TAUHID
Filsafat ketuhanan
adalah pemikiran tentang Tuhan dengan
pendekatan akal budi, yaitu memakai apa yang
disebut sebagai pendekatan filosofis. Bagi orang
yang menganut agama tertentu (terutama agama
Islam, Kristen, Yahudi), akan menambahkan
pendekatan wahyu di dalam usaha memikirkannya.
Siapakah tuhan itu?
Perkataan ilah, yang diterjemahkan “Tuhan”, dalam Al-Quran dipakai untuk menyatakan
berbagai obyek yang dibesarkan atau dipentingkan manusia, misalnya dalam QS 45 (Al-
Jatsiiyah): 23, yaitu:
Rabb
Maalik &
Illah
TAUHID RUBBUBIYAH
Pengertian Rabb
Secara etimologis Rob artinya pencipta, pemelihara, pemberi rizki, pengatu dsb. Al-
Robb adalah pemilik, penguasa dan pengendali. Menurut bahasa kata Rabb
ditujukan kepada tuan dan kepada yang berbuat perbaikan. Kata Al-Rabb tidak
digunakan untuk selain dari Alloh SWT kecuali jika disambung dengan kata lain
setelahnya seperti kata robby dari (pemilik rumah, Qs. 12: ). Sedangkan kata Ar-
Rabb secara mutlak hanya boleh digunakan oleh Alloh SWT.
Al-Qur’an menjelaskan pengertian Rabb ini dalam ayat-ayat-Nya. Didalam Qs.
96/1-2 dan 2/21 Robb memiliki arti alladzi kholaq, yang menciptakan. “Hai
manusia, sembhlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang
sebelummu, agar kamu bertqwa” Qs. 2/21
TAUHID RUBBUBIYAH
TAUHID RUBBUBIYAH
Rob memiliki arti Pemelihara segala sesuatu. “Dan tidak adalah
kekuasaan iblis terhadap mereka, melainkan hanyalah agar Kami
dapat membedakan siapa yang beriman kepada adanya kehidupaan
akhirat dari siapa yang ragu-ragu tentang itu. Dan Tuahnmu Maha
Memelihara segala sesuatu.” (Qs. 34/21)
Dengan demikian Rab berarti pencipta, pemilik, pemutus
perkara, pendidik/ pengasuh, pemberi rizki dan pemelihara sesuatu.
Alloh SWT sebagai Rob
Alloh SWT sebagai Rob, selain memiliki pengertian tersebut diatas, Alloh SWT sebagai Rob juga sebagai
sumber produk hukum untuk mengatur tata kehidupan alam semesta (sunnatullah) maupun hukum untuk
mengatur tata kehidupan manusia di dunia.
Meyakini Alloh SWT sebgai Rob adalah mengakui dan meyakini bahwa Alloh SWT menurunkan hukum-
Nya untuk mengtur tata kehidupan alam semesta, atau yang biasa disebut dengan sunnatullah. “Dan pada
sisi Alloh SWT-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan
Dia mengetahui apa yang du daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia
mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah
atau yang kering, melainkan tertulis dlam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).: (Qs. 6/59)
Alloh SWT sebagai Rob juga menurunkan hukum-Nya berupa Al-Qur’an untuk mengatur tata kehidupan
manusia di dunia. “Tidaklah mungkin Al-Qur’an ini dibuat oleh selain Alloh SWT, akan tetapi (Al-Qur’an
itu) membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya dan menjelaskan hukum-hukum yang telah
ditetapkannya, tidak ada keraguan didalamnya, (diturunkan) dri Tuhan semesta alam.” Qs. 10/37
Konsepsi Tauhid Rubbubiyah
Tauhid Rubbubiyah adalah keyakinan yang bulat dan utuh bahwa Alloh SWT adalah satu-
satunya Rabb. Yaitu satu-satunya Dzat yang memiliki kekuasaan Rubbubiyah seperti
menciptakan, memberi rizki (Qs. 10/31-32), pendidik dan pengasuh, memutuskan perkara
dan memiliki segala sesuatu.
Semua pengertian Rubbubiyah tersebut dimaksudkan secara hakiki, karena jika diartikan
secara teknis manusia pun bisa melakukannya, sebagaimana yang digambarkan Al-Qur’an
tentang dialog Ibrahim as dengan Namrud laknatullah didalam Qs. 2/258 : “Apakah kamu
tidak memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim AS tentang rabbnya, karena Alloh
SWT telah memberikan kepada orang itu kekuasaan. Ketika Ibrahim mengatakan : Rabbku
ialah yang menghidupkan dan mematikan. Orang itu berkata : Saya dapat menghidupkan
dan mematikan.”
Meyakini Alloh SWT sebagai Rob adalah mengakui dan meyakini bahwa Alloh SWT
menurunkan hukum-Nya untuk mengtur tata kehidupan alam semesta, atau yang
biasa disebut dengan sunnatullah. “Dan pada sisi Alloh SWT-lah kunci-kunci semua
yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui
apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan
Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan
tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dlam kitab yang nyata
(Lauh Mahfuzh).: (Qs. 6/59)
Alloh SWT sebagai Rob juga menurunkan wahyu sebagai hukum-Nya
berupa Al-Qur’an untuk mengatur tata kehidupan manusia di dunia.
“Tidaklah mungkin Al-Qur’an ini dibuat oleh selain Alloh SWT, dan
juga (Al-Qur’an itu) membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya dan
menjelaskan hukum-hukum yang telah ditetapkannya, tidak ada
keraguan didalamnya, (diturunkan) dari Tuhan semesta alam.” Qs.
10/37
Selain itu fungsi Rubbubiyah sepanjang syari’at Islam tidak pernah diwakilkan kepada
siapapun termasuk para Nabi. Karena jika fungsi ini diwakilkan, maka semua manusia
yang membutuhkan pembendaharaan Alloh SWT dibolehkan minta kepada Nabi. Padahal
keadaan semacam ini sebagaimana terjadi pada umat-umat terdahulu dinyatakan
Rosulullah SAW sebagai hal yang SYIRIK. Ditegaskan dalam QS> 6/50 dan 7/188.
Katakanlah: “Aku tidak mengatakan kepdamu, bahwa pembendaharaan Rosulullah SAW
ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui dan tidak (pula) aku mengatakan kepadamu
bahwa aku seorang malaikat. Aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku.
Katakanlah: “Apakah sama orang yang buta dengan orang yang melihat? ”Maka apakah
kamu tidak memikirkan (nya)? Qs. 6/5
“Katakanlah: “Aku tidak berkuasa menarik kemanfa’atan bagi diriku dan tidak (pula)
menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Alloh SWT. Dan sekiranya aku
mengetahui yang ghaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku
tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan
pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman”. Qs. 7/188
Dari kedua ayat ini jelas sekali bahwa unsur-unsur Rubbubiyah seperti
pembendaharaan langit, baik dan buruk serta urusan gaib lainnya tidak pernah
diwakilkan kepada para Nabi. Kasus yang berkaitan dengan orang-orang Yahudi
dan Nasrani dimana mereka menjadi Ahbar dan Ruhban sebagai Rob yang lain
selain Alloh SWT diawali oleh adanya keyakinan bahwa Ahbar dan Ruhban mereka
memiliki sebahagian kekuasaan Rubbubiyah. Seperti dijelaskan dalam Qs. 9:31
“Mereka menjadikan orang-orang alimnya, dan rahib-rahib mereka sebagai
Tuhan selain Alloh SWT dan (juga mereka mempertuhankan) Al-Masih putra
Maryam, padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa, tidak
ada Tuhan yang berhak disembah) selain Dia. Maha Suci Alloh SWT dari apa yang
mereka persekutukan.” Qs. 9/31
Yang dimaksud kaum Nasrani dan Yahudi menjadi akhbar (intelektual) dan
ruhban (rahib/spiritualis) sebgi Rabb, adalah bahwa mereka mengikuti pendapat
akhbar dan ruhban sekalipun hal itu menentang syari’ah para Nabi, atau merubah
yang halal menjadi yang haram atau sebaliknya. Jadi, faktor Rabb pada ayat
tersebut berkaitan dengan ketaatan yang membabi buta. Abul A’la Maududi
menjelaskan yang dimksud arbaban pada ayat tersebut adalah semua pemimpin
yang mengeluarkan aturan yang ditaati dan dilaksanakan oleh bawahan mereka
kendati bertentangan dengan ketentuan-ketentuan Alloh SWT dan Rasul-Nya.
Pengingkaran terhadap Tauhid Rubbubiyah atau tidak mengakui Alloh SWT
sebagai satu-satunya Rabb disebut kufur Rubbubiyah. Sedangkan menganggap
bahwa mengakui dan meyakini ada lagi Rabb selain Alloh SWT disebut dengan
Musyrik Rubbubiyah. Seseorang dikatakan Musyrik Rubbubiyah manakla ia
memiliki keyakinan bahwa selain Alloh SWT ada lagi benda, baik itu kongkrit atau
abstrak yang memiliki kekuasaan Rubbubiyah, misalnya bisa memberi rizki,
mematikan, menghidupkan, memiliki, menjadikan maju atau mundurnya usaha,
membuat aturan dsb.
Contoh dari kufur Rubbubiyah adalah pengakuan Fir’aun Ramses II sebagai Rabb
dalam Qs. 79/24. Dan contoh dari musyrik Rubbubiyah adalah mengajui aturan hidup
yang dibuat oleh manusia (termasuk nenek moyang) sebagai pegangan dalam kehidupan,
bai pribadi, keluarga, bermasyarakat atau bernegara (QS. 2/170)
Keyainan terhadap Rubbubiyah hendaknya direalisasikan dalam : Beribadah kepada-
Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun (Qs. 2/21) “Hai manusia,
sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar
kamu bertaqwa,” (Qs. 2/21), Menerima kitab-Nya sebagai aturan-Nya dalam kehidupan
(Qs. 7/3), “Ikutilah apa yang diturunkan kepadamudari Tuhanmu dan janganlah
kamumengikuti pemimpin-pemimpin selainn-Nya. Amatlah sedikit kamu mengambil
pelajaran (daripadanya).” (Qs. 7/3), Menafkahkan sebagian rizki yang diberikan-Nya. (Qs.
2/267), “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Alloh SWT) sebagian dari
hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi
untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan
daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan
memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Alloh SWT Maha Kaya lagi
Maha Terpuji.” (Qs. 2/267)
TAUHID MULKIYAH
Yang dimaksud dengan tauhid Mulkiyah adalah mengakui dan meyakini Allah SWT
sebagai satu-satunya Raja. Seseorang diwajibkan, sepanjang syari’at Islam, memiliki
keyakinan bahwa satu-satunya Maharaja beserta seluruh aturan-aturannya yang
wajib ditaati dlohir bathin, hanyalah Mulkiyah Allah (Malikinnas). Pengingkaran
terhadap Tauhid Mulkiyah, diaman seseorang mengingkari Allah sebagai satu-
satunya Raja, maka ia jatuh kedalam Kufur Mulkiyah. Adapun seseorng yang
menganggap bahwa ada pihak lain selain Allah sebagai Raja, maka ia terjatuh dalam
Musyrik Mulkiyah
Realisasi dari Tauhid Mulkiyah
adalah mengakui Allah sebagai satu-saTunya Raja. Dan bila
dikatakan Raja atau Kerajaan (Mulkiyah), maka tidak terlepas dari
unsur-unsur (a) aparatur, (b) aturan/ undang-undang/ hukum, (c)
wilayah dan (d) Rakyat, karena tidak bisa disebut kerajaan jika tidak
memiliki empat unsur diatas. Keempat unsur Mulkiyah ini
membentuk suatu tatanan system, yang dalam ilmu politik disebut
dengan Daulah Islamiyah
Termasuk dalam Tauhid Mulkiyah adlah meyakini bahwa perwujudan Mulkiyatullah di
dunia adalah melalui hadirnya lembaga kepemimpinan bermanhaj risalah, persis seperti
halnya lembaga kepemimpinan khilafah pasca nubuwah yang dipimpin Abu Bakar Ash-
Shidiq. Ketaatan kepada ulim amri dalam lembaga ini berkedudukan sana dengan
ketaatan kepada Rasul, perhatikan hadits-hadits Rasulullah tentang amir.
Didalam Qs. 2:107 dinyatakan bahwa milik Allah SWT kerajaan langit dan kerajaan
bumi, annalloha mulku-ssamawati wal ardhi.
“tiadakah kamu mengetahui bahwa kerajaan langit dan bumi adalah kepunyaan Allah?
Dan tiada bagimu selain Allah seorang pelindung maupun seorang penolong.” Qs. 2/107
Demikian halnya didalam Qs. 25:2 lebih jauh dinyatakan disana bahwa tidak pernah ada
sekutu didalam kerajaann-Nya, walam yakunlahu syarikun fil-mulki.
“Yang kepunyaan-Nyalah kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak mempunyai anak, dan
tidak ada sekutu bagi-Nya dalam kekuasaan (Nya), dan Dia telah menciptakan segala
sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya.” Qs. 25/2
Indikasi Tauhid Mulkiyah adalah adanya
keyakinan, seyakin-yakinnya bahwa :
Satu-satunya Institusi, Lembaga, negara atau Jama’ah yang haq yaitu Lembaga
Al-Islam, yang dasar hukumnya Al-Qur’an dan Assunnah, bertujuan
menzhahirkannya diatas segala hukum dan aturan lainnya.
Satu-satunya pimpinan, Ulil Amri yang perintah perintahnya wajib ditaati dan
dipatuhi (sepanjang berdaarkan Al-Qur’an dan Assunnah) hanyalah pimpinan,
Ulil Amri atau Imam lembaga Islam.
Satu-satunya Undang-undang, hukum positif yang sah untuk menghukumi atau
mengadili tiap diri, keluarga serta masyarakat suatu negara hanyalah hukum
Islam.
Kelak di hari akhir Allah akan menantang siapa saja yang telah
menyekutukan-Nya dalam masalah Mulkiyah ini.