Anda di halaman 1dari 28

Seksi Psikoseksual

dan Marital

‘FROTTEURISM and INCEST’


The real phenomenon
among us

dr. ESTHER M L SINSUW, SpKJ


• Kelainan seksual dapat didefinisikan sebagai
dorongan dan kepuasan seksual, yang
ditujukan kepada obyek seksual yang tidak
lazim, atau dengan cara-cara yang tidak wajar.

• Korelasi Pria-Wanita dalam berhubungan


seksual tidak lagi menjadi hal yang penting,
karena orientasi seksual individu tersebut pun
sudah mengalami perubahan.

20XX 2
• Tindakan ini kadang disertai
dengan tingkah atau perilaku
ketidakwajaran seksual,
• yang diarahkan pada
• . pencapaian orgasme melalui
relasi di luar hubungan kelamin
secara heteroseksual,
homoseksual, subjek yang
belum dewasa, atau yang
bertentangan dengan norma-
norma dan tingkah laku seksual
yang bisa dipahami masyarakat
secara umum

20XX presentation title 3


incest

20XX presentation title 4


Meaning of incest
Kategori incest secara umum :
• Parental incest, yaitu
o KBBI : Hubungan seksual antara hubungan antara orang tua
orang-orang yang bersaudara dekat dan anak.
yang dianggap melanggar adat, hukum • Sibling incest, yaitu hubungan
dan agama. antara saudara kandung.
• Kategori incest dapat
o Courtois menyatakan Incest itu
diperluas lagi dengan
kompleks meliputi berbagai perilaku memasukkan orang-orang
antara individu dengan berbagai lain yang memiliki kekuasaan
keterkaitan dengan efek potensial yang atas anak tersebut, misalnya
kompleks dan multideterminant. paman, bibi, kakek, nenek,
o consanguineous incest and quasi-relative dan sepupu.
incest

20XX presentation title 5


Family 1

Keluarga seringkali tidak beda dengan


pasangan pernikahan, esensinya pada
2 hubungan orangtua-anak
Umumnya terdiri dari 2 orang dewasa
menikah, biasanya pria dan wanita 3
dan memiliki tempat tinggal sendiri. ​ (pasangan hampir selalu berasal
dari keluarga yang beda dan tidak
berhubungan darah) dan tinggal
serumah dengan keturunannya
4 orang yang tidak ada 5
hubungan, namun
in i k e lu a rg a ju g a merupakan disebut keluarga terk
saat ait faktor loyalitas,
n b a g i o r a n gtu a tiri, saudara rasa hormat,
sebuta
u n g S eb a g ia n , o ra ngtua yang rasa sayang, serta ra
ka nd sa tanggung jawab
, k e lu a rg a b e s a r d ll, (terlepas
sejenis
legal)
dari definisi secara

20XX 6
Kasus Incest
Pada Februari 2019 dilaporkan seorang gadis berusia 18 tahun di Sukoharjo,
Kabupaten Pringsewu, Provinsi Lampung, dilecehkan secara bergilir oleh ayah,
kakak, dan adiknya selama 2 tahun sejak ditinggal meninggal ibunya. 
Setelah ibunya meninggal, AG dirawat oleh sang nenek di Tanggamus,
Lampung. 
Lalu sang ayah menjemputnya dan mengajak tinggal bersama anak laki-lakinya,
yakni SA dan YF, di Sukoharjo, Kabupaten Pringsewu, Provinsi Lampung. 
AG kemudian dijadikan pelampiasan nafsu sang ayah. 
Lalu ternyata kakak dan adik AG melakukan hal serupa.
Kakak korban bekerja sebagai pemetik buah kelapa, sedangkan sang adik
seorang pengangguran. 
Korban diperkosa ketiga anggota keluarga itu menurut kemauan masing-masing
terduga pelaku.

20XX presentation title 7


Beberapa kasus Incest di Indonesia
1) AA warga Luwu, Sulawesi Selatan menikah adiknya kandung (BI) hingga
memiliki dua anak yang berusia 2,5 tahun dan 1,5 tahun. Di rumah tersebut juga
tinggal orangtua AA dan BI. Menurut polisi mereka tidak bisa dijerat hukum
karena perbuatannya atas dasar suka sama suka namun AA dan BI, beserta Ibu
kedua pelaku dan anak-anaknya, telah meninggalkan rumahnya karena warga
mengusir keluarga mereka dari desa. 
2) Pada Maret 2019, kasus inses juga terjadi di Pasaman, Sumatera Barat, yang
dilakukan oleh ayah terhadap putri kandungnya. Dari pengakuan
korban, pencabulan sedarah itu terjadi selama tujuh tahun.
3) Pada Juli 2019, kasus inses kembali terungkap di Garut, Jawa Barat, antara
seorang ayah dengan anak kandung. Sang anak bahkan melahirkan bayi hasil
hubungan tersebut.

20XX presentation title 8


Motivational Categories of
Incest (MADDOCK & LARSON)
 Affection-based: Inses memberikan kedekatan dalam keluarga yang
kurang kasih sayang dan afeksi. Penekanan pada hubungan spesial saling
memberi dan menerima perhatian yang sebelumnya tidak didapatkan.

 Erotic-based: suasana keluarga merupakan kondisi ‘panseksualisme’


yang sangat kacau dan tidak jarang banyak anggota keluarga yang terlibat.
Memiliki norma hubungan erotisasi. Istilah polyincest sering digunakan
untuk menjelaskan situasi ini

 Aggression-based: perilaku inses melibatkan kemarahan seksual pelaku,


melampiaskan rasa frustrasinya pada individu yang rentan , sering kali
melibatkan penganiayaan fisik.

 Rage-based: Pelaku bermusuhan dan dapat mungkin sangat sadis, korban


mungkin berada dalam situasi sangat berbahaya .

20XX presentation title 9


TABLE : Symptom clusters in victims of incest
EMOTIONAL AFFECTIVE DYSFUNCTIONAL SOMATOFORM
INCONTINENCE DYSREGULATION SELF-SOOTHING DISSOCIATION

: ketidakmampuan Aktivitas
menanggung Kekacauan penggunaan Ekspresi fisik
penderitaan dan emosi atau NAPZA dan dari tekanan
desakan yang supresi afek self harm emosional
menyertainya

COMORBIDITY SEXUAL DYSFUNCTION Reenacting and Failures in relatedness


revictimization behaviors

Berusaha
usaha untuk menyenangkan
Efek terkait Dorongan menyenangkan orang lain namun
trauma fisik seksual yang diri, menjadi ketidakyakinan
dan mental kompulsif dan memikat dan pada orang lain
tidak terkontrol menarik serta menghambat
mengambil risiko kemampuan
intimacy

20XX presentation title 10


Prinsip penatalaksanaan
PSIKOSEKSUA TERAPI
TRAUMATIK BONDING
L
o Penting diperhatikan bukti adanya
Pengalaman buruk Banyak korban disosiasi dalam riwayat gangguan dan
o Penganiayaan incest akan keseluruhan gejala pasien  
o Pelecehan mengalami o 3 tahapan penting dalam terapi:
o Ancaman • Safety: pasien perlu dilindungi dan
penanganan
o Intimidasi diperkuat
psikiatri berkali-kali
o Penghinaan • Remembrance and mourning: proses
sebelum mereka
berani mengambil rekoleksi terhadap ingatan tentang
Namun juga memberi pengalaman dan ‘loss’
o Perhatian risiko mengungkap
• Reintegration:. telah terjadi integrasi dari
o Kasih sayang riwayat incest dari
efek masa lalu dan pasien siap menuju
o Relasi masa lalu masa depan sebebas mungkin dari
trauma yang pernah dialaminya
20XX presentation title 11
frotteurism
What Is Frotteuristic Disorder?

20XX presentation title 13


Frotteuristic Disorder Statistics
 Frotteuristic behavior occurs in up to 30% of
adult males
 Frotteuristic disorder occurs in
approximately 10-14% of adult males seen
in outpatient settings for paraphilic
disorders
 Frotteuristic disorder occurs almost
exclusively in men
 Frotteuristic fantasies and behavior may
decrease with age
 In one study, approximately 24% of women
reported being a victim of frotteuristic
behavior in their lifetime3
 Frotteuristic disorder typically develops
during late adolescence or early adulthood

20XX presentation title 14


Kasus Frotteurisme
Bulan April 2019, seorang remaja FF 16 tahun,
pelajar SMA Bersama tiga temannya sedang
berada didalam gerbong kereta listrik (KRL)
dari stasiun Kp. Bandar Ancol menuju Stasiun
Duri di Tangerang.
Saat di KRL, FF merasakan sentuhan
seseorang di sekitar pangkal paha dan bagian
atas kemaluannya. Karena tidak merasa yakin
ia berpikir bahwa itu hanya rasa mengganjal
dari baju yang basah karena kehujanan.
Saat akan turun dari KRL tiba-tiba FF menjerit
karena melihat seorang lelaki menarik
tangannya dari bagian depan celana FF.
Akhirnya pelaku dapat diamankan oleh
petugas setempat kemudian dibawa ke pos
keamanan
Melalui pemeriksaan psikiatrik FF disimpulkan
mengalami gejala PTSD.
Sumber
VeRP
20XX presentation title 15
o Perlu dicatat bahwa seorang
dewasa yang aktif secara seksual
kadang terangsang oleh sentuhan
tanpa sengaja, atau dengan
fantasi menyentuh orang yang
tidak menyetujuinya.

o Bila tidak ditemukan pikiran yang


terfiksasi, rasa tertekan serta tidak
melakukan tindakan maka gairah
yang dirasakan ini tidak dapat
diklasifikasikan sebagai gangguan
jiwa.
Perilaku seks
menyimpang sebagai
fenomena
gunung es…
menjadi problem
kesehatan jiwa dalam
masyarakat ???
Overview DSM Psychiatric Times vol
33
Nov 2016
o DSM originally o DSM-II defined sexual o The term o DSM-IV
characterized sexual deviations in a broad paraphilias was maintained the
deviations with category as “personality introduced in DSM- diagnostic
psychopathic disorders and certain classification of
personality disorders
III. The paraphilias
other nonpsychotic mental paraphilias.
based on the belief disorders.” DSM-II sexual were classified as
that sexual deviations included sexual psychosexual
disorders, which o DSM-IV-TR moved
deviations were orientation disturbance
criminal acts, and (homosexuality), included gender transvestism from
thereby those fetishism, pedophilia, identity disorder, a disorder of
individuals who transvestism, psychosexual gender identity to
engaged in sexual exhibitionism, voyeurism, a paraphilia called
dysfunctions, and
deviations were sadism, masochism, and transvestic
unlawful or ego-dystonic
“other sexual deviation.” fetishism.
psychopathic. homosexuality.

20XX presentation title 18


Perubahan signifikan DSM-5:

o Paraphilia menjadi Paraphilic Disorder


o DSM sebelumnya tidak menyertakan kata ‘disorder’
o Dengan perubahan nomenclatur, sejumlah perilaku
seksual dapat diklasifikasikan sebagai parafilia namun
belum tentu suatu ‘disorder’.
o Dengan kata lain sejumlah perilaku seksual mungkin
jauh dari kondisi ‘normofilia’ namun tidak signifikan
secara klinis.

20XX presentation title 19


Role of psychiatrists
o Penelitian menunjukkan ada komorbiditas yang tinggi
dari Gangguan psikiatrik secara umum pada pelaku
pelanggaran seksual.
o Diagnosis Axis I termasuk gangguan mood, anxietas,
spektrum autistic dan ADHD serta Axis II yang
merupakan kondisi neurodevelopmental adalah
laporan psikopatologi yang dilaporkan terkait
pelanggaran seksual parafilia

(Tables 1 and 2).
20XX presentation title 20
The concurrent psychiatric treatment of Axis I and Axis II comorbidities may reduce paraphilic
behavior. Psychiatrists can have an indirect role in decreasing sexual offending by
adequately treating the comorbid, nonparaphilic disorder or treating the medical condition
that presents as a paraphilia

20XX presentation title 21


Axis III conditions such as traumatic brain injury, temporal lobe epilepsy, and
neurodegenerative conditions can present with paraphilic-like symptoms.
The recognition of such medical conditions can lead to appropriate treatment.

20XX presentation title 22


Forensic Consideration

• salah satu tantangan adalah tumpang tindih


pertimbangan hukum, sosial, politik dan etika yang
menjadi faktor dalam mengevaluasi perlakuan bagi
pelaku kejahatan seksual. Hal ini menstimulus berbagai
pendekatan multidisiplin dalam penanganan pasien
• Psikiater yang kompeten di bidang ini harus familiar
dengan evaluasi yang mutakhir dan pedoman terapinya,
penilaian aktuaria standar perawatan serta undang-
undang pelanggar seksual sesuai yurisdiksinya.

20XX presentation title 23


Dr. Sorrentino is Clinical Instructor at Harvard Medical
School in Boston and Medical Director of the Institute for
Sexual Wellness in Weymouth, MA. She reports no
conflicts of interest concerning the subject matter of this
article.

Paraphilic disorders are rarely part of the curriculum for psychiatry


residents or fellows. As a result, there are few psychiatrists who work with
individuals who have paraphilic disorders.
In the past few decades, research on sexual offenders has shown that
those with paraphilic disorders are at high risk for committing future
sexual offenses. Psychiatrists can serve a pivotal role in reducing sexual
offender recidivism by treating individuals with paraphilic disorders.

20XX presentation title 24


• Actus mens rea atau sikap batin manusia dalam perspektif teori
kontrol sosial dan pengendalian terbagi atas dua pengendalian, yaitu
Inner/internal containments (Pengendalian Internal) dan
Outer/external containments (Pengendalian Eksternal)
• Pengendalian internal : kemampuan seseorang untuk menahan diri.
untuk tidak mencapai kebutuhannya dengan cara melanggar
undang-undang yang termasuk didalamnya adalah kontrol diri,
konsep diri yang baik, ego yang kuat, super ego yang berkembang
baik, orientasi tujuan, dan pemahaman tentang norma.
• Ketidaktahuan akan norma yang melarang perbuatan inses,
lemahnya kontrol diri serta kebutuhan seksual merupakan faktor
perdorong terjadinya perbuatan inses.

KRIMINALISASI INSES (HUBUNGAN


SEKSUAL SEDARAH)
DALAM PERSPEKTIF PEMBAHARUAN
HUKUM PIDANA
20XX Vifi
presentation Swarianata , Bambang Sugiri , Nurini
title 25
KELUARGA yang kuat merupakan strategi dalam
mempertahankan diri sebagai masyarakat yang rasional
dan waras;
 Mampu mendukung semua anggota masyarakat
mencapai potensi optimalnya sebagai manusia
 Bertanggungjawab untuk diri sendiri dan keluarga
besarnya
 Menjadi model bagi pertumbuhan, ketahanan dan
perkembangan menuju pencapaian lebih tinggi dari
kodrat manusia
 Menjadi perwujudan kekuatan paling ‘powerful’ di
alam yaitu ‘kasih’
Carl Totton, Psy.D.,
Professor of Psychology,
Phillips Graduate
University
20XX presentation title 26
o Orang dengan gangguan parafiliak hanya
sebagian yang melakukan pelanggaran
seksual.

o Hasil studi bervariasi namun diduga


banyak individu yang memenuhi kriteria
gangguan parafiliak ternyata tidak
bertindak mengikuti orientasi seksualnya.

o Peran unik psikiater dalam pencegahan


primer yaitu penanganan gangguan
parafiliak bertujuan mencegah
pelanggaran seksual di masa depan

Take home
message

Anda mungkin juga menyukai