRIT DAPAT DIKESAMPINGKAN OLEH
PERJANJIAN YANG DIADAKAN OLEH PARA PIHAK.
CH. JUAL BELI HANYA MENGUNAKAN KERTAS SEGEL ATAU
SALAMAN SAJA.
BERDASARKAN ISI

• SURUHAN (GEBOD)
CH. UU NO. 1/1974 PASAL 45 ORANG TUA WAJIB MEMELIHARA
ANAKNYA

• LARANGAN (VERBOD)
CH. UU NO. 1/1974 PASAL 8 PERKAWINAN DILARANG ANTARA YANG
BERHUBUNGAN DARAH

• KEBOLEHAN (MOGEN)
CH. UU NO. 1/1974 PASAL 29 PIHAK YANG MENIKAH BOLEH
MENGADAKAN PERJANJIAN PERKAWINAN
ASAL KATA “KORUPSI”

• KORUPSI asal kata dari bahasa latin “corruptio” atau


“corruptus”, selanjutnya disebutkan bahwa corruptio itu
berasal pula dari kata asal “corrumpere” suatu kata latin
yang lebih tua.

• KORUPSI dalam bahasa Inggris “corruption/corrupt”,


bahasa Perancis “corruption”, bahasa Belanda
“Corruptie” dan Bahasa Indonesia “Korupsi”.
PENGERTIAN KORUPSI
• Arti Harpiah “korupsi” adalah kebusukan, keburukan, kejahatan,
ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari
kesucian.

• Kamus Umum Bahasa Indonesia (Poerwodarminto) ‘korupti” adalah


perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang
sogok dan sebagainya.

• Dalam UU No. 31 Tahun 1999 yang diubah dan ditambah dengan UU


No. 20 Tahun 2001, delik korupsi dirumuskan didalam beberapa
pasal khususnya pasal, 2,3,5,6,7,8,9,10,11,12,13 dan 16.
Dalam pasal 2 Korupsi diartikan sebagai Perbuatan melawan hukum
memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu koporasi yang
dapat merugikan keuangan atau perekonomian negara.
Dalam pasal 3 Korupsi dirumuskan sebagai Perbuatan yang dengan
tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu
korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana
yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat
merugikan keuangan atau perekonomian negara.
PENGERTIAN KOLUSI

• Dalam rumusan pasal 1 angka 4 jo pasal 5 angka 4 jo pasal


21 UU No. 28/1999 tentang Penyelenggaraan Negera yang
bersih dan bebas dari KKN.

Kolusi adalah permufakatan atau kerja sama secara


melawan hukum antara penyelenggara negara atau antar
penyelenggaran negara dengan pihak lain yang merugikan
orang lain, masyarakat dan atau negara
PENGERTIAN NEPOTISME

• Dalam rumusan pasal 1 angka 5 jo pasal 5 angka 4 jo pasal


22 UU No. 28/1999 tentang Penyelenggaraan Negera yang
bersih dan bebas dari KKN.

Nepotisme adalah setiap perbuatan penyelenggara negara


secara melawan hukum yang menguntungkan kepentingan
keluarganya dan atau kroninya diatas kepentingan
masyarakat, bangsa dan negara.
SEBAB-SEBAB TIMBULNYA KORUPSI

• KERUSAKAN MORAL
• KELEMAHAN SISTEM
• KERAWANAN KONDISI SOSIAL EKONOMI
• KETIDAKTEGASAN DALAM PENINDAKAN HUKUM
• SERINGNYA PEJABAT MEMINTA SUMBANGAN KEPADA
PENGUSAHA
• PUNGUTAN LIAR
• KEKURANG PENGERTIAN TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI
• LEMAHNYA PERUNDANG-UNDANGAN YANG ADA
AKIBAT YANG DITIMBULKAN

• DAPAT MENGHANCURKAN EFEKTIFITAS POTENSIAL DARI SEMUA


PROGRAM PEMERINTAH
• DAPAT MENGANGU / MENGHAMBAT PEMBANGUNAN
• MENIMBULKAN KORBAN INDIVIDU MAUPUN KELOMPOK
MASYARAKAT
• DAPAT MEMBAHAYAKAN STABILITAS DAN KEAMANAN NEGARA
• MERUSAK NILAI-NILAI MORALITAS DAN DEMOKRASI
• MENIMBULKAN KERUGIAN NEGARA
KARAKTERISTIK TINDAK PIDANA KORUPSI

• PELAKU TINDAK PIDANA PADA UMUMNYA TINGGI TINGKAT


PENDIDIKANNYA, SEHINGGA PELAKU INI SECARA DINI DAPAT
MENGHILANGKAN BARANG BUKTI DAN MENUTUPI
PERBUATANNYA
• TIPIKOR UMUMNYA DILAKUKAN OLEH BEBERAPA ORANG BAIK
BERSAMA-SAMA DAN SALING MENUTUPI DIRI KARENA TAKUT
TERLIBAT
• PERKARA TIPIKOR UMUMNYA BERKAITAN DENGAN
JABATAN/KEDUDUKAN YANG DAPAT MERUGIKAN KEUANGAN
NEGARA ATAU PEREKONOMIAN NEGARA
• PERKARA INI TERUNGKAP DALAM WAKTU YANG RELATIF LAMA
• BIASANYA YANG MENJADI SAKSI ADALAH STAF DARI PELAKU
Hal- hal yang paling berpotensi timbulnya Tindak Pidana Korupsi adalah
Sebagai berikut:

PENGADAAN BARANG DAN JASA


PERBANKAN
PAJAK
BEA CUKAI
PELAYANAN PUBLIK
PENGELOLAAN PNP & PNBP
APBN DAN APBD
PENJABARAN PASAL-PASAL TERTENTU

UU NO. 31 TAHUN 1999 & UU NO. 20 TAHUN 2001


TENTANG
PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI
Dan
INSTRUKSI PRESIDEN NOMOR : 5 TAHUN 2000
TENTANG
PERCEPATAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA
KORUPSI
APARAT PENEGAK HUKUM YANG BISA MELAKUKAN
PEMERIKSAAN PERKARA TIPIKOR

• KEJAKSAAN RI (UU NO. 16 TAHUN 2004)


• KPK (UU NO. 30 TAHUN 2002)
• KEPOLISIAN RI (UU NO. 2 TAHUN 2002)
Bab I
Pasal 2 UU No. 31 Tahun 1999
Unsur-Unsurnya :
a. Setiap orang
b. Secara melawan hukum
c. Melakukan perbuatan
d. Memperkaya diri sendiri, orang
lain atau
korporasi
e. Yang dapat merugikan keuangan
negara
atau perekonomian negara
A. Unsur “Setiap Orang”, meliputi :
1. Perseorangan
2. Korporasi

1. Perseorangan, meliputi :
- Pegawai Negeri, (Pasal 1)
- TNI / POLRI
- Swasta

2. Korporasi, ialah :
Kumpulan orang dan atau kekayaan yang terorganisasi
baik merupakan badan hukum maupun bukan badan
hukum (Pasal 1)
b. Unsur “Melawan Hukum”

• Melawan Hukum, dapat berarti :


- Bertentangan dengan hukum
- Bertentangan dengan hak orang lain atau hukum
subyektif seseorang
- Tanpa hak atau tidak berwenang

• Jadi sifat melawan hukum meliputi :


- Melawan hukum dalam arti formil, dan
- Melawan hukum dalam arti materiil
Sifat melawan hukum dalam perkara korupsi meliputi melawan hukum, dalam arti formil maupun
materiil, dimaksudkan agar lebih mudah memperoleh pembuktian tentang perbuatan yang dapat
dihukum yaitu “memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu badan” daripada memenuhi
ketentuan-ketentuan untuk membuktikan lebih dahulu adanya kejahatan/pelanggaran seperti
disyaratkan oleh UU No. 24 Prp. Tahun 1960. ( Penjelasan Umum Undang – Undang Nomor 3 Tahun
1971)-------------------------------
Agar dapat menjangkau beberapa modus operandi penyimpangan keuangan negara atau
perekonomian negara yang semakin canggih dan rumit maka tindak pidana yang diatur dalam
undang-undang ini dirumuskan sedemikian rupa sehingga meliputi perbuatan-perbuatan
memperkaya diri atau orang lain atau suatu korporasi secara “melawan hukum dalam pengertian
formal dan materiil. Dengan perumusan tersebut, pengertian melawan hukum dalam tindak pidana
korupsi berarti dapat pula mencakup melawan hukum dalam tindak pidana korupsi dapat pula
mencakup perbuatan-perbuatan tercela yang menurut perasaan keadilan masyarakat harus dituntut
dan dipidana (Penjelasan Umum Undang Undang. No. 31 Tahun 1999) ----------------------------------
Bagaimanakah pendirian kita terhadap soal ini ? Kiranya tidaklah mungkin selain daripada mengikuti
ajaran materiil. Sebab bagi orang Indonesia belum pernah ada saat bahwa hukum dan undang-
undang dipandang sama. Pikiran bahwa hukum adalah undang-undang belum pernah kita alami.
Bahkan sebaliknya hampir semua hukum Indonesia asli adalah hukum yang tidak tertulis (Prof.
Moeljatno, SH, Azas-azas Hukum Pidana) -----------------------------------
Menjadi pertanyaan dapatkah MK menilai dan meniadakan suatu unsur tindak pidana yang
merupakan kompetensi hakim pidana ? -----------------------------
Unsur “melawan hukum” tidak menjadikan suatu perbuatan yang dapat dipidana, melainkan hanya
merupakan sarana untuk melakukan perbuatan yang dapat dipidana yaitu memperkaya diri sendiri,
orang lain atau suatu korporasi
C. Unsur “Melakukan Perbuatan”

• Selama ini unsur “melakukan perbuatan” memperkaya diri sendiri


atau orang lain atau suatu korporasi dianggap hanya satu unsur
saja, sehingga yang dibuktikan hanya unsur memperkaya diri
sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, tanpa membuktikan
apakah memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu
korporasi merupakan tujuan atau dikehendaki.
• Unsur “melakukan perbuatan” sama maknanya dengan unsur
“dengan maksud” pada Pasal 362 KUHP, yang artinya dikehendaki
atau sengaja, yang merupakan unsur subyektif pada pasal 2 UU
No. 31 tahun 1999 ini.
• Membuktikan unsur “melakukan perbuatan” dengan
menggunakan teori kesengajaan, yaitu :
- Wilstheorie
- Voorstellingtheorie
d. Unsur “Memperkaya diri sendiri, orang lain atau suatu
korporasi
• Pengertian memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu
korporasi harus dikaitkan dengan Pasal 37 ayat (3) dan (4) UU No.
31 Tahun 1999 dan Pasal 37A ayat (1) dan (2) UU No. 20 tahun
2001 :
- Terdakwa wajib memberikan keterangan tentang seluruh
harta bendanya dan harta benda istri atau suami, anak dan harta
benda setiap orang atau korporasi yang diduga mempunyai
hubungan dengan perkara yang bersangkutan.
- Dalam hal terdakwa tidak dapat membuktikan tentang
kekayaan, yang tidak seimbang dengan penghasilannya atau
sumber penambahan kekayaannya, maka keterangan tersebut
dapat digunakan untuk memperkuat alat bukti yang sudah ada
bahwa terdakwa telah melakukan tindak pidana korupsi
- Pasal ini merupakan alat bukti “petunjuk” dalam perkara
korupsi
Setiap orang yang didakwa melakukan tindak pidana korupsi wajib membuktikan
sebaliknya terhadap harta benda miliknya yang belum didakwakan, tapi juga
diduga berasal dari tindak pidana korupsi : ( Pasal 38B ayat (1) UU No. 20 tahun
2001)-----------------------------------
Dalam hal terdakwa tidak bisa membuktikan bahwa harta benda tersebut
diperoleh bukan karena tindak pidana korupsi, maka harta benda tersebut
dianggap diperoleh dari tindak pidana korupsi. Merupakan beban pembuktian
terbalik. (Pasal 38B ayat (2) UU No. 20 tahun 2001)-----------------------------------
e. Unsur “Dapat Merugikan Keuangan Negara atau Perekonomian Negara”

Berbeda dengan unsur Pasal 1 ayat (1)a UU No. 3 tahun 1971 yang merupakan
delik materiil, maka Pasal 2 UU No. 31 tahun 1999 ini merupakan delik formil.
Dengan diubah menjadi delik formil maka pengembalian hasil korupsi kepada
negara tidak menghapuskan pertanggungjawaban pidana terdakwa karena
tindak pidana telah selesai. (Pasal 4 UU ini)

Pengertian keuangan negara dan perekonomian negara tidak dapat ditafsirkan


lain selain yang telah dirumuskan pada penjelasan umum UU No. 31 tahun
1999.
Pengertian Keuangan Negara (UU No. 31/1999)

Keuangan negara yang dimaksud adalah seluruh kekayaan negara


dalam bentuk apapun, yang dipisahkan atau yang tidak dipisahkan,
termasuk di dalamnya segala bagian kekayaan negara dan segala
hak dan kewajiban yang timbul karena :

a. berada dalam penguasaan, pengurusan dan


pertanggungjawaban pejabat lembaga negara, baik ditingkat pusat
maupun di daerah.
b. berada dalam penguasaan, pengurusan dan pertanggung
jawaban BUMN/BUMD, yayasan, badan hukum, dan perusahaan
yang menyertakan modal negara atau perusahaan yang
menyertakan modal pihak ketiga berdasarkan perjanjian dengan
Negara.
Pengertian Keuangan Negara (UU No. 31/1999)

- Perekonomian negara adalah kehidupan perekonomian yang


disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas
kekeluargaan ataupun usaha masyarakat secara mandiri yang
didasarkan pada kebijakan pemerintah, baik di tingkat pusat
maupun di daerah sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan yang berlaku yang bertujuan memberikan manfaat,
kemakmuran, dan kesejahteraan kepada seluruh kehidupan
rakyat.

- Pengelolaan keuangan BUMN dikelola berdasarkan UU No. 19


tahun 2004, akan tetapi pertanggungjawaban pidana
mengacu pada UU no. 31 tahun 1999
• Pasal 2 UU ini pada dasarnya sama dengan Pasal 1 ayat (1)a UU
No. 3 tahun 1971; Perbedaan terletak pada subyek delik Pasal 2
diperluas dan Unsur “dapat” merugikan keuangan negara pada
Pasal 2 merupakan delik formil sementara pada Pasal 1 ayat
(1)a merupakan delik materiil.

• Yang menjadi permasalahan apakah dengan berubahnya Pasal


2 menjadi delik formil sehingga adanya kerugian negara tidak
harus dibuktikan. Bukankah kata “dapat” pada pasal ini sama
dengan kata “berpotensi”, seperti halnya pada Pasal 263 KUHP.
(Perlu didiskusikan lebih lanjut)
Bab II
Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999

Unsur-Unsurnya :
a. Setiap orang
b. Dengan tujuan
c. Menguntungkan diri sendiri, atau orang lain atau suatu
korporasi
d. Menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana
yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan
e. Yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian
negara
a. Unsur “Setiap Orang”

• Pada dasarnya sama dengan unsur “setiap orang” pada Pasal 2


di atas
• Yang perlu diperhatikan kalau terjadi delik penyertaan, antara
pejabat dan bukan pejabat, antara yang punya kewenangan dan
yang tidak punya kewenangan.
• Pastikan kapan perkara displit dan kapan tidak dalam hal terjadi
delik penyertaan.
b. Unsur “Dengan Tujuan”

• Unsur ini juga sama dengan unsur “melakukan perbuatan” pada Pasal 2 di
atas, sehingga penyidik maupun penuntut umum harus bisa membuktikan
adanya unsur sengaja untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain
dengan menyalahgunakan kewenangan.
• Dengan tujuan dimaksudkan sama dengan “dengan maksud” artinya sengaja.
• Setiap unsur yang ada sesudah unsur sengaja diliputi oleh unsur sengaja
tersebut, artinya unsur menguntungkan diri sendiri, unsur menyalahgunakan
kewenangan dan unsur dapat merugikan keuangan negara, semuanya diliputi
dengan sengaja dan karenanya harus dibuktikan adanya kesengajaan untuk
itu.
c. Unsur “Menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu
korporasi”

• Unsur itupun pada dasarnya sama dengan unsur “memperkaya


diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi” pada Pasal 2
di atas.
• Jadi untuk membuktikan unsur ini hendaknya dihubungkan
dengan Pasal 37 ayat (3) dan (4) UU No. 31 tahun 1999 dan
Pasal 37A ayat (1) dan (2) UU No. 20 tahun 2001.
d. Unsur “Menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada
padanya karena jabatan atau kedudukan”

• Unsur ini merupakan unsur melawan hukum bukan dalam arti sempit atau
khusus.
• Unsur ini merupakan unsur alternatif dari 6 (enam) kemungkinan yang bisa
terjadi, yaitu :
1. Menyalahgunakan kewenangan karena jabatan
2. Menyalahgunakan kewenangan karena kedudukan
3. Menyalahgunakan kesempatan karena jabatan
4. Menyalahgunakan kesempatan karena kedudukan
5. Menyalahgunakan sarana karena jabatan, atau
6. Menyalahgunakan sarana karena kedudukan
e. Unsur “Dapat Merugikan Keuangan Negara atau Perekonomian
Negara”

• Unsur ini juga merupakan unsur alternatif dari 2 (dua) pilihan


kemungkinan yang bisa terjadi.
• Penjelasan mengenai unsur ini sama dengan penjelasan unsur
yang sama pada Pasal 2 di atas.
PENCEGAHAN / PEMBERANTASAN KORUPSI

• ADANYA PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM UPAYA CEGAH DAN


BERANTAS KORUPSI DENGAN CARA LAPOR KE INSTANSI BERWENANG
• ADANYA KOMITMEN YANG KUAT DARI APARAT PENEGAK HUKUM
• PERLUNYA SOSIALISASI UU TIPIKOR
• MEMPERKETAT SISTEM PENGAWASAN
• SANKSI TEGAS BAGI PELAKU TIPIKOR
• BERI PENGHARGAAN TERHADAP PEGAWAI YANG MELAKSANAKAN TUGAS
DENGAN BAIK
• TINGKATKAN KESEJAHTRAAN APARATUR PEMERINTAH
SEKIAN DAN TERIMA KASIH

SEMOGA KORUPSI DAPAT


DIBERANTAS GUNA TERCAPAINYA
MASYARAKAT INDONESIA YANG
MAKMUR DAN SEJAHTERA....AMIN

Anda mungkin juga menyukai