Anda di halaman 1dari 70

Kebijakan Kementerian Kesehatan

Dalam Penanggulangan
Penyalahgunaan Napza

Dr Gerald Mario S SpKJ(K) SH


RSKO JAKARTA
Kementerian Kesehatan RI
Kerangka Paparan

1. Latar Belakang
2. Landasan kebijakan Kemenkes
Penanggulangan Penyalahgunaan Napza
3. Program Wajib Lapor Pecandu Narkotika
4. Rehabilitasi Medis Pecandu Narkotika &
Napza lainnya
5. Rehabilitasi Medis Pecandu Yang Dalam
Proses & Yang Telah Diputus / Ditetapkan
Pengadilan
1. Latar Belakang
1. Jumlah penyalahguna napza tetap tinggi, saat ini
diperkirakan sekitar 3,6 juta
2. Lebih 40% penghuni penjara adalah pengguna
napza
3. Pengguna NAPZA berusia 15-65 tahun, terbanyak
pada usia produktif
4. Pengguna :
• 70 % : PEKERJA
• 22% : PELAJAR/ MAHASISWA
• 8 % : PENGANGGURAN
1. Angka kematian akibat penggunaan Napza:
50 orang/ hari atau 18.250 orang / tahun
2. Kerugian ekonomi, keamanan, kesehatan
akibat penggunaan napza telah mengancam
Negara.
BEBAN BIAYA PADA PENYALAHGUNA
NAPZA
 Jumlah penderita 4.147.100 orang 1)
 Beban biaya privat 2):
Nomor Komponen biaya Jumlah Keterangan
1. Konsumsi narkoba 42.945.590.000.000
2. Pengobatan sakit 10.239.695.000.000
3. Over dosis 12.932.000.000
4. Detoksifikasi dan rehabilitasi 223.907.000.000

5. Pengobatan sendiri 163.878.000.000


6. Urusan dengan aparat hukum 1.152.328.000.000
7. Penjara 1.028.117.000.000
8. Aktivitas terganggu 244.352.000.000
9. TOTA L 56.168.283.000.000
BEBAN BIAYA PADA
PENYALAHGUNA NAPZA
 Loss productivity dan biaya sosial ekonomi 1):
Nomor Komponen biaya Jumlah Keterangan
1. Sakit 90.847.000.000
2. Overdosis 39.754.000.000
3. Detoksifikasi dan rehabilitasi 10.310.000.000
4. Kecelakaan 57.457.000.000
5. Aparat hukum 11.205.000.000
6. Penjara 649.073.000.000
7. Premature death 5.437.093.000.000
8. Tindak kriminal 648.392.000.000

9. TOTA L 6.944.130.000.000
TOTAL BEBAN BIAYA PADA
PENYALAHGUNA NAPZA
Nomor Komponen biaya Jumlah Keterangan
1, Beban biaya privat 56.168.283.000.000

2. Loss productivity dan biaya


sosial ekonomi 6.944.130.000.000

3. TOTA L 63.112.413.000.000
Tantangan

GPN sebagai satu-


Penerimaan beragam thd
satunya “penyakit” yang
Gangguan Penggunaan
diwajibkan lapor &
Napza (GPN) sebagai
menjalani perawatan
suatu penyakit
rehab medis

Kompleksitas pemulihan:
GPN dalam dua sisi
kronis, kambuhan,
pendekatan:
perlunya rencana terapi
kesejahteraan &
individual yg dikaji ulang
penegakan hukum
secara berkala
Tantangan tata laksana masalah
Narkotika: ambiguitas UU 35

Menyalahgunakan
zat adalah tindak Kalau anda kecanduan,
kriminal (psl 127) anda wajib lapor & wajib
rehab agar tdk dipidana
(psl 54 & 55)
Tantangan tata laksana masalah
Narkotika: pemidanaan

 Lapas dan Rutan di Indonesia mengalami over

kapasitas:
 Lebih dari 40% hunian merupakan warga binaan (WB)
dengan latar berlakang pengguna / penyalahguna / pecandu
narkotika
 Lapas/Rutan menjadi faktor risiko tinggi terhadap

penularan HIV dan penyakit infeksi lainnya


 Pemidanaan tidak menyelesaikan gangguan

penggunaan Napza
Tantangan tata laksana masalah
Narkotika: Perbedaan persepsi
Kesehatan  Hukum
Hukum:
Gangguan penggunaan Napza / Penyalahgunaan
 Setiap penyalahgunaan
Narkotika adalah penyakit kronis adalah
adalahtindak pidana
kriminal
kambuhan
Orang yg mengalami Orang yg memiliki narkotika
ketergantungan cenderung memiliki secara tidak sah adalah
zat yg biasa disalahgunakan untuk tindak pidana
digunakan secara kontinyu

Kebanyakan pecandu mengalami Narkotika gol I hanya utk


ketergantungan pd narkotika ilmu pengetahuan, shg setiap
golongan I pecandu adalah kriminal
Perbedaan persepsi (2)
Kesehatan  Hukum
Hukum:
Pemulihan atas kecanduan tidak Penyalahgunaan
 Setiap pecandu dapat
mudah, karena menyangkut sembuh
adalah asal ada kemauan
kriminal
perubahan struktur otak
Rehabilitasi medis tidak hanya rawat Pecandu harus dirawat inap
inap, melainkan juga rawat jalan agar sembuh
Kekambuhan merupakan bagian Kekambuhan tidak bisa
perubahan perilaku yg hrs diterima dibenarkan kalau org tsb
& diupayakan utk kembali sudah menjalani rehab
dipulihkan
Perubahan pendekatan

 Konvensi tahun 1961 menganggap penyalahgunaan


Napza sebagai masalah kriminal
 Konvensi tahun 2009 menyepakati bahwa
pendekatan law enforcement dengan welfare
approach harus seimbang
 UU Narkotika No 35/2009:
 Tetap menganggap penyalahguna Napza sebagai pelaku
kriminal tetapi memberi peluang untuk menjalani terapi
rehabilitasi
 Wajib lapor dpt mengalihkan pemidanaan dg pembatasan
2 kali periode perawatan
2. Landasan Kebijakan
 UU No. 35/2009 tentang Narkotika
 PP No. 25/2011 tentang Wajib Lapor Pecandu Narkotika
 Permenkes No. 2415/2011 tentang Rehabilitasi Medis
Pecandu Narkotika
 Peraturan Bersama ttg Penanganan Pecandu, Korban
Penyalahgunaan Narkotika ke dalam Rehabilitasi
 Permenkes No. 4 tahun 2020 tentang Penyelenggaraan
Institusi Penyelenggara Wajib Lapor
Pasal 4 UU 35/2009

 UU tentang Narkotika bertujuan:


 Menjamin ketersediaan narkotika untuk
kepentingan pelayanan kesehatan ……
 Mencegah, melindungi & menyelamatkan bangsa
Indonesia …..
 Memberantas peredaran gelap Narkotika ….
 Menjamin pengaturan upaya rehab medis dan
sosial bagi Pecandu ,Penyalah Guna dan korban
Narkotika
Pasal 54 UU 35/2009

 Pecandu,penyalahguna Narkotika dan


korban Narkotika wajib menjalani rehabilitasi
medis dan rehabilitasi sosial.
Pasal 56 UU 35/2009

 Rehabilitasi medis Pecandu Narkotika


dilakukan di rumah sakit yang ditunjuk oleh
Menteri.
 Lembaga rehabilitasi tertentu yang
diselenggarakan oleh instansi pemerintah
atau masyarakat dapat melakukan
rehabilitasi medis Pecandu Narkotika setelah
mendapat persetujuan Menteri.
Amanah UU 35/2009 terhadap
Sektor Kesehatan

Kewenangan mengatur upaya


terapi dan rehabilitasi pecandu
Narkotika pd Kementerian
Kesehatan:
• Mekanisme dan penatalaksanaan wajib
lapor di fasilitas kesehatan
• Penatalaksanaan rehabilitasi medis
(termasuk rehabilitasi medis bagi
terpidana narkotika)
3. Kebijakan Kemenkes terkait
Penanggulangan Penyalahgunaan
Napza
Kebijakan Penanggulangan
Penyalahgunaan NAPZA Kemenkes

1. Peningkatan upaya kesehatan & pencegahan


penyalahgunaan melalui upaya promotif &
preventif
2. Komprehensif dan multi disiplin
3. Pelayanan terapi terintegrasi pada sistem
pelayanan kesehatan yang ada:
 Akuntabilitas tindakan
 Kesinambungan program
Kebijakan Penanggulangan
Penyalahgunaan NAPZA Kemenkes (2)

4. Mendukung upaya pemulihan oleh


masyarakat dan ex-users:
 Agar dapat mendorong pengguna mampu
melaksanakan fungsi sosialnya
5. Melindungi hak azasi manusia &
keselamatan klien:
 Mengatasi timbulnya stigma & diskriminasi yg
seringkali menjadi hambatan utama bagi para
pengguna
Kebijakan Penanggulangan
Penyalahgunaan NAPZA Kemenkes (3)

6. Pengurangan dampak buruk pengguna


napza suntik
 KIE, Terapi rumatan, Terapi Napza lainnya
7. Keseimbangan & koordinasi lintas sektor
 Antara supply – harm – demand reduction
Kebijakan Penanggulangan
Penyalahgunaan NAPZA Kemenkes (4)

8. Pengembangan sistem informasi:


 Perlu sistem informasi & penelitian yg berdasar
kebutuhan sehingga perencanaan &
pengendalian penanggulangan dpt
diselenggarakan berdasarkan bukti (evidence-
based)
9. Legislasi & peraturan perundang-undangan
Regulasi Kemenkes Yang Tersedia

 Tata laksana wajib lapor pecandu Narkotika:


 2011: Kepmenkes 2171/2011
 2012: Kepmenkes 228/2012 (tambahan penggantian
biaya untuk konseling lanjutan maksimum 8 kali)
 2013: Permenkes 37/2013 (perubahan pola tarif)
 2015: Permenkes 50/ 2015 Petunjuk Teknis Pelaksanaan
Wajib Lapor dan Rehabilitasi Medis Bagi Pecandu,
Penyalahguna dan Korban Penyalahgunaan Narkotika
 2020: Permenkes No 4/ 2020 tentang
Penyelenggaraan Institusi wajib Lapor
Regulasi Kemenkes Yang Tersedia (2)

 Penetapan Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL):


 2011: Kepmenkes 1305/2011 (131 institusi)
 2012: Kepmenkes 218 / 2012 (181 institusi)
 2013: Kepmenkes 293 / 2013 (274 institusi)  sekaligus menetapkan
seluruh IPWL sebagai penyedia rehab medis, minimal dlm bentuk
konseling dasar adiksi Napza
 2018: Kepmenkes 701/2018 (754 institusi)

 Rehabilitasi Medis Pecandu, Penyalahguna dan Korban


Penyalahgunaan Narkotika
 Permenkes 2415/2011
 Juknis Penyelenggaraan Rehab Medis Terpidana:
 Permenkes 46/2012  saat ini sedang direvisi
4. Program Wajib Lapor
Pecandu Narkotika
Apa itu program wajib lapor?
 Wajib lapor (wapor) adalah amanah Undang-Undang bagi seluruh
warga negara Indonesia yang mengalami kondisi ketergantungan
terhadap Narkotika untuk melaporkan diri pada Puskesmas /
Rumah Sakit / Lembaga Rehabilitasi milik Pemerintah ataupun
Masyarakat

 Dilaksanakan oleh Pemerintah sejak tahun 2011

 Adalah kegiatan melaporkan diri yang dilakukan oleh pecandu


Narkotika yang sudah cukup umur atau keluarganya, dan/atau
orang tua atau wali dari pecandu narkotika yang belum cukup umur
kepada institusi penerima Wajib Lapor untuk mendapatkan
pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis.
Mengapa perlu wajib lapor?
 Pada umumnya sebelum mengalami masalah fisik /
psikologis / sosial serius, pecandu jarang datang untuk
mencari pertolongan medis / sosial
 Diperkirakan kurang dari 5% pecandu yang pernah
menerima layanan terapi & rehabilitasi
 Program wapor ditujukan pula untuk meningkatkan
kesadaran keluarga agar dapat membawa anggota
keluarganya pada layanan terapi sedini mungkin
 Kontak dini terhadap program terapi diharapkan dapat
meminimalisasi dampak buruk akibat penggunaan
Napza
Megapa pengguna napza kurang
memanfaatkan IPWL

1. Kurang pengetahuannya tentang IPWL


2. Rasa takut pengguna dimasukan dalam
jeruji penjara.
3. Alasan nama baik keluarga.
4. Pekerjaan dan lingkungan
Apa bedanya pecandu yg melakukan wajib
lapor dg pecandu yg datang utk berobat?

 Tidak ada bedanya: pecandu yg lapor diri adalah pasien


 Memiliki hak untuk dilindungi kerahasiaannya sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan
 Menerima tata laksana yang distandarisasani:
 Asesmen komprehensif
 Rencana terapi sesuai hasil asesmen
 Urinalisis
 Konseling adiksi Napza
 Farmakoterapi sesuai kebutuhan
TUJUAN IPWL

1. Memenuhi hak pecandu, penyalahguna dan korban


penyalahgunaan Narkotika dalam mendapatkan
pengobatan dan perawatan melalui Rehabilitasi Medis
atau social
2. Merangkul pengguna /menghidarkan pengguna dari
jerat hukum
3. Memutuskan mata rantai penggunaan dan peredaran
Napza
4. Meningkatkan tanggung jawab keluarga, masyarakat
dan pemerintah serta meningkatkan kerjasama
diantaranya.
Apa yg dimaksud kartu lapor diri

 Selama belum ada ketentuan yg mengatur ttg


kartu yang tersentralisasi, maka kartu berobat
pasien adalah juga kartu lapor diri, yang
bilamana mungkin dicap dengan tulisan IPWL
 Penggunaan nomor wajib lapor mengacu pada
nomor rekam medik, kecuali telah ada ketentuan
baru
 Kartu lapor diri berlaku sepanjang pasien aktif
mengikuti program TR yang telah disusun dlm
rencana terapi
Dengan punya kartu lapor diri apakah
pasien jadi kebal hukum?
 Tidak
 Bila ybs terlibat dalam tindak kriminalitas lain selain
penggunaan Napza, maka ybs tetap diproses
 Bila ybs terlibat hanya dlm tindak kriminalitas

penggunaan Napza, diharapkan ybs dpt dialihkan pada


proses rehabiltasi apabila telah memiliki kartu lapor diri
(diatur dalam Peraturan Bersama Mahkamah Agung –
Kemenkumham – Kejaksaan Agung – Kepolisian
(Mahkumjakpol) – Kemenkes – Kemensos – BNN).
PROSEDUR PELAYANAN DI INSTITUSI
PENERIMA WAJIB LAPOR

1. Prosedur pelayanan bagi Pecandu,


Penyalahguna, dan Korban Penyalahgunaan
Narkotika yang Datang Secara Sukarela
2. Prosedur pelayanan bagi Pecandu,
Penyalahguna, dan Korban Penyalahgunaan
Narkotika yang Sedang Menjalani Proses
Penyidikan (Tersangka), Penuntutan atau
Persidangan (Terdakwa)
5. Rehabilitasi Medis Bagi
Pecandu
Kebijakan Rehabilitasi Medis

 Rehabilitasi medis adalah istilah pada UU No. 35


untuk upaya yang dilakukan sektor Kesehatan
dalam hal terapi & rehabilitasi bagi pecandu
Napza
 Berlaku bagi pecandu yg secara sukarela datang,
dibawa keluarga, atau mereka yang
diputus/ditetapkan oleh pengadilan
 Dapat dilaksanakan dengan cara rawat jalan
(rumatan/non rumatan) dan/atau rawat inap
sesuai dengan hasil asesmen & kebutuhan pasien
Prosedur pelayanan bagi Pecandu, Penyalahguna, dan Korban
Penyalahgunaan Narkotika yang Datang Secara Sukarela

1.Asesmen,
2.Tes urin (urinalisis) untuk mendeteksi ada atau tidaknya
Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA)
3.Pemberian konseling dasar adiksi Narkotika,
4.Konseling pra-tes HIV dan ditawarkan untuk melakukan
pemeriksaan HIV dan/atau Hepatitis C sesuai kebutuhan.
5.Pemeriksaan penunjang lain bila diperlukan.
6.Penyusunan rencana terapi meliputi rencana Rehabilitasi
Medis dan/atau sosial, dan intervensi psikososial.
7.Rehabilitasi Medis sesuai rencana terapi yang dapat berupa
rawat jalan (simtomatik atau rumatan) atau rawat inap.
Prosedur pelayanan bagi Pecandu, Penyalahguna, dan Korban
Penyalahgunaan Narkotika yang Sedang Menjalani Proses
Penyidikan (Tersangka), Penuntutan atau Persidangan (Terdakwa)

1. Prosedur Penyerahan Tersangka atau Terdakwa ke


IPWL

 Rehabilitasi Medis bagi tersangka atau terdakwa


dilakukan dengan cara rawat inap atau rawat jalan,
(sesuai dengan permintaan resmi tertulis dari pihak
kepolisian, BNN/BNNP/BNNK (penyidik), atau
kejaksaan (penuntut umum)
 didasarkan pada rekomendasi rencana terapi
rehabilitasi dari Tim Asesmen Terpadu,
 Lama masa rehabilitasi paling lama 3(tiga) bulan
Prosedur Rehabilitasi Medis Bagi Tersangka atau Terdakwa di IPWL

 Kewajiban tersangka atau terdakwa (pasien) menjalani terapi Rehabilitasi Medis rawat inap,
pasien:
 1) wajib mengikuti program yang ditentukan oleh IPWL tersebut;
 2) tidak membawa alat komunikasi; dan
 3) komunikasi dengan keluarga/pihak lain harus melalui tenaga kesehatan yang melakukan Rehabilitasi
Medis.

 Bagi tersangka atau terdakwa yang melarikan diri, tidak patuh pada terapi (termasuk berhenti
dari program), melakukan kekerasan yang membahayakan nyawa orang lain atau melakukan
pelanggaran hukum, selama proses Rehabilitasi Medis, maka IPWL wajib memberikan laporan
kepada pihak penegak hukum yang menyerahkan.
 Pihak IPWL memberikan informasi kepada instansi pengirim/penitip paling lama 2 (dua)
minggu sebelum masa Rehabilitasi Medis selesai. Pasien yang telah selesai menjalani terapi
Rehabilitasi Medis dijemput kembali oleh pihak yang menitipkan tersangka atau terdakwa
(penyidik atau penuntut umum).
 IPWL menyerahkan resume akhir kegiatan terapi Rehabilitasi Medis.
 Pengamanan dan pengawasan tersangka atau terdakwa yang ditempatkan di IPWL
melibatkan pihak kepolisian.
Apa bedanya wajib lapor dengan
rehabilitasi?
 Rehabilitasi merupakan kelanjutan dari proses wajib
lapor (sbg bagian dari rentang perawatan bagi
pecandu Napza)

Terapi /
• Asesmen Rehabilitasi • Kelompok bantu
• Rencana terapi • Rawat Jalan diri / dukungan
• Rawat Inap • Peningkatan
ketrampilan

Lapor diri Pasca rawat


Macam Rehabilitasi Medis
Terapi
rumatan
metadon /
buprenorfin Rehabilitasi
Rawat jalan rawat inap
non rumatan jangka
pendek

Rehabilitasi
Detoksifikasi
Rehab rawat inap
Medis jangka
panjang
Rehabilitasi secara ideal....

• Asesmen
Sukarela • Rencana terapi
(sendiri / kelg)

Tersangkut • Asesmen terpadu


Menjalani
Perkara Hukum • Rencana terapi Terapi &
(masa • Penitipan polisi/jaksa Rehabilitasi
penyidikan)
Napza
Tersangkut • Asesmen terpadu
Perkara Hukum • Rencana terapi
(masa • Penetapan/Putusan hakim
persidangan)
6. Rehabilitasi Medis Bagi Pecandu
Yang Telah Diputus / Ditetapkan
Pengadilan dan Yang Masih Dalam
Proses Penyidikan / Peradilan
Prosedur Pelayanan di Institusi Penerima Wajib
Lapor bagi Pecandu, Penyalahguna, dan Korban
Penyalahgunaan Narkotika yang Telah
Mendapatkan Putusan Pengadilan (Terpidana)
Prosedur Rehabilitasi Medis Terpidana di IPWL

 Terpidana harus mengikuti program yang berlaku di Lembaga


Rehabilitasi Medis tersebut,
 Selama menjalani Rehabilitasi Medis,terpidana tidak diperkenankan
melakukan komunikasi,baik langsung maupuntidak langsung,dengan
keluarga selama 1 (satu) bulan pertama.
 Tujuannya: dimaksudkan untuk meminimalisasi hal-hal yang tidak diinginkan,
seperti bersekongkol memasukkan Narkotika kedalam lembaga rehabilitasi,
merencanakan pulang paksa, dan memanipulasi keluarga untuk berbagai
tujuan.
 Setelah menjalani program lebih dari 1 (satu) bulan, komunikasi
dengan keluarga dapat dilakukan sesuai dengan aturan yang berlaku
diIPWL tersebut.
 Terpidana wajib menjalani 3 (tiga) tahap perawatan, yaitu program
rawat inap awal, program lanjutan,dan program pasca rawat.
1) ProgramRawat Inap Awal
 Terpidana wajib menjalani rehabilitasi rawat inap sesuai dengan rencana
terapi. Langkah rehabilitasi rawat inap:
 a)Proses penandatangan formulir kesediaan mengikuti program yang sesuai
rencana terapi.
 b)Asesmen awal dengan menggunakan Formulir Asesmen Wajib Lapor/Rehabilitasi
Medis.
 c)Penyusunan rencana terapi berdasarkan hasil asesmenawal.
 d)Pelaksanaan program rehabilitasi rawat inap yang dilaksanakan sesuai prosedur
operasional yang baku.

 Komponen pelayanan yang diberikan paling sedikit meliputi:


 a)pemeriksaan dan penatalaksanaan medis
 b)pemeriksaan dan penatalaksanaan medis lanjutan sesuai indikasi asuhan
keperawatan;
 c)konseling dan tes HIV;
2) Program Lanjutan

 Setelah melewati program rawat inap awal,


seorang terpidana dapat menjalani program
rawat inap lanjutan ataupun program rawat
jalan, bergantung pada derajat keparahan
adiksinya sesuai dengan hasil asesmen
lanjutan.
2(a) Program Lanjutan Rawat Inap

 Diberikan pada pasien dengan salah satu atau


lebih kondisi di bawah ini:

 (1) pola penggunaan ketergantungan;


 (2) belum menunjukkan stabilitas mental emosional
pada rawat inap awal;
 (3) mengalami komplikasi fisik dan/atau psikiatrik;
dan/atau
 (4) pernah memiliki riwayat terapi rehabilitasi
beberapa kali sebelumnya.
2(b) Program Lanjutan Rawat Jalan

 Diberikan pada pasien dengan salah satu atau lebih kondisi di


bawah ini:
(1) memiliki pola penggunaan yang sifatnya rekreasional;
(2) zat utama yang digunakan adalah ganja atau amfetamin;
(3) zat utama yang digunakan adalah opioida, namun
yang bersangkutan telah berada dalam masa pemulihan sebelum tersangkut tindak pidana,
atau secara aktif menjalani program terapi rumatan sebelumnya;
(4) berusia di bawah 18 tahun;
(5) tidak mengalami komplikasi fisik dan/atau psikiatrik.

Frekuensi kunjungan paling sedikit 2 (dua) kali seminggu, untuk memperoleh


 pelayanan intervensi psikososial,
 pencegahan kekambuhan,
 dan terapi medis sesuai kebutuhan,
 tes urin secara berkala
3) Program Pasca Rawat

Pecandu, penyalahguna, dan korban penyalahgunaan


Narkotika yang telah melaksanakan RehabilitasiMedis
berhak untuk menjalani :
 rehabilitasi sosial dan
 program pengembalian ke masyarakat
IPWL diharapkan menjalin kerja sama dengan panti
rehabilitasi sosial milik pemerintah atau masyarakat,
atau dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
yang memberikan layanan pasca rawat.
Standar Layanan Rehabilitasi Medis

Efektifitas program rehabilitasi dan keberhasilan terapi


diukur dari beberapa indicator, yaitu;
1. Indikator 1:Peningkatan status kesehatan pengguna
napza selagi berada dalam program
2. Indikator 2: Penurunan penggunaan napza secara
ilegal selama berada dalam program.
3. Indikator 3: Penurunan keterlibatan dalam tindak
kriminalitas selama berada dalam program
4. Indikator 4: Peningkatan kualitas hidup klien selama
dalam program
Standar Layanan Rehabilitasi Medis

1. Pelayanan Gawat Darurat


2. Managemen putus zat
3. Pelayanan rawat jalan rumatan
4. Pelayanan penapisan dan pengkajian
5. Pelayanan intervensi psikososial
6. Pelayanan rehabilitasi rawat inap
7. Pelayanan komorbiditas fisik
8. Pelayanan dual diagnosis/komorbiditas psikiatri
9. Pelayanan uji Napza/urinalysis.
PELAYANAN GAWAT DARURAT
 Pengertian:
 Pengelolaan kondisi gawat darurat baik fisik maupun psikis
akibat kondisi intoksikasi ataupun kondisi putus napza yang
dapat mengancam kehidupan diri sendiri maupun orang lain

 Tujuan :
 a.Pengenalan tanda bahaya awal
 b.Memberikan bantuan hidup dasar
 c.Mengatasi kondisi akut pasien, khususnya kegawatdaruratan psikiatri
 d.Mencegah kecacatan pasien
 e.Mencegah kematian pasien
MANAJEMEN PUTUS ZAT

Pengertian
 Proses atau tindakan medis untuk membantu
klien mengatasi gejala putus zat

Tujuan
 Untuk mengurangi rasa ketidaknyamanan
fisik dan/atau psikis akibat dikurangi/
dihentikannya penggunaan Napza
PELAYANAN RAWAT JALAN RUMATAN

 Pengertian

 Pemberian farmakoterapi jangka panjang (minimal 6 bulan) dengan


menggunakan zat golongan opioid sintetis agonis atau agonis parsial secara
oral / sublingual bagi pasien ketergantungan opioida di bawah pengawasan
dokter terlatih dan penerapan tata laksana mengikuti pedoman nasional
yang tersedia.

 Tujuan

 Untuk meminimalisasi dampak buruk ketergantungan opioida dengan


pemberian farmakoterapi jangka panjang, tanpa harus berhenti
menggunakan zat golongan opioida.
PELAYANAN PENAPISAN DAN PENGKAJIAN

Pengertian

 Penapisan : upaya mendeteksi kandungan napza dalam tubuh seseorang dengan


instrumen/pemeriksaan tertentu

 Pengajian : proses klinis yang mendalam (penelaahan) terhadap riwayat


penggunaan napza seseorang

Tujuan

 Penapisan : untuk menentukan adanya napza dalam tubuh seseorang

 Pengkajian : mendapatkan gambaran utuh mengenai pengunaan napza seseorang


PELAYANAN INTERVENSI PSIKOSOSIAL

Pengertian

 Upaya terapi psikologis dan rehabilitasi sosial, yang


melengkapi terapi farmakologis, untuk memulihkan aspek
kejiwaan dan sosial dari penyalahguna napza.
 Merupakan bagian dari pendekatan biopsikososial.

Tujuan

 Mengoptimalisasi perubahan perilaku khususnya kualitas hidup


pengguna Napza
PELAYANAN INTERVENSI PSIKOSOSIAL

 a. Konseling adiksi (termasuk pengurangan


risiko kambuh)
 b. Wawancara motivasional (motivational
interviewing) Motivational enhancement
therapy
 c. Psikoterapi
 d. Terapi kognitif perilaku
 e. Terapi keluarga
 f. Konseling pasangan/marital
PELAYANAN REHABILITASI RAWAT INAP

Pengertian

 upaya terapi (intervensi) berbasis-bukti yang mencakup


perawatan medis, psikososial, atau kombinasi keduanya, berupa
perawatan inap jangka pendek atau jangka panjang

Tujuan

 Membantu pasien untuk menghentikan pemakaian napza


dan/atau mengurangi dampak buruk yang mungkin ditimbulkan
PELAYANAN KOMORBIDITAS FISIK

 Pengertian

 Upaya kuratif dan rehabilitatif untuk kondisi medis


 umum (nonpsikiatrik) yang menyertai masalah terkait
 penggunaan napza.

 Tujuan
 a. memulihkan kesehatan fisik seoptimal mungkin
 b. mencegah disabilitas lanjut
PELAYANAN DUAL DIAGNOSIS/
KOMORBID PSIKIATRIK
 Pengertian

 Penatalaksanaan masalah terkait-penggunaan napza


 disertai gangguan jiwa. Termasuk didalamnya adalah
 gangguan jiwa baik yang diketahui maupun tidak
 diketahui hubungan sebab akibatnya dengan
 penggunaan napza.

 Tujuan

 Bagi FKTP : mencegah dampak buruk lanjutan/


 komplikasi

 Bagi FKRTL : memulihkan kesehatan jiwa secara


 komprehensif dan optimal.
PELAYANAN UJI NAPZA (URINALISIS)

 Pengertian

 Segala upaya untuk mengetahui ada tidaknya


 kandungan napza dalam tubuh seseorang melalui
 sediaan biologis (diantaranya urin, rambut, dan lain-
 lain) yang tidak digunakan untuk kepentingan hukum

 Tujuan

 a. Menunjang penegakan diagnosis


 b. Membantu menentukan rencana terapi selanjutnya
 c. Membantu memonitor kemajuan klien dalam
 proses terapi rehabilitasi
PEMBIAYAAN
 Kementerian Kesehatan bertanggung jawab atas pembiayaan
proses Wajib Lapor dan pembiayaan Rehabilitasi Medis bagi
pecandu, penyalahguna dan korban penyalahgunaan
Narkotika : (PMK NOMOR 4 TAHUN 2020)
 Warga Negara Indonesia (WNI)
 Tidak mampu sesuai hasil asesmen/ PBI,
 Maksimal2 kali periode perawatan.
 belum mendapatkan pembiayaan dari kementerian/ lembaga lain.

Setelah proses Wajib Lapor dan 2 kali periode


perawatan maka pembiayaan layanan menjadi tanggung
jawab pasien dan atau keluarganya.
RS yg dapat menerima rehab medis
terkait hukum

 Memiliki sekurang-kurangnya alokasi tempat


tidur untuk rawat inap selama 3 bulan;
 Memiliki setidaknya dokter, perawat dan
apoteker yang terlatih di bidang gangguan
penggunaan napza;
 Memiliki program  rawat inap jangka pendek
dengan layanan simtomatik dan intervensi
psikososial
RS yg dapat menerima rehab medis
terkait hukum (lanjt)

 Memiliki Standar Prosedur Keamanan minimal,


yang diantaranya memuat prosedur:
 Pencatatan pengunjung yang masuk dan keluar
 Pemeriksaan fisik dan barang bawaan setiap masuk
program agar tidak membawa berbagai Napza dan
benda tajam ke dalam tempat rehab
 Tugas Penjaga Keamanan
 Pengamanan sarana prasarana agar pasien terhindar
dari kemungkinan melukai dirinya sendiri, melukai
orang lain dan melarikan diri.
Ketersediaan Rehabilitasi Rawat Inap

Aceh 1

Kalbar 1
Riau 1 Kaltim 1

Sumbar 1 Bengkulu 1
Sumsel 1
Jambi 1
Kalsel 1
DKI 2
Jateng 1
Jabar 2 Jatim 2 NTB 1

DIY 1 Bali 1
Ketersediaan Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM)
Mei 2014 : 87 klinik pd 17 Provinsi
Sumut 4

Kepri 1
Riau 1 Kalbar 3
Kaltim 1
Jambi 1
Sumbar 1 Sumsel 2

Sulsel 5
Lampung1 DKI 18
Jateng 6
Banten 7
Jabar 15 Jatim 9
DIY 5
Bali 6

Data Ditjen BUK Kemenkes, 2014


Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai